Kondisi atau Status Alat VMS Terpasang
104 transmitter
tapi sudah mengambil alat tersebut, terdapat sebanyak 82 kapal dari 49 perusahaan
Tabel 20 Permasalahan dan Ketaatan Pengusaha dalam Pengaktifan Transmitter
Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kapal penangkapan ikan dalam kaitan dengan pemasangan transmitter di atas, pemerintah dalam hal ini
DKP telah melakukan tindakan tegas dengan memberikan berbagai macam tindakan administratif, antara lain berupa :
1 Surat Pemberitahuan : 201 perusahaan501 kapal
2 Surat Peringatan I : 142 perusahaan297 kapal
3 Surat Peringatan II : 474 perusahaan 756 kapal
4 Surat Pemanggilan : 2 perusahaan6 kapal
5 Surat Pengembalian transmiter : 4 perusahaan20 kapal
6 Rekomendasi pencabutan SIPISIKPI : 15 perusahaan39 kapal
7 Perbaikan dan penggantian Tx : 25 perusahaan25 kapal
105 4.8.10 Kemampuan Teknologi VMS saat ini
Hasil wawancara dengan pimpinan PMO VMS di DKP, maka peran atau fungsi yang telah dapat dilakukan teknologi VMS dalam rangka pengawasan
pemanfaatan sumber daya ikan SDI adalah antara lain : 1 Monitoring gerak kapal yang menyangkut :
Yaitu kemampuan memonitor posisi, kecepatan, jalur lintasan tracking, dan waktu terjadinya pelanggaran. Kemampuan monitoring ini
dapat membantu DKP memperoleh informasi tentang adanya indikasi- indikasi pelanggaran berkaitan dengan kegiatan penangkapan maupun
dokumen perizinan yang dilakukan oleh kapal penangkap ikan yang terdaftar dan memasang transmitter, yaitu antara lain :
1 Indikasi Pelanggaran Izin Kapal Penangkap Ikan Walaupun kemampuan teknologi VMS saat ini masih terbatas,
namun dengan program pengintegrasian data secara terpisah Pusat Koordinator Pengendalian VMS di DKP mampu mengidentifikasi
adanya kapal penangkap ikan yang masa berlaku izinnya habis namun tetap beroperasi. Gambar 28 menggambarkan hasil pemantauan
Puskodal VMS DKP yang memberikan informasi adanya pelanggaran oleh kapal penangkap ikan, yaitu sebagai berikut :
106
Sumber : PMO VMS, PSDKP- Departemen Kelautan dan Perikanan
Gambar 28 Indikasi Pelanggaran Izin Oleh Kapal Penangkap Ikan.
Berdasarkan Gambar 28, dapat diketahui bahwa Puskodal VMS DKP telah mampu melakukan pemantauan terhadap kapal kapal
penangkap ikan yang masa berlaku izinnya habis namun tetap beroperasi, informasi ini sangat penting bagi Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap untuk ditindaklanjuti dengan pemberian peringatan atau pemberian sanksi administrasi, karena telah merugikan negara.
Seperti yang terlihat pada Tabel 21, terdapat lima kapal penangkap ikan yang masa berlaku izinnya habis tetapi tetap beroperasi, antara lain kapal
dengan nama Putra Mandiri dimana masa berlaku izinnya penangkapannya adalah sampai 13 Agustus 2005, masih tetap beroperasi
melakukan penangkapan.
