Kelas Sosial Dan Interaksi Sosial Pada Komunitas Agama Sikh Di Medan

(1)

KELAS SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL PADA

KOMUNITAS AGAMA SIKH DI MEDAN

Skripsi D

I S U S U N OLEH :

SEMANPREET KAUR

080901021

Guna memenuhi syarat

untuk mendapatkan gelar sarjana S-1 Bidang ilmu Sosiologi

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : SEMANPREET KAUR

NIM : 080901021 Departemen : Sosiologi

Judul :KELAS SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL PADA KOMUNITAS AGAMA SIKH DI MEDAN

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Dra. Lina Sudarwati, M.Si) (Dra. Lina Sudarwati, M.Si)

NIP. 196603181989032001 NIP. 196603181989032001

Dekan

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji skripsi Departemen Sosiologi pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 25 Januari 2012 Pukul : 11.30 WIB

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

TIM PENGUJI

Ketua : Prof. Dr. Badaruddin, M.Si (...) (NIP: 196805251992031002)

Penguji I : Dra.Lina Sudarwati M.Si (...) (NIP: 196603181989032001)

Penguji II : Prof.Dr.Rizabuana, Ph.d (...)


(4)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan sebuah karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul : KELAS SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL PADA KOMUNITAS AGAMA SIKH DI MEDAN.

Dengan penuh ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua yang telah membesarkan dan menyekolahkanku hingga saat ini. Buat Daddy, terima kasih banyak karena udah amat banyak membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini, dan udah rela ngantarin aku kapanpun dan kemana pun aku pergi tanpa mengenal lelah. Terima kasih juga buat Mommy yang setiap saat selalu ngedukung agar kuliahku cepat selesai, dan selalu memberikan nasihat yang amat berguna bagiku. Terima kasih atas doa dan kasih sayang yang kalian berikan dari dahulu sampai saat ini. Terima kasih juga kepada abangku Buffy, kakakku Preety yang selalu mendoakanku, dan adikku Prince yang selalu membantuku ketika sedang membutuhkan bantuan. Terima kasih juga buat sepupuku Sweety dan Erwin yang udah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kalian selalu diberikan kesehatan.


(5)

2. Bapak Dekan FISIP USU Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, serta seluruh staf dan jajarannya.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU dan sebagai dosen pembibing skripsi ini. Terima kasih buat arahan dan bimbingan yang telah ibu berikan selama ini, dan terima kasih atas kesabaran ibu yang telah sabar membimbing ke arah yang lebih baik. Semoga ilmu yang selama ini ibu berikan dapat bermanfaat bagi penulis. 4. Bapak Drs. T. Ilham Saladin selaku Sekretaris Departemen Sosiologi

Fisip USU, serta Kak Fenny dan Kak Ayu di Departemen Sosiologi yang sudah banyak membantu dan memberikan dukungan. Terima kasih juga buat Kak Betti yang sudah banyak membantu dan mempermudah proses selama penulis menjalankan kuliah di FISIP.

5. Terima kasih kepada para dosen Sosiologi yakni Pak Rizabuana, Pak Junjungan, Pak Sismudjito, Ibu Rosmiani, Ibu Ria Manurung, Ibu Linda, Pak Henry Sitorus, Bu Marhaeni, Pak Muba, Ibu Harmona Daulay, Pak Nouman, Pak Hamdani, Bang Jonny Marbun, dan Bang Jordan. Terima kasih atas ilmu dan bimbingan yang selama ini diberikan.

6. Seluruh Ibu/ Bapak dosen, staf pengajar dan pegawai Departemen Sosiologi FISIP USU dan yang pernah menjadi dosen pengasuh mata kuliah yang diajarkan.

7. Terima kasih juga kuucapkan buat sahabat-sahabatku “Wafer” yakni Echa, Esteria dan Rifka (cepat nyusul sidang ya), serta Sharah yang selalu menyemangatiku dalam mengerjakan skripsi. Terima kasih juga buat kedua sahabatku dari “Trio Kwek Kwek” yaitu Kanwel dan Harwin yang


(6)

terkadang jahil tetapi selalu mau membantuku. Semoga kalian juga cepat lulus dan semoga persahabatan kita bertahan selamanya.

8. Terima kasih juga kepada kakak dan abang-abang senior angkatan 2005, 2006, dan 2007. Terima kasih juga kuucapkan kepada teman-teman angkatan 2008 yang telah bersama-sama menjalani masa kuliah dari awal hingga saat ini yakni Esty, Mitha, Kharisma, Burhan ( terima kasih buat motivasi dan semangat yang diberikan), Dicky (makasih buat bantuanmu selama ini), Rina, Elfi, Dani, Imay, Anggre, Jhon, Lucie, Fikar, Putra, Nanda, Grace, Wistin, Silvia, Salmen, Iyuth, dan semua teman-teman sosiologi angkatan 2008. Semoga kalian semua cepat slesai skripsiannya. 9. Buat elemen-elemen kampus yang telah membantu menjaga keamanan

serta kebersihan yaitu Buat Ibu dan Bapak yang pagi-pagi sekali sudah membersihkan halaman kampus ini, buat kedua Pak satpam yang baik hati, buat nenek yang selalu ramah dan tidak kenal lelah dalam membersihkan ruangan mahasiswa yang bahkan pulang sampai larut malam, namun tidak pernah marah ataupun kesal dengan ulah mahasiswa yang terkadang mengotori ruang kelas.

Walaupun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan oleh penulis agar dapat menyempurnakan skripsi ini dikemudian hari.

Medan, Januari 2012 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitan ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Definisi Konsep ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Interaksi Sosial... 11

2.2 Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial ... 12

2.2.1 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial... 13

2.2.1.1 Proses Asosiatif ... 13

2.2.1.2 Proses Disasosiatif ... 17

2.3 Sistem Kasta dan Pelapisan Sosial ... 20

2.4 Stratifikasi Sosial ... 22

2.5 Nilai Kesetaraan Dalam Agama Sikh dan Implementasinya ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi Penelitian ... 34

3.3 Unit analisis dan Informan ... 34

3.3.1 Unit Analisis ... 34

3.3.2 Informan ... 35

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.5 Interpretasi Data ... 36

3.6 Jadwal Kegiatan ... 37

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 37

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH DAN PROFIL INFORMAN ... 38

4.1 Deskripsi Wilayah ... 38

4.2 Kelurahan Sunggal ... 38

4.2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 39

4.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

4.2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 40

4.2.4 Tingkat Pendidikan ... 40

4.2.5 Sarana dan Prasarana... 41

a. Sarana Pendidikan ... 41

b. Sarana Peribadatan ... 42


(8)

4.3 Kelurahan Sari Rejo ... 43

4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 43

4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

4.3.3 Sarana dan Prasarana... 44

a. Sarana Pendidikan ... 44

b. Sarana Peribadatan ... 44

c. Sarana Kesehatan ... 45

d. Sarana Olahraga ... 45

4.4 Yayasan Shree Guru Arjun Dev Ji ... 46

4.5 Profil Informan ... 47

4.5.1 Informan pertama (Warga Kelurahan Sunggal) ... 47

4.5.2 Informan kedua (Dewan pembina Yayasan Shree Guru Arjun Dev Ji) ... 49

4.5.3 Informan ketiga (Warga Kelurahan Sari Rejo sekaligus dewan pembina ... 51

4.5.4 Informan keempat (Ketua Yayasan Gurdwara Shree Guru Arjun Dev Ji, Tokoh Agama) ... 53

4.5.5 Informan kelima (Warga Kelurahan Sari Rejo)... 54

4.5.6 Informan Keenam (Tokoh masyarakat Sikh) ... 56

4.5.7 Informan Ketujuh (Tokoh Agama dan Warga Kelurahan Sari Rejo) ... 58

4.5.8 Informan kedelapan (Tokoh Agama) ... 59

4.5.9 Informan Kesembilan (Warga Kelurahan Sunggal) ... 61

4.5.10 Informan Kesepuluh (Warga Kelurahan Sunggal) ... 62

4.5.11 Informan Kesebelas (Warga Kelurahan Sunggal) ... 64

4.5.12 Informan Kedua Belas (Warga Kelurahan Sari Rejo) ... 65

4.5.13 Informan Ketiga Belas (Warga Kelurahan Sunggal) ... 67

BAB V TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA ... 68

5.1 Penganut Agama Sikh di Kota Medan ... 68

5.2 Keberadaan Marga Dalam Komunitas Sikh ... 78

5.2.1 Pengetahuan Akan Sistem Marga dalam Agama Sikh ... 78

5.2.1.1 Perbedaan Akan Marga merupakan Hasil dari Budaya ...78

5.2.1.2 Perbedaan Golongan Marga Berdasarkan Wilayah . 79 5.2.2 Pandangan Terhadap Marga yang Dimiliki Dibandingkan dengan Marga Lainnya ... 81

5.2.3 Sebab Akibat dengan Adanya Sistem Marga Ini ... 84

5.3 Kelas Sosial Dalam Agama Sikh ... 87

5.3.1 Pendapat Akan Pernikahan Dengan Golongan dari Marga Lain ataupun Dari Agama Lain ... 87


(9)

5.3.2 Tanggapan Masyarakat Jika ada Warga Sikh yang Menikah

dengan Agama Lain ... 92

5.3.3 Status Sosial Seseorang bagi Warga Sikh Lainnya... 95

5.4 Interaksi Sosial Dalam Komunitas Sikh... 98

5.4.1Tingkat Solidaritas Warga Sikh ... 98

5.4.2 Bentuk Solidaritas Sosial Umat Sikh ... 101

5.4.2.1 Mau Membantu Warga Sikh yang Kesusahan... 101

5.4.2.1.1 Dasar Agama Sikh untuk Saling Membantu 101 5.4.2.1.2Menolong Berdasarkan Kemampuan ... 103

5.4.3 Menjenguk dan Membantu Warga Sikh yang Sakit ... 105

5.4.4 Kehadiran Pada Acara yang Diadakan Oleh Warga Sikh .... 107

5.4.4.1 Kehadiran Pada Acara yang Diadakan oleh Warga Sikh Dari Marga dan Kelas yang Berbeda ... 107

5.4.4.2 Kehadiran Masyarakat Sikh Pada Acara yang Dilakukan Oleh Warga Sikh yang Kurang Mampu ... 110

5.4.5 Bentuk Kerjasama Warga Sikh ... 112

5.4.6 Bentuk Persaingan Sesama Umat Sikh ... 114

5.4.7Konflik Dalam Sesama Warga Sikh ... 116

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 119

6.2 Saran ... 120 DAFTAR PUSTAKA


(10)

ABSTRAK

Penelitian ini lahir dari pemikiran adanya perbedaan marga dan kelas sosial dalam agama Sikh, sehingga penulis ingin melihat bagaimana perbedaan marga dan kelas sosial, serta interaksi sosial pada komunitas agama Sikh di Medan. Marga yang terdapat dalam agama Sikh berjumlah sekitar 3000 marga yang tergolong sesuai penggolongannya masing-masing. Marga dari para warga Sikh yang terdapat di kota Medan yaitu sebanyak 18 marga yang tersebar di berbagai wilayah di kota Medan yaitu marga : Aulakh, Bajwa, Baath, Bhullar, Brar, Buttar, Chahal, Chima, Deol, Dhaliwal, Dhillon, Ghuman, Gill, Kahlon, Randhawa, Sandhu, Sidhu serta Virk. Dan marga terbanyak yang mendominasi adalah marga Dhillon, diikuti Sandhu, serta Randhawa dan Gill. Kesemua marga ini memiliki sistem mata pecaharian yang relatif sama yaitu pemilik toko sport, guru privat bahasa Inggris, dan penjual susu sapi. Para warga Sikh ini saling mengenal satu sama lain dan berinteraksi secara intens di rumah ibadah (gurdwara).

