2.10 Kesultanan Sumatera Timur
Berdasarkan sejarah, kesultanan-kesultanan yang berada di Sumatera Timur adalah wawancara dengan Sinar, Desember 2010 : a Kesultanan Deli,
b Kesultanan Serdang, c Kesultanan Langkat, d Kesultanan Asahan, e Kesultanan Panai, f Kesultanan Kualuh, g Kesultanan Kota Pinang, h
Kesultanan Merbau. Ditambah empat Kedatuan di Batubara, yang memiliki kekuasaan otonomi pada masa pemerintahannya. Kini kesultanan itu ada yang
berlanjut seperti Kesultanan Deli dan Serdang, yang masih memiliki sultan sebagai pemangku adat saja. Namun banyak pula yang pupus sejak revolusi sosial
1946. Selanjutnya saya akan membahas Kesulatanan Deli, Serdang, Langkat, dan Asahan. Namun sebelumnya saya ingin mengulas tentang sejarah Kerajaan Haru
di Sumatera Timur.
Peta 2.10
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Timur dekade 1940-an
Sumber : Langenberg,
1976, National Revolution in North Sumatra: Sumatra Timur and Tapanuli 1942-1950, hal.,
45.
2.10.1 Kerajaan di Sumatera Timur
Pada awalnya agama Islam telah diyakini disebarkan oleh para pedagang- pedagang Islam dari Persia maupun Arabia yang sedang menuju Tiongkok tetapi
dalam perjalanan singgah di Sumatera. Kapal dari India meninggalkan Cambay bulan Januari dan pulang ke India bulan Juni. Kisah tentang Islam di Kerajaan
Universitas Sumatera Utara
Haru yang wilayahnya meliputi Tamiang Aceh Timur hingga Rokan Provinsi Riau, barulah ditemukan dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan dalam Sejarah
Melayu, pada pertengahan abad ke-13 M. wawancara dengan Sinar, Desember 2010
Adapun “Sejarah Melayu” dan “Hikayat Raja-raja Pasai” adalah sebagai berikut. Disebutkan bahwa rombongan Nahkoda Ismail dan Fakir Muhammad
pertama sekali mengIslamkan fansuri Barus sekarang, kemudian Lamiri Lamuri, Ramni selanjutnya ke Haru dari sana barulah Raja Samudera Pasai yang
bernama MERAH SILAU yang kemudian menjadi Sultan Malikussaleh di Islamkan. Ini terjadi pertengahan abad ke-13, dan Marco Polo bertemu dengan
Malikussaleh pada tahun 1292 M ketika mengunjungi Pasai. Batu Nisan Sultan yang bertarikh 1297 M dan masih dijumpai di Pasai, menguatkan dalil ini
122
. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Haru Sumatera Timur telah Islam
setidak-tidaknya pada masa pertengahan abad ke-13. Nama “Haru” tersebut untuk pertama kalinya muncul dalam catatan Tiongkok ketika Haru mengirimkan misi
ke Tiongkok pada tahun 1282 M pada Zaman pemerintahan Kublai Khan
123
. Setidaknya dalam periode sampai dengan masa penyerangan dari Singosari 1275
M, maka kota Cina yang terletak diantara sungai Buluh Cina dan sungai Belawan merupakan Bandar perdagangan dari kerajaan Haru, terutama ketika masa dinasti
Sung Selatan antara abad ke-13 dan 15 yang kapal-kapal Tiongkok langsung berniaga dengan jajahan-jajahan Sriwijaya dan melihat pula pembuktian hasil
122
T.Luckman Sinar, SH.,”Beberapa catatan tentang perkembangan Islam di Sumatera Utara”, paper dalam Seminar Dakwah Islam se-Sumatera Utara, tanggal 29-31 Maret 1981. hal., 6.
Lihat juga harian Analisa tanggal.10 April 1981
123
T.Luckman Sinar, SH.,”The Kingdom of Haru and the Legend of Puteri Hijau”, paper seminar IAHA ke -7 di Bangkok tanggal 25-27 Agutus 1977. hal., 12.
Universitas Sumatera Utara
penggalian yang ditemukan di kota Cina tersebut wawancara dengan Sinar, Desember 2010.
Dalam suatu penyerangan yang dikenal dengan nama “Ekspedisi Pamalayu” dan dituliskan dalam kronik “Pararaton” yang tercatat pula disitu
bahwa “Haru itu bermusuhan”. Tetapi setelah pulih dari penjajahan Jawa Timur ini, Haru kembali jaya dan perdagangan makmur. Hal ini dicatat oleh pedagang
Persia, Fadiulah bin Abdul Khadir Rasyiduddin dalam bukunya “Jamiul tawarikh”, bahwa negeri utama di Sumatera selain di samping Lamuri juga
Samudera, Barlak perlak, dan Dalmyan Tamiang lalu adalah Haru pada tahun 1310 M
124
. Tetapi tidak lama kemudian musibah yang kedua menimpa Haru kembali. Tepatnya tahun 1350 M. Kerajaan Hindu Majapahit dari Jawa Timur
berambisi juga menaklukkan seluruh Negeri dalam Kepulauan Nusantara ini. Didalam kronik Negarakertagama karangan Empu Prapanca
125
dalam strophe 13 : 1 disebut bahwa disamping “Pane” “Pannay” dari zaman Indrakola dewa,
“kampe”Kompay juga, “Harw”Haru ditaklukkan. Fey Sin menulis : “bahwa pada tahun 1436 M. Haru terletak didepan pulau sembilan dan dengan angin yang
baik kapal layar dapat sampai kesitu dari Melaka dalam waktu 3 hari 3 malam”. Adapun hasil negeri itu hanya kopra dan pisang. Hasil-hasil ditukar melalui kapal
asing dengan sutera berwarna, keramik, manik-manik, dan lain-lain. Keterangan Fey Sin
126
ini dibenarkan oleh kronik Dinasti Ming, di dalam buku 325 yang
124
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 12-13.
125
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 13.
126
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 13.
Universitas Sumatera Utara
menceritakan bahwa di masa pemerintahan Kaisar Hyung Lo, Sultan Husin dari Haru mengirimkan misi ke Tiongkok. Pada tahun 1412 M Laksamana Cheng Ho
diutus oleh Kaisar Tiongkok untuk mengunjungi negeri-negeri di Nusantara dan Beliau juga mengunjungi Haru.
Diceritakan
127
bahwa penggantiputera dari Sultan Husin yang bernama Tuanku Alamsyah, kemudian mengirimkan pula misinya ke Tiongkok, berturut-
turut pada tahun 1419, 1421, 1423 M. Pada tahun 1431 Cheng Ho kembali mengunjungi Haru dan membawa Rajanya ke Cina untuk membawa
persembahan, tetapi setelah misi ini tidak ada lagi terdengar misi untuk dikirimkan ke Tiongkok. Ma Huan mencatat didalam Ying-Yai-Sheng-Lan bahwa
pada tahun 1451 M
128
, Haru dapat dicapai dari Melaka dalam waktu pelayaran 4 hari 4 malam. Pada saat memasuki negeri tersebut ada Teluk air tawar. Di sebelah
Barat, ada pegunungan besar dan di sebelah Selatan keadaan tanahnya datar, dimana masyarakat disekitar itu bercocok tanam padi sebagai mata pencaharian
utamanya. Mereka menggunakan sepotong kain yang disebut K’aoni sebagai alat pembayaran. Raja dan rakyat disini beragama Islam. Menurut Anderson pada
tahun 1823
129
, saat kapal Cina memasuki Deli melalui sesuatu fresh water canal terusan air tawar, tiba awal bulan Januari dan pulang akhir bulan Juni Muson
Tenggara. Kapal dari Jawa datang pada bulan September dan kembali awal bulan
127
“Pien-I- Tien”, 1386-1643 M; “Ming Shih”, hal 7919 baris ke dua. dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur,
Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 13.
