Pelaksanaan Sosialisasi Penerapan VMS
66 3 Menjelaskan kepada pengusaha bahwa tujuan dari VMS adalah antara lain
sebagai berikut: Vessel Monitoring System VMS atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan merupakan suatu sistem pemantauan kapal dengan
menggunakan peralatan transmitter dan satelit guna mempermudah pengawasan gerak kapal-kapal ikan untuk mengidentifikasi kapal,
memonitor posisi kapal dan aktivitas kapal. Adapun tujuan diselenggarakannya VMS adalah :
1 Memonitor posisi kapal perikanan yang sedang melakukan penangkapan atau pengangkutan.
2 Mempercepat informasi kegiatan dan hasil penangkapan 3 Meningkatkan ketaatan dan penegakan hukum
4 Menunjang fungsi
Sistem Pengawasan
Berbasis Masyarakat
SISWASMAS. 5 Kesemuanya ini dilaksanakan untuk menjaga dan mengendalikan
sumberdaya ikan agar dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan dan tetap lestari.
6 Memudahkan bagi pemilik kapal untuk ikut mengawasi kegiatan penangkapan ikan, posisi kapal dan mempercepat penyelamatan apabila
terjadi kecelakaan di laut. Sosialisasi dilakukan di beberapa daerah yang dinilai tingkat kegiatan
usaha penangkapan ikannya tinggi, seperti Jakarta, Kendari, Bitung, Sorong, Denpasar, Medan dan Pekalongan, adapun tempat dan tanggal pelaksanaan
sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Tempat dan Tanggal Pelaksanaan Sosialisasi Penerapan VMS di Indonesia
No Lokasi
Tanggal Pelaksanaan
1 Jakarta
16 Juli 2003 2
Kendari 3 September 2003
3 Bitung
5 September 2003 4
Sorong 20 September 2003
5 Denpasar
24 Oktober 2003 6
Medan 14 Nopember 2003
7 Pekalongan
18 Nopember 2003
Sumber : Data DKP, 2005
67 Materi yang disampaikan dalam acara sosialisasi ini dibagi dalam 4
empat bagian, yaitu : 1 Materi pertama adalah tentang Legal Framework VMS, khususnya Kepmen
No. 29 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan materi terlampir dan peraturan lain yang terkait.
2 Materi kedua adalah penjelasan tentang proses pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang dikaitkan dengan konsep MCS sebagai
fungsi monitoring materi terlampir. 3 Materi ketiga adalah penjelasan rencana pemasangan VMS di Indonesia,
teknik pemasangan dan skenario pembiayaannya materi terlampir. 4 Materi keempat adalah penjelasan teknis pemasangan transmitter dan
prosedur pengoperasiannya.
Beberapa lokasi yang telah dilakukan sosialisasi yang dihadiri sejumlah perusahaan perikanan, baik asing maupun lokal, beberapa asosiasi yang
berhubungan dengan perikanan dan kelautan serta dari kalangan pemerintah Departemen Kelautan dan Perikanan, diperoleh hasil diskusi dari peserta
soialisasi berkenaan dengan pelaksanaan VMS di Indonesia, yaitu sebagai berikut: 1 Penggunaan VMS hanya dapat memantau kapal-kapal yang legal dan
berizin, sehingga perlu ada teknologi lain seperti radar untuk efektifitas penerapan VMS dan tujuan untuk mengurangi IUU terpenuhi.
2 Perlu adanya kejelasan mengenai aturan main VMS termasuk kriteria- kriteria pelanggaran VMS beserta sanksinya.
3 Perlu adanya kejelasan manfaat atau layanan yang akan diterima pengusaha dari pemerintah bagi kapal-kapal yang telah memasang dan membayar
pungutan VMS. 4 Perlu adanya kejelasan mengenai penggunaan sistem pemantauan kapal
lainnya selain Argos termasuk kapal-kapal yang telah dilengkapi dengan transmitter
sendiri.
68 Berdasarkan hasil wawancara dan tanya-jawab dengan beberapa
pengusaha yang hadir dalam acara sosialisasi di masing-masing lokasi sosialisasi diperoleh beberapa tanggapan dan pendapat dari para pengusaha tentang
kebijakan penerapan VMS di Indonesia, yaitu sebagai berikut : 1 Lokasi Jakarta :
1 Tanggapan para pengusaha penangkapan ikan di lokasi sosialisasi Jakarta, sebagian besar pada prinsipnya sangat mendukung diterapkannya VMS di
Indonesia, namun mereka merasa keberatan jika dibebankan biaya. 2 Pengusaha mengusulkan agar pemasangan transmitter yang dilakukan oleh
petugas dari Departemen Kelautan dan Perikanan memberikan jadwal pemasangan paling lambat 2 minggu sebelumnya. Pengusaha atau pemilik
kapal bersedia melaporkan ke DKP tentang jadwal dan pelabuhan sandar kapal-kapal perikanan yang menjadi target pemasangan transmitter.
