Kebijakan Sistem Pemantauan Kapal Ikan VMS

62 2003. Sebelumnya tidak ada satupun peraturan yang secara langsung dan rinci mengatur tentang penerapan VMS. Hanya ada dua Kepmen Kelautan dan Perikanan yang pada pasal tertentu menyinggung kewajiban memakai transmitter yaitu Kepmen No. 60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di ZEEI dan Kepmen No. 10MEN2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Hasil wawancara penulis dengan Professor Martin Tsamenyi, Director Centre For Maritime Policy , University of Wollongong pada tanggal 27 juni 2003 ketika berkunjung ke Indonesia dalam acara konsultasi “Legal Framework VMS” di Departemen Kelautan dan Perikanan RI, serta komunikasi melalui e-mail martin_tsamenyiuow.edu.au diperoleh kesimpulan bahwa walaupun terdapat banyak sekali peraturan yang mengatur tentang perikanan di Indonesia, tapi tidak satupun dari peraturan tersebut yang secara khususspesial mengatur tentang VMS, sehingga Indonesia membutuhkan peraturan baru untuk dapat menerapkan VMS secara efektif. Dasar hukum yang paling berhubungan dengan pelaksanaan VMS di Indonesia, antara lain adalah : 1 Dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia disebutkan bahwa kapal perikanan yang diperoleh dengan cara usaha patungan, beli angsur atau lisensi, wajib memasang transmitter untuk kepentingan sistem pemantauan kapal Vessel Monitoring System VMS. 2 Demikian pula halnya dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10MEN2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Bab XI Pasal 65 yang menetapkan bahwa setiap kapal perikanan wajib memasang transmitter untuk pemasangan sistem pemantauan kapal Vessel Monitoring System . 3 Dan yang paling berkaitan langsung dengan pelaksanaan VMS di Indonesia adalah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 29MEN2003 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, yang ditandatangani dan disahkan pada bulan Agustus 2003. 63 4 Dasar hukum yang sangat kuat mendukung pelaksanaan pengawasan perikanan adalah Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dimana pada Bab XII Pasal 68 diamanatkan bahwa pemerintah mengadakan sarana dan prasarana pengawasan perikanan, konsekuensi dari amanat undang-undang ini adalah pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap seluruh aktivitas pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan. Pemerintah harus segera merumuskan kebijakan kebijakan yang mendukung pelaksanaan pengawasan perikanan di Indonesia. Keberadaan peraturan di atas, termasuk Kepmen No. 29 yang menjadi landasan utama pelaksanaan kebijakan penerapan VMS di Indonesia belum seutuhnya mampu mendorong pelaksanaan VMS di Indonesia. Sehingga pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan membutuhkan kebijakan-kebijakan pendukung yang lebih rinci untuk dapat menerapkan VMS secara efektif, termasuk kebijakan di bidang finansial yang menyangkut pembiayaan alat transmitter dan biaya airtime. Adapun tujuan dari kebijakan penerapan VMS di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep.29MEN2003 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan Lampiran 3 adalah : 1 Meningkatkan pengelolaan sumber daya ikan dengan meningkatkan pengendalian dan pemantauan terhadap kapal perikanan. 2 Meningkatkan pengeloaan usaha perikanan yang dilakukan oleh perusahaan perikanan. 3 Meningkatkan ketaatan kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan danatau pengangkutan terhadap ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 4 Memperoleh data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan secara lestari dan berkelanjutan. 64

4.2 Rencana dan Skenario Awal Pelaksanaan VMS

Dalam melaksanakan kebijakan penerapan VMS ini, pada tahap awal Departemen Kelautan dan Perikanan DKP memprioritaskan untuk tahun 2003 target peserta VMS adalah kapal kapal penangkap ikan yang bobot GTnya 100 keatas baik lokal maupun asing sebanyak 500 kapal. Pada tahap kedua, yaitu pada tahun 2004 ditargetkan sebanya 1.000 kapal dengan bobot yang sama. Sehingga jumlah kapal penangkap ikan yang ikut dalam program VMS menjadi 1.500 kapal. Jumlah ini sesuai dengan ketentuan bantuan softloan dari Perancis. Tahap selanjutnya sesuai dengan Kepmen No. 29 tahun 2003, semua kapal di atas 30 GT yang izinnya dari pusat wajib ikut program VMS. Masalahnya apakah DKP mampu menanggung seluruh biaya untuk jumlah kapal yang diperkirakan mencapai 6.000 kapal. Apakah kita harus tergantung dengan softloan, tentunya harus dicarikan alternatif yang menguntungkan semua pihak dan memperhatikan keinginan para pengusaha. Adapun gambaran rencana awal atau skenario awal pelaksanaan VMS dapat secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1 Rencana Pemasangan VMS 1 Tahun 2003, direncanakan pada tahun 2003 telah berhasil dipasang alat VMS terhadap 500 kapal perikanan asing dan lokal dengan bobot 100 GT ke atas. Seluruhnya diharapkan dapat berfungsi secara aktif sehingga dapat dilakukan pengawasan secara efektif. 2 Tahun 2004, direncanakan telah berhasil dipasang alat VMS terhadap 1.000 kapal perikanan asing dan lokal dengan bobot 50 GT ke atas, sehingga diharap sampai dengan tahun 2004 seluruh kapal Perikanan yang telah ikut secara aktif program VMS adalah sebanyak 1.500 kapal baik lokal maupun asing. 2 Skenario Prioritas Target VMS. Oleh karena jumlah kapal perikanan Indonesia yang harus ikut program VMS diperkirakan mencapai lebih dari 5.000 kapal perikanan, dan jumlah kapal asing diperkirakan berjumlah 750 kapal, maka DKP membuat 65 skenario prioritas pemasangan VMS terhadap kapal perikanan sebagai berikut : 1 Prioritas Pertama, yaitu diberlakukan terhadap kapal penangkap dengan jenis alat tangkap : Pukat Udang, Pukat Ikan, Tuna Longline dan Purse Seine. 2 Prioritas Kedua, yaitu terhadap Kapal Pengangkut 3 Prioritas terakhir akan diberlakukan terhadap Kapal Pengumpul 3 Skenario Finansial Untuk tahap awal pelaksanaan VMS, pemilik kapal tidak akan dikenakan biaya atau gratis, namun tahap pelaksanaan setelah 1.500 Transmitter terpasang, semua pengusaha aau pemilik kapal yang menggunakan TX dari DKP akan dikenakan pungutan VMS yang terdiri dari pungutan airtime dan pengutan biaya pengganti Tx.

4.3 Pelaksanaan Sosialisasi Penerapan VMS

Kegiatan sosialisasi merupakan kegiatan awal yang cukup menentukan keberhasilan rencana pelaksanaan VMS Vessel Monitoring System di Indonesia yang penyelenggara atau operatornya adalah Departemen Kelautan dan Perikanan DKP Republik Indonesia. Dalam menyelenggarakan sistem pemantauan kapal perikanan di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, Kepmen No. 29 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan bertindak sebagai Pengelola Sistem. Tujuan dari pelaksanaan sosialisasi tahap awal ini adalah: 1 Sesegera mungkin menyampaikan kepada calon target program VMS bahwa sejak tahun 2003 akan dilaksanakan penerapan VMS di Indonesia, khususnya terhadap 500 kapal asing dan lokal dengan ukuran 100 GT ke atas. Dan pada tahun 2004 terhadap 1.000 kapal asing dan lokal yang bobot nya 50 GT ke atas. 2 Mendapatkan masukan dan saran dari calon target program VMS tentang semua aspek yang berkaitan dengan penerapan VMS.