107
Tabel 21 Kapal Penangkap Ikan Yang Terpantau Masa Berlaku Izinnya Habis
TX ID
Nama Kapal Nama Perusahaan
No. SPI Tanggal
berakhir SPI
35288 Putra Mandiri Satimin
02.02.0069.04.03093 13082005
33500 Mekar Gloria Indah Fabian Sebastian Kiang
02.02.0239.04.04583 22082005
50254 Surya Teja II Sukam Sapta Samudra,
PT 11.03.0028.03.06166
09082005 50205 FV Randvy T-3
Bintang Laut Nusantara, PT
12.04.0028.07.08505 02042005
35295 Liao Chang YU 6033 Gold Net Internusa, PT
12.04.0028.03.07873 06012005
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan pengamatan peneliti dan hasil wawancara dengan personil Puskodal VMS DKP, ternyata hasil pemantauan tersebut diatas
tidak dilakukan secara online. Sementara ini teknologi VMS yang ada baru mampu mengidentifikasi Nomor ID Transmitter kapal penangkap
ikan yang terpantau pada layar. Kemudian secara manual nomor ID transmitter
ini diintegrasikan dengan program lain untuk mengetahui nama pemilik kapal, nomor SPI dan sekaligus melihat masa berlakunya
izin. 2 Indikasi Pelanggaran Pemasangan Transmitter
Teknologi VMS mampu melakukan pemantauan terhadap kapal- kapal yang sudah terdaftar dan mengambil transmitter tapi tidak
dipasang di kapal yang bersangkutan. Berdasarkan data pada tanggal 30 Agustus 2005 yang diperoleh dari PMO VMS dan Puskodal VMS,
diketahui terdapat 82 kapal penangkap ikan yang berasal dari 49 perusahaan melakukan pelanggaran pemasangan transmitter, setelah izin
dikeluarkan oleh DKP dan transmitter telah diambil oleh pengusaha, namun tidak dipasang di kapal yang bersangkutan. Hal ini sangat
menyulitkan lembaga pengelola VMS karena tidak dapat memantau kapal yang telah terdaftar dalam program VMS. Pemanfaatan teknologi
tertentu oleh Puskodal masih tetap dapat memantau keberadaan transmitter walaupun tidak dipasang di kapal dan tidak dihidupkan.
Gambar 29. menggambarkan kemampuan Puskodal dalam memantau
108 transmitter yang tidak dipasang di kapal tetapi ditemukan di sebuah
kantor di Jakarta.
Sumber : PMO VMS, PSDKP- Departemen Kelautan dan Perikanan
Gambar 29 Indikasi Pelanggaran Pemasangan Transmitter.
3 Indikasi Pelanggaran Alat Tangkap Adanya keluhan nelayan tradisional terhadap kapal asing maupun
lokal yang berukuran besar menggunakan alat tangkap terlarang dapat dibuktikan melalui pemantauan kapal dengan teknologi VMS seperti
pada Gambar 30.
Sumber : PMO VMS, PSDKP- Departemen Kelautan dan Perikanan
Gambar 30 Indikasi Pelanggaran Alat Tangkap.
Kedua Kapal selalu Bersamaan Dalam Waktu
yang sangat lama Dan Melakukan Kegiatan
Penangkapan Kecepatan
109 Pada Gambar 30 menyajikan hasil pemantauan Puskodal VMS
DKP terhadap kapal penangkap ikan yang melanggar alat tangkap. Hasil pemantauan menunjukkan adanya dua kapal penangkap ikan yang selalu
bersamaan, yaitu kapal dengan nama masing-masing Zhe Fu Yu 30077 dan Zhe Fu Yu 30078. Kedua kapal tersebut terpantau selalu bersamaan
dalam waktu yang sangat lama dan melakukan kegiatan penangkapan dengan kecepatan rendah. Dengan ciri-ciri seperti itu Puskodal menilai
bahwa kapal tersebut menggunakan alat tangkap terlarang Pair Trawl. 4 Indikasi Pelanggaran Wilayah Penangkapan
Pelanggaran wilayah penangkapan oleh kapal-kapal asing dan lokal sering dilaporkan baik oleh aparat pengawas maupun nelayan
tradisional, bahkan sering terjadi konflik langsung antara kapal asing dengan kapal tradisional di perairan 4 mil yang merugikan kapal-kapal
tradisional. Gambar 31 menunjukkan hasil pemantauan teknologi VMS yang berhasil menemukan adanya indikasi pelanggaran wilayah
penangkapan.
Sumber : PMO VMS, PSDKP- Departemen Kelautan dan Perikanan
Gambar 31 Indikasi Pelanggaran Wilayah Penangkapan.
