menganut nilai kesombongan dengan menganggap marganya lebih tinggi dibanding marga lainnya. Namun sesuai perkembangan zaman dan asimilasi yang
terjadi, terjadi perubahan pola pikir masyarakat Sikh ke arah yang lebih modern, sehingga mereka tidak mau beranggapan bahwa marga yang mereka miliki lebih
tinggi ataupun lebih rendah karena telah terjadi pembauran sehingga semuanya dapat dikatakan sama.
5.2.3 Sebab Akibat dengan Adanya Sistem Marga Ini
Dengan adanya sistem marga ini, tentu dianggap membawa dampak positif maupun negatif. Hal ini tergambar dalam wawancara dengan salah satu warga
Sikh berikut ini. “Sikh mengenal marga, seperti Dhillon, Sandhu, dan lainnya.
Ini tidak ada kerugian dan tidak ada keuntungan, tapi kita lebih gampang dalam mengidentifikasi. Jadi gak ada tinggi
rendahnya.” Salwinder Perbedaan marga dianggap sebagai tanda pengenal bagi warga Sikh
lainnya terutama dengan yang memiliki nama yang sama. Hal ini terlihat dari hasil wawancara berikut ini.
“Ya gak ada keuntungan sama kerugian kalo ada perbedaan marga berdasar golongan, cuma kita lebih gampang aja kalo
kenal orang, apalagi kalo orang yang punya nama yang sama. Kalo misalnya ada yang namanya sama, kan kita bisa
tau dia yang mana kalo kita tau marganya apa.” Gurnam Selain sebagai penentu, marga juga dianggap sebagai penentu status
keturunan dari seseorang. Hal ini tergambar dari hasil wawancara berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
“Keuntungan dari adanya sistem marga ini yaitu dapat menghindari pernikahan satu marga dan dianggap masih
memiliki ikatan saudara atau masih satu keturunan.” Sukdev
Penuturan lain disampaikan oleh seorang tokoh masyarakat yang mengatakan bahwa :
“Di Medan gak peduli, tapi marga ini ada hubungan darah, menunjukkan satu keturunan kalau marga nya sama, jadi gak
ada keuntungan maupun kerugian.” Kirpal Selain itu, bentuk perbedaan marga ini juga menjadi penentu menjalin
hubungan seperti yang tergambar dalam hasil wawancara berikut ini. “Dengan adanya marga ini kan orang pasti kan liat dulu
kalo mau menghubungkan mereka, misalnya mereka dari marga tinggi, kalo mau menjalin hubungan pernikahan kan
mereka liat dulu calonnya berasal dari marga apa, yang sejajar sama mereka apa nggak atau yang semarga apa
gak.” Dalip Namun di sisi lain, Pak Pritam Singh yang merupakan seorang informan
mengatakan : “Karena tidak ada golongan, jadi untung ruginya tidak
ada.” Pritam Begitu juga dengan penuturan Pak Ajmer.
“Gak ada keuntungan dan kerugian, kita kan suku yang lahir dari Guru Nanak yang bilang gak ada perbedaan. Kan yang
buat perbedaan itu manusia.” Ajmer Senada dengan pak Ajmer, pak Gurdip juga mengatakan demikian.
Universitas Sumatera Utara
“Tidak ada keuntungan maupun kerugian, kan semuanya harus saling mempersatukan dan itu sesuai ajaran agama
Sikh.” Gurdip Begitu juga dengan penuturan informan berikut ini :
“Tidak ada keuntungan maupun kerugian.” Harbinder Selain itu Pak Sukhminder berpendapat :
“Ya kita macam mana, tradisi marga di Indonesia itu sama aja, di Indonesia udah gak ada perbedaan, di India yang ada,
jadi gak ada keuntungan maupun kerugian.” Sukhminder Menurut penuturan seorang informan, ada orang yang memandang marga
dalam berkomunikasi. “Gak ada keuntungan maupun kerugian. Jadi gak ada
berprinsip marga kita dalam hubungan sosial. Tapi ada orang kan yang mandang marga, bagaimana bisa
bersosialisasi ke masyarakat. Intinya aku gitu, gak perlu bedakan marga. Lalu kan ada orang bedakan marga, kalau
aku nggak.” Baldev Ada juga penuturan dari warga Sikh yang mengatakan ada kerugian yang
ditimbulkan dengan adanya sistem marga ini. “Kerugiannya ada, karena golongan itu menyebabkan
masyarakat menjadi tidak kompak di dalam suatu masyarakat.” Resham
Sedangkan menurut seorang informan, ada keuntungan dan kerugian yang didapat dengan adanya sistem marga ini.
