truths concerning a definite subject matter and established by an efficient [effective] method.” Artinya sains itu adalah suatu bentuk kebenaran umum yang
mengacu pada suatu bidang telaah dan dibentuk oleh metode yang efektif. Dalam konteks ilmu sejarah sebagai sains maka ada 4 hal yang mendukungnya, yaitu: 1
ilmu sejarah memiliki sistematisasi sebagai sebuah disiplin ilmu, baik mencakup susunan, organisasi, dan pengklasifikasian; 2 ilmu sejarah memiliki metode
yang efektif, yaitu metode yang bertujuan memecahkan masalah-masalah kesejarahan; 3 ilmu sejarah memiliki bidang telaah atau lingkup kajian tertentu;
4 ilmu sejarah memiliki rumusan dalam mengacu kepada kebenaran umum yang sifatnya rasional
190
. Namun demikian ilmu sejarah sebagai sains masuk ke dalam ilmu sosial humaniora bukan ke dalam ilmu eksakta.
Ilmu sejarah dalam operasionalnya selalu memakai ilmu-ilmu bantu auxiliary sciences. Di antara ilmu-ilmu bantu yang sering dipergunakan oleh
para ilmuwan sejarah adalah: filsafat, bibliografi, antropologi, bahasa, geografi, kronologi, diplomatik, sigilografi dan heraldri, palaeografi, arkaeologi, epigrafi,
numismatik, dan genealogi. Demikian sekilas tentang sejarah sebagai ilmu. Selanjutnya dikaji tentang metodologi teori dalam ilmu sejarah
191
.
3.3 Teori
Teori atau metodologi merupakan landasan yang paling penting dalam ilmu sejarah. Dalam metodologi terkandung makna mengenai teori,
190
Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, New York: Fordham University Press, 1957, hal., 39.
191
Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, New York: Fordham University Press, 1957, hal., 81.
Universitas Sumatera Utara
pengembangan teori, penelitian, lingkup kajian, dan lain-lain. Definisi metodologi menurut Machlup adalah sebagi berikut :
The study of principles that guide student of any field of knowledge, and specially of any branch of higher learning science in deciding wheter to accept
or reject certain proposition as a part of the body of ordered knowledge in general or their own discipline science
192
. Metodologi menurut Machlup adalah kajian mengenai prinsip-prinsip
yang mengarahkan para penuntut ilmu kepada berbagai lapangan ilmu, dan khususnya berbagai cabang atau pelajaran yang lebih tinggi yang sering disebut
sains dalam rangka memutuskan secara pasti untuk menerima atau menolak proposisi sebagai bagian dari pengembangan pengetahuan secara umum atau
khusus disiplin yang dikajinya. Metodologi membahas aturan-aturan tertentu dalam konteks prosedur intelektual
dalam komunitas ilmiah termasuk di dalamnya pembentukan konsep-konsep, membangun model-model, merumuskan hipotesis-hipotesis, dan menguji teori-
teori. Sejarawan Reiner berpendapat bahwa nosi metodologi adalah sama
dengan nosi flilsafat sejarah Geschichtsphilosophie yang formal seperti yang dikemukakan oleh Bauer, yaitu meneliti logika dan epistimologi sejarah sebagai
sebuah disiplin. Filsafat sejarah yang formal ini oleh Walsh, seorang guru besar filsafat dari Universitas Edinburg, dinamakan filsafat sejarah kritis, yang di
dalamnya dikaji empat permasalahan sejarah: a sejarah dan bentuk-bentuk
192
Fritz Machlup, The production and distribution of knowledge in the United States, United States of America : Princeton University Press, 1973, hal., 55.
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan lain; b kebenaran dan fakta dalam sejarah; c objektivitas sejarah; dan d eksplanasi dalam sejarah
193
. Metodologi
atau filsafat sejarah formal, yang menurut konsep Bauer atau
disebut filsafat sejarah kritis, menarik minat Nash, seorang guru besar filsafat di Western Kentucky University. Bidang kajian yang dibahasnya adalah: 1
positivisme dan idealisme, yaitu penekanan pada masalah pemahaman sejarah: 2 masalah eksplanasi sejarah; 3 masalah objektivitas sejarah; 4 masalah sebab-
sebab dalam sejarah; dan 5 determinisme sejarah
194
. Dalam tulisan mengenai filsafat sejarah, Ankersmit
195
mengemukakan antara lain mengenai filsafat sejarah kritis, yang di dalamnya juga dibahas
mengenai teori pengetahuan atau epistemologi sejarah. Buku ini dalam judul aslinya adalah Denken over Geschiedenis: Een overzicht van moderne
geschiedfilosofische opvattiegn, 1984, diterjemahkan dengan baik oleh Pater Dick Hartoko dari Indonesia, dengan judul Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendapat
Modern tentang Sejarah Gramedia, 1987. Kemudian menurut seorang antropolog ternama, Pelto, perlu dibedakan
antara teknik-teknik penelitian yaitu hal-hal yang menyangkut masalah pragmatis dalam koleksi data dengan metodologi. Menurut Pelto, “methodology denotes
‘logical in-use’ involved in selecting particular observational techniques,
193
Teuku Ibrahim Alfian, 1968, “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, International Conference on Asian History, 5th-10th August. hal., 3.
