189 Pihak Royal Swedish Academy of Sciences pernah memberikan
penghargaan nobel ekonomi tahun 2005 kepada Robert J Aumann dan Thomas C. Schelling Kompas, Oktober 2005. Keduanya dinilai telah mengembangkan apa
yang dikenal dengan “Game Theory” yang digunakan dalam penyelesaian konflik seperti konflik dagang atau bisnis, bahkan bisa dikembangkan dalam penyelesaian
perang. Disebutkan bahwa game theory merupakan sebuah sains atau analisis strategi yang mencoba untuk menentukan aksi yang dilakukan para pemain yang
berbeda guna menjamin hasil terbaik bagi masing-masing. Teori permainan Game theory merupakan peralatan matematis yang erat
kaitannya dengan penerapan metoda AHP dalam penanganan kasus yang bernuansa konflik Game theory adalah metoda pengambilan keputusan manakala
pengambil keputusan berhadapan dengan “lawan yang aktif”. Artinya terdapat dua pihak yang masing-masing berbeda satu sama lain terhadap suatu keputusan, dan
keputusan dari satu pihak akan dijawab oleh keputusan dari pihak lain dengan memperhatikan strategi dan langkah dari pihak lawannya. Kondisi seperti inilah
yang mengarah secara umum kepada “permainan” Game, dan analisis terhadap situasi kompetitif ini dinamakan “Teori Permainan”.
Dalam kasus penerapan kebijakan VMS terhadap kapal penangkap ikan, terdapat dua pihak yang saling bertentangan satu sama lain, dan hasil analisis
AHP menunjukkan adanya perbedaan prioritas strategi penerapan VMS yang diinginkan Pemerintah dan diinginkan Pengusaha.
Analisis Game Theory yang digunakan dalam penelitian ini akan dibatasi pada “two person games”, yaitu, analisis difokuskan pada situasi dimana hanya
terdapat dua partisipan Pemerintah dan Pengusaha. Dalam permainan antara dua partisipan pemain yang “zero sum” lihat
Tabel 70, jumlah dari payoffs setiap pemain adalah nol. Berapapun payoffs yang diperoleh satu pemain, maka lawannya akan kehilangan kalah sebesar payoffs
tersebut. Nilai payoffs yang positif menggambarkan keuntungan pemain yang strateginya diterapkan. Sebaliknya nilai payoffs yang negatif mencerminkan
kekalahan pemain lain, yang berarti kemenangan atau perolehan pemain lain.
190
Tabel 70 Matrik Payoff Two Person Zero Sum Game Pemain Y
Strategi 1 Srategi 2
Strategi 1 5
3
Pemain X
Strategi 2 -4
-1
Sumber : “AHP” Permadi, PAU-EK-UI, 1992
Pada contoh Tabel 70 dapat diketahui, jika pemain X memilih untuk dilaksanakan Strategi 1 dan pemain Y strategi 2, maka pemain X akan
memperoleh 3 unit, nilai ini juga mencerminkan kekalahan kehilangan sebesar 3 unit bagi pemain Y. Sedangkan jika pemain X menjalankan startegi 2 dan pemain
Y memilih strategi 1, maka kekalahan bagi pemain X sebesar 4 unit payoffs negatif dan pemain Y mendapat kemenangan sebesar 4 unit.
Untuk menetapkan mana strategi yang dipilih, maka dilakukan analisis sebagai berikut, pemain X akan memilih strategi 1 karena apapun strategi yang
dipilih pemain Y ia senantiasa akan mendapatkan kemenangan. Sebaliknya pemain X akan mengalami kekalahan kalau ia memilih strategi 2.
Pemain Y diasumsikan sadar bahwa pemain X akan memilih strategi 1, maka untuk meminimisasi kerugian pemain Y akan memilih strategi 2 yang
memberikan kerugian sebesar 3 unit, dibandingkan jika memilih strategi 1 dengan kerugian sebesar 5 unit. Nilai 3 tersebut merupakan nilai dari permainan ini the
value of the game . Pada contoh tersebut telah diidentifikasi satu strategi bagi
setiap pemain. Jika seorang pemain mengidentifikasikan suatu strategi yang menguntungkan untuk digunakan sepanjang waktu permainan, maka kondisi ini
disebut sebagai “Pure strategy”. Dan jika setiap pemain menerapkan pure strategy maka akan diperoleh suatu permainan yang unik yang dinyatakan sebagai saddle
point . Saddle point merupakan nilai payoff minimum bagi baris dan sekaligus
merupakan nilai maksimum bagi kolom dimana payoff tersebut terletak row min- column max
. “Teori Permainan” dapat bersifat “ Zero – Sum Games dan dapat pula
bersifat Non Zero Sum Games. Dalam game yang bersifat Non Zero Sum Game maka tidak selalu benar bahwa perolehan hasil dari pemain satu harus sama
191 dengan kehilangan kerugian dari pemain lainnya, bisa terjadi kedua pemain
sama-sama untung atau sama sama kehilangan Mclaughlin : 1979. Permainan antar dua pemain yang non zero sum, dikenal beberapa istilah
keseimbangan, yaitu 1 Keseimbangan pareto, terjadi bila kedua pemain mendapatkan nilai payoff yang paling baik dari semua nilai payoff yang mungkin
terjadi, 2 Keseimbangan Nash, terjadi apabila setiap pemain tidak memiliki kemungkinan untuk meningkatkan nilai payoff-nya atau tidak seorang pemainpun
dapat meningkatkan hasilnya dengan strategi tertentu yang diterapkan pemain lain. Dalam mempertimbangkan strategi yang memungkinkan, kasus yang paling
sederhana yakni kasus mengenai strategi yang dominan. Situasi ini muncul ketika seorang pemain mempunyai strategi tunggal yang terbaik tak peduli strategi
apapun yang dipakai pemain lain. Diasumsikan bahwa pihak Pemerintah bertujuan agar kebijakan VMS
dapat diterapkan bagi kapal penangkap ikan dan pihak pengusaha cenderung menolak kebijakan tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, maka penggunaan
analisis Game Theory dapat membantu memberikan pilihan model strategi yang paling mungkin dapat dilakukan dan dapat diterimadilaksanakan oleh kedua
belah pihak Pemerintah dan Pengusaha. Berdasarkan analisis AHP terhadap penerapan kebijakan Pemantauan
Kapal ikan dengan teknologi VMS dari aspek manfaat dan biaya, terdapat perbedaan pilihan prioritas strategi penerapan VMS yang diinginkan baik oleh
Penerintah maupun oleh pengusaha atau pemilik kapal ikan. Keduanya memiliki perbedaan dalam pemilihan strategi yang telah dianalisis berdasarkan analisis
manfaat dan biaya. Bagi Pengusaha, strategi yang sesuai diterapkan adalah strategi Sistem
Pembebanan Biaya VMS, karena melalui analisis manfaat dan biaya, strategi ini merupakan strategi yang memiliki nilai skor tertinggi dibandingkan kedua strategi
lainnya. Namun bagi Pemerintah, strategi yang paling sesuai adalah strategi Penegakan Hukum dan Kemampuan Pengawasan.
