disebut tombak mandarin. Saat ini, usaha perikanan tangkap di Pulau Panggang secara umum terbagi menjadi tiga kategori nelayan berdasarkan alat tangkap dan
jenis ikan yang mereka tangkap. Kategori tersebut antara lain nelayan muroami kongsi, nelayan bubu, dan nelayan ikan hias.
6.1.1 Pola Hubungan Patron-Klien pada Nelayan Muroami
Usaha penangkapan ikan di laut dengan menggunakan jaring muroami
16
merupakan usaha perikanan tangkap yang paling banyak membutuhkan pekerja nelayan pada tiap kegiatan penangkapan ikan yang mereka lakukan. Setidaknya
dibutuhkan sekitar 15-20 nelayan pekerja pada tiap kegiatan yang mereka lakukan. Dari keseluruhan jumlah pekerja tersebut, pekerjaan dibagi menjadi
pekerja selam dan penjaga selang yang bertugas menjaga di atas kapal. Pekerja yang menyelam tersebut biasanya berjumlah 10 orang, dan sisanya
bertugas di atas kapal. Para penyelam tersebut menggunakan kompresor berselang panjang agar mereka dapat kuat menyelam ke bawah laut. Pekerja selam tersebut
bertugas untuk menggiring jaring muroami agar banyak ikan-ikan yang masuk kedalam jaring. Sedangkan pekerja yang berada diatas kapal bertugas mengawasi
selang-selang yang menghubungkan penyelam dengan kompresor, agar kemudian dapat memperingati penyelam yang berada dibawah laut jika panjang selang
sudah tidak mencukupi untuk dibawa ke kedalaman yang lebih jauh. Penggunaan kompresor pada teknik penangkapan ini sebenarnya sangat berbahaya bagi
penyelam. Karena gas yang dikeluarkan dari kompresor dan dihirup oleh penyelam sangat berbahaya bagi tubuh. Banyak dari penyelam-penyelam tersebut
yang kemudian menderita kelumpuhan dan penyakit lainnya. Kegiatan penangkapan ikan menggunakan jaring muroami, dapat
menyebar jaring pada lima sampai enam titik lokasi yang berbeda setiap harinya. Keesokan harinya sekelompok nelayan muroami tersebut akan mencari lokasi
yang berbeda dengan lokasi yang telah didatangi sebelumnya. Nelayan melakukan ini dengan alasan jumlah ikan sudah sedikit pada lokasi yang sudah didatangi.
Padahal jika dilihat lebih jauh, kebiasaan nelayan tersebut dapat berdampak baik
16
Seperangkat muroami terdiri dari beberapa bagian, yaitu: bagian jaring yang berukuran cukup besar dan dapat memuat hingga 3 ton ikan; pelampung; pemberat, dan penggiring Subani dan
Barus, 1989.
pada keberlangsungan hidup ikan laut, dengan begitu terdapat jangka waktu untuk perkembangan ikan.
Awalnya penggunaan jaring muroami ini menimbulkan sedikit permasalahan dengan nelayan yang masih menggunakan jaring sederhana. Hal ini
dikarenakan hasil tangkapan yang diperoleh dengan menggunakan jaring muroami jauh lebih besar dibandingkan hasil tangkapan nelayan yang menggunakan jaring
sederhana. Namun, permasalahan tersebut tidak sampai bergulir menjadi konflik terbuka. Saat ini, masyarakat sudah tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena
jumlah nelayan yang bekerja menggunakan jaring muroami juga menjadi lebih banyak dibandingkan saat pertama jaring muroami tersebut digunakan di wilayah
tersebut. Besarnya modal yang dibutuhkan untuk membeli sarana lengkap kegiatan
penangkapan ikan dengan menggunakan jaring muroami tersebut membuat pemilik jaring dan kompresor di Pulau Panggang relatif sedikit. Hal ini
menjadikan pemilik jaring muroami berperan langsung sebagai tengkulak bagi pekerja muroami yang bertugas melakukan penangkapan ikan di laut. Hasil
tangkapan yang telah diperoleh dan dibawa ke pulau akan langsung ditimbang dan dipilah berdasarkan jenis dan ukuran ikan. Hal ini dikarenakan harga ikan akan
dibedakan sesuai dengan ukuran ikan. Ukuran tersebut dikategorikan menjadi beberapa level. Makin tinggi level ikan, berarti makin besar ukuran ikan, dan
semakin tinggi pula harganya. Umumnya jenis ikan yang didapat dengan menggunakan jaring muroami adalah ikan ekor kuning.
