Latar Belakang Analisis model vessel monitoring system ( Vms ) dalam pengawasan kapal penangkap ikan di Indonesia
2 memerlukan dukungan pengembangan dan penguatan sistem informasi kelautan
yang meliputi distribusi potensi pembangunan sumber daya kelautan serta potensi pasar dalam dan luar negeri regional-global secara spasial maupun
temporal. Peranan sistem informasi sangat berarti dalam mendukung setiap langkah strategis yang dilaksanakan serta membentuk sinergi di antara langkah-
langkah tersebut. Salah satu bentuk upaya pengembangan dan penguatan sistem informasi kelautan adalah dengan mengembangkan sistem informasi sumber daya
hayati laut. Selain dari itu, sumber daya perikanan dinilai bersifat “mampu pulih”
renewable, namun keberadaannya bukan tidak terbatas, oleh sebab itu sumber daya perikanan perlu dikelola guna mencegah penangkapan yang melewati
ambang kemampuan regenerasinya over fishing. Gambar 1.1 adalah modifikasi dari materi kuliah pendekatan sistem terhadap pemanfaatan sumber daya hayati
laut yang menjelaskan dinamika populasi sumber daya ikan :
Sumber: Modifikasi dari materi kuliah pendekatan sistem terhadap pemanfaatan sumberdaya hayati laut, Program S3 - IPB,
TKL, tahun 2000
Gambar 1 Dinamika Populasi Sumber Daya Ikan.
Keterangan : R
: Lahirnya individu-individu ikan lahir atau migrasi G
: Proses pertumbuhan ikan M
: Proses penurunan secara alami Y
: Proses berkurangnya akibat penangkapan
3 Dinamika sumber daya ikan ditentukan oleh 4 empat faktor R, G, M
dan Y, dari ke-empat faktor tersebut yang dapat dikendalikan adalah hasil tangkapan Y yang dipengaruhi oleh besar kecilnya upaya penangkapan. Proses
penurunan secara alami atau mortalitas mencerminkan laju kematian ikan Sparre: 1998, yang disebabkan oleh penyakit, polusi, kerusakan lingkungan, pemangsaan
dan umur. Agar sumber daya ikan tetap lestari maka upaya penangkapan harus
dijaga jangan melebihi kemampuan pulih kembali sumber daya ikan, sehingga aspek pengawasan menjadi sangat penting dikembangkan dan dilaksanakan.
Intensitas penangkapan akan selalu meningkat sejalan dengan perkembangan penduduk dan permintaan pasar lokal maupun internasional akan produk
perikanan baik untuk keperluan pangan maupun pakan. Dalam keadaan nir-kelola, usaha perikanan ikan di Indonesia akan
mengarah pada perikanan akses terbuka open access yang dapat berakibat penangkapan berlebihan over fishing, investasi berlebihan over invesment,
maupun tenaga yang berlebihan over employment. Diperlukan berbagai upaya pengelolaan dalam mencegah timbulnya in-
efisiensi pemanfaatan sumber daya ikan dan agar dapat merumuskan sejumlah opsi alternatif kebijaksanaan pengelolaan maka diperlukan data dan informasi
yang akurat, oleh karena itu perlu dilakukan suatu model pengembangan pengawasan usaha penangkapan ikan kapal perikanan. Sistem yang dapat
memantau seluruh kapal sekaligus dengan kemampuan wilayah pemantauan tidak terbatas adalah Vessel Monitoring System VMS, dan FAO Smith, 1999 juga
merekomendasikan penggunaan VMS apabila jumlah kapal yang perlu dipantau cukup besar 50 kapal asing dan 200 kapal domestik. VMS merupakan salah satu
elemen penting dalam mengimplementasikan aspek monitoring pemantauan pada lingkup MCS Monitoring, Controlling and Surveillance secara
keseluruhan. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. KEP.60MEN2001
tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menyebutkan bahwa kapal perikanan yang diperoleh dengan cara usaha
patungan, beli angsur atau lisensi, wajib memasang transmitter untuk kepentingan
4 sistem pemantauan kapal Vessel Monitoring System VMS. Demikian pula halnya
dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10MEN2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Bab XI pasal 65 yang menetapkan
bahwa setiap kapal perikanan wajib memasang transmitter untuk pemasangan sistem pemantauan kapal Vessel Monitoring System.