Untuk menentukan pilihan model penerapan strategi VMS yang sama sama memberikan manfaat yang paling besar bagi kepentingan penerapan kebijakan
VMS saat ini baik bagi pemerintah maupun pengusaha, dilakukan analisis “Game
192 Theory”
dengan melakukan estimasivaluasi secara kualitatif terhadap aspek keuntungan perolehan dan aspek biaya kerugian dari penerapan strategi
strategi tersebut, seperti yang disajikan pada Tabel 71 tentang ”Kualitatif EstimasiValuasi Keuntungan Biaya Penerapan Strategi B dan H berikut ini :
Tabel 71 EstimasiValuasi Kualitatif Keuntungan Biaya Penerapan Model Strategi B dan H Dalam Penerapan VMS
No Model Strategi
Pemain Keuntungan
Biaya Hasil
I
Model Strategi Sistem
Pembebanan Biaya VMS
Strategi B 1.
Pemerintah
• Potensi pendapatan
dari praktik ilegal fishing dan
transhipment • Potensi
pendapatan dari
pelanggaran daerah
penangkapan • Potensi
pendapatan dari
pelangaran masa berlaku izin • Memberikan
subsisi biaya
Transmitter Tx
• Subsidi biaya airtime • Biaya
pemeliharaan dan pengelolaan
P
1
2. Pengusaha
• Potensi pendapatan
dari kecurangan awak kapal di
laut • Potensai
pendapatan dari
penghematan opersional • Penghematan
pengawasan dilapangan
• Nilai kerahasiaan
wilayah tangkap
yang diketahui
pesaing • Biaya pelatihan dan
pemeliharaan alat
VMS P
2
II
Model Strategi Penegakkan
Hukum dan Kemampuan
Pengawasan Strategi H
Pemerintah • Potensi
pendapatan dari
praktik transhipment lebih optimal
• Potensi pendapatan
dari pelanggaran
daerah penangkapan lebih optimal
• Potensi pendapatan
dari pelangaran masa berlaku Izin
lebih optimal • Biaya
peningkatan kemampuan
monitoring teknologi
VMS. • Biaya
penambahan armada kapal patroli
dan persenjataannya • Biaya
penambahan Regional Centre
di 9 wilayah.
• Biaya penambahan
SDM Pengawas
PPNS • Biaya Pewngelolaan
dan pemeliharaan
P
3
2. Pengusaha • Potensi
pendapatan dari
kecurangan awak kapal di laut
• Potensai pendapatan
dari penghematan opersional
• Penghematan pengawasan
dilapangan melalui web site • Menyediakan
alat VMS sendiri
• Membayar airtime per tahun
• Membayar Fee VMS • Adanya
peluang wilayah
tangkap diketahui pesaing
• Biaya pemeliharaan
dan pengoperasian
alat
P
4
Sumber : Hasil Analisis
193 Tabel 71 menjelaskan secara kualitatif beberapa estimasivaluasi terhadap
aspek keuntungan perolehan dan aspek biaya kerugian dari penerapan Strategi B strategi sistem pembebanan biaya VMS dan strategi H strategi penegakan
hukum dan peningkatan kemampuan pengawasan. P
1
Payoff 1 merupakan payoff
bagi pemerintah yang diperoleh dari selisih keuntungan dan biaya dari
penerapan strategi B, P
2
Payoff 2 merupakan payoffhasil yang diperoleh pemain
pengusaha dari strategi B. Penerapan strategi H memberikan hasil P
3
Payoff 3
bagi pemain pemerintah dan hasil P
4
Payoff 4 bagi pemain pengusaha. Aspek keuntungan dan biaya dari masing-masing strategi penerapan VMS
baik bagi pemerintah maupun pengusaha yang diuraikan secara kualitatif tersebut perlu dikonversi ke dalam nilai nominal, sehingga dapat ditentukan hasil yang
ditimbulkan payoffs dari masing-masing strategi bagi pemerintah maupun
pengusaha. Hasil yang ditimbulkan strategi B bagi pemerintah disebut : P
1
, hasil
yang ditimbulkan strategi B bagi pengusaha disebut : P
2
,
hasil yang ditimbulkan
Strategi H bagi pemerintah adalah P
3
dan hasil yang ditimbulkan strategi H bagi
pengusaha adalah P
4
Untuk menghitung hasil yang ditimbulkan masing-masing strategi B H baik bagi pemerintah maupun pengusaha, maka berikut ini diuraikan perkiraan
estimasi perhitungan setiap pilihan strategi, yaitu sebagai berikut: 1 Strategi B
Pihak Pemerintah a Keuntungan
Potensi pendapatan dari praktik transhipment atau illegal fishing,adalah sebagai berikut :
a Kapal Asing :
Berdasarkan data dari PMO VMS PSDKP jumlah kapal asing yang telah ikut VMS adalah sebanyak 610 dan rata-rata ukuran GT-nya
adalah 100 GT ke atas. Jenis alat tangkap yang paling banyak digunakan kapal asing adalah Pukat Ikan ZEEI Arafura. Diasumsikan
15 acuan 15 dapat dilihat pada lampiran 6 yang melakukan transhipment
per tahun, maka potensi kerugian yang dapat diselamatkan adalah:
194 15 x 610 x 2.000 kg produktivitas x Rp. 40.000 harga Ekspor x
200 GT = Rp. 1,464 Trilyun
Karena Strategi B dengan kemampuan teknologi VMS saat ini dinilai kurangbelum optimal, maka nilai yang dapat diselamatkan hanya 30
dari potensi tersebut , yaitu sebesar : Rp. 1,464 Trilyun x 30 = Rp 439,2 Mtahun
b Kapal Lokal :
Dari 1500 kapal yang ikut pasang VMS, maka jumlah kapal lokal adalah sebesar 890 kapal. Diasumsikan sebanyak 10 terutama yang
mengunakan alat tangkap pukat ikan dan udang melakukan transhipment
, maka kerugian negara yang dapat diselamatkan adalah acuan 10 berdasarkan lampiran 6:
10 x 890 x 2000 kg Produktivitas x Rp. 40.000 Harga Ekspor tuna
dan udang x 100 GT rata-rata GT = Rp. 712 Mtahun
Karena Strategi B dengan kemampuan saat ini dinilai kurang optimal, maka diestimasi hanya 30 dari potensi tersebut yang dapat
diselamatkan, yaitu sebesar : Rp. 712 M x 30 = Rp 213,6 Mtahun
c Potensi nilai rupiah yang dapat diselamatkan dari kapal yang melanggar daerah penangkapan adalah sebesar : 15 x 1500 x rata-
rata nilai 1 kapal yang melanggar Rp. 4,5 M = Rp 1,01 trilyun. Dihitung 30 dari nilai tersebut, yaitu sebesar : Rp. 303,7 M.