128
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 13.
129
John Anderson, 1826, Mission to the Eastcoast of Sumatera, Edinburg, hal. 13 dan 110, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di
Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 13 dan 16.
Universitas Sumatera Utara
Januari. Masa dagang yang paling ramai adalah antara bulan Desember – Maret di daerah pantai Timur Sumatera. Didalam kumpulan peta-peta yang disebut – Pei –
Shih ±1433 M, disebut bahwa ada kapal-kapal Cina pulang dari arah Barat menuju Tiongkok melalui : a Su – Men – Ta – La Samudera; b Chu – Shui –
Wan Lhokseumawe; c Pa – Li – T’ou Perlak = Diamond point; d Kan – Pei – Chiang Temiang; e Ya – Lu Haru; f Tan – Hsu pulau Berhala – varela;
g Shuang – Shu kepulauan the brothers; h Chi – Ku – Shu kepulauan AruAroa
J.V. Mills
130
setelah mengamati pergerakan kapal Cina itu, akhirnya menyimpulkan bahwa lokasi Ibukota Haru terletak dekat muara delta sungai Deli
atau menurut perkiraan Giles pada 3º 47’Lintang Utara dan 98º 41’Timur. Jadi tepatlah jika diperkirakan bahwa kota Cina Labuhan Deli adalah Bandar
Kerajaan Haru hingga akhir abad ke -13 dan Bandar tersebut hancur, baik kemungkinan saat penyerangan Majapahit 1350 M ataupun ketika meletusnya
gunung Sibayak, sehingga mendatangkan gempa dahsyat dan tertimbunnya semua peninggalan Candi Budha di kota Cina itu sedalam ± 1 meter. Adanya
pendudukan tentara Majapahit kemari tersirat juga dalam cerita rakyat folklore. Di hulu sungai Ular Serdang masih ada kampong “kota Jawa”. Nama “timbun
tulang “ menurut legenda di teluk Haru menunjukkan adanya lokasi penimbunan tulang tentara Majapahit yang dalam suatu pesta diracuni oleh gadis-gadis disana.
130
J.V. Mills, 1937, “Malaya in the Wu-pei-shih charts, JMBRAS, Vol.XV, part III, hal. 42, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di
Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 16.
Universitas Sumatera Utara
Anderson juga mencatat bahwa saat berada di Deli pada tahun 1823
131
melukiskan tentang peninggalan bersejarah tersebut, “ada suatu tempat yang disebut dengan nama Kota Bangun, tiga hari pelayaran mengitari sungai Deli
disana ada sisa-sisa peninggalan sebuah benteng batu dengan lukisan orang dan harimau didindingnya. Ukurannya kira-kira 60 kaki². Penduduk tidak menyimpan
catatan sejarah mengenai benteng tua ini”. “Lalang kota Jawa adalah peninggalan benteng tua orang Jawa, ditempat tersebut adalah markas besar Sultan dalam
pertempuran akhir-akhir ini dengan Raja pulau Brayan. Di kota Jawa ada sisa peninggalan benteng Jawa dimana saya berkesempatan melihatnya. Luas benteng
ini kira-kira 1 Mil atau 1 ¼ luasnya. Disini dahulu kala ada tempat menetap 5000 orang Jawa”.
Di Deli Tua ada peninggalan sebuah benteng kuno terbuat dari batu -batu besar 4 persegi, dindingnya tinggi 30 kaki dan 200 fathom”. Di Medan, sedikit
naik keatas, ada sebuah sumur berdempet dengan sebuah mesjid, dulunya dibangun dari granit 4 persegi yang diasah, panjangnya dua kaki dan satu kaki
besarnya”. “ Di Kota China ada batu yang panjang sekali, dengan inskrpsi diatasnya dalam aksara yang tak diketahui oleh penduduk”. Pada tahun 1974
ditemukan disini sisa bangunan candi, 4 arca Budha Amitabha abad ke-11 gaya Tamil dan arca Wisnu bertangan 4 dan arca Dewi Sri. Tentu di pelabuhan Haru ini
banyak pedagang Tamil dan China. Juga ditemukan keramik China zaman Sung
131
J.V. Mills, 1937, “Malaya in the Wu-pei-shih charts, JMBRAS, Vol.XV, part III, hal. 269, 272, 293, dan 294, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya
Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 16.
Universitas Sumatera Utara
awal abad ke-10, Yuan abad ke-13, Islamic glasses, alat-alat logam dan lain – lain.
Pada abad ke-15, kerajaan Haru telah menjadi kerajaan besar setaraf dengan Malaka dan Pasai, seperti yang diceritakan dalam Sejarah Melayu Bab-
13
132
. semua surat – surat yang datang dari Raja – raja Haru dan Pasai harus diterima di Malaka dengan upacara resmi kenegaraaan dimana semua alat – alat
kebesaran kerajaan Malaka digunakan. Masing – masing Raja dari ketiga kerajaan ini saling menyebut dirinya “Kakanda”. Dalam Bab-24
133
disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sultan Alauddin I, Malaka 1477-1488 M, nama Raja Haru
pada waktu itu adalah Maharaj Diraja putera Sultan Sujak. Ia ini mungkin adalah cicit dari Sultan Husin yang disebut dalam kronik Ming Dinasti, Buku 325 yang
mengirim misi ke China pada tahun 1407. Pada pertengahan abad ke-15 Haru ingin menghancurkan Pasai di Utara dan Malaka di Selatan serta mengambil
alih posisi Sriwijaya zaman dahulu kala ketika mendominasi Selat Malaka. Tetapi Malaka dilindungi oleh Tiongkok. Meskipun Haru lebih dahulu Islam daripada
Malaka, tetapi penyebaran Islam malahan berpusat di Malaka untuk seluruh Nusantara. Pada abad ke-15 ini mungkin kota China telah di tinggalkan dan ibu
kota Haru naik lagi ke atas sunagi Deli Deli Tua. Seorang Laksamana Turki, Sidi Ali Celebi, dalam bukunya Al Muhit 1554
M menyebut adanya Aru dan Bandar Kota “Medina” yaitu kota Medan yang sekarang selaku Bandar. Setelah melewati Bandar ini maka kapal akan sampai ke
132
Ibid.
133
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pulau Berhala
134
. Bandar Medan terletak diantara pertemuan Sungai Deli dengan Sungai Babura. Bagaimana strategisnya kedudukan Medan itu dapat kita lihat dari
laporan seorang Belanda yang bekerja sebagai planter pengusaha perkebunan tembakau pada tahun 1989.
Di zaman dahulu Medan
135
adalah merupakan pertahanan orang – orang pribumi yang mempertahankan diri dari kemungkinan serangan Aceh.