Sebagai realisasi dari Keputusan Menteri DKP tersebut di atas, pemerintah mengadakan kerjasama dengan pemerintah Perancis yang kemudian
dilakukan perjanjian kerjasama antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Perancis tentang peminjaman kepada pemerintah Indonesia untuk membiayai pembelian
Vessel Monitoring System atau Sistem Pemantauan Kapal yang ditandatangani
tanggal 11 Pebruari 2002 Implementation Agreement Between the Government of The RI and the Government Of the French Republic
, 2002, kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan Kontrak Peralatan dan Jasa Nomor: PL.343PSKP-
PSPSPPKXII2002, tanggal 30 Desember 2002, antara bagian proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengawasan Direktorat Jendral PSDKP
Departemen Kelautan dan Perikanan RI dengan Collecte Localisation Satellites CLS
Perancis. Disepakati CLS Argos menyediakan sebanyak 1500 transmitter untuk dipasang pada kapal perikanan, dan untuk tahap pertama tahun 2003
penerapan VMS di Indonesia diprioritaskan kepada 500 kapal perikanan dan tahun 2004 ditargetkan 1.000 kapal perikanan baik lokal maupun asing.
Berdasarkan beberapa penjelasan dan uraian di atas mendorong penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik “Analisis Model Vessel
Monitoring System VMS Dalam Pengawasan Kapal Penangkap Ikan di
Indonesia“ Kasus Implementasi Tahap I terhadap Kapal Perikanan Lokal dan
Asing Berukuran 100 GT ke atas. 1.2
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Sekalipun sumberdaya ikan tersedia di alam dalam jumlah yang berlimpah dan bersifat dapat diperbaharui, namun pengelolaannya tetap memiliki
kendala-kendala yang signifikan, sehingga bila tidak dikelola dengan bijaksana akan mengalami degradasi kualitas dan kuantitasnya, yang pada akhirnya
merugikan negara dan masyarakat pelaku usaha perikanan.
5 Permasalahan-permasalahan yang ada saat ini dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan antara lain adalah:
1 Penetapan dan Pengelolaan Potensi
Pengelolaan sumber daya ikan melalui penetapan 9 sembilan wilayah pengelolaan, penetapan jumlah dan jenis alat tangkap, pengaturan
perizinan pusat dan daerah, penetapan potensi serta jumlah tangkapan yang diperbolehkan, belum menjawab kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya ikan yang bertanggung jawab dan lestari. Hal ini disebabkan penetapan data potensi dan pemanfaatannya belum dapat ditentukan secara
akurat, berkelanjutan dan dapat dipertanggungjawabkan. Permasalahan ini disebabkan lemahnya pemantauan terhadap potensi dan kegiatan
pemanfaatan sumber daya ikan. Penetapan 9 wilayah pengelolaan perikanan WPP dan batas-batasnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
2 Pelanggaran Perizinan
Salah satu kegiatan dalam rangka pelaksanaan MCS adalah pengendalian pemanfaatan sumber daya ikan yang dilakukan dalam bentuk
pemberian Izin Usaha Perikanan IUP kepada pelaku usaha. Dalam implementasinya selama ini, dirasakan masih banyak permasalahan baik
dalam proses perizinan maupun operasional perizinan tersebut di lapangan, baik yang menyangkut masalah peraturan perundangan, aplikasi pemberian
izin yang melibatkan kewenangan beberapa instansi maupun permasalahan teknis di lapangan yang meliputi pemalsuan perizinan, pelanggaran daerah
operasi penangkapan dan penggunaan alat penangkap ikan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Permasalahan tersebut akan menimbulkan dampak yang
cukup besar bagi kerugian negara, seperti banyaknya pelanggaran pelaku usaha dalam pemanfaatan sumber daya perikanan, konflik kepentingan
antara nelayan tradisional dengan pengusaha perikanan, banyaknya kapal perikanan berbendera asing yang mempunyai Surat Izin Penangkapan Ikan
SPI. Departemen Kelautan dan Perikanan telah melakukan evaluasi sistem perizinan dan sedang melaksanakan penyempurnaannya.
6
3 Transhipment dan Ekspor Ilegal Kegiatan transhipment dan ekspor secara ilegal dinilai cukup tinggi,
hal ini terlihat dari perbedaan data ekspor yang dikeluarkan oleh BPS, Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta data impor hasil perikanan
di negara tujuan ekspor. Kegiatan tersebut terjadi karena lemahnya perangkat pemantauan dan pengamatan lapangan.
4 Akurasi Data dan Informasi
Akurasi data yang antara lain data potensi, produksi dan ekspor belum dapat disajikan secara terus menerus. karena lemahnya sistem pendataan,
monitoring dan pelaporan, baik yang dilakukan oleh pelaku usaha dan
pemerintah. Diperlukan aplikasi sistem pendataan pendaratan ikan diseluruh pelabuhan perikanan secara ”online”.