2 Lokasi Kendari : 1 Sebagian besar pengusaha pada dasarnya tidak keberatan untuk dipasangi
transmitter , dengan catatan tidak dikenakan biaya lagi dan kerahasiaan
data terjamin. 2 Terdapat pengusaha yang mengusulkan agar data yang disampaikan
kepada pemerintah melalui sistem VMS ini tidak dibocorkan kepada siapapun, terutama kepada para pesaing lainnya.
3 Lokasi Bitung 1 Kesediaan para pengusaha untuk mengikuti program VMS dengan
dipasang transmitter terasa kurang bergairah, mereka menilai kebijakan ini akan menambah biaya. Hal ini terbukti dengan sedikitnya pengusaha
yang hadir, walaupun sudah diberitahu sebelumnya. 2 Menurut pengusaha, program VMS ini lebih untuk kepentingan
pemerintah, dimana pemerintah mohon dibantu oleh para pengusaha untuk menyampaikan informasi atau data yang berkaitan dengan pemanfaatan
sumber daya ikan, sehingga pemerintah dapat melakukan pengelolaan dan perencanaan dengan mudah. Oleh karena itu sebaiknya semua biaya
ditanggung pemerintah.
69 4 Lokasi Sorong
1 Pengusaha memahami bahwa penggunaan VMS dapat membantu perusahaan untuk melakukan pemantauan terhadap kegiatan operasional
kapal perikanan dengan tingkat akurasi yang cukup baik. Selama ini pemantauan dilakukan hanya dengan mengandalkan komunikasi melalui
radioSSB. 2 Kesediaan para pengusaha untuk mengikuti program VMS dengan
dipasang transmitter terasa cukup mendapat respon baik, hal ini dikarenakan pendekatan kepala pelabuhan kepada para pengusaha selama
ini cukup kondusif, terbukti telah terpasang sebanyak 20 transmitter pada Nopember 2003, dan sampai Agustus 2005 sebanyak 60 kapal lokal dan 8
kapal asing. 5 Lokasi Denpasar
1 Beberapa pengusaha yang diwawancarai menyatakan protes agak keras terhadap kebijakan penerapan VMS, mereka menolak Kebijakan VMS ini
karena khawatir akan dikenakan biaya, padahal selama ini mereka telah dikenakan biaya pungutan berupa PPP dan PHP.
2 Keberatan para pengusaha juga berkaitan dengan jenis alat tangkap yang mereka miliki, dimana sebagian besar jenis alat tangkapnya adalah Long
Line , yang menurut pandangan mereka merupakan alat tangkap yang
sangat selektif, sehingga tidak perlu diawasi karena tidak merusak sumberdaya dan lingkungan.
3 Sebagian pengusaha juga meminta jaminan kepastian kepada pemerintah untuk tidak dikenakan biaya selama mengikuti program VMS.
4 Mereka menyatakan secara terus terang akan menolak dan tidak mau mengikuti program ini jika pemerintah akhirnya membebankan biaya.
6 Lokasi Medan 1 Pada dasarnya setelah mendapat penjelasan dari Departemen Kelautan dan
Perikanan DKP bahwa pemasangan transmitter dan biaya airtime untuk selama 2 tahun gratis, maka pengusaha tertarik untuk mempertimbangkan
mengikuti program VMS ini.
70 2 Ketika ditanyakan tentang kemungkinan dikenakan biaya setelah 2 tahun,
mereka berpendapat agar pemerintah memberikan kepastian dan kejelasan berapa besar biaya yang harus ditanggung. Apabila terasa sangat
memberatkan pengusaha, maka mereka akan mempertimbangkan kembali dan cenderung menolak.
3 Oleh karena itu para pengusaha minta agar DKP segera memberikan kejelasan jumlah pungutan VMS yang akan dibebankan kepada
pengusaha, agar mereka dapat memutuskan untuk ikut program VMS atau tidak .