Peninggalan – peninggalan masa lalu itu adalah sebuah dinding tebal melingkar, yang panjangnya sampai keseberang sungai dan mengurung delta. Selanjutnya
banyak kuburan orang yang dianggap keramat yang diteduhi oleh pohon – pohon besar dan didalam pekarangan tanah kuburan tersebut pernah ditemukan uang
emas Aceh kuno. Di seberang sungai tersebut terletak kampong Melayu Medan Schetsen
1889:58. Medan artinya lapangan bisa jadi bandar dan kemudian menjadi kancah pertempuran antara Haru dan Aceh pada abad ke-16 M. ketika Malaka
diduduki oleh Portugis pada tahun 1511 M, maka Haru juga membantu Portugis untuk menghancurkan Pasai pada tahun 1514 M
136
. Kalau di Pasai, orang Portugis kemudian dapat diusir oleh Imperium Aceh yang baru lahir, tetapi di Malaka,
Portugis ingin bercokol untuk selama – lamanya. Karena dikelilingi oleh musuh,
134
G.Ferrand, 1914, Relation de Voyage, vol. II, hal. 484, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan :
Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 17.
135
Eigenhaard, 1889, Delische Schetsen, hal. 58, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan :
Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 18.
136
Jose de Baros, Decada de Asia, III, LivroV.Capitule II. Lihat juga Mark Dion, Sumatra through Portugis Eyes : Excerpts from J. de Baross Decada da Asia”, hal 147-150. Harta
rampasan dari Melaka 1511 M. dimuat di kapal Flor de La Mar dan sakat di Pulau Berhala, didepan Haru, terpecah dua sehingga tenggelam, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH.,
Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 18.
Universitas Sumatera Utara
maka Haru memindahkan ibukotanya lebih jauh ke pedalaman. Penulis Portugis, Tome Pires
137
menulis tentang Haru ini sebagai berikut. Haru adalah kerajaan yang terbesar di Sumatera, rakyatnya banyak tetapi tidak banyak arena
perdagangan. Ia banyak mempunyai kapal – kapal kencang dan sangat terkenal karena daya penghancurnya. Raja Haru beragama Islam dan berdiam dipedalaman
dan negeri ini punya banyak sungai-sungai yang berawa-rawa sehingga sulit dimasuki. Raja tinggal dinegerinya. Sejak Melaka lahir, Haru tetap dalam keadaan
perang dengan Malaka dan banyak merampas orang dan harta di Melaka. Tiba – tiba saja Haru menyergap sebuah kampung dan mengambil apa-apa yang
berharga, tidak ketinggalan para nelayan dan orang-orang Malaka selalu berjaga- jaga terhadap serangan Haru itu karena perusuhan mereka itu sejak lama. Rakyat
Haru ini suka berperang. Haru banyak menghasilkan mutiara, padi, daging, ikan, buah – buahan dan arak, kapur barus yang berkualitas tinggi, emas, benzoin,
apothecary’s ignaloes, rotan, lilin, madu, budak-budak dan sedikit saja pedagang. Haru memperoleh bahan – bahan dagangannya melalui Pasai, Pedir, Fansur dan
Minangkabau. Dan Haru mempunyai pula sebuah kota pasar budak yang disebut Arqat = Rantau Prapat sekarang.
Kerajaan Haru yang meliputi wilayah pesisir Sumatera Timur yaitu dari batas Temiang sampai Sungai Rokan, sudah mengirimkan beberapa misi ke
Tiongkok yang dimulai pada tahun 1282 M zaman pemerintahan Kublai Khan
138
. Hasil-hasil penggalian di Kota China Labuhan Deli juga membuktikan wilayah
137
Tome Pires, 1994, Suma Oriental, Tome V1512-1515, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan :
Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 18.
138
T.Luckman Sinar, SH.,”The Kingdom of Haru and the Legend of Puteri Hijau”, paper seminar IAHA ke -7 di Bangkok tanggal 25-27 Agutus 1977.
Universitas Sumatera Utara
itu merupakan wilayah ekonomi yang potensial dalam perniagaan dengan China McKinnon dan Luckman Sinar 1974. Kerajaan Haru ini juga pernah ditaklukkan
oleh Kartanegara. Dalam ekspedisi Pamalayu 1292 M, ditulis di dalam Pararaton “Haru yang bermusuhan”. Tetapi setelah itu Haru pulih kembali dan
menjadi makmur sebagaimana dicatat oleh orang Persia, Fadiullah bin Abdul Kadir Rashiduddin dalam bukunya Jamiul Tawarikh 1310 M. Kemudian datang
lagi musibah menimpanya yaitu Majapahit menaklukkannya pada tahun 1365 M seperti tertera dalam syair Negarakertagama strophe 13 : 1, “disamping Haru
“Harw”, juga ditaklukkan Panai “Pane” dan Kompai “Kampe” di teluk Haru”. Di dalam laporan Tiongkok abad ke-15 juga disebut berkali – kali Haru
yang Islam itu Mengirim misi ke China
139
. Baik dari laporan – laporan China maupun dari laporan – laporan Portugis yang ditulis kemudian, menunjukkan
sekitar Sungai Deli menjadi pusat Kerajaan Haru dengan bandarnya Kota China dan Medina Medan sebagaimana disebut – sebut oleh Laksamana Turki Ali
Celebi dalam Al Muhit
140
. Dalam abad ke-15 M itu Haru sudah merupakan kerajaan yang terbesar di
Sumatera dan memiliki kekuatan yang dapat menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Malaka. Oleh karena itu Haru menduduki Pasai dan menyerang Malaka
berkali – kali seperti yang diuraikan dalam “Sejarah Melayu”. Kebesaran Haru ini
139
E.E. McKinnon T.Luckman Sinar, SH. : Kota Cina, notes on further developments at Kota China, Sumatera Research Bulletin, Hull University, vol, no 1, Oct.1974, dalam Tuanku
Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 19.
140
J.V. Mills, 1937, “Malaya in the Wu-pei-shih charts”, JMBRAS, Vol.III, part I, hal. 31-39, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu
di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 19.
Universitas Sumatera Utara
dibenarkan oleh Portugis
141
yang tetap berusaha menjalin persahabatan dengan Melayu Malaka. Tetapi ketika mantan Sultan Malaka, Sultan Mahmudsyah ke-1
diserang oleh Portugis ditempat pengungsian di Bintan, maka Sultan Haru yang bernama Sultan Husin datang membantu.
Akhirnya beliau dikawinkan puteri Sultan yang bernama Raja Putih pada tahun 1520 M. Beribu orang dari Johor dan Bintan mengiringkan tuan puteri
kesayangan Sultan Mahmudsyah itu pindah ke Haru. Hal ini memperkuat proses “Melayunisasi di Haru”
142
. Seperti disebut dalam cerita ke-24 dalam “Sejarah Melayu”, nama Sultan Haru pada periode 1477-1488 M adalah “Maharaja Diraja”
putera Sultan Sujak,” .. yang turun daripada Batu Hilir dikata Hulu, Batu Hulu dikata Hilir”, mungkin pada kalimat tersebut terdapat kesalahan tulis antara
“waw” pada akhir “Batu” dengan “kaf”, sehingga seyogianya harus dibaca “yang turun dari Batak Hilir dikatakan Hulu, Batak Hulu dikatakan Hilir” atau mungkin
saja kata “Batak” sengaja dihilangkan untuk menghindarkan anggapan penghinaan karena masa itu nama “Batak” merujuk kepada sesuatu dipedalaman
yang terbelakang dan belum Islam. Dengan kalimat tersebut mungkin dimaksudkan bahwa orang Haru itu asalnya dari Gunung, turunan Batak, yang
kemudian tinggal dipesisir menjadi “Melayu” Masuk Melayu = Islam. Memang diantara nama pembesar – pembesar Haru yang disebut – sebut dalam Sejarah
141
Tome Pires, 1994, Suma Oriental, Tome V1512-1515, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan :
Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 19.
142
Sejarah Melayu bab IV, dalam C.O. Blagden, An-Unpublished Variant Version of the Malay Annals, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya
Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 19.