Perhitungan ini didasarkan pada data PSDKP 2004 yang menyebutkan bahwa kapal yang melanggar daerah penangkapan ±
1.275 kapal dengan jumlah kerugian sekitar US 573,75 Juta Rp. 5,1 trilyun
, berarti nilai kerugian per kapal adalah 573,751.275 = USD 0,45 juta.
d Potensi nilai rupiah yang dapat diselamatkan dari pelanggaran masa berlaku izin adalah sebesar : Nilai potensi dana yang dapat disimpan
dari kapal asing yang melanggar adalah : 10 x 610 kapal x rata-rata tarifGT US 175 x rata-rata GT 100GT = Rp 9,714 Milyar.
Karena belum Optimal, maka untuk pilihan strategi B, hasil yang
diperoleh sebesar 30 Rp. 9,714 M = Rp. 2,914 M
195 Untuk kapal lokal dapat dihitung sebagai berikut :
o
PPP : 10 x 890 kapal x rata-rata GT 100 x rata-rata tarif Rp. 50.000 lihat PP 62 = Rp 445 juta
o
PHP : 10 x 890 kapal x rata-rata GT 100 x rata-rata
produktivitas 2 ton lihat Kepmen 38 x rata-rata harga patokan
ikan Rp. 7500 x 1000 x 2,5 = Rp. 3,337 M
o
Sehingga total Rp. 3,782 M
Karena belum optimal, maka untuk pilihan strategi B, hasil yang
diperoleh sebesar 30 Rp. 3,782 M = Rp. 1,134 M
b Biaya Kerugian Potensi biaya atau kehilangan bagi pemerintah dengan diterapkannya
strategi B ini adalah sebagai berikut: a Pemerintah harus menyediakan dana pengadaan transmitter untuk
1500 kapal masing-masing Rp. 20.000.000 = Rp. 30 milyar
b Menyediakan dana pembayaran air time sebesar 1.500 kapal x Rp.
6.000.000 = Rp. 9 milyar
c Biaya pemeliharaan dan pengelolaan VMS di pusat dan 2 regional centre
= Rp. 8 milyartahun.
d Biaya pemeliharaan dan perawatan kapal patroli per tahun 17 kapal x 1
Milyar = 17 Milyar.
e Biaya Operasioanal per tahun 1 kapal adalah 3 Milyar, sehingga biaya
17 kapal adalah : 17 x 3 Milyar = 51 Milyar.
Pihak Pengusaha a Keuntungan
a Diasumsikan terdapat 10 dari 1.500 kapal yang melakukan pelanggaran menjual hasil tangkapan di tengah laut tanpa
sepengetahuan pemilik kapal, maka nilai uang yang dapat diselamatkan adalah : 5 x 1.500 x Rata-rata hasil tangkapan 1
196 tontahun x Harga rata rata ikan ekspor Rp.30.000 x rata rata GT
100 = Rp. 225 Milyar. b Karena kemampuan VMS saat ini belum optimal, maka diperkirakan
hanya 30 saja yang dapat diselamatkan : 30 x Rp 225 M = Rp 67,5 milyar
. c Penghematan BBM dari kegiatan penangkapan, karena sering ditemui
pemilik kapal dibohongi oleh awak kapal tentang jalur penangkapan. Kebutuhan BBM perlitertahun untuk kapal rata rata 100 GT adalah
384.000 litertahun. Diasumsikan sebanyak 5 diambil dengan mengurangi jarak operasi penangkapan dan apabila dari 1.500 kapal
diasumsikan sebanyak 5 melakukan hal yang sama, berarti nilai yang dapat dihemat adalah : 5 x 1500 x 5 x 384.000 x harga BBM Rp.
5.400 = Rp. 7,776 milyar.
Pedoman umum penggunaan BBM bagi kapal perikanan adalah : 0,2 literjampk koefisien. Jenis kapal ikan waktu berangkat dan pulang
serta operasi penangkapan menggunakan BBM rata-rata 20 sampai 24 jam, dan selama 1 tahun waktu efektif operasional adalah antara 135
hari sampai 200. Ukuran 100 GT sama dengan 300 sampai 400 pk. Jadi besarnya penggunaan BBMtahun untuk kapal berukuran 100 GT
adalah : 400 PK x 24 waktu efektif x 200 waktu efektif 1 tahun x 0,2 liter = 384.000 litertahun
Karena kemampuan VMS saat ini belum optimal, maka diperkirakan hanya 30 saja yang dapat diselamatkan : 30 x Rp. 7,776 Milyar =
Rp 2,4 milyar.
b Biaya Kerugian a Kemungkinan hilangnya hasil tangkapan karena wilayah tangkap
diketahui pihak pesaing. Diasumsikan kejadian ini dialami oleh sekitar 5 dari jumlah kapal baik asing maupun lokal, dan hasil tangkapan
berkurang 10 dari rata-rata hasil tangkapan 2000 kg, berarti potensi kerugian yang diestimasi adalah;
197 Kapal asing : 5 x 610 jumlah kapal asing x 10 dari 2000 x Rp.
40.000 x 200 GT rata-rata GT =Rp. 48,8 Milyar
Kapal lokal : 5 x 890 jumlah kapal lokal x 10 dari 2000 kg x
Rp. 10.000 x 100 GT = Rp. 8,9 Milyar
b Biaya pemeliharaan dan pengoperasian alat per tahunkapal adalah Rp.