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah agar lebih dapat memahami masalah yang akan diteliti sehingga dapat memberikan gambaran serta penjelasan yang tepat terhadap masalah yang akan diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat memahami dan menganalisis perbedaan marga, kelas sosial, serta interaksi sosial pada warga beragama Sikh. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan dari studi kepustakaan yang menunjang penelitian ini. Lokasi penelitian berada di kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia, dan Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal dengan informan yang memiliki kriteria sebagai warga Sikh yang tinggal di Kelurahan Sunggal dan Kelurahan Sari Rejo selama kurang lebnih 5 tahun, tokoh agama dan tokoh masyarakat Sikh, serta pengurus Yayasan Shree Guru Arjun Dev JI yang terletak di Kelurahan Sari Rejo. Intepretasi data dilakukan dengan mengumpulkan semua data di lapangan dan ditulis di temuan data.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat endogami suku yang masih ditekankan dalam kehidupan warga Sikh di Medan, dan adanya interaksi yang berjalan dengan baik yang ditemui dengan adanya bentuk kerjasama dalam berbagai bidang seperti ekonomi, kegiatan keagamaan, tolong menolong membantu dan menjenguk warga Sikh yang kurang sehat, serta kehadiran para warga Sikh di acara yang dilakukan oleh warga Sikh lainnya.


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini lahir dari pemikiran adanya perbedaan marga dan kelas sosial dalam agama Sikh, sehingga penulis ingin melihat bagaimana perbedaan marga dan kelas sosial, serta interaksi sosial pada komunitas agama Sikh di Medan. Marga yang terdapat dalam agama Sikh berjumlah sekitar 3000 marga yang tergolong sesuai penggolongannya masing-masing. Marga dari para warga Sikh yang terdapat di kota Medan yaitu sebanyak 18 marga yang tersebar di berbagai wilayah di kota Medan yaitu marga : Aulakh, Bajwa, Baath, Bhullar, Brar, Buttar, Chahal, Chima, Deol, Dhaliwal, Dhillon, Ghuman, Gill, Kahlon, Randhawa, Sandhu, Sidhu serta Virk. Dan marga terbanyak yang mendominasi adalah marga Dhillon, diikuti Sandhu, serta Randhawa dan Gill. Kesemua marga ini memiliki sistem mata pecaharian yang relatif sama yaitu pemilik toko sport, guru privat bahasa Inggris, dan penjual susu sapi. Para warga Sikh ini saling mengenal satu sama lain dan berinteraksi secara intens di rumah ibadah (gurdwara).

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah agar lebih dapat memahami masalah yang akan diteliti sehingga dapat memberikan gambaran serta penjelasan yang tepat terhadap masalah yang akan diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat memahami dan menganalisis perbedaan marga, kelas sosial, serta interaksi sosial pada warga beragama Sikh. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan dari studi kepustakaan yang menunjang penelitian ini. Lokasi penelitian berada di kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia, dan Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal dengan informan yang memiliki kriteria sebagai warga Sikh yang tinggal di Kelurahan Sunggal dan Kelurahan Sari Rejo selama kurang lebnih 5 tahun, tokoh agama dan tokoh masyarakat Sikh, serta pengurus Yayasan Shree Guru Arjun Dev JI yang terletak di Kelurahan Sari Rejo. Intepretasi data dilakukan dengan mengumpulkan semua data di lapangan dan ditulis di temuan data.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat endogami suku yang masih ditekankan dalam kehidupan warga Sikh di Medan, dan adanya interaksi yang berjalan dengan baik yang ditemui dengan adanya bentuk kerjasama dalam berbagai bidang seperti ekonomi, kegiatan keagamaan, tolong menolong membantu dan menjenguk warga Sikh yang kurang sehat, serta kehadiran para warga Sikh di acara yang dilakukan oleh warga Sikh lainnya.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penduduk Indonesia terdiri dari masyarakat yang memiliki agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Saat ini, pemerintah Indonesia mengakui adanya enam agama, dan sisanya dianggap sebagai aliran kepercayaan. Agama-agama yang diakui adalah Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Buddha serta KongHucu, sedangkan agama-agama lain seperti Zoroaster, Yahudi, Tao dan berbagai kepercayaan lokal yang hidup, termasuk dalam hal ini Sikh, yang masih dianggap sebagai bagian dari agama Hindu.

Ben Rahal, seorang penganut Sikh dan juga pendiri dari beberapa rumah ibadah Sikh mengatakan, bahwa agama Sikh sebenarnya bukanlah merupakan aliran kepercayaan dan bukanlah Hindu, melainkan merupakan sebuah agama yang masih tergolong muda di dunia, namun sudah memiliki pengikut yang cukup besar, termasuk agama terbesar ke-5 yang ada di dunia dengan jumlah pengikut sebanyak 20 juta jiwa yang tersebar di seluruh dunia diakses 20/06/2011 pukul 20.56).

Tommy Santokh Singh yang merupakan seorang pemerhati kebebasan beragama dari kelompok Sikh mengatakan bahwa jumlah penganut agama Sikh


(13)

yang ada di Indonesia kurang lebih mencapai 1 juta orang dengan penganut terbanyak berada di Sumatera Utara. Namun, menurut Tommy, mungkin saja jumlah penganut agama Sikh lebih dari 1 juta orang. Hal ini tidak dapat diketahui secara pasti karena agama Sikh masih belum diakui sebagai agama resmi sehingga dalam penulisan KTP, masyarakat Sikh masih dianggap sebagai Hindu (Komunitasrelijius.multiply.com diakses 20/06/2011 pukul 20.03). Namun, menurut Master Tjung Teck yang menulis tentang agama Sikh mengatakan bahwa umat Sikh mencapai 80.000 jiwa di Indonesia, kebanyakan di Medan, Jakarta, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Binjai, Palembang. Jumlah terbesar dari pengikut Sikh yang ada di Indonesia berada di Sumatera Utara dengan jumlah sekitar 10.000 jiwa. Hal ini dapat ditandai dengan adanya 7 rumah ibadah umat Sikh yang tersebar di Sumatera Utara, antara lain di Pematang Siantar, Binjai, Tebing Tinggi, dan 4 lainnya terdapat di Medan, yang masing-masing berada di Kecamatan Medan Barat Kelurahan Petisah Tengah, serta di Kecamatan Medan Polonia terdapat 3 rumah ibadah yang terletak di dua kelurahan, yaitu 2 buah di Kelurahan Polonia dan 1 buah di Kelurahan Sari Rejo.

Masyarakat Sikh ini memiliki rumah ibadah yang disebut dengan “Gurdwara”. Dan kitab suci yang dipedomani oleh masyarakat Sikh disebut “Guru Granth Sahib”. Masyarakat Sikh biasanya melakukan ibadah di gurdwara pada hari minggu. Di gurdwara inilah yang menjadi tempat perkumpulan bagi seluruh masyarakat Sikh dari berbagai marga dan dari berbagai daerah. Di tempat ini juga terjalin komunikasi dan interaksi antar sesama pemeluk agama Sikh.

Menurut Pritam Singh yang merupakan tokoh agama dari masyarakat Sikh di Medan, bahwa asal-usul orang Sikh di Sumatera Utara dapat ditelusuri ke


(14)

kawasan Punjab, yaitu Amritsar ataupun Jullundur, India Utara. Orang Punjabi yang beragama Hindu Sikh telah hadir di Sumatera Utara sejak abad 18 melalui Aceh (Sabang). Kebanyakan mereka datang dengan tujuan berdagang dan selanjutnya menetap dan menyebar ke berbagai tempat di Sumatera Utara. (sumutpos.com/14/08/2009 diakses pada 20/06/2011 pukul 20.45)

Masyarakat Sikh di kota Medan dan sekitarnya sering dipanggil dengan sebutan “Benggali”, padahal masyarakat Sikh sebenarnya bukan bersuku Benggali, melainkan bersuku Punjabi. Masyarakat Sikh ini berasal dari bagian utara India yaitu Punjab, oleh karena itu disebut sebagai orang Punjabi, sedangkan orang-orang Benggali merupakan orang-orang yang berasal dari bagian tengah India. Orang Benggali ini memiliki kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat Punjabi, baik dari gaya bahasa maupun berpakaian.

Biasanya orang Sikh ini dicirikan dengan laki-laki yang memakai sorban, dan wanita yang selalu berambut panjang. Bahasa yang sehari-hari digunakan oleh pemeluk agama Sikh adalah bahasa Punjabi. Dan jika dilihat dari identitas namanya, maka setiap laki-laki akan memakai kata “Singh” disetiap akhir namanya, sedangkan para wanita akan memakai nama “Kaur” di belakang namanya. Kata Singh ini berarti singa jantan, sedangkan arti Kaur adalah singa betina. Hal ini dimaksudkan karena sebagai seorang Sikh haruslah pemberani baik itu laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi karena ketidaktahuan anggota masyarakat akan arti nama belakang Singh dan Kaur ini, maka banyak masyarakat yang menganggap bahwa itu merupakan marga dari masyarakat Sikh.


(15)

Tanda pengenal lain yang dapat menandakan kaum Sikh adalah adanya pemakaian “Karra” yaitu semacam gelang yang selalu dipakai di pergelangan tangan kanan, dan merupakan salah satu simbol dalam agama Sikh yang dicetuskan oleh Guru Gobind Singh sebagai guru atau nabi terakhir. Gelang ini masih menjadi simbol utama bagi semua masyarakat Sikh di seluruh dunia, termasuk di Sumatera Utara, masyarakat Sikh juga menggunakan gelang ini dalam kehidupan sehari-hari.

Landasan berdirinya agama ini didasari akan adanya anggapan Guru Nanak yang tidak mempercayai konsep Hindu yang mengakui berbagai macam dewa, dan bahkan menyembah mereka. Guru Nanak juga sebagai nabi yang mencoba menghapuskan segala macam sistem kasta yang terdapat dalam masyarakat Hindu dengan harapan agar dapat mempersatukan berbagai macam masyarakat ke dalam satu kelas. Walaupun agama Sikh mengatakan sistem kasta tidak ada namun pengaruh dari agama Hindu itu masih ada, terbukti dengan realitas komunitas Sikh yang dimasukkan ke dalam kategori kasta Kesatria yaitu kasta kaum pejuang. Para kaum kesatria ini memiliki jenis mata pencaharian yang relatif sama, yaitu peternak sapi, penjual alat-alat sports dan sebagai guru les private bahasa inggris. Ketiga mata pencaharian ini merupakan mata pencaharian utama bagi masyarakat Sikh di Sumatera Utara.

Walaupun agama Sikh tidak mengenal sistem kasta, tapi agama ini mengenal golongan kelas berdasarkan marga yang dibawa sejak lahir. Ada sekitar 3.000 marga dari masyarakat Sikh, dimana 42 diantaranya dianggap sebagai marga yang berada pada golongan paling tinggi yang disebut dengan “Jatt”. Marga-marga yang termasuk golongan tinggi tersebut adalah Atwal, Aulakh,


(16)

Bains, Bajwa, Bal, Baath, Bhullar, Brar, Buttar, Chahal, Chima, Chung, Deol, Dhaliwal, Dhillon, Dhindsa, Garewal, Ghuman, Gill, Goraya, Her, Hinjra, Hundal, Kahlon, Kang, Khaira, Khosa, Mahal, Malhi, Man, Mangat, Pannu, Randhawa, Sohi, Sahota, Sandhu, Sara, Sekhon, Sidhu, Sohal, Varaich, Virk (The Illustrated Weekly of India.1973:11).

