lagi yang lainnya. Demikian sekilas tentang teori fungsi di bidang etnomusikologi dan ilmu pertunjukan budaya lainnya.
4.2 Penggunaan Zapin
Penggunaan lagu dan tari zapin di kawasan Serdang Sumatera Utara mencakup pelbagai aktivias seperti: memeriahkan suasana pesta pernikahan,
memeriahkan suasana pesta khitanan, festival-festival budaya, untuk mengiringi acara-acara peresmian,dan lain-lain. Berikut penulis akan menguraikan
penggunaan zapin tersebut.
4.2.1 Upacara Pesta Kawin
Dalam kebudayaan Melayu Sumatera Utara, pernikahan merupakan kegiatan yang bersifat keagamaan dan adat sekaligus. Pernikahan secara
konseptual, adalah penyatuan jasmani dan rohani antara lelaki dan perempuan yang diabsahkan sama ada oleh agama maupun norma-norma sosial. Dalam
kebudayaan masyarakat Melayu Sumatera Utara pada upacara nikah kawin ini terdapat beberapa tahapan kegiatan: merisik kecik, merisik rasmi dan peminangan,
menyorong tanda, jamu sukut, pernikahan menurut agama, berinai, perasmian secara adat, menghantar pengantin lelaki bersanding, dan mandi bedimbar
272
. Penggunaan zapin dalam budaya Melayu Serdang Sumatera Utara dalam
upacara pernikahan adalah pada saat kedua mempelai duduk di atas pelaminan. Biasanya juga menggunakan seni joget atau ronggeng Melayu yang dilaksanakan
272
Tengku Lah Husni, Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986, hal., 120-181.
Universitas Sumatera Utara
setelah lebih dahulu dipertunjukan seni barzanji, marhaban, dan nasyid. Para pengunjung meminta giliran untuk turut serta menari dan menyanyi ronggeng
dengan menuliskan pada secarik kertas. Kemudian pembawa acara akan memanggil sesuai dengan giliran masing-masing pengunjung atau tetamu yang
ingin menyanyi atau menari. Dalam konteks upacara nikah kawin ini, pengunjung yang menari tidak diwajibkan membeli tiket, karena biasanya pihak tuan rumah
yang punya hajat, telah membayar honor kelompok joget. Upacara perkawinan adat Melayu adalah sebagai suatu aktivitas yang
menjadi identitas khas masyarakat Melayu. Di Sumatera Utara upacara perkawinan ini memiliki tahapan-tahapan khas. Aktivitas-aktivitas itu adalah
seperti yang diuraikan berikut ini. a Merisik kecil. Apabila sebuah keluarga mempunyai seorang anak laki-
laki yang telah dewasa, maka biasanya orang tua selalu membicarakan jodoh anaknya. Umumnya pihak laki-laki yang akan mencari pasangan hidupnya,
sedangkan pihak perempuan hanya menunggu datangnya seorang jejaka yang dapat menjadi pasangan hidupnya. Jika kedua orang tua daripada seorang pemuda
telah mendapatkan calon jodoh untuk anaknya, maka secara diam-diam memanggil seorang wanita tua yang sudah biasa mengerjakan tugas sebagai
telangkai penghubung
273
. Tugas wanita tua tersebut antara lain adalah melihat tingkah laku si gadis dan melihat kemungkinan penerimaan peminangan.
Menurut penjelasan informan peneliti, Encik Tairani, merisik tidak resmi ini dilakukan oleh penghulu telangkai tidak resmi, sedangkan penghulu telangkai
273
Syed Alwi bin Sheikh Al- hadi, Adat Resam Melayu dan Adat Istiadat, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Tanah Melayu, 1960, hal., 20-22.
Universitas Sumatera Utara
rasmi
274
diangkat oleh pihak yang berkuasa, yaitu pihak keluarga yang memberi tugasan, dan tidak diberi upah. Biasanya sebagai jerih payahnya ia diberi sebuah
kain selepas suatu upacara nikah kawin selesai. Umumnya penghulu telangkai rasmi meneruskan pekerjaan yang
dilakukan oleh penghulu telangkai tidak rasmi. Pertanyaan atau pembicaraan tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau diam-diam melainkan secara
berterus terang oleh pihak laki-laki. Untuk merisik itu pun dilakukan oleh wanita tua sebagai perantara antara pihak perempuan dan laki-laki. Penghulu telangkai
dikatakan sebagai jembatan maksud oleh pihak laki-laki atau perempuan. Penghulu telangkai dan pihak perempuan serta pihak laki-laki yang mengiringinya
memakai busana Melayu termasuk seni persembahan Melayu. Setelah penghulu telangkai pulang, maka bermufakatlah keluarga si gadis
apakah pinangan tersebut diterima atau tidak dengan sangat rahasia, tidak boleh didengar oleh orang luar, sebab kemungkinan ada pihak keluarga lain yang
mempunyai anak gadis ingin menjodohkan anaknya juga. Sebelum keputusan diambil, maka keluarga si gadis tersebut mengirim seorang kepercayaannya untuk
mencari keterangan asal-usul dan keadaan keluarga dari si pemuda untuk menjadi partimbangan. Apabila keterangan tersebut memuaskan, maka pihak si gadis
memanggil beberapa kerabat dekat untuk meminta partimbangan dan keputusan. Jika keputusan tersebut menerima risikan pertama, maka dikhabarkan kepada
274
Dalam kebudayaan Melayu Serdang Sumatera Utara, para penghulu telangkai ini membentuk sebuah organisasi sosial yaitu Persatuan Penghulu Telangkai Sumatera Utara, yang
pada masa kini dipimpin oleh Tengku Syahdan. Mereka dapat hidup dan berkembang karena fungsi sosial dalam masyarakat Melayu Sumatera Utara yang memerlukan mereka dalam setiap
upacara nikah kawin.