7 Lokasi Pekalongan 1 Para pengusaha akan lebih tertarik untuk ikut program VMS jika pihak
DKP sebagai pengelola sistem dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi para pengusaha dalam melakukan usaha penangkapan
ikan. 2 Pengusaha menilai bahwa penerapan kebijakan VMS terhadap kapal
mereka justru akan merugikan para pengusaha karena wilayah penangkapan mereka akan diketahui oleh orang lain.
3 Dan para pengusaha merasa keberatan, apabila penerapan VMS terhadap kapal mereka dikenakan pungutan atau biaya. Karena selama ini sudah
banyak biaya-biaya yang harus mereka bayar dalam usaha penangkapan ikan.
4 Jika pemerintah dapat menjamin tidak dikenakan biaya selama mengikuti program VMS maka mereka akan lebih tertarik untuk bersedia ikut
program VMS.
Setelah dilakukan sosialisasi dibeberapa daerah tersebut di atas, yaitu daerah-daerah yang dinilai tingkat kegiatan usaha penangkapan ikannya tinggi,
seperti Jakarta, Kendari, Bitung, Sorong, Denpasar, Medan dan Pekalongan, sampai pertengahan bulan Nopember 2003, baru terdapat 83 kapal penangkap
ikan yang dapat dipasang alat transmitter sebagai bukti kesediaan ikut dalam program VMS. Dan belum ada satupun kapal asing yang sudah berhasil diikutkan
71 dalam program VMS ini. Padahal kapal asing merupakan target utama penerapan
VMS di Indonesia. Oleh karena itu pemerintah secara terus menerus melanjutkan sosialisasi kebijakan VMS kepada pengusaha dan hasilnya untuk tahun 2004 dan
2005 akan dijelaskan pada bagian 4.6 tentang penerapan VMS di Indonesia. Hasil pengumpulan data untuk mengetahui tanggapan pengusaha atau
pemilik kapal melalui kuesioner yang mempertanyakan bagaimana tanggapan para peserta sosialisasi yang terdiri dari pengusaha dan pemilik kapal. Dan
hasilnya diperoleh informasi sebagai berikut : 1 89, atau sebanyak 25 orang menyatakan tetap menolak dan 7 atau
sebanyak 2 orang menyatakan berpura-pura menerima terhadap pertanyaan tentang reaksi pengusaha jika VMS diterapkan secara tegas. Gambar 11
menggambarkan persentase reaksi pengusaha terhadap penerapan kebijakan VMS.
89 7
4
Keterangan : Tetap menolak
Berpura-pura menerima Terpaksa mengikuti
Gambar 11 Grafik Reaksi Diterapkannya VMS.
2 84 dari pengusaha yang tidak setuju diterapkan VMS atau sebanyak 20 orang menyatakan bahwa penerapan VMS akan menambah beban biaya
dan merugikan pengusaha. Perbedaan alasan responden terhadap tidak setujunya diterapkan VMS sekaligus persentasenya dapat dilihat pada
Gambar 12.
84 8
8
Keterangan : Menambah
biaya dan
merugikan Tidak ada manfaat
Kerahasiaan data diketahui umum
Gambar 12 Grafik Alasan Tidak Setuju Diterapkannya VMS.
72 3 Terhadap pertanyaan tentang kemauan ikut VMS jika ada manfaatnya,
diketahui 57 16 orang menyatakan mau asal biaya ringan dan 32 9 orang menyatakan mau asal gratis dan tidak ada denda. Grafik alasan setuju
dan persyaratan diterapkannya VMS dapat dilihat pada Gambar 13.