Dilihat dari segi hasil tangkapan, saat ini umumnya nelayan jaring muroami
mampu mendapatkan hasil tangkapan ikan sebanyak dua sampai tiga kwintal. Jumlah ini tentunya masih sangat rendah jika dibandingkan dengan hasil
tangkapan ikan pada periode 10 tahun silam. Menurut nelayan setempat, hasil tangkapan ikan menggunakan jaring muroami pada saat itu bisa mencapai angka
dua ton per hari. Sedangkan saat ini, hasil tangkapan sebesar tiga kwintal sudah termasuk hasil yang besar. Hasil tangkapan ikan tersebut biasanya dihitung
dengan menggunakan sistem tris keranjang yang terbuat dari anyaman bambu. Satu tris keranjang biasanya dapat menampung ikan seberat 70 kilogram.
Penghitungan menggunakan tris ini bertujuan untuk memudahkan nelayan
pemilik dan nelayan pekerja dalam mengetahui berat hasil tangkapan yang mereka dapatkan.
Ikan yang telah didapat oleh nelayan umumnya akan dihargai sebesar 11.000,00 rupiah per kilogram. Uang hasil tangkapan tersebut biasanya akan
dikurangi terlebih dahulu dengan jumlah hutang yang dimiliki nelayan dan kemudian dibagi rata untuk seluruh nelayan pekerja jaring muroami. Sedangkan
tengkulak akan mengambil keuntungan sebesar 3000,00 rupiah per kilogram berat ikan, dan menjual ke pasar ikan di Jakarta dengan harga 14.000 rupiah per
kilogram dalam kondisi beku Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Alir Pertukaran Ekonomi pada Usaha Perikanan Tangkap Jaring Muroami
Dilihat dari segi hasil perikanan yang diperoleh, nelayan pemilik tidak mengharuskan nelayan untuk menangkap ikan dengan besaran tertentu. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa sebanyak sepuluh orang responden memberikan skor 1 untuk pengaruh nelayan pemilik pada aspek penentuan hasil
tangkapan. Nelayan pemilik jaring muroami memiliki pengaruh yang tinggi pada pemberian modal, penentuan harga ikan dan penggunaan alat tangkap. Dapat
: Arus Hasil Tangkapan
: Arus Uang
Keterangan:
Harga jual Rp 14.000,00kg
NELAYAN PEMILIK
HASIL TANGKAPAN
PASAR IKAN
NELAYAN PEKERJA
15
‐20 orang
Pinjaman kapal, jaring, dan
kompresor Pinjaman
menginap babang harian
Rp 50.000,00 sampai Rp 100.000,00
Uang hasil tangkapan Rp 11.000,00kg bagi rata
Ikan dalam kondisi mati
dilihat pula sebagian besar responden memberikan skor 3 untuk pengaruh nelayan pemilik pada aspek pengaruh pemberian modal, penentuan alat tangkap dan
penentuan harga ikan.
Gambar 7. Tingkat Pengaruh Nelayan Pemilik pada Usaha Perikanan Tangkap Jaring Muroami
Kesadaran nelayan pemilik dan nelayan muroami akan perlindungan terhadap sumberdaya pesisir dan lautan semakin meningkat dibandingkan tahun
1990-an. Pada periode tersebut, nelayan pemilik dan nelayan muroami masih menggunakan potasium pada kegiatan penangkapan ikan yang mereka lakukan.
Penggunaan potasium ini dilakukan jika penggiringan ikan menuju jaring sulit dilakukan. Nelayan yang bertugas menyelam akan menyemprot ikan-ikan yang
sulit dijaring menggunakan potasium. Nelayan pemilik pun mendukung penggunaan potasium tersebut dengan menyediakan potasium bagi nelayan.