Universitas Sumatera Utara
wanita penghulu telangkai pihak lelaki untuk datang ke rumah si gadis tersebut. Selanjutnya diteruskan ke acara merisik rasmi dan meminang.
Merisik rasmi dan meminang
275
ini menurut adat Melayu Sumatera Utara dilakukan oleh penghulu telangkai rasmi. Saat ini tentu saja pihak laki-laki ingin
mengetahui apa saja syarat-syarat menurut adat dan agama Islam yang harus dipikul dan dipenuhi. Hal-hal yang menyangkut persyaratan tersebut diajukan
dengan pasti oleh pihak perempuan kepada penghulu telangkai rasmi. Selepas mendengar dan menerima keputusan daripada pihak perempuan,
maka pihak laki-laki mengadakan mesyuarat di antara sanak keluarga untuk membicarakan masalah merisik dan meminang secara rasmi yang harinya telah
disepakati bersama antara kedua belah pihak. Merisik dan meminang menurut adat dilakukan terpisah, masing-masing dilaksanakan dengan waktu yang berbeda,
namun yang lazim dilakukan oleh orang banyak biasanya dilakukan sekaligus mengingat waktu dan tenaga yang besar. Oleh itu, banyak yang melakukan
pekerjaan ini agar ringkas. Risikan dan peminangan dilakukan oleh anak beru menantu lelaki dan
perempuan serta beberapa orang tua laki-laki dan perempuan yang telah berumah tangga, jumlahnya sekitar 10 orang. Penghulu telangkai tugasnya adalah sebagai
saksi sebab penghulu tersebut dahulunya sudah bertugas sebagai penghubung rasmi. Pada kunjungan acara risikan peminangan, pihak laki-laki membawa
tepak sirih yang akan ditujukan untuk acara tersebut. Jumlah tepak sirih
276
yang
275
Syed Alwi bin Sheikh Al- hadi, 1960, Adat Resam Melayu dan Adat Istiadat, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Tanah Melayu, 1960, hal., 24-30.
276
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dibawa sedikitnya 5 buah, adakalanya 7 buah atau lebih. Di antara tepak tersebut adalah: 1 tepak pembuka atau tepak merisik; 2 tepak meminang; 3 tepak
janji; 4 tepak bertukar tanda dan 5 beberapa tepak pengiring. Selanjutnya di rumah pihak perempuan telah menanti tepak: a tepak nanti; 2 tepak janji; dan
3 tepak bertukar tanda. Pada semua aktivitas merisik rasmi dan meminang ini dalam budaya
Melayu setiap orang diwajibkan memakai busana Melayu. Setelah selesainya acara tersebut, dan pihak perempuan menerima risikan rasmi dan peminangan,
maka acara selanjutnya adalah menyorong tanda atau bertunangan. Pada acara menyorong tanda atau bertunangan, pihak laki-laki
menghantarkan cincin pada sebuah kotak, yang telah dihiasi dengan kain berwarna kuning, dengan manik-manik keemasan sehingga kelihatan indah.
Cincin beserta tempatnya tersebut, diberikan kepada pihak perempuan bersama sebuah tepak pengiring.
Demikian juga pihak perempuan menyorongkan sebuah tanda dalam satu wadah yang telah dihiasi pula dan disertai sebuah tepak. Tanda tersebut boleh
berupa cincin biasanya emas atau perhiasan lainnya seperti gelang, kalung dan lainnya. Tidak jarang pula hantaran itu dilengkapi dengan kain songket untuk
calon mempelai perempuan, lengkap untuk baju dan kainnya. Perhiasan hantaran ini lazim disebut dengan luah. Perhiasan tersebut berfungsi sebagai tanda bahwa
kedua calon mempelai terikat pada tali pertunangan. Cincin tersebut beserta tempatnya, diberikan kepada pihak perempuan bersama uang.
Universitas Sumatera Utara
Dengan selesainya aktivitas ini, maka acara peminangan telah pun selesai, dan pihak perempuan melakukan acara jamuan makan bagi semua yang terbabit,
disertai dengan doa selamat. Biasanya tepak dan tanda ikat janji atau hantaran peminangan tersebut ditepungtawari oleh pihak perempuan setelah selesai acara
ini. Selanjutnya dilakukan acara jamu sukut. Acara jamu sukut adalah acara untuk memberitahukan pada pihak keluarga
masing-masing. Setelah peminangan secara rasmi diterima oleh pihak wanita, sama ada ayah dan emak dari calon pengantin perempuan maupun orang tua dari
calon pengantin lelaki masing-masing mengadakan sebuah jamuan atau kenduri untuk memberitahukan keluarga masing-masing tentang peminangan yang baru
diterima. Acara seperti ini di Sumatera Utara disebut dengan jamu sukut. Selepas itu acara diteruskan kepada akad nikah.