2 juta, sehingga untuk 1500 kapal dibutuhkan biaya : Rp. 3 Milyar
2 Strategi H Pihak Pemerintah
a Keuntungan Potensi pendapatan dari praktik transhipment atau illegal fishing, adalah
sebagai berikut : a Jumlah kapal asing yang telah ikut VMS adalah sebanyak 610 dan
rata-rata ukuran GT-nya adalah 100 GT ke atas. Jenis alat tangkap yang paling banyak digunakan kapal asing adalah Pukat Ikan ZEEI
Arafura. Diasumsikan 15 acuan 15 dapat dilihat pada lampiran 6 yang melakukan transhipment per tahun, maka potensi kerugian yang
dapat diselamatkan adalah: 15 x 610 x 2.000 kg produktivitas x Rp. 40.000 harga Ekspor x
200 GT = Rp. 1,464 Trilyun
b Jumlah kapal lokal adalah sebesar 890 kapal. Diasumsikan sebanyak 10 terutama yang menggunakan alat tangkap pukat ikan dan udang
melakukan transhipment, maka kerugian negara yang dapat diselamatkan adalah acuan 10 berdasarkan lampiran 6:
10 x 890 x 2000 kg Produktivitas x Rp. 40.000 Harga Ekspor tuna
dan udang x 100 GT rata-rata GT = Rp. 712 Mtahun
c Potensi nilai rupiah yang dapat diselamatkan dari kapal yang melanggar daerah penangkapan adalah sebesar : 15 x 1500 x rata-
rata nilai 1 kapal yang melanggar Rp. 4,5 M = Rp 1,01 trilyun.
d Potensi nilai rupiah yang dapat diselamatkan dari pelanggaran masa berlaku izin adalah sebesar : Nilai potensi dana yang dapat disimpan
198 dari kapal asing yang melanggar adalah : 10 x 610 kapal x rata-rata
tarifGT US 175 x rata rata GT 100GT = Rp 9,714 Milyar
Untuk kapal lokal dapat dihitung sebagai berikut : o
PPP : 10 x 890 kapal x rata-rata GT 100 x rata-rata tarif Rp. 50.000 lihat PP 62 = Rp 445 juta
o
PHP : 10 x 890 x rata-rata GT 100 x rata-rata produktivitas 2
ton lihat Kepmen 38 x rata-rata harga patokan ikan Rp. 7500 x
1000 x 2,5 = Rp. 3,337 M
o
Sehingga total Rp. 3,782 M
b Biaya Kerugian Potensi biaya atau kehilangan biaya bagi pemerintah dengan
diterapkannya strategi H ini adalah sebagai berikut: a Biaya peningkatan kemampuan monitoring teknologi VMS di pusat
dan 2 regional centre Rp. 10 Milyar
b Biaya penambahan armada kapal patroli dan persenjataannya, kebutuhan kapal patroli di Indonesia adalah 89 buah, diasumsikan di
ZEE membutuhkan 60 buah masing-masing Rp. 30 Milyar = Rp 1,8 Trilyun,
dan kapal patroli di perairan teritorial sebanyak 26 kapal
Rp. 12 Milyar = Rp. 312 M.
c Biaya penambahan regional centre di 9 wilayah., dan diasumsikan masing-masing regional centre membutuhkan dana Rp. 5 M, sehingga
dibutuhkan sebanyak Rp. 45 M.
d Biaya penambahan SDM Pengawas PPNS sebanyak 5000 PPNS untuk pusat dan daerah, jika 1 PPNS digaji Rp. 1,5 jutabulan, maka
satu tahun dibutuhkan dana: Rp. 90 Milyar.
e Biaya Pengelolaan dan pemeliharaan Pusat dan Daerah 1 tahun adalah
Rp. 9,5 Milyar. f Biaya perawatan dan biaya operasional : Perawatan 89 kapal x 1
Milyar = 89 Milyar, biaya operasional 89 kapal x 3 Milyar = Rp. 267 Milyar.
199 Pihak Pengusaha
a Keuntungan : a Diasumsikan terdapat 5 dari jumlah
kapal baik asing maupun lokal yang melakukan pelanggaran menjual hasil tangkapan di tengah laut
tanpa sepengetahuan pemilik kapal, maka nilai uang yang dapat
diselamatkan adalah : Kapal asing :
5 x 610 jumlah kapal asing x rata-rata hasil tangkapan 2 tontahun x 25 x Harga rata-rata ikan ekspor Rp. 40.000 x 200 GT rata-rata
GT = Rp. 122 Milyar. Kapal Lokal :
5 x 890 jumlah kapal lokal x Rp.10.000 harga rata-rata lokal x
500 kg 25 dari produktivitas x 100 GT rata-rata GT = Rp. 22,250 Milyar
b Penghematan BBM dari kegiatan penangkapan, karena sering ditemui pemilik kapal dibohongi oleh awak kapal tentang jalur penangkapan.
Kebutuhan BBM perlitertahun untuk kapal rata-rata 100 GT adalah 384.000 litertahun. Diasumsikan sebanyak 5 diambil dengan
mengurangi jarak operasi penangkapan dan apabila dari 1.500 kapal diasumsikan sebanyak 5 melakukan hal yang sama, berarti nilai yang
dapat dihemat adalah : 5 x 1.500 x 5 x 384.000 liter x harga
BBM Rp. 5.400 = Rp. 7,776 Milyar.
b Biaya Kerugian a Menyediakan alat VMS sendiri dengan harga Rp. 20.juta, sehingga
diperlukan biaya oleh pengusaha sebesar Rp. 30 Milyar.
b Membayar airtime per tahun sebesar Rp. 6 juta, sehingga dibutuhkan
dana sebesar Rp. 9 Milyar.
c Kemungkinan hilangnya hasil tangkapan karena wilayah tangkap diketahui pihak pesaing. Diasumsikan kejadian ini dialami oleh sekitar
5 dari 1500 kapal, dan hasil tangkapan berkurang 10 dari rata-rata hasil tangkapan 2000 kg, berarti potensi kerugian yang diestimasi
200 adalah : 5 x 1500 x 300 kg x Rp. 40.000 harga ikan ekspor x 150
GT rata-rata GT = Rp135 milyar.
d Biaya pemeliharaan dan pengoperasian alat per tahunkapal adalah Rp.
