Biaya Analisis Perbandingan Titik Impas

RC rasio atas biaya tunai dan biaya total setelah menggunakan kayu bakar meningkat menjadi 1,61 dan 1,18. Artinya, setiap Rp 1.000 biaya yang dikeluarkan selama proses budidaya akan memberikan penerimaan berturut- turut sebesar Rp 1.610 dan Rp 1.180. Seperti halnya dengan jumlah pendapatan, nilai RC rasio antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi juga tidak jauh berbeda. Perbedaan tersebut hanya sebesar 0,02 atau 1,26 persen untuk RC rasio atas biaya tunai dan 0,03 atau 2,61 persen untuk RC rasio atas biaya total.

6.2 Analisis Titik Impas

Analisis titik impas merupakan informasi yang digunakan oleh manajemen untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat volume penjualan minimum yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian ataupun laba. Apabila terdapat pilihan alternatif pada analisis ini, maka pilihan yang diambil adalah kegiatan yang memiliki titik impas terkecil. Dalam analisis ini, titik impas produksi dinyatakan dalam satuan kilogram.

6.2.1 Biaya

Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan untuk barang atau jasa agar menghasilkan suatu produk. Pada analisis titik impas ini, biaya-biaya yang digunakan dikelompokkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap di Perusahaan TIMMUSH meliputi biaya tenaga kerja kepala kebun dan wakil, biaya listrik, sewa lahan milik sendiri, dan biaya penyusutan. Total biaya tetap yang dikeluarkan Perusahaan TIMMUSH pada saat masih menggunakan kompor semawar adalah Rp 6.438.776 dan setelah menggunakan kayu bakar menurun sebesar Rp 6.205.444. Perbedaan total biaya tetap ini terletak pada jumlah biaya penyusutan selama satu musim tanam antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi Lampiran 5. Biaya variabel usahatani jamur tiram putih yang dikeluarkan oleh Perusahaan TIMMUSH selama satu musim tanam pada saat masih menggunakan kompor semawar adalah Rp 4.813.000, sedangkan setelah menggunakan kayu bakar menurun sebesar 2,08 persen menjadi Rp 4.713.000. Biaya tersebut digunakan untuk membeli sarana produksi, seperti bahan baku dan penunjang selama satu musim tanam. Penurunan total biaya variabel ini dikarenakan biaya untuk membeli kayu bakar selama satu musim tanam lebih rendah dibandingkan biaya untuk membeli minyak tanah. Rincian biaya tetap dan biaya variabel usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.

6.2.2 Analisis Perbandingan Titik Impas

Analisis perbandingan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH selama satu musim tanam dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Analisis Perbandingan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam No. Keterangan Kompor Semawar Kayu Bakar Perbedaan 1 TFC Rp 6.438.776 6.205.444 -233.332 2 TVC Rp 4.813.000 4.713.000 -100.000 3 AVC Rpkg 2.687,33 2.631,49 -55,84 4 P – AVC Rpkg 4.512,67 4.568,51 55,84 5 Titik Impas kg 1.426,82 1.358,31 -68,51 Pada Tabel 8 terlihat bahwa volume penjualan minimum jamur tiram putih yang harus dipenuhi pemilik perusahaan setelah menggunakan kayu bakar lebih rendah bila dibandingkan ketika pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar, yaitu dari 1.426,82 kilogram menjadi 1.358,31 kilogram. Namun, besarnya titik impas tersebut tidaklah jauh berbeda antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi, yaitu hanya sebesar 68,51 kilogram atau 4,80 persen.

6.3 Analisis Perbandingan

Dokumen yang terkait

Analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani jamur tiram putih (Studi kasus di Desa Tugu Utara, kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat)

0 12 119

Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan titik impas jamur tiram putih (Pleurotus ostreoatus). Studi kasus usaha agribisnis supa tiram mandiri di Kebun Percobaan Cikabayan Faperta LPB, Darmaga, Bogor, Jawa Barat

0 8 114

Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

2 22 128

Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih ( Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 5 10

Prospek budidaya jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) studi kasus : Kecamatan Ciampea dan Ciawi, Kabupaten Bogor

0 7 162

Analisis Sumber-Sumber Risiko pada Proses Produksi Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Usaha Rimba Jaya Mushroom, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

10 60 218

Analisis ekonomi usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor

2 17 134

Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada CV Wahyu Makmur Sejahtera Desa Gadog Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat

2 15 77

Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Dd. Mushroom Di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat

2 5 50

Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Kemitraan UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor)

7 29 72