Pada acara akad nikah ini aktivitasnya dapat dilakukan pada pagi hari ataupun malam, tergantung kepada muafakat bersama. Pada acara tersebut calon
pengantin lelaki diantar oleh beberapa orang keluarganya ke rumah pihak perempuan untuk mengucapkan akad nikah. Biasanya pakaian calon pengantin
pada saat menikah haruslah sesuai dengan apa yang telah dijanjikan. Di Sumatera Utara pakaian ini lazim terbuat dari kain songket. Pada saat ini juga pihak lelaki
membawa uang mahar yang dibungkus dalam kain tiga lapis yang berlainan warna, kadang-kadang ada juga yang membuatnya sampai sembilan lapis, dengan
ditambahi bartih yaitu beras yang digoreng tanpa menggunakan minyak makan, beras kuning yaitu beras yang direndam pada air kunyit, dan bunga rampai yaitu
beraneka ragam bunga-bungaan, serta uang ringgit. Lalu dibungkus dan diikatkan
Universitas Sumatera Utara
dengan benang aneka warna yang diikat dengan simpul hidup. Kemudian uang yang telah dibungkus itu dimasukkan ke dalam cepu peti kecil, yang kemudian
cepu ini dibungkus baik-baik pada sehelai kain panjang, dan diletakkan di atas dulang kecil yang dinamakan semerip. Perlengkapan lainnya yang dibawa adalah:
pahar tempat yang terbuat dari tembaga berbentuk bulat ceper, yang berisi pulut kuning, ayam panggang, dan sebuah tepak nikah, di dalamnya dimasukkan
sebagian biaya nikah untuk tuan kadhi. Biasanya biaya nikah dibayar oleh kedua pihak calon mempelai.
Di rumah pihak perempuan telah menanti sebuah tepak sirih dan sebuah balai pulut kuning. Balai tersebut nantinya ditukarkan sewaktu hendak pulang.
Acara pernikahan ini biasanya mengambil tempat di ruang bagian dalam rumah pihak perempuan. Ketika rombongan pihak laki-laki telah sampai di rumah
perempuan, maka kaum laki-laki dipersilahkan duduk di ruang muka, dan kaum ibu di ruang dalam.
Calon mempelai lelaki duduk di atas tilam katil yang diapit kiri kanan oleh para keluarga yang telah berpengalaman, agar pelaksanaan pernikahan
tersebut tidak ada halangan apa-apa. Di hadapan pengantin lelaki duduk seorang tuan kadhi dan disertai dua orang saksi untuk mendengar akad nikah tersebut.
Keluarga yang lain duduk menyaksikan upacara tersebut, lalu tuan kadhi mengucapkan doa nikah. Selepas itu berkata, yang nantinya dijawab oleh
pengantin lelaki. Hamba nikahkan akan tuan dengan Siti Halimah, yang berwakil
walinya kepada hamba dengan mahar sebuah gelang emas tunai.
Universitas Sumatera Utara
Sambil menarik sedikit demi sedikit telunjuk pengantin lelaki, yang artinya calon pengantin tersebut menjawab perkataan tuan kadhi.
Hamba terima nikah Siti Halimah dengan maharnya sebentuk gelang emas tunai.
Kalau ucapan ini lancar dan terang didengar oleh tuan kadhi dan dua orang saksi, maka sahlah nikah kawin itu. Sering juga akad nikah ini tidak dapat
dilakukan dengan sempurna dan diulang-ulang beberapan kali. Hal ini biasanya ada sesuatu gangguan, seperti masalah gangguan makhluk halus terhadap calon
pengantin yang dikirim oleh orang-orang yang senang. Apabila nikah telah selesai, tuan kadhi membacakan doa selamat, dilanjutkan dengan jamuan makan.
Pada waktu pulang, pihak lelaki membawa pulut kuning yang disediakan pihak pengantin wanita.
Acara selanjutnya adalah berinai
277
. Sehari sebelum menikah, kedua pengantin, sama ada lelaki maupun perempuan, di rumah masing-masing
menerima berkat dan doa restu daripada sanak keluarga yang menepungtawarinya terlebih dahulu. Malamnya diadakan upacara berinai, yaitu upacara ritual yang
pada asasnya menempelkan daun inai yang telah ditumbuk halus ke kuku-kuku jari tangan dan kaki kedua pengantin, sampai semua kuku berwarna merah tua.
Menurut penjelasan para informan dalam adat Melayu, guna inai ini adalah menjaga kedua pengantin daripada gangguan makhluk-makhluk halus, yang jahat
tersebut boleh saja menyerupai pengantin, sehingga mengecohkan pasangan pengantin lainnya.
277
Ibid, hal., 31-32.
Universitas Sumatera Utara
Malam berinai
278
biasanya dilakukan sampai tiga malam, yakni: 1 malam pertama dinamakan malam inai curi; 2 malam kedua dan ketiga
dinamakan malam inai adat. Pada waktu malam inai curi, calon pengantin diberi inai oleh teman-temannya sewaktu ia tidur. Pada saat malam berinai adat, calon
pengantin dihiasi menurut ketentuan adat, yakni memakai pakaian pengantin termasuk seni persembahan Melayu. Pengantin perempuan didudukkan di atas
pelaminan. Di hadapannya duduk beberapa kerabat serta teman-teman dekatnya. Di saat pengantin duduk di pelaminan inilah tari inai dan kesenian-
kesenian Melayu lainnya seperti rodat, hadrah dan gambus dimainkan untuk memeriahkan acara tersebut. Menurut penjelasan Encik Tairani informan, tari
inai dipersembahkan di depan pelaminan, gunanya untuk menghibur dan menghormati pengantin, menambah kekuatan dan ketahanan jasmani dan rohani.