2 juta, sehingga untuk 1.500 kapal dibutuhkan biaya: Rp. 3 Milyar
Setelah dilakukan estimasi secara kuantitatif terhadap aspek keuntungan dan biaya dari masing-masing strategi B H baik bagi pemerintah maupun
pengusaha, maka data-data kuantitatif tersebut disusun ke dalam sebuah tabel untuk memudahkan melakukan analisis penetapan model strategi yang paling
mungkin dilaksanakan, yaitu disajikan pada Tabel 72 tentang estimasivaluasi kuantitatif keuntungan dan biaya penerapan model strategi B dan H Dalam
Penerapan VMS berikut ini : Tabel 72 EstimasiValuasi Kuantitatif Keuntungan Biaya Penerapan
Model Strategi B dan H Dalam Penerapan VMS
No Model Strategi
Pemain Keuntungan
Biaya
Hasil PayoffP
I
Model Strategi Sistem
Pembebanan Biaya VMS
Strategi B 1.
Pemerintah
• Rp. 439,2 M Rp. 213,6 M
• Rp. 303,7 M • Rp. 2,9 Mthn
• Rp. 1,1 Mthn
Total : 960 Mthn
• Rp. 30 M
• Rp. 9 M
• Rp. 8 M
• Rp. 17 M
• Rp. 51 M
Total : 115 M Rp 845 M
P
1
2. Pengusaha • Rp. 67,5 M
• Rp. 2,4 M
Total : 69,9 M
• Rp. 48,8 M • Rp. 8,9 M
• Rp. 3 M
Total: 60,7 M Rp 9,2 M
P
2
201
No Model Strategi
Pemain Keuntungan
Biaya
Hasil PayoffP
II
Model Strategi Penegakkan
Hukum dan Kemampuan
Pengawasan Strategi H
1. Pemerintah
• Rp. 1,464 Trilyun • Rp. 712 M
• Rp. 1,01 Trilyun • Rp. 9,714 M
• Rp. 3,782 M
Total : 3,199 T
• Rp. 10 M • Rp. 1,8 Trilyun
• Rp. 312 M • Rp. 45 M
• Rp. 90 M • Rp. 9,5 M
• Rp 89 M • Rp.267 M
Total: 2,622 T Rp. 576,9 M
P
3
2. Pengusaha • Rp. 122 M
• Rp. 22,250 M • Rp. 7,776 M
Total : 152,03 M
• Rp. 30 M • Rp. 9 M
• Rp. 135 M • Rp. 3 M
Total : 177 M Rp.24,97 M
P
4
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 72 dapat disimpulkan, apabila model strategi yang diterapkan adalah strategi sistem pembebanan biaya VMS strategi B, maka
estimasi hasil atau Payoff bagi pemerintah P
1
adalah sebesar Rp. 845 M, dan Payoff
bagi pengusaha P
2
adalah sebesar Rp.9,2 M.. Apabila strategi penegakan hukum strategi H yang diterapkan, maka estimasi hasil atau Payoff yang
diperoleh pemerintah P
3
adalah Rp. 576,9 M, sedangkan bagi pengusaha P
4
mengalami kerugian sebesar - Rp. 24,97 M. Untuk menentukan pilihan model penerapan strategi VMS yang sama sama
memberikan manfaat yang paling besar bagi kepentingan penerapan kebijakan VMS
saat ini baik bagi pemerintah maupun pengusaha, maka estimasi hasil masing-masing strategi penerapan VMS tersebut dianalisis melalui “Game
Theory ”, seperti yang disajikan pada Tabel 73 tentang matrik Game Theory
berikut ini :
202
Tabel 73 Matrik Game Theory
PIHAK PENGUSAHA
Strategi Penegakkan Hukum dan
Kemampuan Pengawasan
Strategi Sistem Pembebanan Biaya
Strategi Penegakkan Hukum dan
Kemampuan Pengawasan
A 576,9 M
,
-
24,97 M
P
3
, P
4
B 576,9 M,
9,2 M
P
3
, P
2
PIHAK PEMERINTAH
Strategi Sistem Pembebanan Biaya
C
845M,
-
24,97 M
P
1
, P
4
D
845M
,
9,2
M
P
1
, P
2
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan analisis “Game Theory” terhadap dua strategi penerapan VMS yang berbeda antara pemerintah dan pengusaha seperti yang disajikan pada Tabel
73, maka dihasilkan beberapa penilaian untuk masing-masing pilihan strategi yang diperlukan sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan model
penerapan strategi VMS mana yang saat ini paling mungkin dilakukan untuk mendukung penerapan kebijakan VMS serta menentukan alternatif model strategi
ke depan, yaitu sebagai berikut: 1. Apabila strategi penegakkan hukum dan peningkatan kemampuan pengawasan
dipilih P
3
, P
4
dan diterapkan saat ini sebagai strategi penerapan VMS, maka akibat yang muncul terhadap Pemerintah dan Pengusaha adalah :
a. Bagi Pemerintah DKP: Pemerintah memperoleh manfaat atau hasil yang diestimasi potensi nilai
rupiahnya adalah sebesar Rp.576,9 M, namun ada beberapa konsekuensi
203 yang harus dilakukan pemerintah untuk menerapkan strategi ini, antara
lain : 1 Pemerintah atau lembaga pengelola VMS dituntut meningkatkan
kemampuan teknologi pengawasan agar mampu mendeteksi setiap pelanggaran secara cepat “Online”, sehingga memerlukan biaya yang
cukup besar. 2 Pemerintah harus melengkapi armada kapal patroli yang mampu
mengawasi area pengawasan wilayah laut sebanyak 89 buah, baik kapal patroli untuk wilayah ZEE, maupun wilayah teritorial,
diperkirakan memerlukan biaya sekitar 50 Milyar. 3 Pemerintah harus mengeluarkan biaya perawatan kapal patroli dan
biaya operasional pengawasan untuk kegiatan patroli. 4 Pemerintah perlu memenuhi syarat jumlah tenaga pengawas atau
PPNS sebanyak 5000 personil, hal ini juga akan menambah biaya untuk membayar gaji per bulan.
