Tabel 10. Analisis Perbandingan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan
Data pada Bulan Agustus 2008
No. Keterangan
Kompor Semawar Kayu Bakar
Perbedaan
1 TFC Rp
6.438.776 6.205.444
-233.332 2
TVC Rp 5.546.500
5.156.500 -390.000
3 AVC Rpkg
3.096,87 2.879,12
-217,75 4
P – AVC Rpkg 4.103,13
4.320,88 217,75
5 Titik Impas kg
1.569,24 1.436,15
-133,09
Dari hasil analisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH baik pada saat penelitian Mei-Juni 2008 maupun setelah penelitian
dilakukan Agustus 2008, maka dapat diketahui bahwa secara umum total biaya usahatani dan jumlah pendapatan dan antara sebelum dan setelah terjadi
perubahan penggunaan alat sterilisasi tidak berbeda secara signifikan. Selain itu, konversi bobot jamur tiram putih per baglog, jumlah dan lamanya tenaga kerja
bekerja dalam satuan harian kerja di Perusahaan TIMMUSH baik sebelum maupun setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi ternyata juga tidak
berubah. Kemampuan produksi per baglog jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH per musim tanam tetap 0,5 kilogram, jumlah tenaga kerja di
Perusahaan TIMMUSH tetap 16 orang, dan lamanya mereka bekerja tetap selama delapan jam per hari dengan hari kerja selama tujuh hari dalam satu minggu.
Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesa awal yang memprediksi adanya perbedaan yang signifikan dari perubahan penggunaan alat sterilisasi tersebut.
6.4 Memilih Alat Sterilisasi Terbaik
Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani yang telah dilakukan pada kedua alternatif bahan bakar tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan
kayu bakar merupakan alat sterilisasi terbaik bagi Perusahaan TIMMUSH. Hal
tersebut dikarenakan tingkat hasil penerimaan dan nilai RC rasio yang diperoleh Perusahaan TIMMUSH setelah mengganti alat sterilisasinya dengan
kayu bakar lebih tinggi dibandingkan pada saat masih menggunakan kompor semawar. Meskipun jumlah pendapatan antara sebelum dan setelah terjadi
perubahan penggunaan alat sterilisasi tidak berbeda secara signifikan, namun perolehan kayu bakar lebih mudah didapatkan dibandingkan dengan minyak
tanah yang semakin langka dan mahal harganya. Dengan demikian, sistem produksi yang lebih efisien digunakan Perusahaan TIMMUSH adalah
menggunakan kayu bakar dibandingkan dengan kompor semawar.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan baik pada saat penelitian Mei-Juni 2008 maupun setelah penelitian Agustus 2008, tingkat keuntungan dan
nilai RC rasio yang diperoleh Perusahaan TIMMUSH setelah mengganti alat sterilisasinya dengan kayu bakar lebih besar dibandingkan ketika pemilik
perusahaan masih menggunakan kompor semawar. Namun, besarnya pendapatan dan nilai RC rasio tersebut tidaklah jauh berbeda antara
sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi. Hasil analisis pendapatan berdasarkan data pada saat penelitian menunjukkan
bahwa perbedaan tersebut hanya sebesar Rp 100.000 atau 2,10 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan 0,02 atau 1,26 persen untuk nilai RC atas
biaya tunai, sedangkan berdasarkan data setelah penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jumlah pendapatan dan nilai RC tersebut hanya sebesar
Rp 390.000 atau 9,59 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan 0,07 atau 4,79 persen untuk nilai RC atas biaya tunai.
2. Hasil analisis titik impas baik pada saat penelitian maupun setelah penelitian dilakukan menunjukkan bahwa pergantian alat sterilisasi dari kompor
semawar ke kayu bakar membuat volume minimum penjualan jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUH menjadi lebih rendah dibandingkan pada saat
pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar. Namun, besarnya titik impas dari kedua kondisi tersebut tidaklah jauh berbeda antara