Menurut mereka, pada masa ini inai diartikan sebagai penambah tenaga jasmani dan rohani yang memakainya serta menolak marabahaya, terutama bahaya yang
ditimbulkan oleh makhluk-makhluk halus yang jahat. Masyarakat Melayu pada umumnya percaya bahwa penyakit awal kali datang dari ujung kaki dan tangan,
maka pada bahagian inilah ditempelkan inai. Upacara selanjutnya adalah menghantar pengantin. Pada masa lalu, yang
lazim dilakukan orang Melayu, setelah pengantin perempuan duduk di pelaminan, maka dikirimlah utusan ke rumah pihak pengantin laki-laki untuk menyatakan
bahwa pengantin perempuan telah siap untuk bersanding di pelaminan. Pada siang harinya, pengantin laki-laki dihantar ke rumah pengantin perempuan bersama-
278
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
sama dengan sanak keluarga dan handai taulan. Pengantin lelaki berpakaian adat Melayu lengkap mulai dari destar, baju, kain sesamping, celana seluar dan
sendal, keris, sirih genggam yang terbuat daripada perak. Demikian pula di atas pelaminan, pengantin perempuan lengkap memakai pakaian yang terbuat daripada
seni persembahan Melayu dihiasi dengan pelbagai perhiasan, dan memegang sirih genggam. Kedua sirih genggam ini kemudian saling dipertukarkan nantinya.
Di hadapan rumah pengantin perempuan, sebelum sampai ke atas pelaminan, pengantin lelaki diapit oleh dua anak kecil yang disebut gading-
gading, yang nantinya bekerja mengipasi kedua pengantin. Pengantin lelaki yang datang, diarak beramai-ramai dengan aktivitas seni musik. Sebuah balai, yaitu
bangunan berupa kotak papan, semakin ke atas semakin kecil yang bilangannya ganjil, diisi pulut kuning, seekor ayam yang dipanggang, dan beberapa buah telur
yang dibungkus dan dihiasi oleh kertas minyak, beberapa tepak sirih dan bunga sirih, serta uang, dibawa oleh anak beru di barisan hadapan. Pada bahagian depan
rombongan ini ada beberapa orang lelaki bersilat untuk menjaga-jaga apabila ada sesuatu gangguan terhadap perarakan tersebut. Pengantin lelaki di barisan
bahagian tengah, ditandu di atas sebuah kerusi. Yang mengangkatnya adalah anak beru pihak pengantin lelaki. Pada barisan paling belakang, adalah kaum
perempuan dan lelaki. Mereka ini semua menurut norma adat Melayu wajib memakai busana Melayu, yang diantaranya terbuat daripada songket Melayu.
Kaum wanita memakai baju kebaya panjang, kain songket Melayu dan selendang. Kaum lelaki memakai baju teluk belanga, seluar celana panjang, kain sesamping
serta peci atau destar tengkuluk untuk penutup kepala.
Universitas Sumatera Utara
Di depan pintu masuk pekarangan rumah pengantin wanita, telah menunggu dan berjaga-jaga beberapa anak beru pihak pengantin wanita. Selembar
kain panjang ataupun seutas tali yang berbunga direntangkan mereka, sehingga rombongan pengantin lelaki tidak dapat masuk. Kelompok prosesi perarakan
pihak pengantin lelaki berhenti, tidak dapat berjalan masuk, karena ditahan oleh kelompok pengantin perempuan. Peristiwa penahanan prosesi kelompok
pengantin lelaki oleh kelompok pengantin perempuan ini secara adat disebut dengan gatang-gatang, yang merupakan hak adat anak beru pengantin perempuan.
Dengan berpura-pura marah, sambil menggertak anak beru pihak pengantin laki-laki maju menghadap mereka dan bertanya apa sebabnya arak-
arakan ini tidak boleh masuk. Pihak anak beru perempuan sebahagian besar tersenyum saja, kain penghambat jalan tetap tidak dibuka, dan salah satu di antara
mereka berucap: Tuan-tuan, adat diisi, lembaga dituang. Di mana ranting dipatah, di
situ air disauk, di mana tanah dipijak, di situ langit dijunjung, siapa melanggar akan dilanggar, penyelesaian hanya diperoleh jika adat
dipenuhi.
Maka terjadilah pertengkaran yang “dibuat-buat” dan tawar-menawar tentang penyelesaian adat. Akhirnya pihak pengantin laki-laki membayar uang
batang-batang sebesar seperempat mahar. Setelah uang batang-batang ini dipenuhi, kain penghalang disebut juga kain penghalang pintu ini dibuka, dan
perarakan rombongan pihak pengantin lelaki diteruskan oleh pihak pengantin perempuan. Di depan pintu pekarangan telah ada tiga orang untuk mengangkat
pengantin lelaki dan disertai dua gading-gading anak dara belia yang
Universitas Sumatera Utara
menghantar sampai ke depan pintu rumah pengantin wanita. Di tempat inilah mereka diturunkan. Di depan pintu telah menanti pula beberap impal. Mereka
berhak atas adat hempang pintu sebesar seperempat mahar pula. Sebelum uang adat tersebut dibayar, pengantin lelaki tidak dibenarkan masuk—maka timbullah
pertengkaran yang dibuat-buat. Pihak impal pengantin wanita ini berkata: Datuk-datuk yang kami muliakan,
Tinggilah terbang burung kenari, Hinggap kelana di atas dahan,
Apakah maksud datang kemari, Adat yang mana tuan bawakan,
Impal larangan menghempang pintu, Bahu
membahu berbanjar-banjar,
Menuntut bagian adat dahulu, Rela berkorban kalau dilanggar.
