Nilai Kesetaraan dalam agama Sikh dan Implementasinya

Dari masyarakat yang ada di Indonesia khususnya Medan, golongan terbanyak adalah Jatt yaitu golongan marga tertinggi dalam masyarakat Sikh, lalu diikuti oleh Mere dan golongan Nai. Golongan diatas, hanya didasarkan pada jenis pekerjaan, namun itu tidak menjadi patokan pada golongan tersebut untuk bekerja di bidang yang telah dituliskan tersebut. Jadi belum tentu masyarakat golongan Mere dan Nai yang bekerja sesuai pekerjaan diatas, karena ada juga Nai dan Mere yang bekerja sebagai dokter, serta guru privat. Ini terjadi karena proses perubahan masyarakat ke arah yang lebih modern.

2.5 Nilai Kesetaraan dalam agama Sikh dan Implementasinya

Pada masyarakat Sikh juga terdapat nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat Sikh sehari-hari. Nilai-nilai ini telah ada sejak nabi pertama memperkenalkan agama Sikh. Ketika perbedaan kelas yang sangat kaku dan ketika ikatan sistem kasta di India telah ketat dibagi oleh orang-orang khususnya masyarakat beragama Hindu, Guru Nanak sebagai nabi pertama dalam agama Sikh mengajarkan kesetaraan dan persaudaraan. Pada masa Guru Nanak, sikap dan penghargaan terhadap ajaran agama yang lain telah dimulai. Bahkan guru nanak mempunyai 2 sahabat yang sangat dekat yaitu Bhai Bala seorang Hindu dan Bhai Mardhana seorang Muslim selama misinya bagi persatuan universal. Dalam kitab suci Sri Guru Granth Sahib terdapat Hymne dari Kabir seorang Muslim dan Ravidas dari Hindu. Farid Sadhana, Namdev dan Dhana semuanya diterima baik dalam pengakuan Sikhisme tanpa memandang kasta, kelas, warna kulit, ras dan jenis kelamin, semua diperlakukan sama. Guru Nanak sebagai nabi pertama berkotbah kepada seluruh manusia dari segala macam ras dengan visi dari perbuatan kasih terhadap sesama. Dia Universitas Sumatera Utara mengkhotbahkan agama kasih, pelayanan dan pengorbanan. Kesetaraan penuh bagi semua manusia dinyatakan oleh nabi Sikh sebagai prinsip moral yang mendasar untuk mengatur hubungan sosial dan komunikasi. Menurut Tommy Santokh Singh dalam buku Qasim 2005, pada masa guru keempat, Guru Ram Das, nilai-nilai toleransi terhadap kepercayaan dan agama lain telah terlihat dalam perjalanan sejarah Sikh. Guru ram Das yang terkenal karena pada masa hidupnya membangun Gurdwara Harmandir Sahib yang terkenal dengan Kuil Emas di Amritsar, kota suci umat Sikh. Guru Ram Das pada saat itu telah meminta sahabatnya Mia Mir, seorang penganut agama Islam, untuk meletakkan batu pertama pembangunan Kuil Emas yang penyelesaiannya memakan waktu 12 tahun. Dalam agama Sikh tidak ada kelas-kelas pendeta maupun hierarki agama. Setiap pria maupun wanita dibenarkan mengambil bagian dalam setiap upacara agama ataupun menjadi pemimpin upacara tersebut. Gurdwara merupakan rumah ibadah bagi umat Sikh yang dilengkapi dengan aula dapur umum yang disebut dengan Guru ka Langgar yang menyiapkan makanan vegetarian bagi setiap orang yang hadir tanpa memandang kedudukan sosial, kasta, jenis kelamin, pangkat maupun agamanya Tommy dalam Qasim.2005:38. Guru Nanak dan para nabi Sikh lainnya mengatakan bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara orang-orang dari kasta yang berbeda dalam hal konstitusi fisik. Dalam sebuah diskusi polemik dengan Brahmana, Kabir berkata: “Bagaimana Anda seorang Brahmana, dan saya kasta rendah? Apakah saya memiliki darah dalam pembuluh saya dan Anda memiliki susu?” Gauri Kabir p-324. Universitas Sumatera Utara Ini menunjukkan bahwa terdapat argumen atau klaim oleh orang-orang yang berada pada kasta tinggi yang menyatakan bahwa ada perbedaan fisik antara manusia dari kasta yang berbeda. Guru Nanak menunjukkan bahwa hukum alam tidak bereaksi berbeda terhadap manusia yang berada pada kasta yang lebih tinggi. Karena alam tidak menciptakan diskriminasi dalam