Adanya permasalahan tersebut kemudian mendorong para ahli untuk merekomendasikan pengembangan pengelolaan kemitraan antara pemerintah dan
nelayan lokal. Sebagian ahli menyebutnya sebagai pengelolaan bersama dan sebagian lagi menyebutnya sebagai pengelolaan perikanan berbasis masyarakat
Community-based Fisheries Management. Saad 2003, mendefinisikan pengelolaan perikanan berbasis masyarakat sebagai pembagian tanggung jawab
dan atau otoritas antara pemerintah dan sumberdaya setempat local community untuk mengelola sumberdaya perikanan. Secara formal dan informal, pengelolaan
perikanan berbasis masyarakat diwujudkan dalam bentuk penyerahan hak milik property rights atas sumberdaya perikanan kepada masyarakat.
Konsekuensi dari penyerahan hak milik tersebut, akses dan kontrol atas sumberdaya perikanan menjadi milik anggota-anggota dari masyarakat tertentu.
Orang-orang yang bukan anggota masyarakat tersebut tidak lagi leluasa, sebagaimana ketika sumberdaya alam tersebut masih menjadi “milik bersama”.
Hal ini berarti penyerahan hak milik, bukan sekedar hak pengelolaan yang tidak bersangkut-paut dengan persoalan siapa pemilik hak atas sumberdaya alam
perikanan tersebut. Segenap nelayan yang menjadi anggota masyarakat pemilik sumberdaya perikanan, selain berhak menggunakannya juga bertanggungjawab
untuk melindunginya. Dengan demikian, kondisi akses terbuka atas sumberdaya alam digantikan dengan kondisi pemilikan masyarakat yang jelas Dela Cruz
dikutip oleh Saad, 2003.
2.1.3.3.1 Unsur Pengelolaan Pesisir Berbasis Masyarakat
Pengelolaan pesisir berbasis masyarakat pada dasarnya melibatkan seluruh unsur yang terlibat, baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan
sumberdaya pesisir. Dutton dikutip oleh Saad 2003, memberi penjelasan mengenai keragaman pemangku kepentingan serta kepentingan mereka didalam
pengelolaan pesisir berbasis kerakyatan. Pada saat ini, kebanyakan perencanaan partisipatif memfokuskan perhatian kepada pemangku kepentingan stakeholders
yang memiliki “kepentingan langsung”. Namun dalam banyak kasus, keberadaan kelompok yang memiliki “kepentingan tidak langsung” ternyata sama pentingnya.
Dari perspektif hukum dan kelembagaan, menurut Jentoft 1989 dikutip oleh Saad 2003 keterlibatan pemangku kepentingan dapat diperoleh dengan dua
cara, yakni: 1 pemerintah secara formal mengakui peraturan informal yang berlaku di tengah masyarakat, baik yang secara tradisi sudah ada maupun yang
dibentuk oleh masyarakat pada zaman sekarang neotradisional; 2 pemerintah menyerahkan sebagian wewenangnya dalam implementasi peraturan yang dibuat
oleh pemerintah kepada masyarakat. Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan sebuah bentuk pengelolaan
sumberdaya yang tercipta karena kondisi sumberdaya yang semakin menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Menurut Ruddle 1999 dalam Ruddle dan
Satria 2010, unsur-unsur pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat antara lain:
1 Territorial Boundary batasan wilayah
2 Rules peraturan
3 Rights hak
4 Authority kewenangan
5 Monitoring pengawasan
6 Sanctions sanksi
Tabel 3. Pembagian Pemangku Kepentingan Berdasarkan Kepentingan dalam Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Jenis Kepentingan Pemangku Kepentingan
Berkepentingan Langsung - Penduduk
- Industri - Pemda
- Peneliti - Masyarakat Lokal
Berkepentingan Tak Langsung - Lembaga Ilmiah
- Lembaga Konservasi - Polisi
- Wisatawan - Investor Potensial
- ProvinsiPusat - LSM
- Industri Hilir - PERS
Keterangan: : Mengacu pada pemikiran Saad
Sumber: Dutton 1996 dalam Saad 2003
2.1.3.3.2 Prinsip Pengelolaan Berbasis Masyarakat