4.3 Kondisi Sosial
4.3.1 Sistem Kekerabatan
Masyarakat Pulau Panggang memiliki pola kekerabatan yang khas mengingat masyarakatnya merupakan masyarakat campuran pendatang
diantaranya dari Bugis, Banten, Mandar dan Tangerang. Banyaknya masyarakat Bugis ke pulau tersebut dilatarbelakangi oleh budaya masyarakat Bugis yang
menjadikan laut sebagai sumber kehidupan mereka. Sedangkan kehadiran masyarakat Banten dan Tangerang didasari oleh kedekatan geografis Kepulauan
Seribu dengan daerah tersebut. Kondisi Pulau Panggang yang jauh dari daratan dan pusat kota menyebabkan terjadinya banyak pernikahan sesama penduduk
pulau yang memiliki latar belakang etnis yang berbeda. Hal tersebut terus berlangsung hingga saat ini, sehingga mayoritas
masyarakat Pulau Panggang kebanyakan tidak membedakan diri mereka dengan yang lainnya berdasarkan status etnis yang melekat pada diri mereka. Mereka
sudah menganggap diri mereka sebagai ‘orang pulo
5
’ sehingga beberapa
masyarakat bahkan kurang mengetahui secara pasti dari etnis mana mereka berasal. Seperti diungkapkan oleh seorang ibu TS 52 tahun pada saat ditanya
mengenai asal beliau dan suaminya,
“Kalo udah tinggal disini udah jadi orang pulo mbak, tapi memang orangtua kami dulu ada yang dari Bugis ada juga yang dari Banten”
.
Bercampurnya masyarakat dari berbagai suku tersebut membuat bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penduduk setempat menjadi sangat khas.
Interaksi masyarakat yang cukup lama tersebut menimbulkan percampuran bahasa yang digunakan sehari-hari. Logat yang digunakan menyerupai logat Bugis
namun juga bercampur dengan logat Banten yang kental. Begitu pula mengenai suku kata yang digunakan yang juga merupakan campuran dari beberapa etnis
tersebut. Masyarakat setempat menyebut bahasa yang mereka gunakan sebagai ‘bahasa pulo’.
Ikatan kekerabatan yang terjadi di Pulau Panggang bisa dikatakan sangat erat. Eratnya hubungan kekerabatan ini menciptakan keharmonisan hubungan
5
Masyarakat Kepulauan Seribu menyebut kata ‘pulau’ dengan sebutan ‘pulo’. Hal ini berhubungan dengan logat yang mereka gunakan dalam bahasa sehari-hari.
sosial yang mereka lakukan. Kepercayaan masyarakat yang tinggi kepada sesamanya juga menimbulkan rasa aman pada masyarakat. Jarang sekali
ditemukan kasus pencurian ataupun kejahatan lainnya di pulau tersebut. Meskipun kadang tercipta pula beberapa konflik laten yang biasanya disebabkan oleh
ketimpangan akses masyarakat terhadap modal perikanan. Konflik ini biasanya muncul karena banyaknya bantuan yang datang dari
berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta dengan tujuan memajukan usaha perikanan budidaya yang sedang dikembangkan di pulau tersebut. Banyaknya
bantuan yang datang tersebut tidak disertai dengan distribusi bantuan secara merata. Maka yang kemudian terjadi adalah isu yang berkembang di masyarakat
bahwa beberapa orang melakukan monopoli terhadap bantuan yang datang dan hanya segelintir orang saja yang dapat menikmati hal tersebut. Namun isu tersebut
tidak sampai berkembang menjadi konflik terbuka, karena masyarakat masih merasa kurang pantas untuk bertikai dengan kerabat mereka sendiri.
4.3.2 Kepercayaan Lokal