VMS di Beberapa Negara

26 Pelaksanaan pemantauan didukung juga oleh Tentara Laut Diraja Malaysia TLDM, Police Diraja Malaysia PDRM dan aparat perikanan yang lengkap dengan kapal patrolinya. Semua elemen tersebut tergabung dalam Pusat Penyelarasan Penguat Kekuasaan Maritim PPPM. Penerapan MCS di Malaysia lebih mengacu pada kebijakan konservasi, hal ini tercermin dalam ketatnya pembatasan pemanfaatan sumber daya ikan dan rendahnya sumbangan perikanan terhadap GDP yang hanya 1,7. Sebagai catatan tambahan, bahwa penegakan hukum di Malaysia sangat tegas. Andrew R. Smith menulis dan membahas efektifitas MCS tahun 1999 dengan judul : Monitoring, Control and Surveillance in Developing Countries and The Role of FAO . Dalam Artikel tersebut dijelaskan bahwa penerapan MCS di Afrika telah menghasilkan keuntungan pendapatan yang diperoleh dari pemberian izin terhadap kapal asing, denda yang diterapkan terhadap pelanggaran, sehingga dapat membiayai operasional MCS. Kegiatan MCS dipusatkan pada proyek yang disebut “MCS of Industrial Fishing ” dan lembaga donornya adalah Grand Duchy of Luxembourg dan lembaga atau agen pelaksananya adalah FAO dan Lux-Development. Negara- negara lain yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini antara lain: Cape Verde, The Gambia, Guinea, Guine-Bissau, Mauntania, Senegal and Sierra Leone. Negara-negara tersebut tergabung dalam “Sub Regional Fisheries Commission CRSP”. Pelaksanaan MCS di negara Namibia diterapkan dengan cara yang sangat keras berdasarkan monitoring terhadap semua pendaratan ikan, selain itu mereka menempatkan pengamat observers pada kapal-kapal utama dan menyebarkan kapal-kapal patroli ikan serta pesawat bersayap dan helikopter untuk melakukan pengamatan lapangan. Efektivitas kegiatan dapat dilihat dari adanya penangkapan kapal ikan yang melanggar dan tindakan hukum dilakukan oleh pengadilan Namibia. Artikel tersebut menyebutkan pula, bahwa beberapa negara Amerika Latin, telah mengembang MCS dengan baik dengan melibatkan angkatan laut dan patroli pantai. Argentina, Cheli dan Peru semua dilaporkan telah mempunyai sistem operasional MCS, sedangkan beberapa negara bagian kecil dari Karibia 27 dinilai kurang mengembangkan sistem MCS, terutama untuk untuk wilayah ZZE, hal ini disebabkan karena sebagian besar mencari ikan di daerah yang sulit dideteksi. Berikut ini diuraikan pengalaman beberapa negara lain dalam penerapan VMS dan seberapa jauh upaya yang telah dilakukan: 1 New Zealand : 1 VMS di negara ini telah beroperasi sejak tahun 1994 dan mencakup wilayah perairan ZEE New Zealand. 2 Sudah memantau 300 kapal dan direncanakan akan ditingkatkan hingga 1000 kapal. 3 Kapal-kapal memakai transmitter untuk satelit Argos maupun Inmarsat C. 4 Interval pelaporan posisi otomatis setiap 2 jam. 2 Forum Fisheries Agency FFA 16 Negara Pasifik Selatan: 1 Mulai beroperasi pada bulan Nopember 1997 mencakup wilayah ZEE seluruh 16 negara-negara anggota Forum Pasifik Selatan. 2 Memantau 1.700 kapal dan direncanakan akan ditingkatkan hingga lebih dari 2000 kapal. 3 VMS Centre ada di Solomon, dengan regional centre di masing-masing negara. 4 Memakai transmitter dan jaringan satelit Inmarsat C. 5 Interval pelaporan posisi otomatis setiap 4 jam. 3 Australia : 1 Mulai beroperasi sejak 1994 mencakup wilayah ZEE Australia maupun wilayah perairan teritorial setiap negara bagian. 2 Memantau 300 kapal di wilayah perairan Commonwealth Government, serta 600 kapal di perairan teritorial negara bagian. 3 Memakai transmitter dan jaringan satelit Inmarsat C. 4 Uni Eropa : 1 Kewajiban penerapan VMS di negara-negara Uni Eropa sejak 1 Juli 1998. 28 2 Kapal yang diwajibkan adalah yang berukuran length overall 24 meter yang sampai dengan tahun 2000 telah mencapai 7.000 kapal. 3 Sistem satelit yang dipakai mencakup Inmarsat C, Argos, dan Eutertracs. 4 Pelaporan setiap 2 jam. 5 Apabila kapal beroperasi di wilayah perairan negara lain, maka negara domisili kapal harus mengirimkan data ke negara tempat lokasi penangkapan. 6 Setiap negara harus memiliki VMS Center sendiri 5 Peru : 1 Mulai beroperasi sejak Mei 1999 mencakup wilayah ZEE Peru. 2 Memantau 800 kapal. 3 Instalasi pertama untuk 700 kapal hanya dalam waktu 5 bulan Desember 1998 sd April 1999. 4 Memakai transmitter dan jaringan satelit ARGOS. 6 Amerika Serikat : 1 Secara resmi US NMFS National Marine and Fisheries Service mulai mewajibkan pemakaian VMS untuk kapal-kapal perikanan Highly Migratory Species HMS pada 1 Januari 2000, sedangkan untuk penangkapan udang sejak Mei 1998. 2 Sampai akhir tahun 2000 diperkirakan sudah ada 900 kapal yang memakai VMS, dan diperkirakan akan mencapai 10.000 pada Mei 2001. 3 Memakai transmitter dan sistem jaringan satelit Inmarsat C, ARGOS, dan Boattracs, dll. 4 Pelaporan posisi setiap jam

