Pola Hubungan Patron-Klien pada Nelayan Budidaya

Gambar 14. Diagram Alir Pertukaran Ekonomi pada Usaha Perikanan Tangkap Ikan Hias

6.2 Pola Hubungan Patron-Klien pada Nelayan Budidaya

Menurunnya jumlah hasil tangkapan yang didapat oleh nelayan serta makin rendahnya kualitas sumberdaya perikanan lainnya membuat program pengalihan nelayan perikanan tangkap menjadi perikanan budidaya dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Usaha perikanan budidaya dianggap memiliki resiko ketidakpastian yang lebih rendah dibandingkan perikanan tangkap. Usaha perikanan tangkap yang sangat bergantung pada alam menjadi salah satu faktor rendahnya kondisi ekonomi masyarakat pesisir pada umumnya. Upaya mengalihkan jenis usaha perikanan dari tangkap menjadi budidaya pada masyarakat pesisir khususnya Pulau Panggang merupakan hal yang tidak mudah. Usaha perikanan tangkap dan segala kegiatan pendukungnya telah membudaya pada masyarakat pesisir. Perubahan tersebut tentunya akan berdampak pada berubahnya aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat pesisir. Usaha perikanan budidaya sudah dikenal masyarakat Pulau Panggang sejak periode 1980-an. Pada periode tersebut masyarakat menjadikan usaha : Arus Hasil Tangkapan : Arus Uang Keterangan: PASAR IKAN HIAS TENGKULAK NELAYAN IKAN HIAS Modal BBM Rp 25.000,00 sampai Rp 50.000,00minggu HASIL TANGKAPAN Uang hasil tangkapan Rp 500,00 sampai 1000,00ekor Ikan hias hidup Harga jual Rp 1500,00 sampai Rp 2000,000ekor budidaya rumput laut sebagai usaha utama mereka. Pada saat itu budidaya rumput laut yang mereka lakukan berkembang sangat baik, sehingga kondisi perekonomian masyarakat pun meningkat. Kepulauan Seribu pada saat itu menjadi salah satu pemasok andalan rumput laut baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Namun, sekitar tahun 2000 usaha budidaya rumput laut mengalami kemunduran sejak ditemukannya penyakit ice-ice yang menyerang tanaman rumput laut tersebut. Sejak usaha budidaya rumput laut menurun dan berangsur-angsur ditinggalkan oleh penduduk setempat, masyarakat pun kembali ke kegiatan perikanan tangkap mereka. Sekitar tahun 2000 masyarakat mulai mengupayakan kembali budidaya perikanan untuk ikan jenis kerapu. Usaha masyarakat untuk melakukan budidaya kerapu ini didukung oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun lembaga non pemerintah. Dukungan tersebut biasanya berupa bantuan sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya perikanan khususnya kerapu, seperti pemberian modal bibit ikan kerapu, pembuatan keramba apung, pelatihan yang terkait dengan budidaya perikanan serta pembentukan beberapa organisasi yang mewadahi kegiatan nelayan-nelayan budidaya tersebut. Modal yang dibutuhkan untuk dapat melakukan usaha perikanan budidaya kerapu tidaklah sedikit. Untuk membuat satu unit keramba apung yang berbahan dasar bambu dalam setiap unit terdapat empat buah persegi dengan luas masing- masing 3x3 m² dibutuhkan dana sekitar 5.000.000,00 rupiah sampai 6.000.000,00 rupiah. Sedangkan untuk pembuatan satu unit keramba apung berbahan dasar balok kayu dibutuhkan dana sekitar 14.000.000,00 rupiah sampai 17.000.000,00 rupiah. Selain modal untuk pembuatan keramba, modal yang dibutuhkan untuk pembelian bibit juga sangatlah besar. Bibit ikan kerapu biasanya dihargai per sentimeter panjang tubuhnya. Untuk bibit ikan kerapu jenis kerapu macan dihargai sebesar 1000,00 rupiah per sentimeter. Sedangkan bibit ikan kerapu jenis bebek lebih mahal harganya, yaitu sebesar 2500,00 rupiah per sentimeter. Bibit ikan yang dapat digunakan untuk usaha budidaya adalah bibit dengan ukuran tubuh sebesar sepuluh sentimeter. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi resiko kematian bibit sebelum panen dilakukan. Umumnya jumlah bibit yang disebar pada setiap kotak keramba adalah sebanyak 100 sampai 300 ekor bibit ikan kerapu. Di Pulau Panggang, bibit ikan kerapu macan lebih banyak dikembangkan dibanding dengan bibit ikan kerapu bebek karena harga bibit kerapu macan yang lebih rendah dibandingkan kerapu bebek. Dari keseluruhan bibit yang disebar di keramba tersebut, pemanenan ikan kerapu baru dapat dilakukan pada ikan kerapu dengan berat minimum sepuluh ons. Untuk mencapai berat tersebut umumnya nelayan baru dapat melakukan panen dalam waktu satu tahun. Dengan penghasilan panen sebesar 