Keterangan : Biaya tidak memberatkan
Gratis dan tidak didenda Mau membayar
Gambar 13 Grafik Alasan Kemauan Mengikuti Diterapkannya VMS. 4.4
Organisasi Pengelola Sistem VMS
Dalam menyelenggarakan sistem pemantauan kapal perikanan di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 Kepmen Nomor 29 tahun 2003, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan PSDKP bertindak sebagai Pengelola
Sistem. Untuk melaksanakan tugas sebagai Pengelola Sistem sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan
dan Perikanan didukung oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DJPT dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan BRKP. Adapun tugas dan kewenangan
masing-masing adalah sebagai berikut : 1 Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
sebagai pengelola sistem sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 Kepmen 29 tahun 2003 mempunyai tugas :
1 Menetapkan kebijakan teknis operasional,
2 Menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
penyelenggaraan sistem pemantauan kapal perikanan, 3
Mengadakan danatau memfasilitasi pengadaan transmitter dan perangkat pendukungnya,
4 Melaksanakan pengelolaan sistem pemantauan kegiatan kapal
perikanan,
57 32
11
73 5
Menetapkan standar pelaporan kegiatan pemantauan kapal perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
6 Melakukan penyeliaan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
sistem pemantauan kapal perikanan. 2 Penetapan kebijakan teknis operasional sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 di atas meliputi antara lain : 1
Penetapan Prosedur Operasi Standar Standard Operating Procedure, 2
Penetapan tatacara teknis pengoperasian transmitter, 3
Pengamanan teknis atas transmitter dan alat kelengkapan lain yang terkait, baik sebelum pemasangan, saat pemasanan, dan saat tertentu
setelah pemasangan, 4
Pengecekan fisik secara berkala terhadap kelayakan teknis dan fungsi transmitter
, 5
Pemantauan dan pengawasan pembangunan sistem serta persetujuan terhadap hasil pengujian akhir pemasangan sistem jaringan
pemantauan kapal perikanan. 3 Dalam rangka pemantauan kegiatan kapal perikanan sebagaimana dimaksud
dalam point 1 angka 4, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan menyelenggarakan kegiatan antara lain :
1 Penerimaan data, pengolahan data, dan distribusi data,
2 Pengelolaan website situs web sistem pemantauan kapal perikanan,
3 Pelaporan kegiatan pemantauan kapal perikanan,
4 Koordinasi hubungan teknis dan administratif dengan pihak-pihak
yang terkait dalam sistem pemantauan kapal perikanan sesuai dengan kewenangannya.
4 Dalam rangka mendukung penyelenggaraan sistem pemantauan kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 Kepmen 29 tahun
2003, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap mempunyai tugas : 1
Memberikan data tentang perusahaan perikanan dan kapal perikanan dalam rangka pelaksanaan program sistem pemantauan kapal
perikanan, serta menyiapkan kapal perikanan yang akan dipasang transmitter
,
74 2
Mencantumkan nomor identitas transmitter ke dalam dokumen perizinan usaha penangkapan ikan,
3 Menetapkan tahapan dan melaksanakan pemasangan transmitter,
4 Menyiapkan data perizinan usaha penangkapan ikan untuk
diintegrasikan dengan sistem pemantauan kapal perikanan, 5
Memberitahukan nomor identitas transmitter yang telah dipasang kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan sebagai Pengelola Sistem. 5 Dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemantauan kapal perikanan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 Kepemen 29 tahun 2003, Badan Riset Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas :
1 Menetapkan spesifikasi teknologi sistem pemantauan kapal perikanan,
termasuk sistem integrasi dan standar teknis sarana dan prasarana, 2
Menetapkan penyedia dan penyelenggara sistem komunikasi berbasis satelit satellite provider,
3 Memberikan pertimbangan kepada Direktorat Jenderal Pengawasan
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan mengenai aspek teknologi dalam rangka penyelenggaraan sistem pemantauan kapal perikanan,
4 Melakukan evaluasi aspek teknologi terhadap kinerja sistem
pemantauan kapal perikanan, 5
Melakukan pengembangan teknologi sistem pemantauan kapal perikanan.
Hasil wawancara dengan Direktur PMO VMS PSDKP diketahui bahwa bentuk organisasi pengelola VMS dirumuskan melalui beberapa kajian dan
diskusi. Bentuk Struktur Organisasi Pengelola Sistem VMS adalah sebagai berikut Gambar 14.
75
Gambar 14 Struktur Organisasi Pengelola VMS – DKP.