Universitas Sumatera Utara
Melayu antara lain “Serbanyaman”, “Raja Purba”, “Raja Kembat”, mirip dengan nama – nama yang terdapat dalam masyarakat Karo.
Ada pula daerah Urung “Serbanyaman” di hulu Deli yang merupakan salah satu dari Raja urung Melayu asal Karo di Deli. Tak dapat dipungkiri bahwa
kedatangan ratusan abdi kerajaan Melayu dari Bintan yang mempercepat proses Melayunisasi di Haru tersebut. Dalam “sejarah Melayu” disebut adanya kontrak
sosial antara Demang Lebar Daun mewakili rakyat dengan Sri Tri Buana Raja asal Raja Melayu : Raja harus memerintah dengan adil, maka ia harus
menghormati Hak Azazi rakyatnya, tidak boleh menghina dan menindas rakyat jika mereka salah harus dihukum menurut hukum Syarak, dan bukan dengan
sesuka hati Raja ; dan jika Raja Melayu melanggar hukum Allah Syarak, penentangan mungkin terjadi
143
. Hubungan yang dekat antara Haru dengan Imperium Melayu di Riau – Johor itu akan membawa malapetaka bagi keduanya
karena akan membuat panas hati Imperium Aceh yang baru muncul kemudian. Utusan Portugis, Ferdinand Mendes Pinto, menceritakan tentang masa
penyerangan Sultan Aceh Al Qahhar ini ke Haru pada tahun 1539 M
144
. Dalam penyerangan Aceh itu dua kali yaitu, pada bulan Januari dan November, 1539 M.
Pinto menyatakan : “setelah lima hari berlayar dari Melaka sampailah ke sungai Panetican dimana terletak Ibukota Haru, Raja Haru sedang sibuk mempersiapkan
143
DR. Cheah Boon Kheng, 1998, “The rise and fall of the great Malaccan Empire : Moral Judgement in Tun Bambang’s, Sejarah Melayu”, JMBRAS LXXI,2, dalam Tuanku
Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 20.
144
Peregrinacao. Lihat juga H.Cogan, The Voyages and Adventure of F.Mendes Pinto the Portuguese, Abridge edition.London 1892, hal 28-77. Menurut DR.P.A. Tiele.”De Europeers in
den Maleischen Archipel.BKI, 2 de Deel 1879, hal 27 meriam Haru itu berasal dari Kapal Prancis yang kandas pada tahun 1529, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan
Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 20.
Universitas Sumatera Utara
pertahanan dan benteng-benteng dikiri – kanan sungai. Letak Istana kira-kira 1 Km kedalam”.
Haru yang mempunyai sebuah meriam besar, meriam Raja Haru yang dibeli dari seorang pelarian Portugis di Pasai. Mendengar akan tibanya armada
Aceh, maka Sultan Haru memerintahkan agar mengungsikan para wanita dan anak-anak dan termasuk Permaisurinya Anche Sinny Encik Sini? ke hutan, 39
Km dari Ibukota. Aceh banyak sekali mengunakan tentara bayaran orang-orang Gujarat, Malabar, Hadramaut, Lanun dan tawanan orang Belanda anak buah de
Houtman
145
. Setelah dikepung selama 17 hari, maka orang Aceh berhasil menghancurkan dinding-dinding kubu pertahanan dan kemudian menghancurkan
dua buah kubu kecil di sebelah Selatan jalan masuk. Karena banyaknya korban yang jatuh maka Aceh memakai siasat menyuap Panglima-panglima Haru dengan
uang emas agar mereka meninggalkan penjagaan disalah satu benteng utama sehingga dapat direbut. Dalam pertempuran tersebut Sultan Haru tewas. Pasukan
Aceh membangun kembali benteng tersebut dan meninggalkan 800 laskar untuk menjaga benteng tersebut. Walaupun Permaisuri Haru kemudian membentuk
pasukan gerilya, tetapi tidak berhasil merebut benteng itu kembali. Akhirnya dengan sejumlah pengikut ia naik perahu dari sebuah sungai 34 km dari situ dan
berlayar menuju Melaka. Disana ia diterima dengan baik oleh Gubernur Portugis tetapi ia tidak dibantu dengan pemberian senjata seperti yang diharapkannya.
Menurut Jose de Barros, sebenarnya Portugis tidak membantu Haru karena Aceh
145
Lihat C. de Houtman yang ditawan Aceh : “Nae een stedeken genaempt sytan omtrent arrow”, dalam “Cort Verhael”, hal.23, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun
dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 20.
Universitas Sumatera Utara
telah membebaskan tawanannnya, Antonio Caldera. Hal ini menunjukkan maksud baik Aceh.
Akhirnya Permaisuri Haru diam-diam bertolak menuju Bintan dimana bersemayam Raja Melayu Riau – Johor, yaitu Sultan Alauddin Riayatsyah II
putera almarhum Raja Melaka, Sultan Mahmudsyah. Disana Permaisuri Haru disambut baik. Johor bersedia membantu merebut wilayah Haru kembali dari
tangan Aceh, dengan syarat Permaisuri Haru bersedia menjadi Sultan Alauddin Riayatsyah II. Setelah perjanjian ini disetujui maka armada Johor lalu dikerahkan
menuju perjalanannya ke Haru dan merebut Haru dari tangan Aceh pada tahun 1540 M. Sultan Haru yang tewas dalam penyerangan Aceh 1539 M, itu adalah
putera dari Sultan Husin ipar Sultan Alauddin Riayatsyah II dari Johor itu Raja Tun Putih. Raja Tun Putih mungkin sudah mangkat sebelum 1539 M dan
menurut laporan Pinto Sultan Ali Boncar Sultan Haru, kawin dengan Anche Sinny angie sinie ? alias Puteri Hijau yaitu Permaisuri yang berdarah Karo dan
berasal daerah Siberaya. Duta Aru dan Batak dating ke Melaka minta bantuan Portugis untuk melawan serangan Aceh ke Kerajaan mereka. Gubernur Pedro de
Faria mengirim bantuan tetapi terlambat, karena Aceh telah menyerang Haru dengan 12.000 prajurit diangkut dengan kapal dan dari darat menggunakan
kendaraan gajah. Ratu Haru tiba di Melaka. Lalu ia ke Bintan dan menikah dengan Raja Johor. Raja Johor mengirim 200 kapal perang dan berhasil merebut
benteng Aceh di Puniticam sungai Petani dan membunuh 1400 prajurit Aceh
Universitas Sumatera Utara
seperti telah diceritakan diatas
146
. Menurut versi lain; Puteri Hijau lahir di gunung Lintang, dekat Sei Tuntungan. Ia muncul dekat Uruk langkah, Raja Aceh lalu naik
ke sungai Tuntungan untuk menculiknya
147
. Kalau dibandingkan cerita Pinto ini dengan “Hikayat Puteri Hijau” yang populer dikalangan penduduk Karo sekitar
Deli Tua dan di kalangan penduduk Melayu Deli, maka kalau menurut legendanya : dekat Hulu sungai Petani sungai Deli ada kampung Siberaya. Konon lahirlah
seorang puteri yang amat cantik bersama saudara-saudara kembarnya, seekor Naga Ular Simangombus dan sebuah meriam meriam Puntung, lalu sang
Puteri diberi nama Puteri Hijau. Rakyat Siberaya tak sanggup lagi menyediakan bahan makanan untuk
Naga ini, sehingga sang Puteri Hijau bersama saudara-saudaranya memutuskan untuk pindah ke Hilir dan menetap di Deli Tua. Rakyatnya lalu membangun
benteng yang kuat. Dengan demikian negerinya menjadi makmur. Pada suatu hari bala tentara Aceh datang untuk meminang Puteri Hijau, tetapi ditolaknya. Raja
Aceh murka dan segera memerintahkan tentaranya untuk menyerang benteng tetapi tidak berhasil merebutnya. Lalu orang Aceh membuat akal dengan
menembakkan ribuan uang emas kepada yang bertahan dan lalu sibuk memungut uang emas tersebut, dan mereka meninggalkan pintu gerbang, sehinggga benteng
146
Danvers, 1511, “The Portuguese in India”, data diambil dari arsip Portugal “Archivo da Torre do Tombo”, di perpustakaan Lisabon dan Evora, chap. XVI.pp.1539, dalam Tuanku
Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 21.
