Gambar 3. Jaringan Sosial antara Tengkulak dan Nelayan di Pulau Panggang Hubungan tengkulak dengan nelayan yang terbentuk di Pulau Panggang
didasari oleh hubungan saling menguntungkan. Dalam hubungan tersebut, tengkulak memanfaatkan kemampuan nelayan dalam menyediakan hasil
perikanan laut yang dibutuhkan oleh pasar. Sedangkan nelayan membutuhkan tengkulak untuk memasarkan hasil perikanan yang mereka dapatkan. Dalam hal
ini, tengkulak biasanya memiliki informasi yang lebih banyak mengenai kondisi pasar ikan dibandingkan nelayan.
Pola hubungan antara tengkulak dan nelayan di Pulau Panggang berbeda- beda tergantung dari jenis usaha perikanan yang dijalankan oleh masing-masing
nelayan. Pada daerah tersebut, terdapat perbedaan antara nelayan tangkap dan budidaya seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Namun, dalam usaha
perikanan tangkap pun dibedakan lagi menjadi tiga pola hubungan tengkulak dan nelayan. Pertama adalah pola hubungan pada tengkulak dan nelayan jaring
muroami . Kedua, pola hubungan tengkulak dan nelayan bubu. Ketiga adalah pola
hubungan tengkulak dan nelayan tangkap ikan hias.
4.4.2 Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat terdapat sistem lapisan sosial yang secara sosiologi dikenal sebagai stratifikasi sosial. Pada masyarakat pesisir stratifikasi sosial ini
umumnya terjadi karena perbedaan akses individu terhadap sumberdaya. Individu yang lebih mudah aksesnya terhadap sumberdaya akan berada pada lapisan yang
PASAR
TENGKULAK Hasil
Penjualan Ikan
Hasil Perikanan
NELAYAN
lebih tinggi. Dalam hubungan sosial yang terjadi di masyarakat Pulau Panggang, maka stratifikasi sosial disebabkan oleh akses masyarakat yang berbeda terhadap
sumberdaya pesisir yang merupakan sumberdaya utama masyarakat setempat. Akses masyarakat yang berbeda ini disebabkan oleh perbedaan
kepemilikan modal pada tiap masyarakat. Adanya perbedaan kepemilikan modal kapital pada tiap individu yang berbeda menciptakan perbedaan pula pada
kemampuan mereka dalam mengakses sumberdaya yang lain. Modal yang dimiliki individu tersebut dapat berupa modal fisik maupun non fisik. Modal fisik
misalnya adalah perbedaan dalam kepemilikan sarana usaha perikanan seperti kapal motor, jaring, kompresor dan keramba budidaya.
Pada masyarakat Pulau Panggang, nelayan yang memiliki modal berupa kapal motor, jaring muroami
7
kongsi dan kompresor merupakan nelayan pemilik usaha perikanan di bidang jaring muroami. Pada jenis usaha tersebut, nelayan
yang memiliki fasilitas untuk usaha jaring muroami bertindak langsung sebagai tengkulak. Karena nelayan pekerja yang meminjam fasilitas jaring muroami
tersebut diharuskan untuk menyerahkan hasil perikanan yang mereka dapatkan kepada nelayan pemilik, untuk kemudian dijual oleh pemilik ke pasar di Jakarta.