Pihak pengantin laki-laki pun menjawab sebagai berikut. Datuk-datuk yang handalan,
Serta keluarga yang kami muliakan, Tatkala dulu burung terbang,
Panji sudah kita tanamkan, Orang
kini mendapatkannya,
Tatkala dahulu kami datang, Janji sudah kita simpulkan,
Sekarang kami
menepatinya, Sudah berkembang payung adat,
Sudah tersusun pulut balai, Sudah beriring bunga sirih,
Disambut dengan tepung tawar, Maka itu kami datang membawa adat,
Hempang pintu minta diurai, Inilah uncang orang yang letih,
Hak impal seperempat mahar.
Pihak pengantin wanita pun menyambutnya. Sudah terdinding kain tabir, sudah terbentang langit-langit, sudah
terbentang tikar tikar ciau, sudah berdiri pelaminan, sudah tersimpuh
Universitas Sumatera Utara
mempelai puteri, hutang adat telah dibayar, hutang letih ditepung tawar, kain hempang kami turunkan, silahkan pengantin masuk ke
dalam.
Hempang pintu telah dibuka, pengantin lelaki serta rombongan masuk ke ruangan tengah, dipimpin oleh anak beru perempuan pihak pengantin laki-laki.
Kaum bapak tidak boleh masuk, malainkan duduk di ruang hadapan. Setelah berada di ruang tengah, pengantin laki-laki dan rombongan terdiri dari kaum ibu
ditahan lagi—karena belum membayar adat, yaitu penahan tabir pendinding pelaminan yang dijaga oleh pihak anak beru pihak pengantin perempuan. Pada
saat ini terjadi lagi “pertengkaran.” Apabila pihak pengantin lelaki membayar uang adat sebesar seperdelapan mahar, maka dibukalah tabir pendinding
pelaminan. Selepas itu, pengantin lelaki menuju pelaminan, tetap antara dua sampai
tiga meter kembali berhenti, karena tikar dan kain belum dibentangkan, untuk menjadi tempat berjalan pengantin. Tikar tersebut dijaga oleh saudara-saudara ibu
pengantin wanita. Pada saat ini saudara-mara ibu pengantin wanita mempunyai hak adat yang disebut kembang tikar dan pihak pengantin lelaki harus membayar
seperdelapan mahar lagi. Setelah dibayar, maka tikar pun dikembangkan dan pengantin lelaki dibawa ke pelaminan. Sebelum menginjakkan tikar, terlebih
dahulu menginjakkan sebuah talam sebagai lambang membersihkan kaki. Setelah selesai didudukkanlah pengantin tersebut pada kerusi pelaminan, di sebelah kanan
pengantin perempuan, yang dari semula telah duduk di kerusi pelaminan. Pada saat ini, wajah pengantin wanita masih ditutupi dengan kipas, dipegang oleh isteri
dari saudara laki-laki daripada pengantin wanita.
Universitas Sumatera Utara
Maka pihak laki-laki dan hadirin yang saling bertanya-tanya pertengkaran berpura-pura pun terjadi. Pihak pengantin wanita menyatakan bahwa hak adat
yang terakhir belum dipenuhi, yakni membayar seperdelapan mahar lagi, untuk hak adat hempang kipas. Setelah mahar diberikan, maka kipas yang menutupi
wajah pengantin wanita dibuka—dan hadirin dapat melihat kedua pengantin di pelaminan. Sirih genggam kedua pengantin tersebut ditukarkan. Pada sisi kiri dan
kanan pengantin, duduk orang yang menjaga dan mengatur masing-masing pengantin. Maka bersandinglah kedua mempelai beberapa lama, dikipas oleh
kedua anak gading-gading dan dilihat beramai-ramai oleh sanak keluarga, tetangga, handai taulan dan segenap yang hadir.
Di atas tangga pelaminan sebelah bawah terletak sebuah tepak sirih, yaitu simbol menyambut mereka yang datang. Balai pulut yang dibawa oleh pihak
pengantin laki-laki diletakkan sejajar dengan balai pulut pihak perempuan. Kemudian kedua pengantin ditepungtawari.