Kapal-Kapal Thailand Alat Tangkap Pukat Ikan
ZEEI Laut Cina Selatan Penangkap Ikan di daerah
TerlarangTeritorial
Batas ZEE Indonesia
Batas Perairan Teritorial
110 Dari hasil pemantauan Pusdal VMS seperti tampak pada Gambar
30, diketahui banyak ditemukan kapal-kapal berbendera Thailand dengan menggunakan alat tangkap Pukat Ikan ZEEI Laut Cina Selatan
melakukan operasi penangkapan di wilayah terlarang. Pada layar komputer Sistem Pemantauan menunjukkan kapal-kapal tersebut berada
di wilayah perairan laut teritorial. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahawa kemampuan software sitem pemantauan kapal
penangkap ikan dengan teknologi VMS saat ini masih terbatas, dimana dalam menganalisis adanya indikasi pelanggaran wilayah penangkapan,
Puskodal VMS DKP hanya mampu mengidentifikasi kapal-kapal yang melanggar wilayah melalui gerak kapal atau jalur lintasan penangkapan
ikan tracking dan ID transmitter-nya, untuk mengetahui data kapal penting lainnya seperti nama, jenis alat tangkap, asal perusahaan, nomor
izin dan wilayah tangkap perlu dilakukan integrasi data dengan program lain, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama.
Departemen Kelautan dan Perikanan harus terus meningkatkan kemampuan teknologi VMS ke arah sistem pemantauan kapal secara on
line dan software yang ada di sistem pemantauan Puskodal DKP
kususnya berkaitan dengan kemampuan analisis indikasi pelanggaran wilayah operasi penangkapan harus ditingkatkan dengan cara
menyempurnakan software sistem pemantauan yang memiliki peta zonasi di 9 daerah penangkapan. Standarisasi wilayah perizinan dibuat
dengan koordinat yang jelas. Sehinga jika terjadi pelanggaran wilayah penangkapan keluar dari koordinat yang telah ditetapkan dalam izin
oleh kapal penangkap ikan maka secara otomatis sistem mengeluarkan peringatan sebagai tanda adanya pelanggaran wilayah penangkapan.
Fungsi pengawasan yang dilakukan Puskodal dapat lebih efektif jika zonasi penangkapan diterapkan secara konsisten dan terintegrasi antara
sistem perizinan dengan VMS.
111 5 Indikasi Pelanggaran Transhipment
Kegiatan transhipment merupakan tindakan pelanggaran yang merugikan negara, karena hasil tangkapan tidak dibawa ke pelabuhan
pangkalan atau pelabuhan lapor untuk dilaporkan Unreported dan dilakukan pengecekan hasil tangkapan tapi langsung dipindahkan di
tengah laut untuk diekspor ke negara lain. Dalam beberapa kali acara diskusi antara pengusaha, asosiasi dan pemerintah, dan yang terakhir
dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2005, topik transhipment selalu menarik untuk dijadikan pembicaraan.
Dirjen PPSDKP dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa dari data-data pelanggaran di bidang perikanan selama 3 tahun ini
pelanggaran yang paling banyak adalah jenis ”Unreported” disamping ”Illegal” dan ”Unregulated”. Ditegaskan pula, bahwa kontribusi
kerugian negara paling besar adalah dari pelanggaran jenis ”Unreported”. Berbeda dengan para pengusaha, mereka mendukung jika
transhipment dibolehkan, dan DKP bertugas mengawasi pelaksanaan
transhipment agar tidak merugikan negara. Karena dengan harga BBM
yang mahal ditambah biaya perjalanan ke pelabuhan lapor yang memerlukan waktu dan biaya, pengusaha memilih untuk tidak ke
pelabuhan lapor namun memilih transhipment di tengah laut. Gambar 32 menunjukkan adanya indikasi transhipment di tengah laut.
Hasil pemantauan VMS di Puskodal DKP menunjukkan adanya dua kapal yang berdempetan Kapal Merina dan Syrtary jenis
penangkap dan pengangkut yang berada di posisi koordinat yang sama, dalam waktu bersamaan dan dengan kecepatan 0 knot atau berhenti.
Kondisi seperti ini dapat dianalisis bahwa kapal tersebut melakukan kegiatan transhipment. Sehingga perlu dilakukan pengecekan, dan jika
benar harus dilakukan tindakan hukum.
