Proses Hirarki Analitik Analytical Hierarchy Process

33 digunakan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumber daya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi atau keadaan yang dimiliki pemain dalam situasi konflik Saaty, 1991. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai kepada suatu skala preferensi di antara berbagai set alternatif. Dengan demikian dapat dianggap sebagai model multi obyective multi criteria. Untuk menggunakan alat analisis ini, suatu masalah yang rumit dan tak berstruktur perlu terlebih dahulu dipecah ke dalam berbagai komponennya. Setelah menyusun komponen-komponen ini ke dalam sebuah urutan hierarki, maka diberikan nilai dalam bentuk angka kepada setiap bagian yang menunjukkan penilaian relatif terhadap pentingnya setiap bagian itu. Untuk sampai kepada hasil akhir, penilaian tersebut disintesiskan melalui penggunaan eigen vektor guna menentukan variabel mana yang mempunyai prioritas tertinggi. Penyelesaian persoalan dengan menggunakan AHP, menurut Saaty 1993 terdapat tiga prinsip dasar, yaitu : 1 prinsip penyusunan hierarki; 2 prinsip penentuan prioritas, dan 3 prinsip konsistensi logis. Selanjutnya Mulyono 1998 menjelaskan bahwa dalam menyelesaikan persoalan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah : 1 Dicomposition Dekomposisi, merupakan langkah untuk menguraikan persoalan menjadi unsur-unsur yang tidak mungkin diuraikan lagi. Akhirnya akan diperoleh beberapa tingkatan persoalan yang disusun terstruktur sebagai suatu hierarki. 2 Comparative Judgement Perbandingan Berpasangan, melakukan perbandingan kepentingan relatif antar dua elemen pada tingkat tertentu dengan tingkat di atasnya. 3 Synthesis of Priority Sintesa dan Prioritas, merupakan langkah untuk mencari vector eigen pada setiap matrik berpasangan untuk mendapatkan nilai prioritas lokal. Berdasarkan nilai prioritas lokal dari berbagai matrik perbandingan berpasangan itu akan dapat diperoleh nilai prioritas global. Dengan demikian prosedur menentukan sintesis berbeda menurut hierarki. 34 4 Logical Consistency Konsistensi, mengandung dua arti, yaitu : pertama konsistensi yang menyangkut pengelompokan obyek-obyek berdasarkan keseragaman dan relevansinya. Kedua, menyangkut hubungan antar obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Jika penilaian tidak konsisten maka proses harus diterusi untuk memperoleh nilai yang tepat. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari bobot satu sampai sembilan Saaty, 1999. Nilai bobot satu menggambarkan sama penting, ini berarti bahwa atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya satu, sedangkan nilai bobot sembilan menggambarkan kasus atribut yang penting absolut dibandingkan lainnya. Menurut Saaty 1993 beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah : 1 AHP memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan yang tak terstruktur. 2 AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. 3 AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. 4 AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5 AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas. 6 AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. 7 AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 8 AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. 35 9 AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda. 10 AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

2.8 Model Compliance Model Kepatuhan

Model kepatuhan dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara pola pengawasan terhadap tingkat kepatuhan pengguna sumber daya terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya. Berikut ini disajikan beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pengguna sumber daya dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan Kuperan, 1997 : 1 Enforcement Kepatuhan pengguna terhadap sumber daya ikan masyarakat nelayan ditentukan oleh sejauh mana fungsi pengawasan pendeteksian di lapangan dilakukan dan sejauh mana penerapan sanksi dilaksanakan secara tegas. 2 Legal-Illegal Gains Kepatuhan terhadap pemanfaatan sumber daya ikan masyarakat nelayanpengusaha juga dipengaruhi oleh kondisi keuntungan yang dirasakan oleh pengguna dalam menjalankan kegiatannya antara menjalankan secara legal dan menjalankan secara ilegal. 3 Moral Obligation dan Social Pressure Selain itu kepatuhan terhadap pemanfaatan sumber daya ikan masyarakat nelayanpengusaha ditentukan oleh nilai tanggung jawab moral yang berlaku dalam masyarakat pengguna, serta ada tidaknya tekanan sosial untuk mendorong agar pemanfaatan sumber daya dilakukan secara bertanggung jawab. 36 Gambar 6 menjelaskan hubungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pengguna sumber daya dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan masyarakat nelayanpengusaha. Sumber : Kuperan 1997 Gambar 6 Determinants of Compliance.

2.9 Model SISWASMAS

Pada salah satu proses kegiatan MCS ada kegiatan yang disebut kegiatan Pengawasan dan Pengamatan Lapangan Surveillance, masyarakat dapat berperan untuk memberikan informasi baik langsung melalui alat komunikasi radio atau alat panggil maupun melalui media lain untuk menyampaikan adanya pelanggaran atau dugaan pelanggaran kepada sistem inspeksi, sehingga pihak berwenang dapat melakukan tindakan secara cepat. Untuk itu perlu dibangun Sistem Pengawasan Masyarakat SISWASMAS. Sistem SISWASMAS yang dikenal sebagai kewaspadaan masyarakat public awareness adalah bentuk kepedulian para pemanfaat sumber daya kelautan dan perikanan terhadap peristiwa yang terjadi di laut BRKP DKP, 2000. Disebutkan bahwa fungsi anggota SISWASMAS yaitu memberikan informasi tentang kejadian yang ditemukan di lapangan yang dapat merugikan sumber daya kelautan dan perikanan. Informasi yang disampaikan kepada petugas