Dari 42 marga yang ada dalam golongan Jatt, marga yang terdapat pada masyarakat Sikh di Sumatera Utara ada 18 marga yaitu Aulakh, Bajwa, Baath, Bhullar, Brar, Buttar, Chahal, Chima, Deol, Dhaliwal, Dhillon, Ghuman, Gill, Kahlon, Randhawa, Sandhu, Sidhu serta Virk. Dan marga terbanyak yang mendominasi adalah marga Dhillon, diikuti Sandhu, serta Randhawa dan Gill.

Berdasarkan interaksinya, terlihat kehidupan masyarakat Sikh di kota Medan yang bermacam-macam. Ada pembauran yang terjadi atas berbagai macam marga, dan pada hal-hal tertentu, mereka mau untuk bekerja sama, namun di sisi lain, juga seolah-olah terdapat jarak antar warga Sikh yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan interaksi juga terlihat dari kelas sosial serta marga dari masing-masing individu. Masyarakat dari golongan kelas menengah ke atas cenderung bergaul dan menghadiri acara dari orang kelas atas. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengangkat judul “Kelas Sosial dan Interaksi Sosial Pada Komunitas Agama Sikh di Medan”.

1.2Perumusan Masalah

Rumusan masalah adalah penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu menarik, penting, dan perlu untuk diteliti. Rumusan masalah biasanya berisi pertanyaaan-pertanyaan yang perlu dijawab dan


(17)

untuk mencari jalan pemecahannya. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka peneliti mencoba menarik suatu permasalahan yang lebih mengarah pada fokus penelitian yang akan dilakukan. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana perbedaan marga dan kelas sosial, serta interaksi sosial pada komunitas agama Sikh ?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari permasalahan di atas adalah :

Untuk dapat memahami dan menganalisis perbedaan marga, kelas sosial, serta interaksi sosial pada warga beragama Sikh.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat menambah wawasan ilmiah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi maupun masyarakat pada umumnya, serta dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang ilmu sosiologi agama.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan agar penulis lebih dapat meningkatkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah tentang kelas sosial pada komunitas agama Sikh serta hasilnya dapat dijadikan sebagai acuan dalam memahami sistem marga yang ada pada agama Sikh beserta interaksinya sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya, dan masyarakat Sikh pada khususnya.


(18)

1.5 Definisi Konsep

1. Komunitas Sikh merupakan kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat yang didasarkan atas keyakinan yang sama serta bertempat tinggal di dalam suatu wilayah kediaman tertentu yang dalam hal ini merupakan warga Sikh yang tinggal di Kecamatan Medan Sunggal Kelurahan Sunggal dan Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo.

2. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Gillin dan Gillin dalam Soekanto.1982:55).

Dalam hubungan ini, setiap individu yang saling bertemu, bertatap muka, berjabat tangan, berbicara, dan bahkan berkelahi, dapat dikategorikan ke dalam interaksi sosial. Dalam hal ini komunitas Sikh sering melakukan interaksi walau hanya berpapasan, yaitu dengan cara berjabat tangan antar lelaki, dan biasanya kaum Sikh selalu mengucapkan kata “Satshriakal” sambil menyatukan kedua tapak tangannya apabila berpapasan dengan sesama kaum Sikh.

3. Agama Sikh merupakan agama yang lahir karena protes yang dilakukan Guru Nanak sebagai pendiri Sikh yang melarang akan adanya sistem kasta dan menganggap hanya ada satu Tuhan.

4. Marga pada komunitas Sikh adalah kelompok kekerabatan yang bersifat eksogami, dimana adanya pelarangan menikah terhadap


(19)

individu yang semarga. Marga dalam komunitas Sikh ini terbagi atas beberapa golongan yaitu : Jatt, Ramgharia, Tarkhan, Nai, Mere, serta Mejhbi.

5. Kasta adalah golongan masyarakat dalam agama Hindu yang terdiri dari kasta Brahmana (kaum pendeta), Ksatria (kaum bangsawan dan tentara), Waisya (kaum pedagang), serta Sudra (rakyat jelata) dan golongan diluar kasta yaitu Paria yaitu orang-orang yang dianggap hina.

6. Norma adalah standar tingkah laku yang terdapat dalam suatu masyarakat. Norma secara sosiologis terdiri dari cara berbuat, kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang, tata kelakuan, serta adat istiadat.

7. Nilai adalah sesuatu yang abstrak yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku.

8. Stereotipe adalah erat kaitannya dengan prasangka. Stereotipe merupakan citra yang kaku mengenai suatu kelompok ras ataupun budaya yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran citra tersebut. Stereotipe ini dapat bersifat positif maupun negatif.

9. Etnosentrisme adala

masyarakat dan kebudayaan sendiri, yang biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain.

10.Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hirarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota


(20)

kelas secara relatif mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Kategori kelas sosial biasanya disusun dari kelas yang paling tinggi ke kelas yang paling rendah. Dengan demikian para anggota kelas tertentu merasa para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih rendah daripada mereka.

11.Solidaritas dapat diartikan kesatuan kepentingan, simpati, dll, sebagai salah satu anggota dari kelas yang sama. Solidaritas bisa didefinisikan sebagai perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama.

12.Toleransi adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda.

13.Jaringan sosial terdiri dari sejumlah orang, dimana paling sedikit terdiri atas tiga orang yang masing-masing mempunyai identitas tersendiri dan masing-masing dihubungkan antara satu dengan yang lainnya melalui hubungan-hubungan sosial yang ada, sehingga melalui hubungan sosial tersebut mereka dapat dikelompokkan sebagai suatu kesatuan sosial. Jaringan sosial dalam hal ini melihat hubungan antar seorang Sikh yang satu dan Sikh lainnya yang pada akhirnya membentuk sebuah jaringan sosial seperti jaringan bisnis.


(21)

14.Jarak sosial adalah tingkat keakraban yg menandai hubungan individu dalam sebuah interaksi sosial. dalam hal ini jarak sosial masyarakat Sikh dapat dibedakan berdasarkan perbedaan marga, pekerjaan, maupun kelas sosial nya.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Pengertian tentang interaksi ini sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah masyarakat seperti masalah dalam perbedaan status dan kelas seseorang. Di Indonesia, dapat dibahas mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial yang berlangsung antar pelbagai suku bangsa atau antara golongan terpelajar dengan golongan agama. Interaksi sosial juga dikatakan sebagai proses sosial karena interaksi sosial merupakan syarat terjadinya aktivitas sosial. Dalam sebuah pertemuan, walaupun orang tidak saling berbicara, namun interaksi sosial tetap telah terjadi, karena masing- masing sadar akan adanya pihak lain yang meyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan, yang disebabkan oleh misalnya bau keringat, minyak wangi, suara berjalan, dan sebagainya yang membuat seseorang merasakan keberadaan dari seseorang tersebut.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor, antara lain:

a. Faktor imitasi yang memiliki segi positif yaitu dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Dalam agama Sikh dikatakan bahwa seorang wanita haruslah selalu berambut panjang, ini menjadi faktor utama di berbagai negara bahwa


(23)

berambut panjang bahwa ia telah mematuhi dan menjalankan kaidah yang berlaku sebagai seorang Sikh.

b. Faktor sugesti yang berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya sendiri yang kemudian diterima oleh pihak lain.

c. Faktor identifikasi yaitu kecenderungan ataupun keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Indentifikasi sifatnya mendalam daripada imitasi, karena pribadi seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.

d. Faktor simpati yaitu proses dimana sesorang merasa tertarik pada pihak lain. Dalam proses ini perasaan memegang peranan penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain, dan untuk bekerjasama dengannya (Soekanto.1982:54-58).

2.2 Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Menurut Soekanto (1982) bahwa kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu :

a. Antar orang perorangan

Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaan kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi.

b. Antar orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya


(24)

Misalnya apabila ada seorang Sikh yang merasakan bahwa ia melanggar norma yang berlawanan dengan kelompok Sikh lainnya seperti merokok dan lain sebagainya.

c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya (Soekanto.1982:59). Dalam hal ini dapat dilihat kontak yang terjadi antara komunitas Sikh di suatu wilayah tertentu yang meyadari akan adanya keberadaan komunitas Sikh di wilayah lainnya, dan apabila mereka beribadah pada satu rumah ibadah yang sama, maka mereka sama-sama merasakan keberadaan masing-masing pihak. Dari kontak yang terjadi misalnya saja kontak mata, maka biasanya akan berlanjut ke senyuman dan saling bersalaman dan akhirnya akan menghasilkan sebuah interaksi seperti bertanya akan kabar masing-masing dan lain sebagainya.

2.2.1 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dibagi menjadi dua yaitu proses asosiatif dan proses disasosiatif.

2.2.1.1Proses Asosiatif

Yaitu sebuah proses yang terjadi saling pengertian serta kerjasama secara timbal balik antar orang per orang atau dengan kelompok lainnya. Proses asosiatif ini terbagi yaitu :

1. Kerjasama (cooperation) yaitu usaha bersama antar individu atau kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Proses terjadinya kerjasama yaitu apabila diantara individu atau kelompok tersebut menyadari akan adanya kepentingan maupun ancaman yang


(25)

sama sehingga menyebabkan mereka mau melakukan kerjasama di berbagai bidang. Beberapa bentuk kerjasama meliputi:

a. Gotong royong dan kerja bakti, misalnya saja ketika ada perayaan hari besar keagamaan, maka warga Sikh beramai-ramai melakukan kerja bakti membersihkan gurdwara yang menjadi tempat ibadah. b. Bargaininng atau tawar menawar merupakan proses kerjasama

dalam bentuk perjanjian pertukaran kepentingan, kekuasaan, barang-barang maupun jasa antara dua organisasi atau lebih yang terjadi di bidang politik, ekonomi, hukum, maupun militer. Hal ini dapat dilihat ketika seorang Sikh yang memiliki toko alat-alat olahraga yang mengambil barang dari toko alat olahraga Sikh lainnya ketika ia membutuhkan pesanan alat olahraga yang mungkin saja tidak ada di tempatnya. Hal ini dapat terjadi sebaliknya dan dapat terjadi dalam berbagai segi kehidupan lainnya.

c. Co-optation yaitu proses kerjasama bagi individu maupun kelompok yang terlibat dalam sebuah organisasi dimana terjadi proses penerimaan unsur-unsur baru dalam pelaksanaan kepemimpinan untuk menciptakan stabilitas

d. Koalisi atau coalition yaitu dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan tertentu yang kemudian melakukan kerjasama e. Patungan atau joint-venture yaitu kerjasama dalam melaksanakan

proyek-proyek tertentu. Hal ini dapat dilihat misalnya saja ada seorang Sikh yang membutuhkan pertolongan dana, maka tidak


(26)

jarang warga Sikh lainnya patungan dan membantu warga Sikh yang membutuhkan pertolongan tersebut.