147
Neumann, 1926, “Bijdrage tot de Geschiedenis der Karo Batakstammen”, BKI.82, hal 31, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di
Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 21.
Universitas Sumatera Utara
dengan mudah dapat dikuasai tentara Aceh. Pertahanan akhir adalah meriam yang karena ditembakkan terus menerus dan menjadi panas dan terbelah dua.
Moncongnya terlempar ke kampung Sukanalu dan sisa meriam itu kini ada dihalaman Istana Maimoon Medan. Setelah melihat situasi yang tidak
menguntungkan ini, sang naga menaikkan Puteri Hijau ke atas punggungnya dan menyelamatkan diri melalui sebuah terusan Jalan Puteri Hijau sekarang di
Medan memasuki sungai Deli dan langsung ke Selat Melaka yang menurut legenda, mereka itu sampai sekarang tinggal didasar laut dekat pulau Berhala
148
. Persamaannya Hikayat “Puteri Hijau” dengan “Anche Sinny” adalah sebagai
berikut:
Puteri Hijau dibawa sang adiknya sang Naga. “Anche Sinny” menurut Pinto mengungsi dari Haru dengan menggunakan perahu. Sedang perahu pada
zaman itu memakai lambang Kepala Naga
149
.
Adik Puteri Hijau adalah meriam menurut Pinto, mungkin satu-satunya meriam besar yang dimiliki Sultan Haru, diberi dari Pasai dan kemudian
dianggap keramat yang kini disimpan di Istana Maimun Medan.
Adanya kisah penyuapan uang emas yang dilakukan terhadap para Panglima Haru dan Aceh yang menimbulkan kekacauan sehingga memudahkan
benteng Deli Tua untuk direbut.
148
Middendrop, “Oude Verhalen een Nieuw Geschiedbron”, Feestbundel BGKW-II, hal.164, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan
Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 22.
149
Penemuan penggalian di Langkat Hulu kuburan Singalaya perahu kenaikan raja berkepala naga. Cat. Der Ethnologische Afd.V.museum V.H. Bataafse Gennootschap No.61, 1880
Van der Chijs, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 22.
Universitas Sumatera Utara
Hanya di kampung Siberaya terdapat sisa orang-orang Karo bermarga Karo
Sekali yang menganggap dirinya Karo asli. Penduduk asli Asahan juga berasal dari marga Haro-haro. Di Temiang, Rokan, dan Panai ada terdapat
suku Haru. Kemungkinan dari sini mencullah nama “Haru” dan mereka adalah sisa-sisa penduduk aslinya.
Adapun bukti tentang letaknya Ibukota Haru di Deli Tua penulis mengacu kepada pernyataan Sinar wawancara, Desember 2010, beliau mengatakan bahwa
salah satu nenek moyang Sultan Langkat yang disebut “Marhom Guri” juga ditunjukkan makamnya di sekitar wilayah Hamparan Perak. Ia itu mungkin
“Merah Miru”. Di perkebunan Klumpang Hamparan Perak telah ditemukan sebuah kuburan tua yang di batu Nisannya tertulis nama Imam Saddik bin Abullah
meninggal dunia 23 Sya’ban 998 Hijriah = 27 Juni 1590 M
150
. Pada akhir abad ke-16 Haru atau Gori telah lenyap dan lahirlah nama Deli. Kerajaan ini adalah
kerajaan orang Karo yang Islam di Deli Tua, sebagaimana ada dalam legenda di Senembah. Tetapi dapat dipastikan dengan datangnya Agama Islam pada
penduduk Pesisir Sumatera Timur, sekaligus datangnya orang Melayu dari Riau, semenanjung tanah Melayu dan orang-orang Batak yang “masuk Melayu” masuk
Islam sekaligus memakai budaya Melayu telah lahirlah kerajaan Melayu di muara-muara sungai besar. Mereka inilah yang kemudian mengembangkan
budaya Melayu tersebut juga ke pedalaman di kalangan kerabat dan Puak
150
J.P. Moquette, 1922, “De Grafsteen van Kloempang”, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan :
Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 27.
Universitas Sumatera Utara
mereka
151
. Didalam Sejarah, Haru dikenal perang berkali-kali melawan Melaka dan kemudian dipertengahan abad ke-16 berteman dengan Riau-Johor melawan
penetrasi Aceh yang baru muncul, sebagai kekuatan disekitar Selat Melaka. Meskipun pada tahun 1539 Haru dapat ditaklukkan Aceh, tetap saja wilayah itu
berkali-kali memberontak terhadap dominasi Aceh akhir abad ke-16 nama Haru telah berubah menjadi Ghuri dan kemudian di awal abad ke-17 menjadi “Deli”
tetap berkali-kali pula Aceh mengirimkan ekspedisi militer yang kuat untuk menaklukkan Deli bekas wilayah Haru atau Sumatera Timur.
Pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda, tepatnya pada tahun 1619 1642, kembali Deli berontak terhadap Aceh, sehingga menurut legenda
seorang Panglima Aceh yang perkasa di tempatkan di Deli sebagai Wakil Aceh yaitu yang bernama Sri Paduka Gocah Pahlawan, yang kemudian menjadi cikal
bakal Raja-raja di Deli dan di Serdang. Peperangan yang berkali-kali di wilayah Haru, membuat rakyatnya banyak diambil untuk kerja paksa di Aceh
152
. Keadaan ini membuat kekurangan penduduk dan membuat wilayah tersebut menjadi sarang
bajak laut. Periode awal abad ke-17 ini membuat berbagai gelombang perpindahan suku-suku Karo ke wilayah Pesisir Langkat, Deli, dan Serdang, dan
suku Simalungun ke pesisir Batubara dan Asahan, serta dari Tapanuli Selatan ke Pesisir Kualuh, Kota Pinang, Panai, dan Bilah. Pada masa itu Urung di wilayah
Deli Medan dibangun menjadi salah satu Kuta yaitu Urung XII Kuta. Ada
151
Mengenai proses “Melayunisasi”, penduduk Karo, Simelungun dan Mandailing serta Perdambanan di pesisir Sumatera Timur lihat T.Luckman Sinar, SH.: Jatidiri Melayu, penerbit
LK.MABMI Medan 1994, hal., 58.
152
W. Marsden, 1818, “History of Sumatera”, hal.443, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan :
Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 27.
Universitas Sumatera Utara
pendapat bahwa Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan itu tidak lain adalah Laksamana Malem Dagang yang memimpin
armada Aceh melawan Portugis pada tahun 1629 dan yang menaklukkan Pahang 1617, Kedah 1620, dan lain-lain Cowan 1940 yang pernah didekati oleh
Laksamana Beaulieu dari Prancis dengan hadiah-hadiah
153
.
