Dasar Hukum Penerapan VMS

24 Disamping itu, menurut UU No.51983 tentang ZEEI, Indonesia memiliki dan melaksanakan hak berdaulat dengan tujuan untuk eksplorasi dan eksploitasi pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati Pasal 4 ayat 1. Dalam melaksanakan kegiatan di ZEE Indonesia, pemerintah wajib mengambil langkah-langkah untuk mencegah, membatasi, mengendalikan dan menanggulangi pencemaran lingkungan laut yang dapat merusak kelestarian sumber daya ikan Pasal 8. Dasar hukum yang paling berhubungan dengan pelaksanaan VMS di Indonesia, antara lain adalah : 1 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: KEP.60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia disebutkan bahwa kapal perikanan yang diperoleh dengan cara usaha patungan, beli angsur atau lisensi, wajib memasang transmitter untuk kepentingan system pemantauan kapal Vessel Monitoring System VMS. 2 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.10MEN2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Bab XI pasal 65 yang menetapkan bahwa setiap kapal perikanan wajib memasang transmitter untuk pemasangan sistem pemantauan kapal Vessel Monitoring System. 3 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No : 29MEN2003 tentang penyelenggaraan Sistem Pementauan Kapal Perikanan, yang ditandatangani dan disahkan pada bulan Agustus 2003, merupakan peraturan yang paling berkaitan langsung dengan pelaksanaan VMS di Indonesia. Keberadaan Kepmen ini belum seutuhnya mampu mendorong pelaksanaan VMS di Indonesia. 4 Dasar hukum yang sangat kuat mendukung pelaksanaan pengawasan perikanan adalah Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dimana pada Bab XII pasal 68 diamanatkan bahwa Pemerintah mengadakan sarana dan prasarana pengawasan perikanan, konsekuensi dari amanat undang undang ini adalah pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap seluruh aktivitas pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan. Dan pemerintah harus segera merumuskan kebijakan kebijakan yang mendukung pelaksanaan pengawasan perikanan di Indonesia. 25

2.5 VMS di Beberapa Negara

Sebuah artikel ilmiah populer yang berjudul “Malaysia Terapkan MCS Sejak 1985” Sukarya, 2000 dapat diketahui bahwa Malaysia merupakan salah satu negara di Asia yang telah menerapkan sistem MCS sejak tahun 1985 yang dikembangkan berdasarkan Akta Perikanan. Sistem ini dikembangkan dengan tujuan untuk pengelolaan sumber daya ikan secara luas, mulai dari perizinan, pelaporan dan pemantauan lapangan. Sistem MCS di Malaysia didukung oleh kemampuan surveillance 85 unit kapal dari berbagai ukuran yang tersebar di 26 pangkalan di seluruh Malaysia, termasuk Sabah dan Sarawak. Selain itu pengelolaan sumber daya ikan diperkuat oleh Sistem Rangkaian Informasi Perikanan SIRIP. Sistem ini berbentuk jaringan informasi perikanan yang berpusat di Kuala Lumpur dengan pangkalan data negeri di masing-masing negara bagian. SIRIP di Malaysia dibangun berdasarkan empat modul, pertama, modul perizinan, melalui modul ini nelayan dapat mengurus izin pada kantor perikanan daerah terdekat dan permohonan tersebut akan disalurkan ke kantor pusat perikanan secara online. Untuk kapal ukuran di atas 40 GT keputusan dilakukan oleh kantor pusat. Kedua adalah modul pendaratan ikan di luar perikanan laut dalam yang menyerasikan seluruh data pendaratan ikan. Dengan demikian seluruh daerah mempunyai data yang sama untuk diproses dan dianalisis guna pengambilan keputusan dan perencanaan pengelolaan sumber daya ikan. Ketiga, modul sistem pemantauan, sistem ini menggunakan teknologi satelit untuk memantau pergerakan kapal yang dioperasikan di laut melalui Vessel Tracking and Management System VTMS. Setiap kapal ikan di atas 70 GT diwajibkan memasang transmitter. Keempat, modul pendaratan ikan laut dalam, yang berfungsi mengumpulkan data pendaratan ikan dari seluruh daerah secara on line untuk mempermudah proses analisis data oleh pusat. Kendali perikanan Malaysia melalui sistem ini sangat ketat sebagaimana diatur dalam Akta Perikanan no. 317 tahun 1985. Kewenangan memberikan gross akte, laik laut dan laik layar berada di bawah kantor perikanan. Pemeriksaan kelaikan operasi oleh petugas lapangan dibarengi dengan kewenangan untuk mengizinkan atau menghentikan keberangkatan kapal untuk menangkap ikan. 26 Pelaksanaan pemantauan didukung juga oleh Tentara Laut Diraja Malaysia TLDM, Police Diraja Malaysia PDRM dan aparat perikanan yang lengkap dengan kapal patrolinya. Semua elemen tersebut tergabung dalam Pusat Penyelarasan Penguat Kekuasaan Maritim PPPM. Penerapan MCS di Malaysia lebih mengacu pada kebijakan konservasi, hal ini tercermin dalam ketatnya pembatasan pemanfaatan sumber daya ikan dan rendahnya sumbangan perikanan terhadap GDP yang hanya 1,7. Sebagai catatan tambahan, bahwa penegakan hukum di Malaysia sangat tegas. Andrew R. Smith menulis dan membahas efektifitas MCS tahun 1999 dengan judul : Monitoring, Control and Surveillance in Developing Countries and The Role of FAO . Dalam Artikel tersebut dijelaskan bahwa penerapan MCS di Afrika telah menghasilkan keuntungan pendapatan yang diperoleh dari pemberian izin terhadap kapal asing, denda yang diterapkan terhadap pelanggaran, sehingga dapat membiayai operasional MCS. Kegiatan MCS dipusatkan pada proyek yang disebut “MCS of Industrial Fishing ” dan lembaga donornya adalah Grand Duchy of Luxembourg dan lembaga atau agen pelaksananya adalah FAO dan Lux-Development. Negara- negara lain yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini antara lain: Cape Verde, The Gambia, Guinea, Guine-Bissau, Mauntania, Senegal and Sierra Leone. Negara-negara tersebut tergabung dalam “Sub Regional Fisheries Commission CRSP”. Pelaksanaan MCS di negara Namibia diterapkan dengan cara yang sangat keras berdasarkan monitoring terhadap semua pendaratan ikan, selain itu mereka menempatkan pengamat observers pada kapal-kapal utama dan menyebarkan kapal-kapal patroli ikan serta pesawat bersayap dan helikopter untuk melakukan pengamatan lapangan. Efektivitas kegiatan dapat dilihat dari adanya penangkapan kapal ikan yang melanggar dan tindakan hukum dilakukan oleh pengadilan Namibia. Artikel tersebut menyebutkan pula, bahwa beberapa negara Amerika Latin, telah mengembang MCS dengan baik dengan melibatkan angkatan laut dan patroli pantai. Argentina, Cheli dan Peru semua dilaporkan telah mempunyai sistem operasional MCS, sedangkan beberapa negara bagian kecil dari Karibia