2. Akomodasi merupakan suatu proses ke arah tercapainya persepakatan sementara yang dapat diterima kedua belah pihak yang tengah bersengketa. Selain itu akomodasi juga dikatakan sebagai suatu proses yang sedang berlangsung dimana akomodasi menampakkan suatu proses untuk meredakan pertentangan baik yang terjadi di antara individu, kelompok, maupun masyarakat. Bentuk-bentuk akomodasi yaitu :

a. Coersion atau pemaksaan yaitu bentuk akomodasi yang terjadi karena adanya paksaan maupun kekerasan fisik atau psikologis b. Compromise atau kompromi yaitu bentuk akomodasi yang dicapai

karena masing-masing pihak yang terlibat dalam proses ini saling mengurangi tuntutannya agar tercapai penyelesaian oleh pihak ketiga

c. Meditation yaitu akomodasi yang dilakukan melalui penyelesaian oleh pihak ketiga yang netral

d. Conciliation yaitu bentuk akomodasi dengan usaha mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak yang ingin berselisih

e. Toleransi yaitu bentuk akomodasi secara tidak formal dan dikarenakan adanya pihak-pihak yang mencoba untuk menghindari diri dari pertikaian. Dalam hal ini, perbedaan-perbedaan yang ada ditutupi oleh kesepahaman dan kesatuan pikiran dan terkadang juga


(27)

tindakan. Apabila toleransi telah berjalan, maka akan tercipta kerjasama dalam berbagai bidang. Dalam hal ini toleransi dalam masyarakat Sikh dapat dilihat dari pekerjaan yang digeluti masing-masing individu. Misalnya saja ketika ada seorang Sikh yang mengadakan acara pernikahan anaknya, maka ia akan mengundang warga Sikh lainnya dari berbagai kalangan. Ketika ada warga Sikh dari golongan kurang mampu yang memberikan amplop dengan nominal yang kecil, maka itu dapat ditolerir oleh warga Sikh yang mengadakan acara pernikahan tersebut. Selain itu, ketika seorang warga Sikh yang kurang mampu melaksanakan upacara pernikahan anaknya, namun tidak mampu membuat pesta yang meriah, maka semua warga Sikh lainnya selalu bertoleransi dengan tidak mempermasalahkan masalah tersebut dan tetap datang ke pesta pernikahan tersebut

f. Stalemate yaitu pencapaian akomodasi dimana pihak-pihak yang bertikai dan mempunyai keinginan yang sama berhenti pada satu titik tertentu dan masing-masing dari mereka menahan diri

g. Adjudication yaitu usaha akomodasi yang dilakukan mengalami jalan buntu sehingga penyelesaiannya menggunakan jalan pengadilan

3. Asimilasi merupakan proses pencampuran orang-orang yang berasal dari kebudayaan yang berbeda dimana mereka melepaskan ciri khas kebudayaannya dan berbaur dalam suatu kebudayaan yang sama dan berbeda dengan kebudayaan asli mereka. Asimilasi seperti ini biasanya


(28)

akan ditandai dengan adanya pernikahan antara orang-orang yang tadinya memiliki kebudayaan yang berlainan, dan terkadang orang-orang yang tersebut akan memakai dan memberi nama anaknya yang lebih cocok dan lebih terbiasa dengan nama masyarakat lainnya dimana tempat ia tinggal. Contoh nyatanya dapat dilihat dari pernikahan warga Sikh dengan warga pribumi dan kemudian memberi nama anaknya dengan nama yang tidak lagi menggunakan nama india dan terkadang malah menggunakan nama yang terkesan kebarat-baratan dan ada juga yang memberi nama anaknya dengan tidak mencantumkan kata Singh dan Kaur ketika mendaftarkan anaknya sekolah dan berbagai keperluan lainnya. Hal ini dikarenakan terjadinya asimilasi sehingga terjadi perubahan masyarakat Sikh mengikuti kebiasaan ditempat mereka tinggal. Dalam hal ini proses asimilasi ini dapat terjadi ketika warga dari kelompok yang berbeda teesebut telah bergaul secara intensif dan dalam jangka waktu yang relatif lama, dan masing-masing pihak melakukan penyesuaian terhadap masing-masing kebudayaannya.

2.2.1.2Proses Disasosiatif

Proses ini merupakan perlawanan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yang ada pada suatu masyarakat. Bentuk-bentuk proses disasosiatif yaitu :

1. Persaingan yaitu proses sosial dimana individu atau kelompok berjuang dan bersaing untuk memperebutkan tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya terbatas. Persaingan dapat terjadi dalam berbagai bidang. Persaingan


(29)

yang utama biasanya terjadi dalam hal ekonomi. Persaingan ekonomi ini terjadi karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen yang menghendaki barang ataupun jasa yang ditawarkan tersebut. Selain itu persaingan ekonomi juga dapat terjadi apabila terbatasnya jumlah konsumen yang akan membeli barang maupun menggunakan jasa yang diberikan oleh produsen. Contohnya saja ketika warga Sikh yang mayoritas bekerja sebagai penjual susu sapi, sebagai guru privat, maupun menjual alat-alat olahraga. Persaingan dalam hal ekonomi ini menjadi sangat berat ketika semakin banyaknya kursus bahasa Inggris dan guru privat yang bahkan dari kalangan mahasiswa yang biasanya memberikan harga yang lebih murah sehingga masyarakat lebih memilih ke tempat yang lebih murah. Ini juga terjadi pada penjual alat-alat olahraga dan penjual susu. Persaingan terjadi ketika seorang penjual susu yang menjual susu dengan harga yang sedikit lebih mahal, maka akan ada penjual susu lainnya yang malah menjual susu dengan harga yang sedikit di bawah walaupun hanya mendapat keuntungan yang sedikit, namun itu dilakukan agar mereka dapat mempertahankan kehidupan mereka dan keluarga mereka.

2. Controvertion yaitu proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan ataupun pertikaian. Kontroversi adalah proses sosial dimana terjadinya pertentangan pada tataran konsep dan wacana, sedangkan pertentangan atau pertikaian telah memasuki unsur-unsur kekerasan dalam proses sosialnya


(30)

3. Konflik adalah proses sosial dimana individu ataupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan seperti emosi, pola perilaku, dan prinsip,. Perbedaan ini dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan dimana pertikaian itu dapat menghasilkan ancaman dan kekerasan fisik. (Burhan.2006:58-63). Kepentingan-kepentingan yang berbeda pun akan menyebabkan terjadinya konflik. Namun di sisi lain, ada akibat positif yang ditimbulkan dengan adanya konflik, yaitu mempererat solidaritas dalam sebuah kelompok. Apabila terjadi pertentangan antar kelompok, maka solidaritas antar anggota pada masing-masing kelompok akan meningkat. Konflik dapat terjadi dalam skala yang lebih kecil misalnya antar orang perorang. Konflik bagi warga Sikh khususnya di Medan dapat diminimalisir dikarenakan adanya persamaan relijius yang mendasari bahwa mereka harus saling bekerjasama. Dalam hal ini, konflik dapat juga diminimalisir dalam hal ekonomi, misalnya saja ketika bisnis menjadi alat yang menjembatani pekerjaan sehingga menyebabkan terjadinya kerjasama antar warga Sikh yang satu dengan warga Sikh yang lainnya. Hal yang juga dapat ditekankan disini adalah jaringan sosial, dimana warga Sikh yang menjual alat-alat olahraga biasanya akan membeli alat-alat olahraga dari tempat dimana ia mengenal warga Sikh tersebut, namun ketika ditempat biasa ia tidak mendapatkan barang yang diinginkan, maka si pihak kedua tadi akan mengenalkan orang ketiga yang juga warga Sikh yang menjual alat olahraga teesebut sehingga terbentuk sebuah jaringan yang biasanya


(31)

mengutamakan kepercayaan. Disini terjalin interaksi antar ketiga pihak tersebut. Jaringan ini biasa disebut sebagai jaringan kepentingan. Jaringan sosial ini lah yang biasanya menjadi penyatu dalam sebuah kelompok sehingga dapat meminimalisir konflik. Jaringan sosial terbentuk dalam masyarakat karena pada dasarnya manusia tidak dapat berhubungan dengan semua manusia yang ada karena hubungan selalu terbatas pada sejumlah orang tertentu saja. Dalam hal ini, masyarakat menjalin ikatan-ikatan sosial berdasarkan atas unsur kekerabatan, ketetanggaan maupun pertemanan. Ikatan-ikatan tersebut dapat berlangsung di antara mereka yang memiliki marga yang sama maupun dengan marga yang berbeda pula. Selain itu, ada juga jaringan yang terjalin antar orang-orang yang berada pada golongan kelas maupun marga yang sederajat. Jadi orang dari kelas yang tinggi akan lebih mau bekerjasama dengan orang dari kelas yang sepadan dengan dirinya dan biasanya akan membentuk jaringan sosial berdasarkan status ekonomi.

2.3 Sistem Kasta dan Pelapisan Sosial

Sistem kasta terbentuk apabila suatu sistem pelapisan sosial seakan-akan terbeku. Walaupun sistem kasta umumnya kita hubungkan dengan agama Hindu (dan memang ada ahli-ahli yang menyatakan bahwa sistem kasta itu hanya ada di India ), namun menurut Koentjaraningrat (2005), ada pakar-pakar yang cenderung memberi batasan yang lebih luas pada paham kasta, yaitu sebagai sistem pelapisan sosial dengan ciri ciri sebagai berikut:


(32)

b. Endogami kasta yang dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama

c. Larangan pergaulan dengan warga dari kasta rendah yang dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama. Terutama larangan bergaul dengan anggota masyarakat yang dianggap hina inilah yang tampak mencolok dalam kehidupan sehari-hari masyarakat India.

Sistem kasta di India memang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Dari dulu telah diketahui bahwa ada 4 macam kasta yang disebut sebagai varna. Brahmana yaitu kasta para pendeta, ksatria yaitu kasta para kaum bangsawan dan tentara, kasta vaisya adalah kasta para pedagang ,dan sudra adalah kasta rakyat jelata. Selain keempat kasta itu masih ada lagi orang orang Paria yang tidak berkasta dan dianggap najis dan tidak termasuk dalam varna. Dalam kehiudpan masyarakat di India, sistem kasta ini masih sangat dipegang teguh, dengan susunan kasta yang jauh lebih rumit jika dibandingkan dengan penuturan yang ada di buku-buku (Koentjaraningrat.2005:166).

Masyarakat bukan saja suatu struktur sosial stabil, tetapi suatu struktur yang berkembang dan berubah terus menerus sebagai akibat dari kekuatan hukum masyarakat yang disebut proses sosial dan perubahan sosial baik dalam proses yang cepat maupun lambat. Laju proses sosial dan perubahan sosial itu sendiri tidak terlepas dari perubahan sosio kultural, bahkan justru karena dipengaruhi secara langsung oleh sosio budaya, teristimewa apabila kebudayaan asli bertemu dengan kebudayaan asing. Dari antar unsur-unsur kebudayaan yang ada, agama memainkan peranan dominan atas masyarakat baik itu agama asli maupun agama asing. Sebagaimana unsur kebudayaan nonreligius mempengaruhi dan mengubah


(33)

masyarakat melalui lapisan-lapisan sosial, demikian pula agama sebagai unsur kebudayaan religius hanya dapat masuk meresap dalam masyarakat melalui lapisan-lapisan masyarakat.

Walaupun agama Sikh lahir karena menginginkan adanya persamaan derajat antar semua manusia, namun kenyataannya budaya dari Hindu masih terbawa dalam masyarakat Sikh. Pemeluk agama Sikh digolongkan ke dalam kasta Ksatria yaitu kasta kaum bangsawan dan kaum pejuang. Masyarakat Sikh memang tidak membedakan individunya berdasarkan golongan kasta, namun membedakannya berdasarkan golongan marga sesuai dengan tingkatannya masing-masing.

Dalam hal ini, agama Hindu mempercayai sistem pemujaan terhadap patung yang dianggap sebagai dewa dan dewi mereka, sedangkan dalam agama Sikh hanya mengakui adanya satu Tuhan. Ajaran ini disebut sebagai monotheisme, yaitu anggapan yang berkeyakinan hanya ada satu Tuhan. Walaupun begitu, agama ini tetap menghormati tokoh-tokoh yang ada dalam agama Hindu seperti Rama, Khrisna, dan dewa-dewi lainnya yang tertulis dalam kitab suci granth Sahib. Ajaran akan adanya satu Tuhan tertuang dalam setiap doa dalam ajaran Sikh yang disebut Ek Onkar (Mohan.MajalahRaditya.2009:139).