Menurut Lah Husni telah menjadi adat kebiasaan pula, bahwa puak Melayu memakai tepung tawar pada beberapa upacara dan kejadian-kejadian
penting, seperti perkawinan, pertunangan, bersunat, seseorang yang kembali dengan selamat dari suatu perjalanan, atau terlepas dari marabahaya, atau
mendapat rahmat dari Tuhan di luar dugaannya. Menurut Husni istilah tepung tawar ini berasal daripada kata tampung tawar yang maknanya tangan
menampung penawar atau ubat. Susunan tepung tawar yang biasa digunakan masyarakat Melayu Sumatera Utara secara umum terdiri daripada tiga bahagian
pokok: 1 ramuan penabur yang terdiri daripada: a. beras putih yang
Universitas Sumatera Utara
melambangkan kesuburan, b. beras kuning yang melambangkan kemuliaan dan kesungguhan, c. bartih yang melambangkan perkembangan, d. bunga rampai yang
melambangakan keharuman nama, e. tepung beras yang melambangkan kebersihan hati; 2 ramuan rinjisan yang terdiri daripada daun kalinjuhang
silinjuhang; tangkai dan daun pohon pepulut sipulut; daun gandarusa atau daun sitawar; daun jejerun jerun-jerun, daun sepenuh, daun sedingin serta pohon dan
akar sembau; 3 perdupaan yang terdiri dari kemenyan atau setanggi yang dibakar—yang dapat diartikan doa kepada Yang Maha Kuasa
279
. Acara berikutnya setelah tepung tawar adalah makan nasi hadap-hadapan.
Yang pertama adalah sulang-sulangan, maksudnya agar kedua pengantin saling tolong menolong. Lalu sambil memberikan minuman dan keduanya saling
berlumba mengambil hidangan berupa seekor ayam yang telah dimasak, dimasukkan pada kotak ditimbuni dengan nasi minyak atau nasi lemak, yaitu nasi
yang telah dimasak dengan santan kelapa. Di atas nasi tersebut dihiasi bunga- bungaan yang terbuat daripada buah-buahan dan sayur-sayuran.
Dalam falsafah adat Melayu, aktivitas ini merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara kedua mempelai dan keluarganya—karena pada mulanya mereka
kedua pengantin tidak saling kenal. Berbeda dengan jaman sekarang, umumnya mereka menentukan pilihan mereka sendiri, serta saling kenal sebelum beranjak
ke jenjang perkawinan. Keesokan harinya kedua pengantin dihiasi dengan pakaian pengantin
kembali, untuk mengadakan sembah keliling yaitu duduk memperjumpakan
279
Tengku Lah Husni, Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986, hal., 74-79.
Universitas Sumatera Utara
keduanya dengan ayah, bunda, dan kaum keluarga dari pihak perempuan yang ada di rumah tersebut. Keduanya pun menyembah dengan bergantian dan memberikan
cemetuk hadiah kepada sanak keluarga yang telah membantu pelaksanaan perkawinan tersebut. Selepas itu dilanjutkan dengan acara para kaum kerabat
memberikan nasihat-nasihat kepada kedua pengantin. Setelah semua selesai maka acara selanjutnya adalah meminjam pengantin,
yaitu membawa kedua pengantin diupacarai di rumah pengantin lelaki. Yang datang menjemput pengantin, biasanya tiga orang anak beru perempuan dari pihak
pengantin lelaki. Yang menemani pengantin wanita adalah tiga orang keluarganya pula. Apabila rombongan pengantin sampai ke rumah mertua pengantin wanita,
maka kedua pengantin mencuci kaki di dekat pintu rumah, dilakukan di atas talam. Lalu pengantin wanita diperlihatkan beberapa bahan baku makanan yang
telah disiapkan oleh pihak pengantin laki-laki, seperti: asam, garam, beras dan lesung batu. Tujuannya adalah pengantin wanita telah menjadi bahagian daripada
keluarga pihak pengantin lelaki dan dipersilahkan nantinya masak seperti yang dilakukan di rumahnya sendiri.
Pada saat ini salah satu daripada keluarga pengantin lelaki berkata: “Inilah beras, asam, garam di rumah mertua; kalau datang sekali lagi jangan malu-malu,
masaklah sendiri.” Kata-kata itu diartikan bahwa pengantin perempuan harus menganggap rumah keluarga suaminya sebagai rumahnya sendiri.
Di rumah pihak pengantin laki-laki, kedua pengantin didudukkan juga di atas pelaminan dan ditepungtawari oleh pihak pengantin laki-laki. Setelah itu
diadakan sembah keliling seperti yang dilaksanakan di rumah pihak pengantin
Universitas Sumatera Utara
wanita. Setelah tiga malam berada di rumah pengantin laki-laki, dan adat-istiadat telah dijalani, maka kedua pengantin baru diantar kembali pulang ke rumah
keluarga pengantin wanita. Dengan selesainya adat meminjam pengantin ini, maka adat perkawinan telah selesai dikerjakan—tinggal kedua pengantinlah yang
paling menentukan dalam mengarahkan perjalanan rumah tangganya. Demikian sekilas deskripsi upacara perkawinan adat Melayu di Sumatera Utara, yang
melibatkan penggunaan lagu dan tari Melayu. Yang penting dari aktivitas upacara perkawinan adat Melayu ini adalah
penggunaan pakaian adat Melayu yang sepertinya menjadi suatu keharusan dalam kebudayaan Melayu. Pakaian adat ini secara lengkap dipakai oleh kedua
pengantin dalam bentuk baju, sarung, tengkuluk atau destar, kain sesamping, dan lainnya. Selain itu seni persembahan Melayu ini dipakai pula sebagai bahan dasar
busana Melayu yang dipakai oleh penghulu telangkai, mak bidan pengantin, pihak pengantin lelaki dan perempuan, anak beru, impal larangan dan impal langgisan,
para tetamu dan hadirin yang menghadiri sebuah upacara perkawinan adat Melayu.