Struktur Organisasi Pengelola VMS seperti tampak pada Gambar 14 di atas dibagi ke dalam 2 bagian atau kelompok, yaitu bagian operator yang
melibatkan dua Direktorat Jenderal Dirjen Perikanan Tangkap dan Ditjen PSDKP dan satu lembaga riset yaitu BRKP. Kelompok yang lain adalah
kelompok organisasi pengelola yang dinamakan organisasi PMO VMS Project Management Office
– Vessel Monitoring System. PMO VMS dibantu oleh Tim Teknis VMS dan Direktur PSDI. Dibawah PMO VMS terdapat empat divisi yang
mendukung fungsi operasonalnya. Khusus untuk fungsi monitoring atau pemantauan kapal ikan PMO didukung oleh satu FMC Fishing Monitoring
Centre di DKP Jakarta dan dua RMC Regional Monitoring Centre di Ambon
dan Batam. Pada tanggal 31 Maret 2003 dengan Keputusan Pimpinan Bagian Proyek
Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengawasan Nomor KEP 389PSKP-
76 PSPIII2003 dibentuk struktur personil organisasi pengelola proyek VMS, yaitu
sebagai berikut :
PERSONIL PMO Ir. Takhwin Oesman, CES selaku Ketua PSDKP
Ir.Agusdin Subiantoro, MMA selaku Aspim.Bid.Administrasi dan Umum PSDKP Ir.Iwan G.Wardhana, MA selaku Aspim Bid.Perenc. Pengembangan PSDKP
Ir. Djoko Martoyo SM.,MM selaku Aspim Bid.Operasional PSDKP Anggota
Ir.Ida Kusuma W Ditjen P3K Supranawa Yusuf, SH.LLM Ro Kum
Drs. Aris Rustandi, BE PSDKP Jaja Jaelani, S.St.Pi PSDKP
Mufti Manurus, SE Biro Keuangan Ir. Badrudin DitjenTangkap
Ir. Suharta PSDKP Drs.Munir Abduh PSDKP
Taufiq Dwi Ferindra, BEBRKP Adi Budi Wicaksono, S.Pi PSDKP
Gambar 15 Struktur Personil Organisasi Pengelola VMS.
Sedangkan tim teknis VMS yang bertujuan mendukung organisasi PMO VMS dalam menjalankan fungsinya di bentuk berdasarkan Surat Keputusan
Dirjen PSDKP Nomor : 140BPSKPXI2002 tanggal 27 Nopember 2002. Adapun personil tim teknis dapat dilihat pada Gambar 16 berikut ini:
Ir. Samuel Hutabarat Dir. Sarpras selaku Ketua Ir. Heriyanto Marwoto, MS Dir. PSDI selaku Wakil
Ir.Wignyo Handoko Sesditjen PSDKP selaku Sekretaris
Anggota Narmoko P, SH.Ma Biro Hukum dan
Organisasi Ir.Ida Kusuma W Ditjen P3K
Ir. Saut P Hutagalung, Msc. Biro Perenc.dan KLN
Ir. Takhwin Oesman, CES Ditjen PSDKP Dr.Ir.Hartanta Tarigan BRKP
Drs. Aris Rustandi, BE Ditjen PSDKP Sumali, SH Biro Keuangan
Taufiq Dwi Ferindra, BE BRKP Dr.Ir.Purwanto, PhD DJPT
Ir.Agusdin Subiantoro, MMA Ditjen PSDKP Ir. Indro Buwono Ditjen PSDKP
Gambar 16 Personil Tim Teknis Pengelola VMS.
77 Dengan bentuk struktur organisasi pengelola VMS dan gambaran
struktur personil pengelola VMS seperti di atas, lembaga pengelola VMS PMOProject Management Office banyak mengalami berbagai kendala dalam
menjalankan tugas tugas dan fungsinya. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu antara lain :
1 Lembaga Pengelola VMS dalam bentuk PMO VMS yang sangat bersifat operasional tidak sesuai dengan semangat dan kemauan Pemerintah
termasuk DKP dalam hal mengemban tugas pemerintah sebagai Regulator, Fasilitator dan Akselerator.
2 Pejabat pejabat atau personil yang menjadi pimpinan atau anggota organisasi pengelola VMS PMO VMS seluruhnya masih mengemban
tugas fungsional di unitnya masing masing, sehingga terjadi tumpang tindih antara tugas dan fungsi pengembangan VMS dengan tugas dan fungsi di
Unitnya masing-masing. Hal ini mengakibatkan opersional VMS tidak dapat berjalan secara optimal.
3 Oleh karena terdapat beberapa personil organisasi Pengelola VMS PMO VMS dan Tim Teknis VMS yang berasal dari luar PSDKP dan pangkat
eselonnya lebih tinggi, maka kerjasama dan koordinasi dalam menjalankan penerapan VMS terasa lamban dan kadang sulit dilakukan. Bahkan
kedudukan PMO VMS yang berada dibawah pejabat eselon satu telah membuat organisasi PMO sulit melakukan koordinasi dengan kelompok
organisasi operator yang terdiri dari 2 Ditjen DJPT dan PSDKP dan satu lembaga Riset BRKP.
4 Keputusan keputusan penting yang harus dirumuskan dan dibahas dalam menunjang Implementasi VMS juga menjadi terhambat, dan hal ini sangat
mempengaruhi efektivitas penerapan VMS di Indonesia.