2.4 Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan konsep yang melihat bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat ada yang didapat tanpa suatu usaha dan ada yang didapat karena usaha. Stratifikasi ini terbagi dua yaitu stratifikasi terbuka dan


(34)

stratifikasi tertutup. Pada stratifikasi terbuka, dapat terjadi mobilitas sosial. sedangkan pada stratifikasi tertutup tidak dapat terjadi mobilitas sosial.

Dua kesimpulan penting berkenaan dengan hubungan antara agama dengan stratifikasi sosial diperoleh dari hasil penelitian Max Weber tentang agama-agama dunia: yang pertama terdapat dalam sejarah agama Kristen, Yahudi, Islam, Hindu, Buddha, Konfusianisme, dan Taoisme – suatu hubungan yang jelas dan dapat diamati diantara posisi sosial dengan kecenderungan menerima pandangan keagamaan yang berbeda. Yang kedua, ini bukanlah suatu penentuan yang tepat tentang pandangan keagamaan oleh stratifikasi sosial. Sebagai misal, kelas menengah rendah, yang dianggap Max Weber memainkan peranan strategis dalam sejarah agama Kristen, melihatkan suatu kecenderungan yang pasti ke arah congregational religion, ke arah agama keselamatan, dan akhirnya ke arah agama etika rasional. Ini berbeda sekali dengan kecenderungan keagamaan kaum petani. Tetapi Max Weber menjelaskan hal ini jauh dari setiap determinisme yang serupa. Dia menegaskan bahwa dalam kelas menengah rendah, dan khususnya di kalangan pengrajin, terdapat perbedaan besar yang saling berdampingan, dan bahwa para pengrajin ini memperlihatkan suatu diversifikasi yang sangat nyata.

Kita akan memperoleh pandangan yang lebih konkrit tentang apa yang terdapat dalam hubungan agama dengan stratifikasi sosial jika kita memperhatikan apa yang harus dikatakan Max Weber tentang agama dari berbagai kelas yang diamatinya. Menurut Max Weber, semakin tinggi posisi privilese kelas seseorang maka semakin kurang kemungkinan mereka untuk mengembangkan agama keduniawian lainnya (Thomas F. Odea.1985:110).


(35)

Berdasarkan status yang dimiliki dalam masyarakat maka sistem pelapisan kasta merupakan status yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Status ini berkaitan dengan kelas sosial seseorang seperti anak seorang Sikh yang lahir di keluarga dengan marga yang berada di golongan “Jatt” maka akan mendapatkan status yang tinggi dalam masyarakat Sikh. Dalam artian ini seseorang hanya dapat menjadi anggota suatu golongan melalui kelahiran, ia hanya dapat menikah dengan orang dari golongan yang sama. Bagi orang yang menjadi golongan atau kasta yang rendah akan cenderung menerima kedudukanya lebih rendah di masyarakat. Perbedaan status juga dapat tercermin dari cara menyapa, cara berbahasa dan cara bergaya dalam masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto (1982), semua manusia dapat dianggap sederajat, akan tetapi sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan kelompok-kelompok sosial, hal ini tidak demikian. Pembedaan atas lapisan lapisan ini merupakan gejala yang universal yang merupakan bagian dari sistem sosial setiap masyarakat. Mengenai sumber dasar dari terbentuknya stratifikasi dalam masyarakat adalah suku bangsa (etnis) dan unsur sosial. Stratifikasi yang terbentuk bersumber dari etnis apabila ada dua atau lebih grup etnis, dimana grup etnis yang satu menguasai etnis yang lainnya dalam waktu yang relatif lama. Sedangkan stratifikasi yang terbentuk dari sumber sosial karena adanya tuntuntan masyarakat terhadap faktor-faktor sosial tertentu. Faktor-faktor itu merupakan ukuran yang biasanya ditetapkan masyarakat berdasarkan sistem nilai yang dipandang berharga. Faktor sosial yang berharga itu kemudian dimasukkan pada level tertentu sesuai dengan tinggi rendahnya daya guna yang dibutuhkan masyarakat pada umumnya.


(36)

Ada beberapa ciri umum tentang faktor-faktor yang menentukan adanya stratifikasi sosial menurut Abdulsyani (2007), yaitu antara lain :

1. Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai bentuk dan ukuran: artinya strata dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat dari nilai kekayaan seseorang di dalam masyarakat itu

2. Status atas dasar fungsi dalm pekerjaan; misalnya sebagai dokter, dosen, buruh atau pekerja teknis dan sebagainya; semua ini sangat menentukan status seseorang dalam masyarakat

3. Kesalahan seseorang dalam beragama; jika seseorang sungguh-sungguh penuh dengan ketulusan dalam menjalankan agamanya, maka status seseorang tadi akan dipandang lebih tinggi oleh masyarakat 4. Status dasar keturunan artinya keturunan dari orang yang dianggap

terhormat (ningrat) merupakan ciri seseorang memiliki status tinggi dalam masyarakat

5. Latar belakang rasial dan lamanya seseorang atau sekelompok orang tinggal pada suatu tempat; pada umumnya seseorang sebagai pendirian seseuatu kampung atau pergaulan tertentu biasanya dianggap masyarakat sebagai orang yang berstatus tinggi, terhormat, dan disegani

6. Status atas dasar jenis kelamin dan umur seseorang; pada umumnya seseorang yang lebih tua umurnya lebih dihormati dan dipandang tinggi statusnya dalam masyarakat. Begitu juga dengan jenis kelamin; laki laki pada umumnya dianggap lebih tinggi statusnya dalam keluarga dan di dalam masyarakat.


(37)

Dari beberapa ciri diatas terkadang berproses di dalam berbagai kondisi sosial masyarakat misalnya perbedaan ciri biologis, etnis, ataupun ras, dan apabila diantaranya terdapat kelompok yang mampu menguasai yang lainnya, dapat terjadi perbedaan status yang mengarah pada stratifikasi sosial. Bisa juga tumbuhnya stratifikasi bermula dari kondisi kelangkaan alokasi hak dan kesempatan, ataupun perbedaan posisi, kekuasaan dalam waktu yang sama, kesemuanya itu dapat mengakibatkan terbentuknya stratifikasi sosial. (Abdulsyani.2007: 85-86).

Berdasarkan stratifikasi yang ada, dalam masyarakat Sikh dikenal adanya tingkatan golongan berdasarkan marga yang didasarkan pada jenis pekerjaan masyarakat Sikh terdahulu yang ada di India, yaitu :

a. Jatt yaitu golongan pekerja dalam bidang pertanian, biasa dianggap sebagai tuan tanah

b. Ramgharia yaitu golongan pekerja dalam bidang perdagangan atau biasa disebut dengan pedagang

c. Tarkhan yaitu golongan pekerja dalam bidang perkayuan atau disebut sebagai tukang kayu

d. Nai yaitu golongan pekerja yang disebut sebagai tukang pangkas atau tukang cukur

e. Mere yaitu golongan pekerja yang dikenal sebagai tukang cuci

f. Mejhbi yaitu golongan pekerja yang biasa membersihkan rumah, mengangkat kotoran sapi, dan mengangkat air ataupun bertugas menimba air, dan sebagainya. (Kirpal.2007)


(38)

Dari masyarakat yang ada di Indonesia khususnya Medan, golongan terbanyak adalah Jatt yaitu golongan marga tertinggi dalam masyarakat Sikh, lalu diikuti oleh Mere dan golongan Nai. Golongan diatas, hanya didasarkan pada jenis pekerjaan, namun itu tidak menjadi patokan pada golongan tersebut untuk bekerja di bidang yang telah dituliskan tersebut. Jadi belum tentu masyarakat golongan Mere dan Nai yang bekerja sesuai pekerjaan diatas, karena ada juga Nai dan Mere yang bekerja sebagai dokter, serta guru privat. Ini terjadi karena proses perubahan masyarakat ke arah yang lebih modern.

2.5 Nilai Kesetaraan dalam agama Sikh dan Implementasinya

Pada masyarakat Sikh juga terdapat nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat Sikh sehari-hari. Nilai-nilai ini telah ada sejak nabi pertama memperkenalkan agama Sikh. Ketika perbedaan kelas yang sangat kaku dan ketika ikatan sistem kasta di India telah ketat dibagi oleh orang-orang khususnya masyarakat beragama Hindu, Guru Nanak sebagai nabi pertama dalam agama Sikh mengajarkan kesetaraan dan persaudaraan. Pada masa Guru Nanak, sikap dan penghargaan terhadap ajaran agama yang lain telah dimulai. Bahkan guru nanak mempunyai 2 sahabat yang sangat dekat yaitu Bhai Bala seorang Hindu dan Bhai Mardhana seorang Muslim selama misinya bagi persatuan universal. Dalam kitab suci Sri Guru Granth Sahib terdapat Hymne dari Kabir seorang Muslim dan Ravidas dari Hindu. Farid Sadhana, Namdev dan Dhana semuanya diterima baik dalam pengakuan Sikhisme tanpa memandang kasta, kelas, warna kulit, ras dan jenis kelamin, semua diperlakukan sama.


(39)

mengkhotbahkan agama kasih, pelayanan dan pengorbanan. Kesetaraan penuh bagi semua manusia dinyatakan oleh nabi Sikh sebagai prinsip moral yang mendasar untuk mengatur hubungan sosial dan komunikasi.

Menurut Tommy Santokh Singh dalam buku Qasim (2005), pada masa guru keempat, Guru Ram Das, nilai-nilai toleransi terhadap kepercayaan dan agama lain telah terlihat dalam perjalanan sejarah Sikh. Guru ram Das yang terkenal karena pada masa hidupnya membangun Gurdwara Harmandir Sahib yang terkenal dengan Kuil Emas di Amritsar, kota suci umat Sikh. Guru Ram Das pada saat itu telah meminta sahabatnya Mia Mir, seorang penganut agama Islam, untuk meletakkan batu pertama pembangunan Kuil Emas yang penyelesaiannya memakan waktu 12 tahun.

Dalam agama Sikh tidak ada kelas-kelas pendeta maupun hierarki agama. Setiap pria maupun wanita dibenarkan mengambil bagian dalam setiap upacara agama ataupun menjadi pemimpin upacara tersebut. Gurdwara merupakan rumah ibadah bagi umat Sikh yang dilengkapi dengan aula dapur umum yang disebut dengan Guru ka Langgar yang menyiapkan makanan vegetarian bagi setiap orang yang hadir tanpa memandang kedudukan sosial, kasta, jenis kelamin, pangkat maupun agamanya (Tommy dalam Qasim.2005:38).

Guru Nanak dan para nabi Sikh lainnya mengatakan bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara orang-orang dari kasta yang berbeda dalam hal konstitusi fisik. Dalam sebuah diskusi polemik dengan Brahmana, Kabir berkata:

“Bagaimana Anda seorang Brahmana, dan saya kasta rendah? Apakah saya memiliki darah dalam pembuluh saya dan Anda memiliki susu?” (Gauri Kabir p-324).