2.6 Analisis Kebijakan

Tujuan pengelolaan sumber daya perikanan oleh pemerintah mencakup tugas perencanaan pembangunan perikanan di daerah-daerah yang belum dimanfaatkan serta tugas pengendalian pembangunan perikanan di daerah-daerah yang telah mengalami tekanan pemanfaatan secara berlebihan. Tujuan lain pengelolaan sumber daya perikanan oleh pemerintah adalah supaya sumber daya tersebut dapat dikonversi, agar sumber daya ikan dapat tetap 29 terpelihara dan dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang Nikijuluw, 2002. Keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya perikanan diwujudkan dalam tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilitas. Menurut Buck 1996, ada empat kategori kebijakan umum yang di keluarkan pemerintah, yaitu : kebijakan distributif, kebijakan pengaturan kompetisi, kebijakan pengaturan perlindungan dan kebijakan redistributif. Alasan bahwa pemerintah harus terlibat atau campur tangan dalam pengelolaan sumber daya perikanan adalah: 1 alasan efisiensi, 2 alasan keadilan, 3 alasan administrasi. Kebijakan publik selalu mengandung setidak-tidaknya tiga komponen dasar, yaitu tujuan yang luas, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut Wibawa, 1994. Komponen yang ketiga mengandung beberapan sub komponen kebijakan yang lain, yakni siapa pelaksana, berapa besar dan darimana dana diperoleh, siapa kelompok sasarannya, bagaimana program dilaksanakan atau bagaimana sistem manajemennya, dan bagaimana keberhasilan atau kinerja diukur. Dengan demikian komponen ketiga dari suatu kebijakan yaitu cara, merupakan komponen yang berfungsi untuk mewujudkan dua komponen yang pertama yaitu tujuan dan sasaran. Cara biasa disebut sebagai implementasi. Meter dan Horn 1975 mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan. Suatu kebijakan dirumuskan untuk menyaring dan memilih kebutuhan yang harus dipenuhi dalam waktu bersamaan, terutama disebabkan jumlah dan kualitas sumber daya yang terbatas dibanding keinginan dan kebutuhan itu sendiri. Jika kebijakan merupakan upaya memenuhi tuntutan dan kebutuhan kelompok aktor atau pelaku, maka di pihak lain kebijakan akan mengorbankan kebutuhan sekelompok aktor lain untuk tidak dipenuhi. Bahkan seringkali sekelompok aktor yang lain tersebut akan menjadi korban karena mereka harus mengeluarkan sumber daya tertentu bagi pelaksanaan kebijakan tetapi tidak memperoleh manfaat apapun darinya Wibawa et al., 1994.