2.10.2 Kesultanan Deli
Kesultanan Deli Terletak di antara selat Melaka, dari muara Sungai Labu dalam utara perbatasan Langkat sampai sungai Pematang Oni di selatan
berbatasan dengan Serdang, yakni pada daerah 4 57’ sampai 439’ Lintang Utara,
dan 98 25’ sampai 98 47’ Bujur Timur
154
. Menurut Hikayat Deli 1923
155
, putera seorang Raja di India yang bernama Muhammad Dalikhan merantau ke wilayah Nusantara, namun dalam
perjalanan kapalnya karam didekat Kuala Pasai sehingga ia terdampar di Pasai. Kala itu di Pasai ada upacara besar, dikarenakan Rajanya baru mangkat.
Muhammad Dalikhan diberi makan nasi di atas daun pisang oleh orang pasai, tetapi ia tak mau memakannya. Maka orang pasai pun mengerti bahwa ia bukan
dari keturunan rakyat biasa. Kemudian tidak lama setelah peristiwa tersebut ia pun
153
DR. T. Iskandar, 1959. De Hikayat Atjeh. thesis Doctor Den Haag, hal.46-49, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera
Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 27.
154
V.J. Veth, 1977. “Het Landschaap Deli op Sumatra.” Tijdschrift vn het Koninklijk Nederlandsch Aardrijskunding Genootschap. Del II, hal.153.
155
Buku Hikayat Deli ditulis T.Panglima Besar Deli dan diberikan oleh Sultan Makmun Alrasyid Deli kepada tuan Volker dari AVROS dan dikirimkan kepada tuan Andreae dari Ooskust
van Sumatera Instituut kini Instituut voor de Tropen pada tahun 1923, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan :
Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 49.
Universitas Sumatera Utara
pergi ke Negeri Aceh. Pada waktu Sultan Aceh yang bernama Sultan Iskandar Muda sedang mendapat kesulitan menaklukkan 7 orang Rum yang mengacau
negeri Aceh. Kemudian Muhammad Dalikhan membantu Sultan dengan membunuhi satu persatu para pengacau tersebut. Ia menyaru dengan nama Lebai
Hitam. Atas jasanya membunuh para pengacau tadi, maka Sultan Aceh mengaruniakan gelar Laksmana Kuda Bintan dan ia diangkat menjadi Laksamana
Aceh. Kemudian ia dapat pula mengalahkan gajah “gandasuli”. Maka dinaikkan pangkatnya lagi menjadi Gocah Pahlawan untuk mengepalai orang-orang besar
dan Raja-raja taklukan Aceh. Gocah Pahlawan berhasil lagi mengalahkan Negeri Bintan dan Pahang dan Negeri-negeri Melayu lainnya. Maka ia diberi gelar Sri
Paduka Gocah Pahlawan Laksmana Kuda Bintan. Istrinya difitnah mempunyai affair dengan putra Sultan Aceh, maka Sri Paduka Gocah Pahlawan Laksamana
Kuda Bintan pergi meninggalkan Aceh dan membuka Negeri baru didesa Sungai Lalang Percut. Atas kata percut adalah “pocut”, dan menurut kisahnya timbangan
air sungai ini sama beratnya dengan air sungai krueng daroy yang membelah kerajaan Aceh. Kekuasaan diberikan oleh Aceh kepadanya waktu itu sebagai
wakil Sultan Aceh untuk wilayah eks Kerajaan Haru dari batas Tamiang sampai ke sungai Rokan Pasir Ayam Denak yaitu dengan gelar Panglima Deli. Kekuasaan
ini diberi oleh Aceh dengan misi: a menghancurkan sisa-sisa perlawanan Haru yang dibantu Portugis; b Mengembangkan Misi Islam ke wilayah pedalaman;
c Mengatur pemerintahan yang menjadi bagian dari Imperium Aceh.
Universitas Sumatera Utara
Sri Paduka Gocah Pahlawan Laksamana Kuda Bintan
156
kawin dengan adik raja Sunggal, yaitu Datuk Itam Surbakti yang bernama Puteri Nang Baluan
beru Surbakti, sekitar tahun 1632 M. Pada saat itu wilayah Urung asal Karo di Deli ialah Sepuluh Dua Kuta Hamparan Perak; Sukapiring; Patumbak Senembah
dan Sunggal. Maka Kerajaan Sunggal yang paling kuat. Oleh karena perkawinan ini, wilayah Pesisir diserahkan kepada Gocah Pahlawan selaku anak beru dari
Sunggal. Sedikit demi sedikit Beliau memperluas kekuasaannya dengan mendirikan kampong Gunung Klarus, Sempali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota
Jawa, Kota Rengas, Percut, dan Sigara-gara. Beliau Mangkat pada tahun 1641 M makamnya terletak di Batu Jergok, Deli Tua. Tapi ada juga yang mengatakan
makamnya terletak dikota Bangun wawancara dengan Sinar, Desember 2010. Selaku pemegang kuasa Sultan Aceh Iskandar Muda yang perkasa pada waktu itu,
semua empat kerajaan Karo tersebut bersama-sama mengangkatnya selaku Keuvorst atau Vrederechter atau lazim juga disebut Patih atau Perdana Menteri.
Dengan berlindung pada kebesaran Imperium Aceh, Sri Paduka Gocah Pahlawan memantapkan pengaruh dan Kekuasaannya ke wilayah kecamatan
Percut Sungai Tuan dan kecamatan Medan Deli sekarang. Dalam catatan Laksamana Prancis Augustine de Beaulieu yang mengunjungi Aceh dicatat juga
mengenai seorang Panglima di Deli yang gagah perkasa sebagai berikut : … en celuy da deli, quest une tress-forte place qui estoit deferendue
par un person-age, qui avoir beacoup de reputation acquise pasa valeur, en forte que les Portugais en faisoient grant estimo et le
Gouverneur de Malaca l’ayant este’voir et reconnue comme il avoit fortifie’cette place dit a’ceuxquil accompagnoient, qu’il croyoit que
156
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 49-50.
Universitas Sumatera Utara
le Roy d’achem viendroit plusstost about de Malaca que non pas de Deli …”.
157
Dalam kalimat di atas Laksamana Prancis ini mengatakan bahwa Raja atau
Panglima Deli datang berasal dari Melaka dan bukannya Deli. Kemudian setelah Gocah Pahlawan mangkat, digantikan oleh puteranya yang bernama Tuanku
Panglima Perunggit menurut kisahnya, bergelar “Panglima Deli”lahir 1634-1700 M.
Panglima Perunggit kawin dengan adik Raja Sukapiring. Kemungkinan beliau perang merebut Kesawan, yang terjadi pada waktu pemerintahan
Muhammad Syah di XII Kuta dan Marah Umar di Sukapiring. Di dalam peperangan ini menurut ceritanya dipergunakan pasukan berkuda kavaleri yang
pertama sekali. Disebutkan bahwa Deli diancam oleh “Raja Karau”, tetapi kemudian Raja ini dapat ditaklukkan Panglima Perunggit. Selanjutnya kekuasaan
Aceh melemah setelah mangkatnya Sultan Iskandar Muda, dan kemudian Aceh diperintah oleh Raja-raja perempuan. Pada 1669 M, Panglima Perunggit
memproklamirkan Deli merdeka dari Aceh dan selanjutnya menjalin hubungan dengan Belanda di Melaka.
Asal mula kata Deli adalah berasal dari kata Delhi, yang merupakan tempat asalnya yaitu India. Dapat dilihat bahwa nama Deli sangat berkaitan
157
M. Thevenot, “Relations de divers voyages curieux”, Tom II, Paris 1666 – 1672, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di
Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 50.
