2.1.3.3.2 Prinsip Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Pelaksanaan prinsip pengelolaan berbasis masyarakat terdiri dari empat prinsip yaitu “kesamaan” equity, “pemberdayaan” empowerment,
”keberlanjutan” sustainability, dan “orientasi sistem” system oriented, Dela Cruz dikutip oleh Saad, 2003. Pemberdayaan berarti ada peralihan wewenang
politik dan ekonomi dari segelintir orang pengusaha dan pemerintah kepada masyarakat pengguna sumberdaya perikanan. Sedangkan prinsip kesamaan
berkaitan dengan prinsip pemberdayaan. “Kesamaan” berarti adanya akses dan peluang yang sama diantara rakyat dengan kelompok masyarakat lainnya.
Sementara itu prinsip “keberlanjutan”, bukan berarti agar sumberdaya alam tidak dimanfaatkan. Namun, yang dituntut adalah agar setiap generasi mengakui
kewajibannya untuk menjaga sumberdaya alam pesisir demi generasi masa depan. Adapun ”orientasi sistem” berarti analisis ekosistem pantai tidak akan dipisahkan
dari ekosistem lainnya, seperti ekosistem dataran tinggi dan dataran rendah.
2.1.4 Pengaruh Hubungan Patron-Klien Terhadap Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir
Pengelolaan sumberdaya pesisir di Indonesia hingga saat ini dianggap belum dapat mencapai bentuk pengelolaan yang dapat memberikan kontribusi
yang berarti terhadap kesejahteraan nelayan, dan di sisi lain, kelestarian sumberdaya alam tetap dapat terjaga Saad, 2003. Berbagai upaya pengelolaan
sumberdaya pesisir yang selama ini dibuat sedemikian rupa oleh pemerintah masih menggunakan pendekatan yang bersifat dari atas top down terbukti tidak
efektif. Adanya pengelolaan pesisir berbasis masyarakat menjadi salah satu jalan
keluar yang tepat agar tercipta suatu bentuk pengelolaan yang efektif. Pengelolaan ini mengutamakan partisipasi masyarakat yang tinggi dalam perencanaan,
pelaksanaan, sampai pada tahapan evaluasi. Pelaksanaan prinsip pengelolaan berbasis masyarakat terdiri dari empat prinsip yaitu “kesamaan” equity,
“pemberdayaan” empowerment, ”keberlanjutan” sustainability, dan “orientasi sistem” system oriented Dela Cruz dikutip oleh Saad, 2003. Menurut Ruddle
dikutip oleh Satria 2004 terdapat karakteristik dari pengelolaan berbasis
tradisional, yang dapat dijadikan acuan Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat PSBM antara lain:
1 Fokus pada pengurangan dampak negatif dari penggunaan alat tangkap
dan permasalahan waktu panen. 2
Peraturan didasari pada kondisi geografis daerah. 3
Kontrol terhadap akses. 4
Pengawasan mandiri berdasarkan sistem pengetahuan lokal. 5
Diperkuat oleh moral lokal dan kewenangan politik. Dalam kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat pesisir, terdapat salah
satu bentuk ikatan yang khas, yaitu ikatan patron-klien. Unsur pengelolaan berbasis masyarakat di wilayah pesisir tentunya tidak dapat mengesampingkan
peran patron-klien tersebut. Hubungan patron-klien yang tercipta sebagai jaminan atas kebutuhan klien dapat menjadi salah satu aspek yang diduga memiliki
pengaruh kuat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir. Patron yang secara sosial maupun ekonomi memiliki strata yang lebih
tinggi dibandingkan klien dapat berpengaruh besar terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir. Patron dapat mempengaruhi klien agar melakukan kegiatan
yang berhubungan dengan sumberdaya pesisir, baik itu usaha perikanan tangkap maupun budidaya yang dapat memberikan keuntungan baik secara ekonomis
maupun ekologis. Peran patron-klien dapat dilihat pengaruhnya berdasarkan empat rezim
sumberdaya yang diajukan Bromley 1992, yaitu: a.
Rezim milik negara state own property regimes. b.
Rezim milik swasta private own property regimes. c.
Rezim milik bersama common own property regimes. d.
Rezim tanpa milik non-property regimes atau open access. Dalam rezim milik negara, hubungan patron-klien dapat memberi dampak
positif maupun negatif kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya alam. Pengaturan pengelolaan sumberdaya dalam rezim ini sepenuhnya berada di tangan
pemerintah, masyarakat dapat memanfaatkan namun tetap dengan mengikuti aturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Pengelolaan sumberdaya ini juga dapat
dipengaruhi oleh empat hal: a karakteristik patron, b karakteristik klien, c
karakteristik institusi patron-klien, serta d karakteristik rezim sumberdaya. Hubungan patron-klien akan berdampak positif jika pola eksploitasi sumberdaya
alam sesuai dengan peraturan pemerintah. Dalam hal ini, peranan patron sangat besar, karena patron secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola
eksploitasi yang dilakukan oleh klien. Patron dapat berperan dalam mendukung peraturan pemerintah dalam hal
pengelolaan sumberdaya pada tahap pelaksanaan. Patron yang peduli terhadap keberlanjutan sumberdaya akan mendukung peraturan pemerintah, namun hal
tersebut tidak akan berjalan dengan baik jika klien tidak mendukung patron dalam strategi pemanfaatan tersebut. Keterkaitan empat karakteristik yang telah
diuraikan sebelumnya sangat berperan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir. Pengaruh positif institusi patron-klien terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir
pada rezim pemerintah, tidak dapat berjalan dengan baik apabila terdapat ketimpangan tujuan atau pola pemanfaatan pada tiap unsur yaitu patron, klien, dan
institusi patron-klien. Dalam rezim milik swasta, umumnya masyarakat hanya diberikan
proporsi lahan pemanfaatan sumberdaya yang lebih sedikit jumlahnya dibandingkan pemanfaatan oleh pihak swasta. Pada rezim ini, kemungkinan
terjadi dampak negatif yang dipengaruhi oleh hubungan patron-klien cukup besar. Pemanfaatan sumberdaya yang tidak terlalu besar membuat patron dapat
memaksakan klien untuk tetap memberikan penghasilan atas sumberdaya semaksimal mungkin. Hal ini tentunya dilakukan dengan cara melanggar
peraturan yang telah dilakukan oleh pihak swasta tersebut. Ini merupakan akibat dari timpangnya pengaturan pada karakteristik rezim milik swasta.
