Disini terlihat bahwa keberadaan kaum Sikh masih memegang nilai dan norma yang telah ada, sehingga mereka tetap mewajibkan warga Sikh untuk
hanya menikah dengan sesama warga Sikh saja, dan apabila ada warga Sikh yang menikah dengan seseorang dari agama lain maka biasanya mereka akan menjadi
omongan dalam masyarakat Sikh, dan terkadang juga dikucilkan dari lingkungan keluarga dan kerabat mereka yang beragama Sikh. Hasil penelitian ini sama
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulkifli B.Lubis mengenai Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Medan, bahwa masyarakat
Punjabi yang merupakan Sikh mengatakan institusi kedua yang menjadi unsur penentu bagi keutuhan kebudayaan Punjabi dan agama Sikh adalah sistem
kekerabatan yang demikian ketat menjaga agar perkawinan hanya terjadi di kalangan orang Punjabi yang beragama Sikh. Dalam hal ini tradisi endogami suku
dan agama masih ketat diberlakukan. Selain itu juga terdapat peranan dari orangtua dalam mencarikan jodoh bagi anaknya. Selain itu, tradisi perkawinan
yang bersifat endogami dianggap cukup efektif dalam mempertahankan budaya agar pernikahan tidak dilakukan dengan pasangan dari suku maupun agama lain.
Hal ini sesuai dengan hasil kesimpulan peneliti yang menyebutkan bahwa masyarakat Sikh tidak menyetujui jika ada anggota keluarga mereka yang
menikah dengan suku lain ataupun dengan agama lain.
5.3.3 Status Sosial Seseorang bagi Warga Sikh Lainnya
Dalam kehidupan bermasyarakat, pasti kita temui ada orang yang hidup dalam kemewahan dan harta yang melimpah, ada orang yang hidup sederhana dan
pas-pasan, namun ada juga yang walaupun telah bekerja keras, namun tetap hidup dalam kekurangan. Warga Sikh yang tinggal di kota Medan, dapat kita temui
Universitas Sumatera Utara
kesemuanya hidup dalam tingkatan ekonomi menengah maupun menengah ke atas. Hal ini terbukti dengan sistem mata pencaharian para warga Sikh yang
banyak membuka usaha toko sport, kursus bahasa Inggris, serta pemilik peternakan sapi dan penjual susu sapi.
Penelitian akan sistem mata pencaharian ini sudah pernah dilakukan oleh antropolog Zulkifli B. Lubis yang mengatakan bahwa pekerjaan yang ditekuni
oleh orang Punjabi yang beragama Sikh ini berada di seputar triple S, yaitu susu, sport, dan sekolah pendidikan. Pada masa sekarang dapat dikatakan warga Sikh
yang menguasai bisnis tersebut, walaupun juga banyak warga Sikh yang menggeluti profesi lain seperti dosen, dokter, manajer, akuntan, dan lain
sebagainya. Zulkifli.2005:146. Selain itu, tingkatan pendidikan para warga Sikh juga tergolong lumayan
baik. Berdasarkan data penelitian yang dilakukan bahwa tingkatan pendidikan masyarakat Sikh hampir semuanya memang tamat SMA. Selain tamat SMA, para
warga Sikh terutama di kota Medan, banyak yang menempuh pendidikan hingga jenjang S1 dan S2. Hal ini sesuai dengan penuturan Pak Sukdev yang mengatakan
anak pertamanya telah menyelesaikan studi S2 bidang hukum dan anak keduanya sedang menyelesaikan pendidikan S2 nya di Australia. Perbedaan tingkatan
ekonomi dan pendidikan ini terkadang mengakibatkan persaingan ke arah kemajuan. Menurut warga Sikh, mereka tidak terganggu dengan kekayaan
ataupun status ekonomi yang dimiliki oleh orang lain. “Mau ngapain terganggu, orang kan yang punya kekayaan,
kenapa harus saya yang terganggu. Orang Sikh tidak pernah iri dengan kekayaan orang.” Resham.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, Pak Pritam berpendapat bahwa : “Tidak ada, orang yang kaya ya itu urusan dia. Itu
memotivasi kita untuk menjadi seperti mereka. Tapi apa yang Tuhan kasi ya bersyukur, ngapain iri.” Pritam
Hal ini juga dikemukakan oleh salah seorang warga Sikh yang tinggal di kelurahan Sunggal dimana ia mengatakan tidak merasa terganggu ketika ada
warga Sikh baik dari marga dan golongan yang berbeda yang memiliki status ekonomi lebih tinggi dibanding ia sendiri. Berikut hasil wawancaranya.
“Tidak terganggu, malah jadi dorongan untuk bekerja lebih keras. Inilah persaingan sehat. Dengan kekeluargaan juga
gitu, misalnya, adek saya liat anak saya kuliah jadi dia pun anaknya mau dikuliahkan.” Sukdev
Begitu juga dengan penuturan beberapa informan lainnya : “Saya kira tidak terganggu, karena itu adalah masing-
masing punya rezeki, jadi sama sekali tidak pernah merasa keberatan.” Sukhminder
Begitu juga dengan penuturan Pak Gurnam yang mengatakan : “Saya tidak pernah merasa terganggu dengan apa yang
dimiliki oleh orang lain, karena rezeki memang sudah diatur bagi semua manusia, tinggal kita yang berusaha.” Gurnam
Hal senada diungkapkan oleh Pak Jasbir dengan tambahan pendapatnya yang mengatakan bahwa :
“Nggak, malah menurut aku bagus, masing-masing orang, masing-masing punya rezeki. Kalau semua orang kaya ya
gak bakalan ada yang mau jadi tukang sapu kan.” Jasbir
Universitas Sumatera Utara
Di sisi lain, Pak Ajmer mengatakan segala sesuatu yang dimiliki oleh orang lain itu merupakan urusannya.
“Ya itu kan gak urusan kita, dia punya apa ya urusan dia.” Ajmer
Walaupun warga Sikh mengatakan mereka tidak merasa terganggu dengan status sosial ekonomi seseorang, namun ada penuturan dari seorang tokoh agama
yang merasa terganggu. “Terganggu, apalagi kalau dia buat pesta meriah, merasa
terganggu, karena sering ada masalah ketika mereka membuat pesta meriah, pasti ada orang kurang mampu yang berpikiran
ingin seperti mereka. seharusnya walaupun mereka kaya, buatlah pesta dengan seadanya.” Dalip
Berdasarkan penuturan dari warga Sikh, mereka tidak merasa terganggu apabila ada warga Sikh lain yang memiliki status ekonomi yang lebih tinggi dari
mereka, bahkan dengan adanya warga Sikh yang tergolong memiliki ekonomi diatas rata-rata, menjadikan peluang untuk memotivasi mereka agar mereka mau
bekerja lebih giat lagi agar bisa sama dengan mereka. Dan dalam hal ini mereka tetap melakukan persaingan secara sehat.
5.4 Interaksi Sosial Dalam Komunitas Sikh 5.4.1 Tingkat Solidaritas Warga Sikh