mendukung manusia dari kasta yang lebih tinggi dengan mengakui keunggulan dalam cara apapun, jadi mitos superioritas kasta jelas dilihat sebagai buatan manusia. Guru Nanak sangat meyakini bahwa kasta sebagai anomali sosial dan kejahatan ketika ia mengatakan: “Setiap orang mengatakan bahwa ada empat kasta, tetapi mengatakan nama Tuhan bagi semua; yang sama adalah tanah liat. Ada lima elemen yang membentuk bentuk tubuh, dan siapa yang bisa mengatakan siapa yang memiliki kurang dari atau lebih?”Rag Bhairon Mohalla 3, p-1128 Guru Nanak membantah bahwa kasta itu lazim dari awal. Dalam keadaan primordial : “Tidak ada manusia dari kasta atau kelahiran dapat dilihat..... Tidak ada perbedaan warna atau Brahman atau Khasatriya ......” Maru Mohalla 1, p- 1035-1036. Klaim bahwa orang-orang dari kasta yang berbeda telah memancar dari bagian yang berbeda dari manusia purba juga ditolak oleh Guru Nanak. Guru Nanak mengatakan bahwa dalam kasta tidak asa pertimbangan kesadaran spiritual, dan bahwa individu yang berasal dari kasta yang rendah tidak perlu menunggu untuk dilahirkan kembali di kelas atau kasta yang berikutnya yang lebih tinggi agar dapat mencapai pembebasan. Menurut Guru Nanak, siapa saja Universitas Sumatera Utara yang merenungkan Tuhan, tanpa mengingat kasta, maka ia akan diberkati oleh Tuhan. Sedangkan nabi kesepuluh, Guru Gobind Singh, menyatakan sebuah kasta itu tabu dalam Khalsa. Dalam Akal Ustat, ia menyatakan, tidak ada pertimbangan keanggotaan kasta atau varna. Dia juga menulis, Jangan mengadopsi kebiasaan kepercayaan apa pun, tetapi mereka harus menabur benih-benih cinta yang murni dari Tuhan. Vachitar Natak, chapt.6 ayat 34. Ini menunjukkan, kesamaan fundamental dari semua orang dipastikan dengan tiket masuk gratis dan sukarela dalam urutan Khalsa Sikh. Dalam hal ini, kekayaan juga menjadi penentu utama dari kelas sosial terhadap kelahiran dalam kasus sistem kasta. Dalam Sikhisme, hubungan antara kelas berdasarkan sumber-sumber ekonomi disediakan dalam hal kesetaraan. Guru Nanak menolak gagasan superioritas kelas ekonomi yang lebih baik ditempatkan atas orang lain. Guru Nanak mengatakan : “Orang yang mengenal Tuhan akan melihat semua orang sebagai sama, sebagai angin yang berhembus secara teratur dan seperti raja.” Gauri Sukhmani Mohalla 5, 8-1, p-272. Jadi dalam Sikhisme kelas yang lebih tinggi tidak diatur oleh kode etik yang terpisah, tetapi semua orang, kaya atau miskin, berhak atas penilaian sama nilai dan kesetaraan sosial. Karena kematian adalah menyamaratakan itu, Guru Nanak menyoroti gagasan ini: “Seseorang tidak hidup selamanya di dunia. Baik raja maupun pengemis, semuanya akan datang dan pergi.” Ramkali Mohalla 1, 11, p-931 Universitas Sumatera Utara Kebutuhan pengakuan martabat manusia, terlepas dari kelas ekonomi, juga ditekankan dalam anekdot dari biografi Guru Nanak dimana disebutkan kisah Bhai Lalo dan Malik Bhago. Dalam insiden ini Guru Nanak menolak makan malam yang agak mewah bagi Malik Bhago sedangkan memberikan roti gandum biasa pada Bhai Lalo. Pesan yang dapat diambil bahwa kaum miskin tidak seharusnya diperlakukan sebagai rendah, semua harus diperlakukan sebagai sama terlepas dari sumber daya material mereka Sikh Missionary Center.1990:275- 278. Guru Gobind Singh sebagai nabi terakhir melarang setiap umat-Nya untuk merokok, meminum minuman keras, memotong rambut serta melakukan hubungan pernikahan di luar nikah. Ini memang menjadi nilai utama dalam ajaran agama Sikh. Selain itu, Guru Gobind Singh sebagai guru terkahir juga melarang akan adanya perbedaan manusia berdasarkan kasta maupun tingkatan ekonominya. Namun, hal-hal yang berlangsung dewasa ini tidaklah sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh para nabi Sikh karena banyak umat Sikh yang melanggar nilai-nilai tersebut. Dalam agama