5 Kebijakan penerapan VMS akan mengalami kesulitan karena masih terjadi pelanggaran-pelanggaran dan penolakan.
b. Bagi Pengusaha : Hasil estimasi perolehan bagi pengusaha ternyata negatif dimana
pengusaha diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp. 24,97 M, hal ini disebabkan beberapa konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan oleh
pengusaha, antara lain : 1 Pengusaha harus membayar atau membeli transmitter untuk
dipasang di kapal dengan harga kira-kira 20 juta rupiah. 2 Pengusaha harus membayar airtime sebesar 6 juta pertahun, harga ini
adalah harga subsidi. 3 Beban pungutan secara tiba-tiba bertambah, selama ini beban
pungutan PPP dan PHP untuk kapal ukuran 100GT adalah 40 juta per tahun.
204 4 Kondisi di atas menyebabkan pengusaha tidak tertarik mengikuti
kebijakan penerapan VMS, apalagi setelah harga BBM naik, para pemilik kapal atau pengusaha semakin mengalami kesulitan.
2. Apabila strategi sistem pembebanan biaya VMS yang meringankan pihak pengusaha dipilih P
1
dan P
2
dan diterapkan saat ini, maka akibat yang ditimbulkan baik bagi pemerintah maupun pengusaha adalah sebagai berikut:
a. Pihak Pemerintah Pemerintah memperoleh manfaat atau hasil yang diestimasi potensi nilai
rupiahnya adalah sebesar Rp 845 M, hal ini disebabkan beberapa kelebihan strategi ini bagi pemerintah, antara lain :
1 Pemerintah tidak perlu sekaligus mengeluarkan biaya untuk meningkatkan
kemampuan pengawasan
teknologi VMS,
pengembangan Regional Centre, penambahan armada kapal patroli, penambahan tenaga pengawasPPNS, tapi dilakukan secara
bertahap. 2 Pemerintah dapat meneruskan kebijakan penerapan VMS dan secara
bertahap melakukan penyempurnaan secara fokus terhadap 1.500 transmitter
yang sedang dioperasikan dan merencanakan kebijakan yang sesuai untuk penerapan VMS ke depan.
3 Pemerintah perlu mengeluarkan dana untuk mensubsidi biaya air time
ataupun alat VMS. 4 Pemerintah dapat melakukan fungsi pengawasan dan pemantauan
terhadap kapal penangkap ikan
b. Pihak Pengusaha Hasil estimasi perolehan bagi pengusaha ternyata positif dimana
pengusaha diperkirakan mendapatkan nilai manfaat sebesar Rp. 9,2 M, manfaat ini bagi pengusaha dapat dinilai lebih baik dibandingkan
penerapan startegi H, hal ini disebabkan beberapa hal sebagai berikut :
205 1 Pengusaha memperoleh keringanan berupa fasilitas gratis untuk alat
transmitter dan biaya airtime, atau gratis alatnya tapi airtimenya
bayar, atau hanya membayar sebagian saja. 2 Sebagian pengusaha yang menolak, secara perlahan akan tertarik
mengikuti kebijakan ini dan bersedia dipasang transmitter. 3 Melalui fasilitas Website yang diberikan, pengusaha dapat secara
mudah ikut memonitor keberadaan armada kapal penangkap ikan mereka masing-masing.
3. Apabila masing-masing strategi tersebut diterapkan secara bersama-sama, artinya pilihan penerapan strategi penegakan hukum dijalankan namun kepada
pengusaha diberlakukan penerapan strategi sistem pembebanan biaya yang
meringankan pengusaha kotak C dan B. Akibat yang muncul bagi kedua
pihak adalah : a. Bagi pemerintah akan mendapatkan hasil yang maksimal, sementara
kerugian pengusaha juga maksimal permainan di kotak C. b. Sedangkan di kotak permainan B, pendapatan bagi pemerintah tidak
optimal, walaupun bagi pengusaha cukup menarik karena masih terdapat nilai keuntungan bagi pengusaha walaupun kecil.
Dari hasil analisis ”Game Theory” dan analisis perbandingan terhadap beberapa pilihan model strategi penerapan VMS, maka dapat disimpulkan bahwa
kotak permainan D P
1
, P
2
atau pilihan strategi sistem pembebanan biaya VMS adalah yang paling menguntungkan kedua belah pihak. Pihak pemerintah
mendapatkan hasil yang maksimal Rp. 845 M dan pihak pengusaha masih memiliki potensi manfaat sebesar Rp9,2 M, sehingga direkomendasikan pada
tahap sekarang model yang paling sesuai adalah model sistem pembebanan biaya VMS yang meringankan pengusaha.
Model Game Theory yang digambarkan pada Tabel 73 dalam konsep teori permainan dapat digolongkan bersifat Non Zero Sum Games. Dalam game
yang bersifat Non Zero Sum Game maka tidak selalu benar bahwa perolehan hasil dari pemain satu harus sama dengan kehilangan kerugian dari pemain
lainnya, bisa terjadi kedua pemain sama-sama untung atau sama-sama kehilangan
206 Mclaughlin : 1979. Dari hasil atau payoff masing-masing kotak permainan A, B,
C dan D dapat diketahui bahwa hasil kotak permainan D dengan pilihan strategi sistem pembebanan biaya strategi B memberikan hasil yang paling
menguntungkan secara maksimal bagi kedua belah pihak. Apabila kemampuan teknologi VMS semakin memberikan manfaat bagi
pengusaha dan insentif disediakan oleh pemerintah, model strategi penerapan VMS dapat diubah menjadi model pembiayaan yang seimbang antara pemerintah
dan pengusaha. Bagi pengusaha atau pemilik kapal strategi sistem pembebanan biaya
VMS dengan model atau pola pembebanan biaya VMS yang meringankan dan
bertahap dapat memberikan motivasi dan mendorong para pengusaha penangkapan ikan menerima dan bersedia ikut berpartisipasi dalam program VMS.