Pihak swasta yang membuat peraturan tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat akan menyebabkan pola pemanfaatan yang tidak sesuai dengan
prinsip ekologis pada tiga karakteristik lainnya, yaitu karakteristik patron, klien dan institusi patron-klien. Namun demikian, dampak positif dapat pula terjadi jika
peraturan yang dibuat oleh pihak swasta tidak mengesampingkan kebutuhan masyarakat akan sumberdaya. Jika hal tersebut terjadi akan tercipta pola
pemanfaatan sumberdaya yang sesuai dengan peraturan yang ada.
Sedangkan pada rezim milik bersama, sangat besar pengaruh patron-klien yang terjadi. Dalam rezim ini, peraturan mengenai pemanfaatan sumberdaya
berasal dari kelompok yang memanfaatkan sumberdaya tersebut. Patron-klien yang merupakan bagian dari kelompok akan sangat besar pengaruhnya karena
pelaksanaan dan peraturan mengenai pemanfaatan sumberdaya dijalankan langsung oleh mereka. Peraturan yang dibuat berdasarkan inisiatif masyarakat,
akan lebih ditaati jika diasumsikan peraturan yang ada dapat memenuhi kebutuhan semua pihak. Hal ini dapat berdampak sebaliknya jika masing-masing individu
yang didalamnya terdapat hubungan patron-klien, bertindak serakah dan tidak mementingkan kepentingan anggota kelompok lain. Maka yang terjadi kemudian
adalah eksploitasi sumberdaya secara besar-besaran. Meskipun patron memiliki wewenang atas pengaturan pengelolaan sumberdaya pesisir dan telah membuat
peraturan yang sejalan dengan prinsip ekologis maupun ekonomis, hal ini kemudian tidak akan berjalan dengan baik jika klien tidak mengikuti peraturan
yang telah dibuat oleh patron. Ini kemudian akan menimbulkan ketimpangan pada pelaksanaan peraturan pengelolaan sumberdaya pesisir tersebut.
Pada rezim tanpa milik atau akses terbuka open access, karakteristik rezim yang didalamnya tidak terdapat aturan yang jelas mengenai kontrol
terhadap akses karena semua pihak dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut. Maka dalam rezim tersebut, diperlukan pihak-pihak pengguna yang sadar akan
keberlanjutan sumberdaya baik secara ekologis maupun ekonomis. Hubungan patron-klien dapat berdampak positif jika patron dapat memberikan pengaturan
pembatasan pemanfaatan sumberdaya, dengan memperhatikan kepentingan pengguna lain. Namun, perlu diperhatikan pula aspek klien dalam pemanfaatan
sumberdaya pesisir. Meskipun patron telah membuat aturan pada kelembagaan usaha pemanfaatan sumberdaya, tidak akan berjalan dengan baik jika klien tidak
menaatinya. Dalam hal ini diperlukan patron yang dapat mendorong kliennya untuk
dapat mengikuti peraturan yang telah dibuat. Pada rezim ini, pemanfaatan yang dilakukan tanpa peraturan dari pengguna akan berdampak pada pemanfaatan
secara berlebihan. Namun, hubungan patron-klien juga dapat berdampak negatif
jika masing-masing patron maupun klien menginginkan pemanfaatan sumberdaya secara maksimal tanpa melihat kepentingan pengguna lain.
Hubungan patron-klien yang memiliki dampak positif maupun negatif ini sangat penting peranannya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir. Oleh karena
itu, dalam strategi pengelolaan sumberdaya pesisir diperlukan sebuah strategi untuk mempertimbangkan keberadaan institusi patron-klien agar kemudian
institusi tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh positif pada pengelolaan sumberdaya pesisir. Pengaruh positif tersebut dapat terjadi jika kesadaran patron
maupun klien yang tinggi akan pentingnya keberlanjutan sumberdaya pesisir.
2.2 Kerangka Pemikiran
Institusi patron-klien yang terbentuk di wilayah pesisir, merupakan dampak dari sifat kegiatan perikanan tangkap yang memiliki resiko dan
ketidakpastian tinggi. Pada institusi patron-klien terdapat karakteristik hubungan antara patron dengan kliennya. Karakteristik hubungan tersebut dibentuk dari
tingkat ketergantungan dalam hubungan yang terjadi. Dalam institusi patron-klien ini, peran hubungan patron-klien jika dikaitkan dengan pengelolaan sumberdaya
pesisir akan terbagi menjadi dua, yaitu yang berperan positif terhadap sumberdaya pesisir, serta yang berperan negatif terhadap sumberdaya pesisir. Peran negatif
maupun positif itu kemudian mempengaruhi pengelolaan sumberdaya pesisir. Bentuk pengelolaan sumberdaya pesisir ini juga dipengaruhi oleh rezim
pengelolaan sumberdaya yang terdiri dari empat tipe, yaitu: rezim milik negara, rezim milik swasta, rezim tanpa milik atau akses terbuka dan rezim milik
bersama. Secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.