Dalam upacara perkawinan ini penggunaan seni persembahan Melayu adalah sebagai upaya meramaikan jalannya upacara. Adapun genre kesenian yang
umum digunakan adalah marhaban dan barzanji, joget atau ronggeng, pakpung, hadrah, silat, inai, nasyid dan Zapin. Daripada semua genre seni persembahan
tersebut, tampaknya yang paling menjadi ciri khas seni dalam upacara perkawinan di kawasan Serdang Sumatera Utara adalah seni pertunjukan Zapin dan tari inai.
Adapun lagu-lagu yang paling sering dikumandangkan adalah Anak Ayam Patah
Universitas Sumatera Utara
9, Lancang Kuning dan Selabat Laila. Pada masa sekarang ini popular pula penggunaan musik keyboard dalam upacara nikah kawin Melayu di Sumatera
Utara. Melalui keyboard ini pelbagai lagu tradisional Melayu, lagu popular Indonesia dan Malaysia, maupun lagu popular Barat dapat saja dinyanyikan oleh
mereka yang memiliki kesenangan bernyanyi. Dengan demikian, upacara perkawinan adat Melayu selalu menggunakan pelbagai lagu dan tari Melayu.
Selain itu semua aktivitas upacara perkawinan selalu menggunakan komunikasi lisan dan bukan lisan, yag dipandu oleh para penghulu telangkai. Berikutnya lagu
dan tari Melayu digunakan pula untuk memeriahkan suasana pesta khitanan bersunat.
4.2.2 Upacara Pesta Khitan
Acara berkhitan sunat Rasul atau sirkumsisi merupakan salah satu aktivitas dalam tamadun Islam. Berdasarkan hukum Islam, berkhitan adalah wajib ‘ain—
wajib dilakukan oleh setiap individu muslim, sesuai ajaran Nabi Muhammad. Usia untuk berkhitan tidak ada ketentuannya, tetapi biasanya untuk anak perempuan
dilakukan setelah berusia lebih setahun, anak lelaki lebih dari tujuh tahun menjelang akil baligh usia remaja.
Biasanya pada saat anak dikhitan, disertai acara yang berhubungan dengan adat-istiadat, yaitu kenduri sebagai rasa syukur dan mohon keselamatan kepada
Allah. Dalam budaya Melayu, acara khitan ini dilaksanakan menurut hari baik dan bulan baik, biasanya Sya’ban, Syawal, Zulhijjah atau Zulkaidah. Sesuai
dengan penanggalan Islam, berdasarkan pada siklus tahun qamariah siklus bulan
Universitas Sumatera Utara
mengedari bumi,
280
dimulai dari tahun awal kali Nabi Muhammad dan pengikutnya hijrah migrasi sementara dari Mekkah ke Medinah.
Acara khitan untuk anak lelaki biasanya dilangsungkan dengan meriah. Sehari sebelum anak dikhitan, ia diarak keliling kampung, didandani seperti
layaknya seorang pengantin, dan ditepungtawari, yaitu aktivitas memercikkan air rinjisan
281
ke tubuh yang dituju agar selamat. Anak ini ditandu di atas balai-balai tandu yang dihias atau kerusi yang dihias. Pada saat perarakan prosesi
biasanya dipersembahkan seni silat dan hadrah yang secara konseptual dianggap sebagai pembuka jalan iring-iringan tersebut.
Pada hari yang ditentukan, anak tersebut dikhitan. Setelah selesai dikhitan ditidurkan di sebuh ranjang. Beberapa masa kemudian, didudukkan di pelaminan.
Di depan pelaminan disediakan nasi balai ketan kuning yang telah dimasak, ayam panggang dan telur rebus, yang ditempatkan pada kotak-kotak bartingkat.
Saat anak didudukkan di pelaminan inilah biasanya dipersembahkan pelbagai kesenian Melayu seperti zapin, hadrah, silat, nasyid, joget, pakpung dan
lain-lainnya. Kesenian zapin, hadrah, dan nasyid dianggap sebagai bahagian daripada seni Islam. Manakala seni silat pula dipandang sebagai ketangkasan wira
280
Di dunia ini ada pelbagai sistem kalender yang digunakan oleh manusia. Ada yang menurut sistem bumi mengedari matahari seeparti kalender Masihi. Ada pula yang menurut bulan
mengelilingi bumi seperti kalender Islam dan Jawa. Ada juga kalender-kalender lain seperti China, Thailand, Batak Toba, Karo, Simalungun dan lainnya.
281
Air rinjisan adalah air yang dicampur dengan ramuan-ramuan berupa irisan-irisan kecil daun silinjuhang kalinjuhang, sepenuh, sedingin, beras dan kunyit. Secara adat, ramuan rinjisan
ini dipercayai mengandung kekuatan gaib. Akan mendatangkan keberuntungan bagi mereka yang dirinjisi diperciki dalam sebuah upacara. Setiap upacara dalam budaya Melayu selalu ada bagian
yang disebut tepung tawar, yaitu salah satu kegiatan yang dilakukan untuk memberi semangat, “obat,” atau menghormati seseorang—seperti akan menunaikan ibadah haji, menabalkan anak,
menyambut seorang yang baru kembali yang selama ini dianggap hilang, khitanan, pernikahan dan sejenisnya. Ramuan rinjisan ini biasanya dipergunakan dalam acara tepung tawar tersebut. Dalam
konteks Sumatera Utara sekarang, acara tepung tawar dilakukan tidak hanya pada acara ritual masyarakat Melayu, tetapi sudah meluas sampai ke pelbagai upacara tradisional etnik Jawa,
Sunda, Mandailing-Angkola, Aceh, Pesisir dan Banjar.