Universitas Sumatera Utara
“Ada keuntungannya, bisa mempererat saudara, dan kalau kerugiannya, ada perpisahan karena terjadi
pengelompokkan.” Jasbir Berdasarkan penuturan beberapa informan, dengan adanya marga pada
masyarakat Sikh dianggap tidak memberikan kerugian karena marga merupakan penentu bagi masyarakat untuk menjalin hubungan persaudaraan, apakah mereka
semarga ataupun tidak. Selain itu, adanya sistem marga ini dianggap lebih mempermudah masyarakat Sikh dalam mengenal dan mengidentifikasi masyrakat
Sikh lainnya berdasarkan marga yang mereka miliki. Sehingga terkadang apabila orang dari warga Sikh ingin menjalin hubungan dengan warga Sikh lainnya, maka
orangtua mereka akan sama-sama bertanya, mereka anak dari siapa, jadi mereka bisa mengetahui asal usul anak dari orangtuanya masing-masing dan apa marga
mereka sehingga tidak terjadi pernikahan antar marga yang sama. Selain dengan adanya marga dianggap oleh warga Sikh sebagai salah satu alat untuk mempererat
persaudaraan. Disisi lain ada kerugian yang ditimbulkan karena dengan adanya pembedaan marga yang dianggap menyebabkan terjadinya pengelompokan
sehingga menyebabkan masyarakat Sikh tidak semuanya saling kompak.
5.3 Kelas Sosial Dalam Komunitas Agama Sikh 5.3.1 Pendapat Akan Pernikahan Dengan Golongan dari Marga Lain
ataupun Dari Agama Lain Pernikahan merupakan salah satu hal yang paling sakral dalam kehidupan
setiap umat beragama. Dalam agama Sikh, pernikahan merupakan satu hal yang dianggap hanya boleh terjadi sekali dalam seumur hidup, sehingga ketika ada
orangtua yang ingin menikahkan anaknya, mereka harus meneliti benar calon
Universitas Sumatera Utara
menantu untuk anak mereka. Hal-hal yang menjadi perhatian utama dalam melihat calon pasangan bagi anak adalah kemandirian sang anak baik laki-laki yang telah
bekerja, dan wanita yang bisa memasak dan melakukan pekerjaan rumah tangga, berasal dari keluarga baik-baik, sang anak juga memiliki reputasi yang baik,
seperti tidak merokok atau minum minuman keras, dan lain sebagainya. Selain melihat faktor-faktor di atas, pihak orangtua juga melihat agama yang dianut,
apakah calon menantunya merupakan orang yang seiman atau tidak. Apabila seiman, maka mereka akan melihat marga dari calon tersebut, sehingga dapat
menghindari terjadinya pernikahan antar satu marga. Menurut penuturan para warga Sikh, bahwa dalam menikahkan anak
mereka, mereka setuju apabila anak mereka menikah dengan marga dari golongan apapun, asalkan masih beragama Sikh.
“Ya kalau antara golongan Sikh sendiri tidak ada masalah, tapi kalau dengan agama lain ya pasti ada masalah, sama
juga seperti agama lain. Semua agama pasti tidak senang jika nikah dengan agama lainnya. Sesama suku pasti
menikah dengan sesama suku.” Resham Hal ini senada dengan penuturan Pak Salwinder yang mengatakan :
“Malah kami dianjurkan nikah dengan marga lain, jadi mau dia dari golongan apapun gak masalah, tapi saya sebagai
seorang Sikh tidak setuju jika anggota keluarga saya menikah dengan agama lain. Semua agama pasti
menganjurkan gitu.” Salwinder Begitu juga dengan pernyataan dari informan lainnya yang mengatakan :
Universitas Sumatera Utara
“Seorang Sikh harus nikah dengan Sikh, kalau nikah sama golongan apa aja ya terserah. Kalau sama agama lain ya
gak bisa.” Baldev Selain itu, Pak Pritam sebagai ketua Yayasan sekaligus sebagai seorang
tokoh agama dalam masyarakat Sikh mengatakan bahwa : “Sebenarnya sih kurang setuju jika ada yang nikah dengan
lain agama, tapi kalau atas dasar suka sama suka, gak mungkin lagi gak setuju kan. Tapi kalau dibilang nikah,
kalau bisa sama yang satu suku, mau dari golongan apapun itu.” Pritam
Selain itu, seorang tokoh agama Sikh menuturkan bahwa: “Kalau saya sendiri tidak suka, jangan sampe ada yang
nikah dengan laen agama. Tukar agama itu gak percaya ma Tuhan, kalo perempuan ikut laki-laki gak apa-apa, tapi kalo
laki-laki ikut perempuan uda gak iya. Sebagai pendeta gak setuju. Tapi kalau mereka masih sesama Sikh mau dari kelas
apapun saya setuju” Dalip Hal ini juga sesuai dengan penuturan informan di bawah ini yang
mengatakan : “Saya tidak setuju jika ada yang menikah dengan lain
agama, karena lebih baik menikah dengan yang seagama. Kalau yang Jatt nikah ma yang non Jatt, ya setuju aja,
karena kan masih seagama, apalagi sekarang uda gak ada lagi perbedaan.” Sukhminder
Senada dengan pernyataan informan di atas, Pak Gurnam mengemukakan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
“Gak setuju kalau nikah ma yang beda agama. Kalau nikah ma yang seagama walaupun dari kelas apapun ya gak
masalah.” Gurnam Selain itu, Pak Gurdip menuturkan pendapatnya yang menyatakan bahwa :
“Ya, saya setuju anak saya menikah dengan golongan lain, bersyarat, ia harus seagama, yaitu Sikh.” Gurdip
Selain itu, ada penuturan dari seorang warga dari kelurahan Sunggal yang mengatakan bahwa agama itu merupakan masalah sensitif.