5.000.000,00 rupiah sampai 10.000.000 rupiah tergantung dari jumlah bibit yang disebar serta jumlah kematian ikan. Dari pemberian harga hasil panen oleh tengkulak tersebut, umumnya tengkulak budidaya kerapu akan mengambil keuntungan sebesar 10.000,00 rupiah sampai 20.000,00 rupiah per kilogram berat ikan tersebut Gambar 15. Gambar 15. Diagram Alir Pertukaran Ekonomi pada Usaha Perikanan Budidaya Kerapu Waktu pemanenan ikan yang membutuhkan waktu sekitar satu tahun tersebut membuat masyarakat menyebut usaha budidaya ikan kerapu sebagai tabungan lebaran . Hal ini dikarenakan, nelayan setempat umumnya menyebar bibit ikan kerapu pada saat menjelang lebaran, sehingga panen pun akan : Arus Hasil Panen : Arus Uang Keterangan: PASAR IKAN TENGKULAK NELAYAN BUDIDAYA Pinjaman HASIL PANEN IKAN KERAPU Uang hasil panen Rp 100.000,00 sampai Rp 350.000,00kg kerapu Ikan kerapu hidup Dijual dengan keuntungan tengkulak Rp 10.000,00 sampai Rp 20.000kg kerapu dilakukan pada waktu menjelang lebaran di tahun selanjutnya. Dari seluruh keramba apung yang tersebar di beberapa lokasi di Pulau Panggang, terdapat beberapa keramba yang didalamnya tidak ditemukan bibit ikan kerapu dan hanya dibiarkan begitu saja. Hal tersebut dikarenakan kurangnya modal nelayan untuk dapat membeli bibit kembali setelah panen sebelumnya dilakukan. Penjualan hasil panen budidaya tersebut diserahkan sepenuhnya kepada tengkulak-tengkulak ikan kerapu yang terdapat di Pulau Panggang. Para tengkulak tersebut biasanya akan menjual hasil panen para nelayan kepada bandar besar di Jakarta seperti di Muara Saban atau Muara Angke ataupun langsung dijual kembali kepada beberapa distributor ikan kerapu yang kemudian akan mengirimkan ikan kerapu tersebut untuk keperluan konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Jaringan sosial yang dimiliki oleh tengkulak perikanan budidaya inilah yang membuat mereka memiliki peranan besar dalam menentukan harga hasil panen nelayan. Gambar 16. Tingkat Pengaruh Tengkulak pada Usaha Perikanan Budidaya Para tengkulak tersebut dianggap lebih mengetahui harga ikan kerapu sehingga nelayan biasanya akan menerima penetapan harga yang telah dilakukan oleh tengkulak. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 16, sebanyak empat orang responden memberikan skor 3 dan enam orang responden memberikan skor 2 pada aspek penentuan harga ikan. Ini memperlihatkan bahwa dalam usaha 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pemberian Modal Penentuan Alat Tangkap Penentuan Harga Ikan Penentuan Hasil Tangkapan Jumlah Responden Aspek Pengaruh Skor 1 Skor 2 Skor 3 perikanan budidaya harga ikan ditentukan oleh tengkulak dan dapat pula terjadi negosiasi harga antara nelayan dan tengkulak jika harga yang ditetapkan terlalu rendah. Aturan-aturan yang terdapat pada hubungan patron-klien di usaha perikanan budidaya antara lain: 1 Penyusutan berat ikan yang akan mengurangi harga ikan pada proses distribusi ke Jakarta ditanggung sepenuhnya oleh nelayan budidaya, bukan oleh tengkulak. 2 Hasil panen budidaya kerapu tidak dibayar secara kontan, namun dibayarkan oleh tengkulak pada nelayan setelah ikan tersebut dijual ke pasar ikan di Jakarta. 3 Jika terdapat hutang dengan tengkulak, nelayan tidak dapat berpindah kerjasama dengan tengkulak lain. Aturan-aturan yang diberikan sebenarnya membuat ketidakpuasan bagi banyak nelayan. Namun hal tersebut belum berubah hingga saat ini, karena nelayan beranggapan sistem tersebut masih lebih menguntungkan dibandingkan mereka harus repot menjual hasil panen mereka sendiri ke Jakarta. Gambar 17. Arus Hubungan Patron-Klien pada Nelayan Budidaya Pada hubungan yang terjadi antara tengkulak dan nelayan budidaya, tengkulak tidak memberikan pinjaman-pinjaman khusus yang berhubungan dengan modal usaha budidaya perikanan yang nelayan lakukan. Nelayan juga sangat jarang melakukan pinjaman berupa uang untuk keperluan sehari-hari Gambar 17. Hal ini dikarenakan, dengan tidak adanya hutang, nelayan dapat dengan bebas memilih pada tengkulak mana ia akan menjual hasil panennya. Oleh TENGKULAK BUDIDAYA NELAYAN BUDIDAYA Pinjaman untuk keperluan harian Hasil panen ikan karena itu, persaingan penetapan harga hasil panen ikan kerapu biasa terjadi antara tengkulak dengan tengkulak lain.

6.3 Perbandingan Pola Hubungan Patron-Klien pada Usaha Perikanan di