Sikh dilarang adanya pemotongan rambut baik oleh laki-laki maupun perempuan. Namun seiring perkembangan zaman, hal tersebut sudah tidak berlaku lagi karena banyak masyarakat Sikh yang telah mengikuti gaya hidup modern sehingga memangkas rambutnya dan tidak jarang para lelaki Sikh akan berpenampilan botak, sedangkan para perempuan akan memangkas rambutnya sependek mungkin. Selain itu mengenai perihal merokok dan minum minuman keras, banyak dari masyarakat Sikh yang sekarang merokok dan tidak jarang juga ditemukan Universitas Sumatera Utara masyarakat Sikh yang meminum minuman keras. Terkadang minuman keras ini juga menjadi salah satu minuman yang dihidangkan pada resepsi pernikahan. Padahal menurut agama, ini jelas dilarang. Pemuda-pemuda Sikh yang merokok biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dan apabila hal ini diketahui oleh masyarakat Sikh lainnya, maka hal ini biasanya akan diperbincangkan, dan keluarga si pemuda juga akan mendapat malu. Selain itu, para orangtua dari wanita juga akan berpikir beberapa kali untuk memberikan anak perempuannya dengan pemuda yang merokok karena tidak mau dicemooh oleh masyarakat Sikh lainnya apabila anak perempuannya menikah dengan pemuda yang dianggap melanggar ajaran agama Sikh. Mengenai perihal perbedaan kelas, para nabi dalam agama Sikh telah menjelaskan bahwa semua manusia itu dilahirkan oleh satu Tuhan sehingga tidak ada perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Namun ini tidak terjadi dalam kehidupan nyata karena pengaruh dari budaya Hindu menyebabkan masyarakat Sikh membagi individu nya berdasarkan golongan marga, dimana terdapat sekitar 3000 marga yang berbeda, dan ini terbagi lagi ke dalam urutan berdasarkan golongan. Sistem pernikahan yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat Sikh juga masih didasarkan atas persamaan golongan marga. Apabila orang dari marga golongan tinggi menikah dengan golongan rendah, maka akan mendapat gunjingan dan cemooh dari masyarakat Sikh lainnya. Selain itu, ada juga masyarakat Sikh yang menikah dengan suku maupun agama lain. Hal ini juga akan dicemooh, namun ketika individu dari non Sikh itu mau menjadi Sikh, maka cemooh yang didapat tidaklah sebesar ketika individu Sikh tersebut yang pindah agama. Perbincangan akan adanya pernikahan beda agama ini tidak hanya Universitas Sumatera Utara berlangsung selama beberapa saat, namun bisa berlangsung hingga beberapa generasi ke depan. Jadi ketika seorang Sikh menikah dengan non Sikh dan meninggalkan agama Sikh, maka ia akan mendapat pengucilan dan tidak jarang dicampakkan dari lingkungan keluarga dan kerabatnya. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah agar lebih dapat memahami masalah yang akan diteliti sehingga dapat memberikan gambaran serta penjelasan yang tepat terhadap masalah yang akan diteliti. Penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif ini dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang diamati dan digambarkan serta dijelaskan dengan maksud mengetahui hasil dari masalah yang diteliti. Dalam masalah ini, yang dijelaskan adalah pola interaksi antar marga yang ada pada komunitas agama Sikh di Kecamatan Medan Sunggal Kelurahan Sunggal dan Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 2 daerah, yaitu di Kecamatan Medan Sunggal, Kelurahan Sunggal dan di Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo. Adapun alasan peneliti untuk meneliti di tempat tersebut adalah karena Kecamatan Medan Sunggal Kelurahan Sunggal dan Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo merupakan tempat tinggal bagi 55 keluarga beragama Sikh yang memiliki marga yang berbeda-beda. 3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek dari penelitian Arikunto.1999:22. Adapun yang menjadi unit analisis Universitas Sumatera Utara