5 Kewenangan Instansi Pemerintah
Pengelolaan sumber daya ikan melibatkan beberapa instansi pemerintah dengan berbagai kewenangan yang dimiliki sesuai peraturan
perundangan masing-masing instansi. Kondisi ini dapat menyulitkan Departemen Kelautan dan Perikanan untuk menerapkan suatu sistem
pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan secara optimal, serta mengalami hambatan dalam pelayanan pemberian perizinan kepada masyarakat dan
dunia usaha. Permasalahan tersebut di atas mengakibatkan timbulnya beberapa
kerugian dan kesulitan, antara lain :
1 Over Fishing
Kurangnya pengawasan pengelolaan, pemanfaatan sumber daya ikan mengakibatkan di beberapa daerah mengalami tekanan over fishing yang
melampaui daya dukung perairan. Hal ini mengakibatkan penurunan pendapatan dan kesejahteraan nelayan yang berakibat terjadinya perubahan
pola kehidupan dan tata nilai masyarakat nelayan. Kondisi seperti ini mendorong nelayan setempat melakukan penangkapan ikan yang
bertentangan dengan peraturan perundangan seperti pengeboman,
7 penggunaan potasium, pengambilan terumbu karang dan melanggar daerah
penangkapan, pelanggaran kesepakatan masyarakat hukum adat serta melakukan penangkapan ikan di daerah lain menjadi nelayan andon.
2 Pemalsuan Dokumen Perizinan
Dokumen perizinan yang dikukuhkan oleh berbagai instansi sebagai kelengkapan untuk mengeluarkan perizinan oleh Departemen Kelautan dan
Perikanan sulit dikoordinasikan sehingga diragukan keasliannya. Pemalsuan dokumen perizinan terjadi karena dokumen tersebut dikeluarkan oleh
instansi lain yang pengawasannya tidak berada di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan. Permasalahan yang banyak dijumpai adalah
dokumen kapal gross akte, kelaikan kapal dan pemalsuan atau penyalahgunaan izin usaha perikanan.
3 Pelanggaran Penggunaan Alat Penangkap Ikan dan Wilayah Penangkapan
Sistem pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan yang selama ini diterapkan belum memperoleh hasil dan belum dapat
mengurangi pelanggaran penggunaan alat penangkap ikan dan daerah penangkapan. Lemahnya sistem pengawasan antara lain disebabkan karena
keterbatasan sarana, prasarana, biaya dan petugas pengawas sumber daya ikan WASDI dan penerapan MCS belum dilaksanakan secara terpadu.
4 Tuduhan-Tuduhan Internasional
Dengan adanya pemanfaatan sumberdaya ikan oleh kapal perikanan asing dengan kapal asing berbendera Indonesia yang tidak terkontrol, maka
banyak tuduhan internasional yang dampaknya terkena bagi pemerintah Indonesia. Indonesia seakan-akan tidak dapat mengelola pemanfaatan
sumber daya ikan secara bertanggung jawab dengan mengeksploitasi sumber daya ikan secara berlebihan, sehingga harus menanggung protes
internasional yang dapat mengakibatkan pengenaan sanksi antara lain harus membayar iuran internasional fee dan embargo perdagangan.
8
5 Kerugian Negara
Pengendalian dan pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan yang belum dilaksanakan secara optimal mengakibatkan kerugian negara
yang cukup besar dari sektor perikanan. Kerugian ini adalah tidak masuknya devisa negara akibat adanya kapal-kapal perikanan yang diduga izinnya
palsu illegal fishing baik yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera Indonesia maupun kapal yang berbendera asing yang masuk dan menangkap
ikan ke wilayah Indonesia serta adanya kegiatan eksploitasi secara ilegal tanpa dokumen PEB. Kapal perikanan berbendera Indonesia yang izinnya
diduga palsu adalah kapal-kapal ikan eks asing yang pengadaannya dilakukan melalui impor dan melalui penetapan pengadilan negeri. Kerugian
negara akibat proses tersebut meliputi ekspor ikan yang ilegal tidak tercatat dan tidak terdaftarnya ABK asing sehingga tidak adanya iuran
wajib penggunaan tenaga asing. Jumlah devisa negara yang hilang tersebut yang dapat dihitung diperkirakan sebesar US 2 miliar Direktorat Jenderal
PSDKP 2004. Banyak data yang menampilkan besarnya kerugian negara yang
diakibatkan oleh berbagai kegiatan pelanggaran atau faktor kelemahan yang dimiliki. Data FAO tahun 2001 menyebutkan bahwa total kerugian
mencapai US 1.924.050.000. Ikan yang ditangkap secara ilegal mencapai 1,5 juta ton per tahun. Satu hal penting yang merupakan kerugian negara
yang tidak dapat dihitung dengan rupiah adalah terancamnya kedaulatan bangsa serta menurunnya harga diri bangsa di mata dunia.