194
Teuku Ibrahim Alfian, 1968, “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, International Conference on Asian History, 5th-10th August. hal., 4.
195
Teuku Ibrahim Alfian, 1968, “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, International Conference on Asian History, 5th-10th August. hal., 17.
Universitas Sumatera Utara
assering their yield of data, and relating these data to theoretical propositions
196
. Jadi ringkasnya, metodologi berkaitan dengan masalah filsafat fundamental dalam
ilmu sejarah, sedangkan metode berkaitan dengan cara atau teknik membangun disiplin ilmu sejarah. Selanjutnya kita kaji teori dalam ilmu sejarah.
Seperti sudah dideskripsikan di atas, metodologi berkaitan erat dengan masalah teori. Teori dalam disiplin sejarah sering juga disebut dengan kerangka
referensi, atau kadangkala disebut skema referensi atau presuposisi atau personal equation—yang merupakan suatu perangkat kaidah yang memandu sejarawan
ilmuwan sejarah untuk menyelidiki atau meneliti masalah yang akan diteliti, alam menyusun bahan-bahan yang telah diperolehnya dari analisis sumber,
kemudian mengevaluasi hasil temuannya
197
. Hook mencatat ada empat hal tentang kerangka referensi teori dalam
ilmu sejarah ini, yaitu: Kerangka referensi adalah hipotesis yang menjelaskan faktor-faktor apa yang
menentukan terjadinya sebuah situasi sejarah; Kerangka referensi juga menentukan hipotesis mana yang harus diseleksi oleh
seorang sejarawan, dan kadang-kadang juga seleksi mengenai jenis masalah sejarah yang hendak ditelitinya;
Kerangka referensi dapat juga menunjukkan lingkup scoupe minat sejarawan. Misalnya sejarah sosial, intelektual, budaya, atau politik;
196
Pelto, Pertty J dan Gretel H., Anthropological Research : The Structure of Inquiry. Second Edition. London : Cambridge University Press, 1978, hal., 4.
197
Teuku Ibrahim Alfian, 1968, “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, International Conference on Asian History, 5th-10th August. hal., 26.
Universitas Sumatera Utara
Kerangka referensi adalah filsafat hidup atau nilai yang dianut oleh sejarawan yang tercermin di dalam kara-karyanya
198
. Sementara Sartono Kartodirdjo tidak memakai kata kerangka referensi tetapi
mempergunakan istilah kerangka analitis untuk menjelaskan pendekatan yang dipakainya
199
. Sebaliknya, seorang sejarawan Amerika Serikat, Berkhofer, Jr. mempergunakan istilah kerangka konseptual
200
conceptual frameworks, yang mengacu pada makna teori dalam ilmu sejarah.
Fungsi teori dalam disiplin sejarah, adalah sama dengan yang terdapat dalam disiplin-disiplin lain, yaitu untuk mengidentifikasi masalah yang hendak
diteliti, menyusun kategori-kategori untuk mengorganisasikan hipotesis-hipotesis, dan melalui proses tersebut berbagai-bagai macam interpretasi data dapat diuji,
serta memperlihatkan ukuran-ukuran atau kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu. Teori tidak dapat memberikan jawaban kepada peneliti,
akan tetapi teori dapat membekali peneliti dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya terhadap fenomena yang hendak ditelitinya.
Jika seorang sejarawan mengemukakan teorinya secara eksplisit dalam penelitiannya, maka tidaklah sulit bagi pembaca karyanya untuk menyimak
keseluruhan teori yang dipakainya itu. Kita dapat melihat apakah teori itu dapat dibuktikan dalam kajiannya ataukah ia hanya dapat membuktikan sebahagiannya
saja.
198
Teuku Ibrahim Alfian, 1968, “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, International Conference on Asian History, 5th-10th August. hal., 30.
199
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal., 4.
200
Robert F. Berkhofer, Jr., A Behavioral Approach to Historical Analysis, New York: Free Press, 1971, hal., 5 dan 23.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Metode