Kepemilikan modal lainnya yang juga menciptakan stratifikasi sosial dalam masyarakat Pulau Panggang adalah kepemilikan keramba budidaya. Usaha
perikanan budidaya saat ini sedang gencar dilakukan di pulau tersebut, namun dari mayoritas nelayan yang ada hanya sebagian kecil yang sudah terjun ke usaha
budidaya perikanan. Hal ini dikarenakan untuk memulai usaha tersebut dibutuhkan modal yang cukup besar. Untuk memulai usaha tersebut dibutuhkan
setidaknya dana sebesar 10.000.000,00 rupiah sampai 20.000.000,00 rupiah. Dana tersebut dibutuhkan untuk membeli bambu dan kayu sebagai bahan dasar keramba
serta pembelian bibit ikan kerapu yang merupakan jenis ikan budidaya andalan pulau tersebut. Besarnya modal yang dibutuhkan untuk budidaya tersebut
tentunya tidak dapat dijangkau oleh setiap masyarakat. Modal non fisik lainnya yang dimiliki misalnya, jejaring sosial yang
dimiliki oleh nelayan. Jejaring sosial ini dapat membantu nelayan dalam mengembangkan usaha perikanan yang mereka lakukan. Umumnya, nelayan yang
7
Muroami bahasa Jepang berasal dari kata “muro” dan “ami”. Ami artinya alat sedangkan muro adalah sebangsa ikan Carangidae.
memiliki jaringan dengan pengusaha besar di daerah lain akan lebih mampu untuk mengendalikan harga ikan di pulau. Nelayan yang memiliki jaringan tersebut
biasanya akan berperan sebagai tengkulak yang membawa hasil perikanan untuk dijual ke pasar di Jakarta. Modal non fisik lainnya yang berperan dalam
menciptakan stratifikasi sosial adalah kemampuan teknis dalam mengelola usaha perikanan. Nelayan yang dapat mengembangkan usaha perikanan dengan sukses
umumnya memiliki kemampuan mengelola usaha perikanan yang mereka lakukan, baik usaha perikanan tangkap maupun usaha perikanan budidaya.
Kelompok selanjutnya setelah nelayan budidaya adalah nelayan pekerja kongsi
muroami. Nelayan pekerja kongsi merupakan nelayan yang mencari ikan dengan menggunakan jaring kongsi muroami. Dalam pencarian ikan
menggunakan jaring tersebut, dibutuhkan setidaknya 15-18 orang pekerja dalam satu kapal yang melaut. Nelayan-nelayan pekerja tersebut bekerja pada nelayan
pemilik jaring. Jaring muroami tidak dapat dimiliki oleh setiap nelayan karena modal yang dibutuhkan untuk membeli peralatan jaring kongsi tersebut cukup
besar, yaitu sekitar 100.000.000,00 rupiah. Jenis nelayan lainnya yang juga terdapat di Pulau Panggang adalah
nelayan tangkap ikan hias. Usaha perikanan tangkap ikan hias ini tidak membutuhkan modal yang cukup besar. Karena untuk dapat menjalankan
usahanya, nelayan cukup memiliki pancing ataupun tombak mandarin dan kapal motor. Nelayan tangkap ikan hias akan menjual hasil tangkapannya kepada
tengkulak ikan hias. Tengkulak ikan hias biasanya akan meminta nelayan untuk mencari jenis ikan hias tertentu sesuai permintaan pasar.
Gambar 4. Stratifikasi Sosial dalam Usaha Perikanan di Pulau Panggang
‐ Tengkulak
Ikan Hias ‐
Tengkulak Budidaya
‐ Nelayan
Budidaya ‐
Nelayan Pekerja Kongsi
‐ Nelayan
Tangkap Ikan Hias ‐
Nelayan Tangkap Bubu
Nelayan Pemilik
Jaring
Maka stratifikasi sosial yang terdapat di Pulau Panggang dapat dibagi menjadi, nelayan pemilik jaring, tengkulak ikan hias, tengkulak budidaya, nelayan
budidaya, nelayan pekerja kongsi, nelayan tangkap ikan hias dan nelayan bubu Gambar 4. Stratifikasi sosial yang ada pada masyarakat Pulau Panggang ini
dapat berubah. Hal ini dikarenakan sistem lapisan sosial yang terdapat pada masyarakat tersebut merupakan sistem lapisan sosial yang bersifat terbuka. Secara
terbuka, sistem lapisan seperti ini memberi kesempatan setiap anggota masyarakat untuk berusaha menjadi anggota dalam lapisan yang mereka kehendaki.
4.5 Kondisi Ekonomi