Universitas Sumatera Utara
Melayu dalam melindungi orang-orang yang perlu dilindunginya. Sementara seni joget dan pakpung adalah mengekspresikan rasa sukacita dalam menghibur diri.
Dengan demikian, seni pertunjukan Melayu tetap dilakukan dalam aktivitas khitanan ini. Seterusnya lagu dan tari Melayu juga digunakan untuk kepentingan
upacara menabalkan anak di Serdang Sumatera Utara.
4.2.3 Untuk Upacara Menabalkan Anak
Sesuai dengan ajaran Islam, seorang anak yang dilahirkan wajib bagi orang tua yang mampu untuk mengakikahkan dan menabalkan nama. Akikah ini
adalah merupakan sedekah kepada sesama umat, dengan cara memotong kambing. Untuk anak lelaki dikorbankan dua ekor kambing dan untuk anak perempuan
dikorbankan seekor kambing. Kambing yang dikurbankan juga dipilih yang berkualitas baik dan memenuhi syarat. Adapun harganya pada saat penyelidikan
ini dilakukan berkisar antara tujuh ratus ribu sampai dua juta rupiah per ekornya. Selepas dipotong, daging kambing dimasak dan kemudian dilakukan kenduri
menjemput masyarakat sekitar untuk menikmatinya. Dalam budaya Melayu upacara mengakikahkan anak ini sekaligus juga
disertai dengan upacara pemberian nama atau menabalkan nama dan kadang juga diiringi upacara turun tanah. Upacara menabalkan nama adalah memberikan nama
yang baik kepada anak, sedangkan upacara turun tanah adalah menjejakkan anak ke tanah sebagai awal dari ia hidup dunia ini, yang nantinya akan mandiri dengan
takdirnya menjadi manusia dengan pekerjaan tertentu di dunia ini.
Universitas Sumatera Utara
Adapun dalam ajaran Islam dan Melayu anak mestilah diberi nama menurut nama-nama yang baik. Karena bagaimanapun nama yang baik akan
menimbulkan motivasi yang kuat untuk ia menjadi manusia yang baik. Dalam budaya Melayu, nama-nama itu biasanya menurut tradisi Melayu dan juga Islam.
Misalnya Awang Abdullah bin Jafar Sidik. Kata Awang tentu saja merujuk kepada istilah Melayu, Abdullah yang berarti hamba Allah merujuk kepada nama-
nama Islami, Jafar Sidik adalah nama ayah anak tersebut. Sementara itu, upacara turun tanah adalah suatu simbol bahwa anak itu
kelak harus mandiri dengan bekerja sesuai di bidangnya. Adapun perlengkapan yang digunakan adalah kelapa, uang logam syiling, gula-gula dan tumpukan
tanah. Prosesnya adalah pertama dibacakan doa oleh alim ulama, kemudian anak
kakinya dipijakkan ke tanah, diajari melangkah. Lantas setelah itu uang logam dan gula-gula diperebutkan kepada anak-anak lain yang hadir. Mengekspresikan
kegembiraan dan rasa syukur kepada Allah. Pada saat menabalkan anak ini selalu pula dipergunakan zapin Melayu
serta marhaban dan barzanji. Adapun lagu-lagu yang biasa dipergunakan dalam upacara ini adalah lagu Anak Ikan, Dodoi Didodoi dan lainnya. Lagu Melayu pula
selalu digunakan untuk upacara melepas dan menyambut haji terutama genre zapin, barjanzi, dan marhaban.
Universitas Sumatera Utara
4.2.4 Untuk Perlombaan dan Festival
Seni zapin selalu digunakan untuk pelbagai perlombaan dan festival seni budaya, baik di lingkungan Serdang, Sumatera Utara, Indonesia, maupun di Dunia
Melayu yang lebih luas. Beberapa kawasan di Dunia Melayu ini seperti Provinsi Riau, Riau Kepulauan Kepri, Jambi, Sumatera Selatan, Negeri Johor Malaysia,
Kalimantan, selalu menyelenggrakan festival zapin. Maka dari Serdang dan Sumatera Utara biasanya selalu melibatkan diri untuk menyertai perlombaan dan
festival itu. Perlombaan ini diikuti oleh kelompok-kelompok zapin seperti dari Patria, Perbaungan, Pantai Labu, Lubuk Pakam, dan lain-lainnya.
Di Kota Medan sendiri setiap tahunnya dilakukan festival budaya Melayu yang biasanya salah satu kegiatannya adalah lomba tari zapin dan serampang dua
belas. Para seniman dari Serdang dan wilayah-wilayah Melayu lainnya seperti Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Batubara, dan Labuhan Batu
selalu menyertai perlombaannya. Bukan juara yang mereka inginkan tetapi yang lebih esensi adalah memelihara keberadaan budaya dan kesenian Melayu.
Demikian sekilas uraian tentang guna zapin di dalam kebudayaan masayarakat Melayu Serdang. Selanjutnya akan dikaji bagaimana fungsi zapin ini dalam
masyarakat Melayu di kawasan budaya Serdang.
4.3 Fungsi Zapin