Universitas Sumatera Utara
dengan Delhi, bahwa asal mereka berasal dari negri Hindustan India. Itulah kaitannya maka kerajaan yang didirikannya di beri nama Deli
158
. Mengenai adat dan kebudayaan yang di pakai di negri Deli adalah adat dan
budaya Melayu, yang menapis dan memasukkan juga unsur-unsur kebudayaan lainnya yang positif ke dalam kebudayaan Melayu guna mencapai perpaduan
masyarakat yang kompak dan harmonis. Dalam konteks seni zapin, beberapa insan dari Kesultanan Deli ada juga
yang aktif sebagai seniman dan pencipta tari dan lagu-lagu zapin. Yang paling cukup menonjol adalah Tengku Sitta Saritsyah. Ia adalah seorang penari dan
sekaligus juga pencipta tari zapin. Di antara ciptaan tari zapin beliau yang terkenal adalah Zapin Deli. Musik iringan tarian ini dibawakan oleh para pemusik Sri
Indra ratu SIR. Zapin yang mereka bawakan biasanya dipertunjukkan di kawasan Medan dan sekitarnya. Adakalanya juga dipertunjukkan di luar negeri
seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Afrika Selatan, Belanda, Jerman, dan lainnya. Bagaimanapun karya-karya tari dan lagu zapin di istana Kesultanan
Deli ini cukup memberikan inspirasi musikal bagi seniman Melayu yang berdomisili di Kota Medan. Selanjutnya kita lihat bagaimana eksistensi
Kesultanan Serdang, yaitu kesultanan yang sangat aktif membina dan mengembangkan kesenian-kesenian Melayu, termasuklah di antaranya zapin.
158
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 51.
Universitas Sumatera Utara
2.10.3 Kesultanan Serdang
Di kawasan lain Sumatera Timur, berjarak lebih kurang 39 kilometer dari Kota Medan menuju ke arah timur, terdapat kesultanan Serdang. Kesultanan ini
berbatasan dengan sebelah utara kesultanan Langkat dan Selat Melaka, sebelah selatan dengan Simalungun dan Kesultanan Deli, sebelah timur dengan kesultanan
Asahan dan Selat Melaka, sebelah barat dengan Tanah Karo dan Tapanuli. Nama “Serdang” berasal dari nama sebuah pohon “Serdang”, daunnya
dipergunakan untuk atap rumah
159
. Berkisar pada tahun 1723 terjadi perang suksesi perebutan tahta di Deli. Maka salah seorang putera dari Tuanku Panglima
Paderap, bernama Tuanku Umar Johan Pahlawan Alamsyah, bergelar Kejeruan Junjongan 1713-1782 tidak berhasil merebut haknya atas tahta Deli. Tuanku
Umar selaku putera gahara permaisuri menurut adat prioritas pertama menjadi Raja, maka terjadi Konflik dalam perebutan dengan abangnya yaitu Panglima
Pasutan, karena ia masih kecil menderita kekalahan lalu diungsikan bersama ibunya, Tuanku Puan Sampali, permaisuri pindah dan mendirikan Kampung
Besar Serdang. Peristiwa perpindahan ini berkisar pada tahun 1723
160
. Menurut adat Melayu yang benar, Tuanku Umar yang seharusnya menjadi pengganti
ayahandanya sebagai Raja Deli, karena baginda putera Gahara permaisuri, Baginda disingkirkan abangnya karena masih dibawah umur. Atas
perlakuan kepada Tuanku Umar tersebut, maka 2 orang dari Orang Besar Deli,
159
Di Kerajaan Selangor Malaysia, yang selalu dikunjungi orang-orang dari daerah Serdang, ada nama daerah distrik “SERDANG”.
160
Sementara menurut kisah Tuanku Umar Kejeruan Junjungan atau Raja Osman mangkat antara lain karena ia tak mau tunduk ke Siak ataupun Aceh masa itu. Ia tewas dalam
peperangan. Lihat M.V.O. Kontelir Serdang, J. de Ridder Tgl. 2-9-1933, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan :
Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 55.
Universitas Sumatera Utara
yaitu Raja Urung Sunggal dan Raja Urung Senembah serta bersama dengan seorang Raja Urung Batak Timur yang menghuni wilayah Serdang bagian Hulu
Tanjung Merawa dan juga seorang pembesar dari Aceh Kejeruan Lumu, merajakan Tuanku Umar, selaku Raja Serdang yang pertama diangkat yaitu pada
tahun 1723 M itu agar tidak terjadi perang saudara. Pada masa itulah ditetapkan peranan Raja Serdang yaitu: a sebagai Kepala Pemerintahan Kerajaan Serdang;
b sebagai Kepala Agama Islam Khalifatullah fi’l ardh; dan c sebagai Kepala Adat Melayu
161
. Salah seorang turunan Panglima Paderap
162
yang lain yaitu Tuanku Tawar Arifin, gelar Kejeruan Santun, turut juga membuka negeri di Denai, kemudian
meluas sampai ke Serbajadi dan dia juga mengungsi dari Deli dan lalu tunduk kepada Serdang. Adapun Kampung Kelambir dan Kampung Durian disepanjang
Sungai Serdang didirikan bersama masanya dengan Pulau Pinang pada tahun 1786. Tuanku Umar mempunyai 3 orang anak yaitu, yang tertua bernama Tuanku
Malim menolak menjadi raja dan tidak kawin, Tuanku Ainan Johan Alamsyah dan Tuanku Sabjana Pangeran Kampung Kelambir. Sejak mangkatnya Tuanku
Umar ditabalkanlah puteranya Tuanku Sultan Ainan Johan Alamsyah sebagai Raja Serdang 1767-1817 dan Sabjana sebagai Pangeran Muda. Pada masa
pemerintahan raja yang ke-2, Tuanku Sultan Ainan Johan Alamsyah 1767-1817, tersusunlah Lembaga Orang Besar Berempat di Serdang yang berpangkat Wazir
Sultan yaitu: a Pangeran Muda di Sungai Tuan; b Datuk Maha Menteri
161
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 55.
162
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
berwilayah di Araskabu; c Datuk Paduka Raja wilayahnya di Batangkuis ialah keturunan Kejuruan Lumu; d Sri Maharaja berwilayah di Ramunia.
Baginda memperkokoh institusi 4 Orang Besar selaku Wazir Utama itu berdasarkan fenomena alam dan hewan yang melambangkan kekuatan seperti 4
penjuru alam Barat – Timur – Selatan – Utara dan kokohnya 4 kaki binatang dan azas Tungku Sejarangan
163
4 batu penyangga untuk masak makanan yaitu juga azas sendi kekeluargaan pada masyarakat Melayu Sumatera Timur : suami – istri
– anak beru menantu dan Puang mertua yaitu keempat oknum inilah menentukan didalam upacara perkawinan maupun perhelatan yang besar.
Hal ini mempunyai hubungan karena Raja Urung Sunggal kembali ke Deli sedangkan Raja Urung Senembah dan Raja Urung Tanjung Morawa tetap menjadi
raja diwilayah mereka dan tetap takluk ke Serdang. Dalam menjalankan pemerintahan Sultan Ainan Johan Alamsyah dibantu oleh Syahbandar dan
Temenggong sebagai kepala polisi dan keamanan dan Panglima Besar. Sultan Serdang menjalankan hukum kepada rakyat berdasaarkan Hukum Syariah Islam
dan Hukum Adat hal ini mengacu makna filosofis pepatah Adat Melayu bersendikan Hukum Syara’ Hukum Syara’ bersendikan Kitabullah. Pada masa
pemerintahan Sultan Johan Alamsyah inilah diperkeras peraturan adat istiadat kerajaan yaitu: a Adat Sebenar Adat sesuai Hukum Alam seperti api itu panas,
air itu dingin, hidup-mati, siang-malam, lelaki perempuan dan lain-lain. b Adat Yang Diadatkan Lahir dari suatu kebiasaan kemudian diikuti terus menerus oleh
masyarakat sehingga menjadi resam, dan kemudian dijadikan Hukum Adat
163
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 56.