112
Sumber : PMO VMS, PSDKP- Departemen Kelautan dan Perikanan
Gambar 32 Indikasi Pelanggaran Transhipment.
6 Indikasi Pelanggaran Kapal Tidak Pernah ke Pelabuhan Pangkalan. Adanya keinginan sebagian pengusaha yang banyak disampaikan
dalam acara diskusi antara pengusaha, asosiasi dan DKP agar mereka diperbolehkan untuk tidak ke pelabuhan pangkalan dengan alasan
efisisensi dari segi waktu dan biaya, keamanan pelabuhan dan juga menghindari banyaknya pungutan ternyata menunjukkan gambaran yang
nyata di lapangan. Banyak informasi mengenai adanya kapal-kapal penangkap ikan yang tidak pernah melapor ke pelabuhan pangkalan
selama satu tahun. Gambar 33 menunjukkan adanya kapal penangkap ikan yang tidak pernah ke pelabuhan pangkalan.
Terdapat dua kapal Merina dan Syrtary
jenis penangkap dan Pengangkut
Posisi
Sama 0°38’31”LU139°10’01”BT
Waktu Sama : 15 02 2005 jam 13.00
Kecepatan : 0 Knot berhenti
113
Sumber : Data PMO VMS
Gambar 33 Indikasi Pelanggaran Kapal Tidak Pernah Ke Pelabuhan Pangkalan.
Hasil pemantauan melalui teknologi VMS seperti yang terlihat pada Gambar 33 menunjukkan adanya kapal penangkap ikan yang
selama satu tahun tidak pernah ke pelabuhan pangkalan, diketahui nama kapal tersebut adalah MV. Liao Chang Yu 6033. Menurut pihak
pengelola Puskodal kondisi ini bisa disimpulkan bahwa kapal yang bersangkutan selalu melakukan kegiatan transhipment di tengah laut.
2 Keamanan Pelayaran : Disamping kemampuan melakukan indikasi adanya berbagai
pelanggaran yang dilakukan kapal penangakap ikan, maka teknologi VMS juga mampu membantu memberikan informasi posisi kapal dalam beberapa
kasus kejahatan di laut kehilangan kontak, pembajakan, kecelakaan.
PLOT POSISI MV. LIAO CHANG YU 6033
SELAMA 1 TAHUN 1 SEP 2004 – 29 AGT 2005
114 3 Manajemen Sumber Daya Ikan :
Yaitu mengetahui dengan lebih nyata di lapangan bagaimana peta usaha penangkapan ikan dilakukan, di perairan mana saja, intensitasnya
berapa, sehingga perkiraan sumber daya yang telah dimanfaatkan dapat diketahui
4 Integrasi dengan sistem lain : Dengan sistem radar satelit atau alat deteksi lainnya, maka VMS dapat
mengidentifikasi kapal yang tidak memiliki transmitter dan merupakan indikasi kapal ilegal.
Berdasarkan informasi tentang berbagai kemampuan teknologi VMS di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa DKP melalui lembaga pengelola VMS
PMO VMS dan Puskodal VMS harus terus meningkatkan teknologi VMS dengan menyempurnakan software pada sistem pemantauan sehingga mampu
melakukan pemantauan secara online. Setiap pelanggaran yang terjadi langsung bisa diketahui seluruh informasi yang berkaitan dengan data kapal yang
bersangkutan. Demikian pula halnya dengan standarisasi zonasi dengan koordinat yang jelas harus sudah di integrasikan dalam software sistem pemantauan.
Berdasarkan kemampuan monitoring, pusat pengendalian VMS di DKP sudah mampu mendeteksi secara otomatis kapal-kapal yang mematikan
transmitter Tx tapi belum mampu secara online melarang kapal-kapal yang
mematikan Tx untuk keluar dari pelabuhan. Terhadap kapal-kapal yang melakukan pelanggaran jalur penangkapan Pusdal DKP juga belum mampu secara
langsung mengetahui nomor izin kapal yang besangkutan untuk dilakukan penindakan secara tegas.