“Kalau golongan dengan agama Sikh sekarang tidak banyak dipermasalahkan tapi mungkin masih ada. Anak tayaji
paman ada yang nikah sama golongan Mere, tapi orang tidak banyak permasalahkan. Kalau masalah nikah ma
agama laen, yang sebaiknya ya satu agama, supaya tidak terjadi konflik kemudian hari, atau sebaiknya memilih salah
satu agama.” Sukdev Dari penuturan warga Sikh di atas menyatakan bahwa mereka setuju saja
jika ada anggota keluarga yang menikah dengan golongan lain dalam sesama suku, namun dengan syarat bahwa si calon pasangan tersebut harus beragama
Sikh juga. Sedangkan mereka tidak setuju jika ada anak maupun anggota keluarganya yang menikah dengan agama lain, karena menurut mereka, tidak
hanya agama Sikh saja yang melarang pernikahan dengan agama lain, semua agama pasti melarang anggota keluarganya menikah dengan orang dari agama
lain, namun hal ini bisa saja diterima dengan syarat pasangan tersebut harus mau pindah agama menjadi seorang Sikh. Hal ini seperti yang dikatakan oleh seorang
warga Sikh yang memiliki anak yang menikah dengan seorang Muslim namun, wanita itu telah masuk Sikh.
Universitas Sumatera Utara
“Iya saya setuju karena anak saya ada yang nikah dengan yang Muslim, namun telah masuk Sikh. Namanya Ek Raj
Kaur. Mamanya orang Padang, bapak Jawa, tapi semua lagu paath di hp, paath sembayang juga bisa.” Ajmer
Selain itu ada penuturan seorang informan yang menjelaskan bahwa : “Kalau aku sih pribadi setuju-setuju aja asalkan pasangan
itu mau masuk ke agama Sikh. Tapi kalau agama Sikh yang masuk ke agama lain aku kurang setuju. Kalau yang sesama
Sikh ya setuju aja mau dia tinggi atau rendah, selagi masih yang satu agama.” Harbinder
Begitu juga dengan penuturan informan lainnya yang mengatakan : “Saya setuju saja jika ada yang menikah dengan golongan
yang berbeda karena masih satu agama, apalagi sekarang tidak ada tinggi rendah. Dan saya setuju saja jika ada yang
nikah dengan lain agama dengan syarat pasangannya masuk agama Sikh.” Kirpal
Namun, di sisi lain, ada tanggapan dari seorang warga Sikh lain yang mengatakan bahwa :
“Setuju, karena bagiku itu semua sama. Terkadang manusia menilai agamanya yang paling baik, sedangkan agama orang
lain paling buruk, suku dia paling baik dan paling bagus, sedangkan suku orang paling buruk. Kita hidup di zaman
modern, kalau itu menurutnya bagus, kenapa nggak, yang penting jalani aja. Agama, suku, semua ada kekurangan
maupun kelebihannya. Siapa bilang Punjabi pun gak ada yang cerai, ada juga kok. Kalau masalah golongan, itu gak
masalah, karena kita kan memang nikah gak boleh yang semarga, jadi gak apa-apa.” Jasbir
Universitas Sumatera Utara
Jadi warga Sikh mengatakan bahwa dalam peraturan mereka, mereka sama sekali tidak setuju jika ada anggota keluarganya yang menikah dengan agama lain.
Para warga Sikh mengatakan, sebaiknya nikah dengan yang seagama. Namun di sisi lain, mereka setuju jika ada anggota keluarga mereka yang menikah dengan
sesama Sikh walaupun dari yang berbeda golongan karena dalam ajaran agama Sikh memang dianjurkan untuk menikah dengan yang berbeda marga.
5.3.2 Tanggapan Masyarakat Jika ada Warga Sikh yang Menikah dengan Agama Lain