(40)

Ini menunjukkan bahwa terdapat argumen atau klaim oleh orang-orang yang berada pada kasta tinggi yang menyatakan bahwa ada perbedaan fisik antara manusia dari kasta yang berbeda. Guru Nanak menunjukkan bahwa hukum alam tidak bereaksi berbeda terhadap manusia yang berada pada kasta yang lebih tinggi. Karena alam tidak menciptakan diskriminasi dalam mendukung manusia dari kasta yang lebih tinggi dengan mengakui keunggulan dalam cara apapun, jadi mitos superioritas kasta jelas dilihat sebagai buatan manusia. Guru Nanak sangat meyakini bahwa kasta sebagai anomali sosial dan kejahatan ketika ia mengatakan:

“Setiap orang mengatakan bahwa ada empat kasta, tetapi mengatakan nama Tuhan bagi semua; yang sama adalah tanah liat. Ada lima elemen yang membentuk bentuk tubuh, dan siapa yang bisa mengatakan siapa yang memiliki kurang dari atau lebih?”(Rag Bhairon Mohalla 3, p-1128) Guru Nanak membantah bahwa kasta itu lazim dari awal. Dalam keadaan primordial :

“Tidak ada manusia dari kasta atau kelahiran dapat dilihat... Tidak ada perbedaan warna atau Brahman atau Khasatriya ...” (Maru Mohalla 1, p-1035-1036).

Klaim bahwa orang-orang dari kasta yang berbeda telah memancar dari bagian yang berbeda dari manusia purba juga ditolak oleh Guru Nanak. Guru Nanak mengatakan bahwa dalam kasta tidak asa pertimbangan kesadaran spiritual, dan bahwa individu yang berasal dari kasta yang rendah tidak perlu menunggu untuk dilahirkan kembali di kelas atau kasta yang berikutnya yang lebih tinggi agar dapat mencapai pembebasan. Menurut Guru Nanak, siapa saja


(41)

yang merenungkan Tuhan, tanpa mengingat kasta, maka ia akan diberkati oleh Tuhan.

Sedangkan nabi kesepuluh, Guru Gobind Singh, menyatakan sebuah kasta itu tabu dalam Khalsa. Dalam Akal Ustat, ia menyatakan, "tidak ada pertimbangan keanggotaan kasta atau varna. " Dia juga menulis, "Jangan mengadopsi kebiasaan kepercayaan apa pun, tetapi mereka harus menabur benih-benih cinta yang murni dari Tuhan." (Vachitar Natak, chapt.6 ayat 34). Ini menunjukkan, kesamaan fundamental dari semua orang dipastikan dengan tiket masuk gratis dan sukarela dalam urutan Khalsa (Sikh).

Dalam hal ini, kekayaan juga menjadi penentu utama dari kelas sosial terhadap kelahiran dalam kasus sistem kasta. Dalam Sikhisme, hubungan antara kelas berdasarkan sumber-sumber ekonomi disediakan dalam hal kesetaraan. Guru Nanak menolak gagasan superioritas kelas ekonomi yang lebih baik ditempatkan atas orang lain. Guru Nanak mengatakan :

“Orang yang mengenal Tuhan akan melihat semua orang sebagai sama, sebagai angin yang berhembus secara teratur dan seperti raja.” (Gauri Sukhmani Mohalla 5, 8-1, p-272).

Jadi dalam Sikhisme kelas yang lebih tinggi tidak diatur oleh kode etik yang terpisah, tetapi semua orang, kaya atau miskin, berhak atas penilaian sama nilai dan kesetaraan sosial. Karena kematian adalah menyamaratakan itu, Guru Nanak menyoroti gagasan ini:

“Seseorang tidak hidup selamanya di dunia. Baik raja maupun pengemis, semuanya akan datang dan pergi.” (Ramkali Mohalla 1, 11, p-931)


(42)

Kebutuhan pengakuan martabat manusia, terlepas dari kelas ekonomi, juga ditekankan dalam anekdot dari biografi Guru Nanak dimana disebutkan kisah Bhai Lalo dan Malik Bhago. Dalam insiden ini Guru Nanak menolak makan malam yang agak mewah bagi Malik Bhago sedangkan memberikan roti gandum biasa pada Bhai Lalo. Pesan yang dapat diambil bahwa kaum miskin tidak seharusnya diperlakukan sebagai rendah, semua harus diperlakukan sebagai sama terlepas dari sumber daya material mereka (Sikh Missionary Center.1990:275-278).

Guru Gobind Singh sebagai nabi terakhir melarang setiap umat-Nya untuk merokok, meminum minuman keras, memotong rambut serta melakukan hubungan pernikahan di luar nikah. Ini memang menjadi nilai utama dalam ajaran agama Sikh. Selain itu, Guru Gobind Singh sebagai guru terkahir juga melarang akan adanya perbedaan manusia berdasarkan kasta maupun tingkatan ekonominya. Namun, hal-hal yang berlangsung dewasa ini tidaklah sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh para nabi Sikh karena banyak umat Sikh yang melanggar nilai-nilai tersebut.

Dalam agama Sikh dilarang adanya pemotongan rambut baik oleh laki-laki maupun perempuan. Namun seiring perkembangan zaman, hal tersebut sudah tidak berlaku lagi karena banyak masyarakat Sikh yang telah mengikuti gaya hidup modern sehingga memangkas rambutnya dan tidak jarang para lelaki Sikh akan berpenampilan botak, sedangkan para perempuan akan memangkas rambutnya sependek mungkin.


(43)

masyarakat Sikh yang meminum minuman keras. Terkadang minuman keras ini juga menjadi salah satu minuman yang dihidangkan pada resepsi pernikahan. Padahal menurut agama, ini jelas dilarang. Pemuda-pemuda Sikh yang merokok biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dan apabila hal ini diketahui oleh masyarakat Sikh lainnya, maka hal ini biasanya akan diperbincangkan, dan keluarga si pemuda juga akan mendapat malu. Selain itu, para orangtua dari wanita juga akan berpikir beberapa kali untuk memberikan anak perempuannya dengan pemuda yang merokok karena tidak mau dicemooh oleh masyarakat Sikh lainnya apabila anak perempuannya menikah dengan pemuda yang dianggap melanggar ajaran agama Sikh.

Mengenai perihal perbedaan kelas, para nabi dalam agama Sikh telah menjelaskan bahwa semua manusia itu dilahirkan oleh satu Tuhan sehingga tidak ada perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Namun ini tidak terjadi dalam kehidupan nyata karena pengaruh dari budaya Hindu menyebabkan masyarakat Sikh membagi individu nya berdasarkan golongan marga, dimana terdapat sekitar 3000 marga yang berbeda, dan ini terbagi lagi ke dalam urutan berdasarkan golongan. Sistem pernikahan yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat Sikh juga masih didasarkan atas persamaan golongan marga. Apabila orang dari marga golongan tinggi menikah dengan golongan rendah, maka akan mendapat gunjingan dan cemooh dari masyarakat Sikh lainnya. Selain itu, ada juga masyarakat Sikh yang menikah dengan suku maupun agama lain. Hal ini juga akan dicemooh, namun ketika individu dari non Sikh itu mau menjadi Sikh, maka cemooh yang didapat tidaklah sebesar ketika individu Sikh tersebut yang pindah agama. Perbincangan akan adanya pernikahan beda agama ini tidak hanya


(44)

berlangsung selama beberapa saat, namun bisa berlangsung hingga beberapa generasi ke depan. Jadi ketika seorang Sikh menikah dengan non Sikh dan meninggalkan agama Sikh, maka ia akan mendapat pengucilan dan tidak jarang dicampakkan dari lingkungan keluarga dan kerabatnya.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah agar lebih dapat memahami masalah yang akan diteliti sehingga dapat memberikan gambaran serta penjelasan yang tepat terhadap masalah yang akan diteliti. Penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif ini dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang diamati dan digambarkan serta dijelaskan dengan maksud mengetahui hasil dari masalah yang diteliti. Dalam masalah ini, yang dijelaskan adalah pola interaksi antar marga yang ada pada komunitas agama Sikh di Kecamatan Medan Sunggal Kelurahan Sunggal dan Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo.

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 2 daerah, yaitu di Kecamatan Medan Sunggal, Kelurahan Sunggal dan di Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo. Adapun alasan peneliti untuk meneliti di tempat tersebut adalah karena Kecamatan Medan Sunggal Kelurahan Sunggal dan Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo merupakan tempat tinggal bagi 55 keluarga beragama Sikh yang memiliki marga yang berbeda-beda.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek dari penelitian (Arikunto.1999:22). Adapun yang menjadi unit analisis


(46)

ataupun objek kajian dalam penelitian ini adalah 55 keluarga beragama Sikh yang bermukim di Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo dan di Kecamatan Medan Sunggal Kelurahan Sunggal yang bermarga Aulakh, Baath, Bajwa, Brar, Butter, Chahal, Cheema, Dhillon, Ghuman, Gill, Randhawa, serta Sandhu, lalu tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta 16 orang pengurus Yayasan Sosial Sikh Gurdwara Shri Guru Arjun Dev Ji.

3.3.2 Informan

Yang menjadi informan pada penelitian ini adalah :

1. Warga Sikh yang telah tinggal selama kurang lebih 5 tahun di Kecamatan Medan Sunggal Kelurahan Sunggal dan Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo dan mengetahui seluk-beluk kehidupan masyarakat Sikh di daerah tempat mereka tinggal

2. Tokoh agama Sikh dan Tokoh Masyarakat Sikh

3. Pengurus Yayasan Sosial Sikh Gurdwara Shri Guru Arjun Dev Ji yang berpusat di Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan-permasalahan yang bersangkutan. Di dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Data primer yaitu data yang didapat dengan cara melakukan penelitian lapangan, yaitu pengumpulan data dengan langsung terjun ke lokasi penelitian yang dapat digunakan melalui:


(47)

1.1Participant observer/ observasi partisipasi, adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra sebagai alat bantu utamanya. Observasi partisipasi yang dimaksud adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Dengan demikian pengamat betul-betul menyelami kehidupan objek pengamatan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil bagian dalam kehidupan budaya mereka (Burhan.2007:115-116).

1.2 Wawancara mendalam (depth interview), yaitu proses tanya jawab yang dilakukan peneliti kepada informan untuk lebih dapat menggali data secara lebih lengkap.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari objek penelitian secara tidak langsung. Data sekunder ini diperoleh dari studi kepustakaan dengan mengumpulkan data dari buku, artikel, surat kabar, internet, maupun media lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan memilah dan mengelompokkan data yang telah dikumpulkan dari lapangan melalui pengamatan maupun wawancara, dan maupun dari studi kepustakaan yang ada. Setelah semua data dikumpul dan dikelompokkan, lalu data dipisahkan dan dikategorikan sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan kesimpulan yang baik.


(48)

3.6 Jadwal Kegiatan

Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8

Pra survey √

Acc judul √

Penyusunan proposal √ √

Seminar proposal √

Revisi proposal √

Penelitian lapangan √ √ √

Pengumpulan dan analisis data

√ √

Bimbingan skripsi √ √ √

Sidang meja hijau √

3.7 Keterbatasan Penelitian

Adapun yang menjadi keterbatasan penulis dalam penelitian ini adalah karena penulis masih belum menguasai secara penuh teknik dan metode penelitian sehingga dapat menjadi keterbatasan dalam mengumpulkan dan menyajikan data. Kendala tersebut dapat diatasi melalui proses bimbingan dengan dosen pembimbing, serta penulis juga berusaha mencari informasi dari berbagai sumber yang dapat mendukung proses penelitian ini. Selain itu terbatasnya waktu yang dimiliki oleh informan juga mempengaruhi pengerjaan tulisan ini.


(49)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN PROFIL INFORMAN

4.1 Deskripsi Wilayah

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar atau sekitar 3,6 % dari pusat keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Kota Medan merupakan ibukota propinsi dari Sumatera Utara, dimana iklim yang dimiliki oleh kota Medan merupakan iklim tropis. Letak geografis kota Medan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, sedangkan sebelah selatan, barat, dan timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Kota Medan pada saat ini semakin berkembang pesat, baik dari segi sosial ekonomi, maupun dari segi luas wilayah.

Kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki keberagaman agama dan etnis. Keanekaragaman etnis dan agama di Medan ini dapat dilihat dari sarana peribadatan yang tersebar di seluruh wilayah di kota Medan. Keberagaman ini juga menjadi satu hal yang menentukan jenis mata pencaharian tiap etnis. Misalnya saja etnis Tionghoa yang mendominasi perdagangan dalam segala hal. Dan etnis Punjabi yang mendominasi sebagai penjual susu dan pemelihara ternak sapi, guru bahasa Inggris terutama sebagai guru privat, dan pemilik toko alat sports yang menjual berbagai macam keperluan alat-alat olahraga.

4.2Kelurahan Sunggal

Kelurahan Sunggal adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Sunggal, dimana kelurahan Sunggal ini terdiri dari 14 lingkungan dan setiap lingkungan dikepalai oleh 1 orang kepala lingkungan.


(50)

Batas-batas dari kelurahan Sunggal yaitu : sebelah utara berbatas dengan kelurahan Lalang kecamatan Medan Sunggal, lalu sebelah selatan berbatas dengan kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang, sebelah barat berbatas dengan kelurahan Sungai Belawan, sedangkan sebelah timur berbatas dengan kelurahan Sei Sikambing B kecamatan Medan Sunggal.

4.2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Jumlah penduduk yang bertempat tinggal di kelurahan Sunggal yaitu sebanyak 35.698 jiwa, yang tersebar di 14 lingkungan. Jumlah penduduk yang tinggal di kelurahan Sunggal berdasarkan agama yaitu :

No Agama Jumlah Penganut Persentase

1. Islam 11.917 jiwa 33,38%

2. Kristen Protestan 6.746 jiwa 18,90%

3. Katolik 5.341 jiwa 14,96%

4. Hindu 6.796 jiwa 19,04%

5. Buddha 4.898 jiwa 13,72%

Jumlah 35.698 jiwa 100%

Sumber : data dari kantor Lurah Sunggal tahun 2011 4.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki-Laki 17.905 jiwa 50,16%

2. Perempuan 17.793 jiwa 49,84%

Jumlah 35.698 jiwa 100%


(51)

4.2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat yang tinggal di kelurahan Sunggal ini bermacam-macam yang dapat dilihat pada tabel berikut.

No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

1. Buruh 311 orang 16,91%

2. PNS 612 orang 33,30%

3. Pengrajin 22 orang 1,20%

4. Pedagang 122 orang 6,63%

5. Tukang Jahit 11 orang 0,60%

6. Tukang Batu 65 orang 3,53%

7. Tukang Kayu 25 orang 1,36%

8. Montir 25 orang 1,36%

9. Dokter 12 orang 0,65%

10. Supir 170 orang 9,24%

11. Tukang Becak 260 orang 14,14%

12. TNI 157 orang 8,54%

13. Pengusaha 47 orang 2,55%

Jumlah total 1839 orang 100%

Sumber : data dari kantor Lurah Sunggal tahun 2011 4.2.4 Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Belum Sekolah 3.365 jiwa


(52)

3. Pernah Sekolah Tapi Tidak Tamat 4.779 jiwa

4. Tamat SD 6.999 jiwa

5. Tamat SLTP 8.708 jiwa

6. Tamat SLTA 10.271 jiwa

7. Tamat D II 85 jiwa

8. Tamat D III 222 jiwa

9. Tamat S1 217 jiwa

10. Tamat S2 14 jiwa

Jumlah

Sumber : data dari kantor Lurah Sunggal tahun 2011 4.2.5 Sarana dan Prasarana

a. Sarana Pendidikan

No. Sarana Pendidikan Jumlah

1. SD Negeri 6 buah

2. SD Swasta 2 buah

3. SMP Negeri 1 buah

4. SMP Swasta 6 buah

5. SMA Negeri 1 buah

6. SMA Swasta 4 buah

Jumlah 20 buah


(53)

b. Sarana Peribadatan

No. Sarana Beribadah Jumlah

1. Langgar/ musholla 7 buah

2. Mesjid 13 buah

3. Gereja Kristen Protestan 3 buah

4. Gereja Katholik 2 buah

5. Vihara 4 buah

6. Pura 1 buah

Jumlah 30 buah

Sumber : data dari kantor Lurah Sunggal tahun 2011 c. Sarana Kesehatan

No. Sarana Kesehatan Jumlah

1. Rumah Sakit 1 buah

2. Puskesmas 2 buah

3. Puskesmas Pembantu 1 buah

4. Poliklinik 1 buah

5. Apotik 4 buah

6. Posyandu 14 buah

7. Praktek Dokter 12 buah

Jumlah 35 buah

Sumber : data dari kantor Lurah Sunggal tahun 2011

Di kelurahan Sunggal ini ada penduduk beragama Sikh yang tidak terdata sebagai agama Sikh melainkan terdata sebagai agama Hindu. Hal ini terjadi dikarenakan agama Sikh masih belum diakui sebagai agama resmi di Indonesia,


(54)

sehingga masih berada dibawah naungan agama Hindu. Jumlah penganut agama Sikh yang bertempat tinggal di kelurahan Sunggal yaitu sebanyak 25 kepala keluarga. Mereka bekerja sebagai penjual alat-alat sports, guru privat bahasa inggris, dan peternak sekaligus penjual susu sapi, dan ada yang bekerja sebagai pemandu wisata walaupun jumlahnya hanya 1 orang saja, serta pemilik toko pulsa ponsel.

4.3 Kelurahan Sari Rejo

Kelurahan Sari Rejo ini terdapat di Kecamatan Medan Polonia, dimana kelurahan ini terdiri dari 9 lingkungan. Kelurahan ini merupakan salah satu kelurahan yang memiliki masyarakat yang majemuk. Luas wilayah dari kelurahan ini sebesar +260 Ha. Letak geografis dari kelurahan Sari Rejo ini yaitu sebelah utara berbatas dengan kelurahan Sukadamai kecamatan Medan Polonia, sebelah selatan berbatas dengan kelurahan Gedung Johor kecamatan Medan Johor, sebelah timur berbatas dengan kelurahan Sukadamai kecamatan Medan Polonia sedangkan sebelah barat berbatas dengan kelurahan Babura kecamatan Medan Selayang.

4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No. Agama Jumlah Persentase

1. Islam 24.172 jiwa 90%

2. Kristen Protestan 1.611 jiwa 6%

3. Katholik 537 jiwa 2%

4. Hindu 430 jiwa 1,6%

5. Sikh 108 jiwa 0,4%


(55)

Sumber : data dari kantor Lurah Sari Rejo tahun 2011 4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki-Laki 14.573 jiwa 54,26%

2. Perempuan 12.285 jiwa 45,74%

Jumlah 26.858 jiwa 100%

Sumber : data dari kantor Lurah Sari Rejo tahun 2011 4.3.3 Sarana dan Prasarana

a. Sarana Pendidikan

No. Sarana Pendidikan Jumlah

1. SD Negeri termasuk sekolah pengajian 5 buah

2. SMP Swasta 1 buah

Jumlah 6 buah

Sumber : data dari kantor Lurah Sari Rejo tahun 2011 b. Sarana Peribadatan

No. Sarana Beribadah Jumlah

1. Langgar / musholla 3 buah

2. Mesjid 9 buah

3. Gereja Kristen Protestan 3 buah

4. Kuil Hindu 1 buah

5. Kuil / Gurdwara Sikh 1 buah

Jumlah 17 buah


(56)

c. Sarana Kesehatan

No. Sarana Kesehatan Jumlah

1. Rumah Sakit 1 buah

2. Posyandu 11 buah

3. Posyandu Mandiri 2 buah

5. Apotik / Toko Obat 3 buah

7. Praktek Dokter 3 buah

Jumlah 20 buah

Sumber : data dari kantor Lurah Sari Rejo tahun 2011 d. Sarana Olahraga

No. Sarana Olahraga Jumlah

1. Lapangan Bola Volley 5 buah

2. Lapangan Sepak Bola 3 buah

3. Lapangan Badminton 4 buah

Jumlah 35 buah

Sumber : data dari kantor Lurah Sari Rejo tahun 2011

Di kelurahan Sari Rejo ini, terdapat sebuah rumah ibadah umat Sikh yang disebut sebagai Gurdwara Shri Guru Arjun Dev Ji. Gurdwara ini merupakan gurdwara yang terbesar di Sumatera Utara. Keberadaan umat Sikh disini sudah diakui oleh masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk beragama Sikh di daerah ini lumayan banyak. Jumlah keluarga yang bermukim di wilayah ini sebanyak 30 kepala keluarga. Keberadaan masyarakat Sikh disini sudah lama diakui dan mereka menyumbang peranan penting dalam kehidupan masyarakat sekitar karena pekerjaan mereka yang banyak menjadi guru privat bahasa inggris,


(57)

pemilik toko sports dan sebagai penjual susu yang memudahkan masyarakat sekitar mendapatkan susu, alat olahraga, serta tenaga pendidik yang dapat mengajar mereka dan anak-anak mereka. Masyarakat Sikh yang bermukim di kelurahan Sari Rejo ini dikatakan mengalami penyusutan. Dahulu wilayah Sari Rejo ini dipenuhi oleh warga Sikh, namun seiring waktu mulai mengalami penurunan karena banyaknya warga Sikh yang semula tinggal di wilayah tersebut pindah ke daerah lain.

4.4 Yayasan Shree Guru Arjun Dev Ji

Yayasan ini telah berdiri sejak tahun 1953, yang beralamat di jalan Mawar no.23 Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia, dimana ada 5 orang pendiri utama yayasan. Pengurus dari yayasan ini terdiri dari 15 orang, yang mana 7 diantaranya merupakan pengurus utama dan sisanya merupakan dewan pembina dari yayasan ini. Adapun susunan kepengurusan dari yayasan Gurdwara Shree Guru Arjun Dev Ji ini yaitu :

Ketua pengurus : Pritam Singh Chabal Wakil Ketua : Ranjit Singh Padhri Bendahara : Harjit Singh Mekhi Bendahara II : Rajbir Singh Sekretaris : Kartar Singh Pengawas : Rajinder Singh Pengawas II : Rakhwinder Singh

Didalam yayasan ini terdapat sebuah tempat ibadah umat Sikh yaitu gurdwara dan juga terdapat tempat les bahasa punjabi yang disebut sebagai Punjabi School. Punjabi School ini berdiri agar anak-anak dan pemuda pemudi


(58)

Sikh dapat belajar tentang agama Sikh serta budaya yang terdapat dalam ajaran agama Sikh seperti bahasa Punjabi, cara sembahyang, dan tata cara peribadatan dalam agama Sikh. Punjabi School ini terbuka bagi semua kalangan usia dan tidak terbatas pada satu jenis kelamin saja. tempat les bahasa ini telah ada sejak beberapa tahun lalu, dan pengajarnya juga berasal dari kalangan masyarakat Punjabi, baik itu laki-laki dan perempuan yang mengetahui dan memahami penulisan maupun pengucapan bahasa Punjabi. Disini dipelajari cara membaca abjad dan menulis dalam bahasa punjabi, dan juga diajarkan cara membaca sembahyang atau “Paath” seperti doa yang dilakukan di pagi hari yaitu “Japji Sahib”, doa yang dilakukan pada maghrib yaitu “Rehraas”, dan juga diajarkan menyanyi lagu rohani yang disebut dengan “Kirtan”, dan juga doa-doa lainnya. Di Punjabi School ini terdiri dari lima kelas dan terdapat tiga tingkatan yaitu :

a. Kindegarten sebanyak 1 kelas b. Mighties sebanyak 2 kelas c. Primary sebanyak 2 kelas

Didalam Yayasan Shree Guru Arjun Dev Ji ini juga terdapat sebuah organisasi yang disebut Sikh Naujawan Sabha Medan yang berfungsi membantu apabila ada kegiatan keagamaan berlangsung seperti perayaan Vaisakhi, Gurpurb dan lainnya. Organisasi ini terdiri dari remaja dan para anak muda yang didominasi oleh kaum pria, namun keberadaannya tetap diawasi oleh dewan pembina dari yayasan ini.