Walaupun bagi pemerintah model strategi pembebanan biaya VMS yang meringankan
pengusaha akan
berakibat pada
bertambahnya biaya
penyelenggaraan VMS yang harus ditanggung Pemerintah, namun dipihak lain pemerintah mampu mendorong seluruh pengusaha penangkapan ikan yang
berukuran 100 GT ke atas untuk ikut program VMS, apalagi dalam UU 31 tentang Perikanan telah diamanatkan bahwa Pemerintah wajib menyediakan sarana dan
prasarana pengawasan kapal penangkap ikan. Keuntungan lain bagi pemerintah adalah, dengan banyaknya pengusaha
atau pemilik kapal ikut program VMS, maka pemerintah dapat melakukan fungsi pengawasan sumberdaya ikan dengan lebih optimal, sehingga pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan di Indonesia dapat lebih efektif. Sesuai dengan adanya peningkatan kesadaran para pengusaha dan makin terasa manfaat
penerapan VMS bagi mereka, maka pemerintah dapat merubah strategi sistem pembebanan biaya VMS dengan pola atau model pembebanan biaya yang lebih
meringankan pemerintah. Penerapan model strategi pembebanan biaya VMS yang meringankan
pengusaha tidak dilakukan selamanya, tapi dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan teknologi VMS dan manfaat yang dirasakan. Adapun tahapan
yang diusulkan adalah sebagai berikut :
207 1 Tahap I
Pada tahap ini diterapkan sistem pembebanan biaya VMS yang paling meringankan buat Pengusaha, dimana dari empat komponen biaya VMS yang
harus ditanggung biaya transmitter, biaya airtime, biaya pasang transmitter dan biaya pengelolaan, maka pengusaha kapal lokal hanya menanggung
biaya airtime, sedangkan transmitter diperoleh dengan cara sewa. Untuk kapal asing diwajibkan membayar seluruh beban biaya yang ditetapkan pemerintah.
Tabel 74 menggambarkan Pembebanan Biaya VMS tahap I Tabel 74 Pembebanan Biaya VMS tahap I
Kapal Lokal Jenis Biaya
Kapal Asing
200 GT 100-200 GT
50-100 GT
Transmitter Beli
Sewa subsidi Sewa
Sewa Airtime
Bayar Bayar
Bayar Gratis
Biaya Pasang Transmitter Bayar
Gratis Gratis
Gratis Biaya Pengelolaan
Bayar Gratis
Gratis Gratis
Sumber : Hasil Analisis
2 Tahap II Berbeda dengan Sistem Pembebanan Biaya VMS pada tahap I, maka
pada tahap kedua ini, seiring dengan meningkatnya kesadaran para pengusaha dan semakin meningkatnya manfaat penerapan VMS bagi pengusaha, maka
pemerintah dapat menerapkan sistem pembebanan Biaya VMS dengan model seimbang, artinya semua biaya penyelenggaraan VMS yang langsung
dilakukan oleh pengusaha harus menjadi beban pengusaha seperti biaya alat transmitter
dan biaya airtime. Sedangkan biaya biaya yang menjadi tanggungan pemerintah menjadi beban APBN seperti biaya pemasangan alat
Transmitter dan biaya pengelolaan VMS. Tabel 75 berikut menggambarkan
Pembebanan Biaya VMS tahap II.
208
Tabel 75 Pembebanan Biaya VMS Tahap II
Kapal Lokal Jenis Biaya
Kapal Asing
200 GT 100-200 GT
50-100 GT
Transmitter Beli
Beli Beli
Beli Airtime
Bayar Bayar
Bayar Bayar
Biaya Pasang Transmitter Bayar
Gratis Gratis
Gratis Biaya Pengelolaan
Bayar Gratis
Gratis Gratis
Sumber : Hasil Analisis
3 Tahap III Tahap III ini bersifat jangka panjang dan merupakan model strategi
penerapan VMS yang mengkombinasikan strategi penegakan hukum dan strategi sistem pembebanan biaya, artinya kebijakan VMS diterapkan secara
tegas dan bagi yang melanggar dikenakan sanksi yang tegas pula. Pihak pengusaha dikenakan beban biaya VMS terhadap biaya biaya yang langsung
mereka gunakan seperti biaya airtime dan biaya transmitter. Sedangkan pemerintah menanggung beban biaya pemasangan transmitter dan biaya
pengelolaan VMS.
Penerapan-penerapan tahap III melalui strategi kombinasi bagi penerapan kebijakan VMS ini dapat berjalan dengan efektif apabila memenuhi
beberapa persyaratan berikut: 1 Kemampuan teknologi VMS sudah efektif dan infrastruktur pendukung juga
sudah memadai termasuk sistem radar dan armada patroli yang mampu menjangkau seluruh wilayah perairan laut Indonesia.
2 Penetapan kewajiban pemasangan trasmitter bagi kapal ukuran tertentu dengan alat tangkap tertentu. Pengusaha di bebaskan memilih atau membeli
sendiri alat transmitter-nya asalkan secara teknologi dapat diintegrasikan dengan sistem VMS DKP.
3 Pungutan biaya VMS diintegrasikan ke dalam biaya perizinan. 4 Pengurusan izin, perpanjangan atau pembaharuan izin harus diintegrasikan
dengan pendaftaran VMS sebagai syarat.
209 5 Pemberian insentif yang menarik bagi pengusaha yang disiplin dan taat
menerapkan kebijakan VMS.
Kebijakan penerapan VMS bertujuan agar pelanggaran penangkapan ikan dapat dicegah dan kelestarisn sumberdaya ikan dapat terjaga. Apabila
diasumsikan penerapan kebijakan VMS di Indonesia sudah berjalan efektif dan kemampuan teknologi VMS sudah berfungsi secara optimal, maka manfaat VMS
dalam menyelamatkan kerugian negara menjadi sangat penting. Dukungan yang menjadi syarat utama keberhasilan VMS dalam
menyelamatkan kerugian negara antara lain adalah : 1 Kemampuan kapal patroli yang memenuhi kebutuhan pengawasan sampai ke ZEE, 2 Kebutuhan tenaga
pengawas telah terpenuhi, 3 Kelembagaan pengawasan telah tersedia di setiap pelabuhan pangkalan lengkap dengan sistem pengawasan software dan
perangkat kerasnya yang dapat diintegrasikan ke Pusdal DKP, 4 Kelengkapan peralatan yang dibutuhkan aparat pengawasan telah tersedia dan 5 Didukung
sistem radar yang mampu mendeteksi kapal ilegal yang melakukan penangkapan ikan di wilayah penangkapan tertentu.yang maksimal.
Kebijakan penerapan VMS dengan asumsi seperti di atas dapat menghasilkan penyelamatan uang negara akibat praktik pelanggaran yang
dilakukan oleh kapal penangkap ikan selama ini. Estimasi jumlah kerugian Negara yang dapat diselamatkan dihitung melalui beberapa sumber adalah Rp.
36.101.911.180.000
tiga puluh enam trilyun, seratus satu milyar, sembilan ratus sebelas juta seratus delapan puluh ribu rupiah. Adapun rincian potensi kerugian
negara yang dapat diselamatkan setiap tahun disajikan pada Tabel 76 berikut ini:
210
Tabel 76 Estimasi Perhitungan Kerugian Negara Yang Dapat Diselamatkan Dengan Teknologi VMS.