Saat ini, nelayan pemilik sudah tidak menyediakan potasium bagi nelayan muroami
. Selain keberadaannya yang telah dilarang oleh pemerintah khususnya Taman Nasional Kepulauan Seribu, nelayan pemilik juga telah memahami dengan
baik bahwa penggunaan potasium dapat berakibat buruk pada keseimbangan ekosistem laut. Para nelayan beranggapan, penggunaan potasium hanya
menguntungkan pada saat itu saja, namun merugikan bagi anak cucu mereka di masa depan.
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Pemberian Modal
Penentuan Alat
Tangkap Penentuan
Harga Ikan
Penentuan Hasil
Tangkapan
Jumlah Responden
Aspek Pengaruh
Skor 1
Skor 2
Skor 3
Selain penggunaan potasium, kepatuhan nelayan akan zona-zona penangkapan ikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah juga menjadi perhatian
bagi pemerhati lingkungan dan pemerintah setempat khususnya Taman Nasional Kepulauan Seribu. Pada zona-zona yang didalamnya dilarang untuk dilakukan
penangkapan ikan, biasanya terdapat petugas Taman Nasional Kepulauan Seribu yang berjaga. Dalam hal ini, nelayan pemilik biasanya tidak terlalu memberikan
larangan atau perintah kepada nelayan untuk tidak melakukan penangkapan di zona-zona tertentu. Hal ini dikarenakan, nelayan pemilik merasa bahwa nelayan
lebih mengenal kondisi laut dan dapat mengambil keputusan sendiri terkait dengan lokasi penangkapan yang akan mereka lakukan.
Nelayan pemilik pada kegiatan penangkapan ikan menggunakan jaring muroami
juga memberikan pinjaman berupa bekal atau biasa disebut masyarakat setempat sebagai ransum. Bekal ini diberikan mengingat penangkapan ikan
menggunakan muroami dapat berlangsung dari dini hari hingga sore hari. Bahkan jika wilayah penangkapan menjangkau daerah yang lebih jauh, sekelompok
nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan tersebut harus sampai menginap di laut atau biasa disebut masyarakat setempat sebagai babang.
Nelayan pemilik juga akan memberikan pinjaman kepada nelayan berupa bekal uang yang akan diberikan nelayan kepada keluarganya di pulau jika nelayan
sampai menginap di laut. Uang tersebut diberikan untuk penggunaan harian keluarga nelayan tersebut. Pinjaman pribadi juga dapat diberikan kepada nelayan
pekerja yang dibawahi oleh nelayan pemilik tersebut. Besarnya pinjaman kemudian akan dicatat oleh nelayan pemilik sebagai hutang pribadi nelayan
bersangkutan. Biasanya pembayaran hutang tersebut dilakukan secara dicicil dari hasil
tangkapan yang telah diperoleh nelayan. Namun, besaran cicilan hutang dapat ditentukan sendiri oleh nelayan, hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi
nelayan. Arus hubungan yang terjadi antara nelayan pemilik dan nelayan jaring muroami
ini dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Arus Hubungan Patron-Klien pada Nelayan Jaring Muroami
Hubungan nelayan pemilik dan nelayan pekerja jaring muroami ini biasanya didasari atas hubungan kekerabatan. Hal ini mengingat keterikatan
masyarakat yang cukup tinggi satu sama lain. Aturan yang terdapat pada hubungan patron-klien di usaha perikanan tangkap menggunakan jaring muroami
antara lain: 1
Nelayan tidak dapat melakukan perpindahan kerjasama dengan nelayan pemilik lain jika masih terdapat hutang nelayan yang belum dilunasi.
2 Kewajiban untuk menjual hasil tangkapan langsung kepada nelayan pemilik
yang meminjamkan alat tangkap, bukan kepada nelayan pemilik lain. Aturan-aturan tersebut biasanya dipatuhi oleh para nelayan pekerja jaring
muroami. Jika terdapat nelayan yang melanggar aturan tersebut, nelayan pemilik
akan menegurnya. Hal ini dikarenakan hubungan kekerabatan antara masyarakat yang masih tinggi membuat masyarakat merasa tidak pantas jika harus
menyelesaikan masalah tersebut dengan bertengkar. Jika setelah ditegur nelayan pekerja masih melanggar aturan tersebut, maka nelayan pemilik akan memutuskan
kerjasama dalam usaha perikanan yang mereka jalankan.
6.1.2 Pola Hubungan Patron-Klien pada Nelayan Bubu