(59)

4.5 Profil Informan

4.5.1 Informan pertama (Warga Kelurahan Sunggal)

Nama : Resham Singh

Umur : 66 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Marga : Ghuman

Pekerjaan : Pemandu Wisata

Pak RS ini merupakan seorang pemandu wisata yang telah tinggal di kelurahan Sunggal selama 10 tahun lamanya. Pak RS ini menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SMA. Pak RS ini memiliki ciri putih, tinggi, dan sedikit gemuk, namun ia masih terlihat sangat muda di usianya yang sudah menginjak 66 tahun. Pak RS merupakan orang yang memiliki pengetahuan yang amat luas dalam berbagai hal. Hal ini dikarenakan, ia amat suka membaca buku-buku maupun bahan-bahan yang dapat menambah wawasannya sebagai seorang

tour guide. Karena pengetahuannya yang luas, tidak jarang orang Sikh lainnya senang mengobrol dengan Pak RS agar mendapatkan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi mereka. Pak RS ini dijadikan sebagai salah satu informan dalam penelitian ini karena dianggap merupakan salah satu warga Sikh yang memahami benar ajaran agama yang diajarkan oleh Guru Nanak dan nabi-nabi lainnya dalam agama Sikh dan memang banyak sekali warga Sikh lainnya yang apabila ingin belajar ataupun sekedar mengetahui hal-hal yang menyangkut agama maupun pengetahuan lainnya, maka mereka akan datang menemui Pak RS ketika mereka bertemu di gurdwara maupun di pesta dan acara keagamaan lainnya.


(60)

Pak RS mengatakan ia memiliki keponakan yang menikah dengan agama lain, namun istri dari keponakannya tersebut pindah agama dan mengganti namanya menjadi nama orang Sikh dan ia juga dibaptis di dalam gurdwara. Selain itu, is mengatakan bahwa ia tidak memiliki anggota keluarga maupun sanak saudara yang menikah dengan marga yang non Jatt. Hal ini terjadi karena di Medan sendiri mayoritas warga Sikh merupakan keturunan Jatt. Pak RS mengatakan kenapa banyak sekali orang Sikh dari golongan Jatt yang merantau, ini dikarenakan di India, kaum Jatt itu merupakan tuan tanah dan memiliki tanah. Mereka kemudian merantau dengan menjual sedikit tanah mereka dengan harapan mendapatkan penghidupan yang lebih baik di negara lain. Ini juga yang menyebabkan mengapa banyak kaum Sikh bergolongan marga Jatt yang tinggal di Medan.

4.5.2 Informan kedua (Dewan pembina Yayasan Shree Guru Arjun Dev Ji)

Nama : Salwinder Singh

Umur : 47 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Marga : Gill

Pekerjaan : Karyawan dan Kepala sekolah Punjabi School

Pak SS ini merupakan salah seorang warga Sikh yang lahir dan besar di Medan. Beliau menamatkan pendidikannya hingga ke jenjang S1. Pak SS ini merupakan seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan multinasional. Pak SS ini berperawakan tinggi, putih, serta memiliki kumis dan janggut hitam yang memenuhi wajahnya. Pak SS ini merupakan informan yang sangat ramah namun


(61)

memiliki wibawa, sehingga ia disegani oleh para anggota maupun pengurus yayasan dan masyarakat Sikh lainnya. Selain menjabat sebagai dewan pembina di yayasan Shree Guru Arjun Dev Ji, Pak SS juga menjabat sebagai kepala sekolah Punjabi School. Selain menjabat sebagai kepala sekolah, ia juga mengajar di Punjabi School ini.

Pak SS mengatakan secara praktek kebudayaan memang sistem pembedaan marga berdasarkan golongan itu memang masih ada, namun seiring perkembangan zaman, hal ini telah mulai ditinggalkan, apalagi melihat sebagai seorang Sikh, kita tidak boleh membedakan kelas seseorang. Dan Pak SS mengatakan, adanya pernikahan antar agama Sikh dengan agama lain itu memang tidak dapat dibendung. Jadi ada beberapa warga Sikh yang menikah dengan agama lain, walaupun menurut Pak SS jumlahnya sangat sedikit.

Pak SS tidak memiliki anggota keluarga yang menikah dengan agama lain. Pak SS melarang keras ketika ada orang yang mengatakan ia berasal dari kelas tinggi sedangkan yang lainnya berasal dari marga yang rendah. Ia tidak setuju jika masih ada yang mengatakan bahwa sistem penggolongan berdasarkan marga itu ada, karena menurutnya, sejak dilahirkannya Khalsa, maka perbedaan kelas itu sudah tidak ada lagi. Selain itu Pak SS mengatakan, bahwa seorang Sikh memang dianjurkan untuk menikah dengan seseorang dari marga lain, jadi mau apapun marga yang dimiliki itu sama saja, yang penting ketika ada pasangan yang ingin menikah, tidak dianjurkan menikah antar sesama yang memiliki satu marga.

Pak SS ini dijadikan sebagai salah seorang informan karena ia merupakan salah seorang warga Sikh yang aktif dalam kepengurusan terutama di Yayasan Shree Guru Arjun Dev Ji, sehingga ia selalu menyempatkan diri untuk hadir


(62)

dalam berbagai acara keagamaan yang diadakan baik oleh yayasan maupun oleh warga Sikh lainnya. Inilah yang membuat Pak SS mengenal dan mengetahui tentang berbagai macam interaksi serta hal-hal yang terjadi dalam kehidupan warga Sikh terutama di kota Medan.

4.5.3 Informan ketiga (Warga Kelurahan Sari Rejo sekaligus dewan pembina yayasan Shree Guru Arjun Dev Ji)

Nama : Baldev Singh Umur : 41 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki Marga : Sandhu

Pekerjaan : Guru Les Private

Pak BS ini merupakan seorang informan yang telah tinggal di kelurahan Sari Rejo selama 32 tahun lamanya. Pak BS ini menamatkan pendidikannya hingga tingkat SMA. Ia mengatakan ia mengambil jalur IPA ketika ia masih SMA, sehingga ia sekarang menjadi salah seorang guru privat yang juga mengajarkan pelajaran matematika, kimia dan ilmu pengetahuan eksakta lainnya. Informan ini merupakan seorang informan yang dapat dikategorikan sebagai informan yang memiliki pandangan yang amat kritis mengenai berbagai hal, tidak hanya mengenai masyarakat Sikh namun juga berbagai hal lainnya. Pak BS ini merupakan anggota yang bertugas mengetik dan mengurus gurdwara, baik dari segi pengembangan gurdwara, maupun pengembangan bagi kemajuan umat Sikh ke depannya. Seperti yang ia katakan ketika kami berbincang-bincang, bahwa ada usulan yang dibuat oleh yayasan bahwa setiap siswa maupun mahasiswa


(1)

Singh, Fauza, Tirlochan, J.P., Sohan. 2000. Sikhism. Patiala: Ram Printograph. Singh, Hoshiar. 2001. Jatta Da Ihtehas. Chandigarh: Jai Offset Press.

Singh, Kirpal Dardi. 2007. Punjab Dian Jattan Te Got. Jullundur : Proprietor, New Book Co.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Tommy S. Singh dalam Qasim, Moch. 2005. Sejarah, Teologi, dan Etika Agama- Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Veneta.1998.Toko Sport Orang Punjabi; Suatu Studi Antropologi Tentang Budaya Korporasi Bisnis Perdagangan Alat-alat Olahraga di Medan (skripsi) Jurusan Antropologi Fisip USU.

Sumber lain :

Mohan. Majalah Raditya. Februari 2009: hal 139 Majalah The Illustrated Weekly of India.1973:hal 11

ariefhilmanarda.wordpress.com/.../konsep-jaringan-sosial-dalam-/diakses14/09/2011pukul 21.43 20.56


(2)

Kompas.com020109/diakses 07/01/12/pukul17.05

Komunitasrelijius.multiply.com diakses 20/06/2011 pukul 20.03 sumutpos.com/14/08/2009 diakses pada 20/06/2011 pukul 20.45


(3)

LAMPIRAN Draft pertanyaan

Nama : Umur : Jenis kelamin : Marga :

1. Apakah anda menyadari ataupun mengetahui akan adanya perbedaan marga berdasarkan golongan ?

2. Apakah ada keuntungan dengan adanya sistem marga ini atau apakah ada kerugian dengan adanya sistem marga ini ? jika ya, apa keuntungannya ? dan jika ada, apa kerugiannya ?

3. Apakah anda mempunyai pengalaman berinteraksi dengan warga Sikh yang memiliki marga yang berbeda ? Bagaimana pengalaman anda ?

4. Apakah anda mau berinteraksi dan bergaul dengan warga Sikh yang memiliki marga yang berbeda ?

5. Bagaimana pandangan anda terhadap marga yang anda miliki dan jika dibandingkan dengan marga lainnya ?

6. Apakah anda bersedia membantu apabila ada tetangga yang kemalangan tanpa melihat kelas sosial dan marga seseorang ?

7. Kalau ada warga Sikh lain yang mengalami kesusahan ataupun musibah, warga Sikh lainnya mau membantu ?

8. Kalau ada warga Sikh yang sakit apakah anda ataupun warga Sikh lain mau menjenguk ?

9. Apa anda bersedia menghadiri pernikahan yang diadakan oleh warga Sikh yang kelasnya lebih tinggi maupun yang lebih rendah dari anda ?

10.Kalau ada acara pernikahan atau acara lainnya yang dilakukan oleh warga Sikh yang kurang mampu, apakah banyak yang datang ?

11.Bagaimana tingkat solidaritas sosial umat beragama Sikh disini ?

12.Apakah anda mau melakukan kerjasama dengan warga Sikh lainnya terutama dengan yang berbeda marga ?

13.Bagaimana pengalaman anda ketika melakukan kerjasama dalam hal bisnis dengan warga Sikh lainnya ?


(4)

apa ?

15.Menurut anda, bagaimana masyarakat Sikh disini berinteraksi ? jika ada masalah, mengapa hal itu terjadi ?

16.Apakah ada anggota keluarga anda yang menikah dengan agama lain ? 17.Apakah anda mau atau setuju jika anak anda ataupun anggota keluarga

anda yang menikah dengan marga yang bukan berasal dari golongan Jatt ataupun dengan agama lain ?

18.Biasanya ketika ada orang Jatt, atau dari marga tinggi menikah dengan marga rendah ataupun suku dan agama lain, bagaimana tanggapan masyarakat Sikh lainnya?

19.Apakah anda merasa terganggu apabila ada warga Sikh lainnya yang memiliki status ekonomi yang lebih tinggi ?

20.Apakah anda pernah mengalami konflik dengan sesama Sikh ? Mengapa ? 21.Bagaimana saran anda terhadap perbedaan dan permasalahan yang terjadi

? Bukankah dalam agama Sikh mengutamakan kesetaraan dalam segala hal ?


(5)

Dokumentasi

Bentuk kerjasama warga Sikh dimana tidak ada perbedaan gender. Ini merupakan kegiatan membersihkan Gurdwara yang dilakukan oleh semua warga Sikh.


(6)

Gambar upacara penaikan bendera dimana semua warga Sikh dari berbagai kalangan, marga, usia, status ekonomi, dan wilayah tempat tinggal yang berbeda, berkumpul di gurdwara.