NO KOMPONEN PELANGGARAN
YANG DISELAMATKAN ESTIMASI NILAI
Rp. SUMBER DATA
I Kapal Penangkap Ikan Resmi
: 1. Kapal Lokal :
a. Pelanggaran Transhipment b. Masa berlaku izin habis
2. Kapal Asing : a. Kerugian dari Transhipment
b. Masa berlaku Izin habis c. Pelanggaran wilayah tangkap
7.369.200.000.000 18.423.000.000
1.633.140.000.000 31.029.660.000
5.202.846.000.000 1. Laporan Tahunan Ditjen
P2SDKP 2004 2. Laporan Kegiatan Tahun
2005 Ditjen P2SDKP 3. Siaran Pers Ditjen P2SDKP
tanggal 21 Pebruari 2006 4. Laporan Gelar Operasi
Pengawasan
II Kapal Penangkap Ikan Illegal
1. Kapal Lokal ilegal a. Nilai hasil tangkapan
b. PPP dan PHP c. Kebutuhan air tawar dan es
d. Nilai kapal sitaan
2. Kapal asing ilegal a. Nilai hasil tangkapan
b. Tarif Pungutan c. Kebutuhan air tawar dan es
d. Nilai iuran ABK e. Harga kapal sitaan
14.400.000.000.000 275.400.000.000
54.600.000.000 3.600.000.000.000
2.613.024.000.000 62.059.320.000
25.000.000.000 43.189.200.000
774.000.000.000 1. Laporan Kompas 5 Agustus
2004 2. Laporan Suara Pembaruan
April 2005 3. Laporan Gelar Operasi
Pengawasan 4. Laporan Kegiatan Tahun
2005 Ditjen P2SDKP 5. Hasil operasi pengawasan di
laut Sulawesi dan Maluku 18 Agustus – 6 September 2004
6. Hasil operasi pengawasan penangkapan ikan dan udang
di Arafura 24 September-11 Oktober 2004
7. Hasil operasi pengawasan di samudera pasifik23 Sept-12
Okt 2004
Total Nilai 36.101.911.180.000
Sumber : Hasil Analisis
Perhitungan masing-masing komponen dapat dilihat pada lampiran 7 Sumber data dalam melakukan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6 dan 7
211
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka berikut ini disampaikan kesimpulan penelitian dalam menjawab perumusan
masalah penelitian, yaitu: 1 Melalui beberapa indikator evaluasi terhadap kebijakan penerapan VMS
menunjukkan adanya beberapa kelemahan dan kendala, hal ini menyebabkan penerapan VMS di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil
atau belum efektif. 2 Jika dilihat dari target atau sasaran program VMS yang mengutamakan jenis
kapal ikan dengan alat tangkap Pukat Ikan dan Pukat Udang, maka dari sekitar 465 kapal ikan yang terdaftar dan jenis alat tangkapnya pukat ikan
baru sekitar 68 kapal ikan saja yang ikut VMS dan dari sekitar 302 kapal Pukat Udang yang ikut program VMS hanya 109 kapal.
3 Masih terdapat perbedaan persepsi antara sebagian pengusaha dan Pemerintah DKP terhadap Kebijakan Penerapan VMS. Sebagian
pengusaha berpendapat kebijakan penerapan VMS tidak bermanfaat dan justru merugikan.
4 Setelah dilakukan analisis AHP, ternyata terdapat pilihan prioritas model strategi yang berbeda bagi pengusaha dan Pemerintah.
5 Prioritas model Strategi yang paling sesuai bagi Pengusaha dari segi manfaat dan biaya adalah Strategi Sistem Pembebanan Biaya VMS, dengan
nilai skor paling tinggi dibanding dua strategi lainnya 3,9636, dan Strategi yang paling sesuai bagi Pemerintah adalah Strategi Penegakan Hukum dan
Kemampuan Pengawasan skor 0,5663. 6 Hasil analisis ”Game Theory” menunjukkan bahwa Strategi Sistem
Pembebanan Biaya VMS memberikan hasil yang maksimal bagi pemerintah dan pengeluaran biaya yang minimal bagi pengusaha
7 Model strategi penerapan kebijakan VMS yang cenderung tegas dengan mewajibkan semua kapal di luar 1.500 kapal program tahun 2003, untuk
saat ini belum tepat dan tidak efektif, karena kemampuan pengawasan dan
212 infrastruktur pendukung belum siap secara maksimal sehingga peluang
terjadinya ketidakpatuhan sangat tinggi. 8 Berdasarkan asumsi bahwa penerapan kebijakan VMS di Indonesia sudah
berjalan efektif dan kemampuan teknologi VMS sudah berfungsi secara optimal dengan didukung infrastruktur yang handal, maka estimasi kerugian
negara yang dapat diselamatkan dari penangkapan ikan yang melanggar
berdasarkan data tahun 2004—2006 adalah Rp. 36.101.911.180.000,00
tiga puluh enam trilyun seratus satu milyar sembilan ratus sebelas juta seratus delapan puluh ribu rupiah.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas, maka beberapa saran yang dapat disampaikan berkenaan dengan penelitian ini, yaitu:
1 Model Strategi Pembebanan Biaya VMS yang memungkinkan saat ini adalah strategi yang meringankan beban pengusaha, sesuai amanat UU No.
31 tentang Perikanan, pada Pasal 68 yang menyatakan bahwa pemerintah mengadakan sarana dan prasarana pengawasan perikanan terutama kapal
lokal, dengan tahapan sebagai berikut sebagai berikut : 1 Tahap I
Strategi penerapan VMS melalui Pembebanan Biaya VMS tahap I, dimana komponen biaya sistem, pelayanan data dan alat VMS
Transmitter menjadi beban pemerintah, sementara pengusaha lokal hanya menanggung biaya airtime sesuai pemakaian. Sedangkan untuk
kapal asing diterapkan model pembebanan yang sesuai dengan komponen biaya VMS yang harus mereka bayar.
2 Tahap II Strategi penerapan VMS melalui Pembebanan Biaya VMS tahap
II, dimana komponen biaya sistem dan pelayanan data menjadi beban pemerintah, sementara peralatan Transmitter dan Airtime ditanggung
pengusaha kapal lokal, sedangkan untuk kapal asing diterapkan model pembebanan yang sesuai dengan komponen biaya VMS yang harus
dibayar.