Universitas Sumatera Utara
dengan sanksi jika dilanggar; c Adat-istiadat ceremony yang dirujuk dari ketentuan yang berlaku di Istana raja. Setiap pergantian seorang Raja, mungkin
saja istiadat ini berubah
164
. Kenyataan pelaksanaan sikap Sultan tersebut sesuai dengan hasil kajian.
Kemudian oleh Van Vollenhoven dan Ter Haar pakar Hukum Adat Indonesia
165
yang menyatakan Adat itu berasal dari perilaku kebiasaan zeden en gewoonten dan jika kebiasaan itu diikuti orang banyak terus menerus, maka itu sudahlah
menjadi Adat. Apabila Adat tadi ada yang melanggar, maka masyarakat dan pemerintah melakukan beberapa sanction sanksi yang boleh bersifat sanksi
sosial misalnya dikecam atau dikucilkan dan ada juga yang bersifat sanksi pidana criminal law misalnya dihukum pidana oleh Kerapatan Adat. Tetapi jika
dianggap sangat berat dapat juga dikenakan hukuman mati atau dibuang dari negeri, jika durhaka hukumnya dibunuh, rumahnya dibakar dan abunya dibuang
kelaut, ini disebut hukum adat. Pada masa pemerintahan baginda diperkeras kekuatan adat dikatakan: hidup dikandung Adat, mati dikandung tanah; tiada
Raja, tiada Adat; biar mati anak daripada mati Adat. Mati anak gempar serumah, mati Adat gempar sebangsa.
Baginda Sultan Ainan Johan Alamsyah mempunyai istri bernama Tuanku Puan Sri Alam, puteri dari Raja Perbaungan. Raja Perbaungan ini keturunan dari
Tuan Puti Awan Tasingek binti Yang Dipatuan Bakilap Janggo, Raja Daulat Pagar Ruyung Minangkabau. Kerajaan Perbaungan kemudian tidak lagi
164
Ibid.
165
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 57.
Universitas Sumatera Utara
meninggalkan keturunan laki-laki, oleh karena itu Perbaungan masuk kedalam Kerajaan Serdang bukan takluk dalam peperangan, tetapi hubungan perkawinan.
Puteri baginda yang tertua Tuanku Zainal Abidin diangkat menjadi Tengku Besar
166
. Beliau pergi berperang membantu mertuanya yang sedang terlibat perang saudara merebut tahta Langkat. Beliau akhirnya terbunuh di Pungai
Langkat dan digelar Marhom Mangkat di Pungai. Setelah Sultan Johan Alamsyah mangkat maka puteranya yang kedua diangkat oleh Dewan Orang
Besar menjadi raja pengganti yaitu Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah memerintah 1817-1850 M, dan bukan putera dari Tuanku Zainal Abidin yang
ketika itu masih kecil. Hal itu terjadi karena:
Ketika Tuanku Zainal Abidin Tengku Besar meninggal dunia karena tewas dalam peperangan di Pungai Langkat, ayahandanya Sultan Johan
Alamsyah masih hidup memerintah; meskipun Tengku Zainal meninggalkan putera.
Ketika itu calon pengganti raja berpindah kepada putera baginda yang
kedua selaku Tengku Besar.
Ketika baginda Sultan Johan Alamsyah mangkat digelar Marhom Kacapuri maka otomatis putera kedua baginda itu, Sultan Thaf Sinar Basarshah,
menjadi pengganti menurut Adat dinobat tabalkan oleh Orang Besar Berempat. Berdasarkan peristiwa suksesi yang berakhir kepada Adat tersebut,
menurut Adat Melayu Serdang. Tidak perlu otomatis keturunan dari putera tertua mesti menjadi Raja. Oleh karena Sultan Thaf Sinar Basarshah ingin berdiri
166
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
sendiri, Serdang diserang angkatan perang Siak pada tahun 1814
167
. Dimasa pemerintahan Tuanku Serdang telah meluaskan wilayahnya sampai ke Sungai
Tuan, Percut, Padang, Bedagai, Batak Timur dan Senembah. Penambahan daerah tidaklah selalu dilakukan dengan peperangan tetapi juga sering dengan jalan
damai melalui perkawinan seperti halnya dengan Perbaungan. Yang Dipertuan Panjang dari Perbaungan berasal dari Minangkabau ia
hasil perkawinan Puti Awan Tasingik binti Daulat Yang Dipertuan Tuanku Bakilap Janggo Pagaruyung
168
dengan “Marhom Kuala Air Hitam” dan ia masuk menjadi bahagian dari Kerajaan Serdang karena perkawinan Tuanku Ainon Johan
dengan puterinya Tuanku Puam Seri Alam. Tuanku Puan Seri Alam saudara dari Sutan Usalli, Raja Perbaungan yang berkedudukan di sungai air Hitam Pantai
Cermin. Setelah Tuanku Sultan Ainan Johan Alamsyah tersebut mangkat, maka ia digantikan puteranya yang kedua, Tuanku Thaf Sinar. Baginda memperoleh
gelar dari Siak, bergelar Sultan Thaf Sinar Basarshah 1790-1850, atau lebih dikenal Sultan Besar yang dinobatkan para wazir dan pengangkatannya dibacakan
oleh Orang Kaya Sunggal selaku “Ulun janji”. Masa pemerintahan Baginda Sultan Besar Serdang menjadi aman tenteram dan makmur karena perdagangannya. Pada
tahun 1823
169
John Anderson sebagai utusan Kerajaan Inggeris dari Pulau Pinang mengunjungi Serdang mencatat bahwa: a Perdagangan antara Serdang dan Pulau
Pinang sangat ramai, terutama lada dan hasil hutan. b Sultan Thaf Basarshah, juga bergelar Sultan Besar, memerintah dengan lemah lembut mild, suka
167
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 58.
168
Ibid.
169
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
memajukan ilmu pengetahuan dan mempunyai kapal sendiri untuk berdagang. c Industri rakyat dimajukan dan banyak pedagang dari Pantai Barat Sumatra Orang
Alas yang melintasi pegunungan Bukit Barisan menjual dagangannya keluar negeri melalui Serdang. d Baginda mempunyai sifat toleransi dan suka
bermusyawarah dengan negeri-negeri yang tunduk kepada Serdang, termasuk orang-orang Batak dari Pedalaman. e Cukai di Serdang cukup moderat.
Oleh karena itu baginda berpegang kepada pepatah Adat Melayu yang mengatakan
170
:
Secupak menjadi segantang, Yang keras dibuat ladang,
Yang becek dilepaskan itik, Air yang dalam dipelihara ikan.
a Genggam bara, biar sampai menjadi arang sabar menderita mencapai
kejayaan b
Cencaru makan petang, bagai menghimpun madu meskipun lambat tetapi kerja keras maka pembangunan terlaksana
c Hati Gajah sama dilapah, hati kuman sama dicecah melaksanakan kerja
pembangunan dengan hasil baik bersama-sama. Pada masa pemerintahan Baginda Adat Melayu yang bersendikan Islam
dijunjung tinggi, mengutamakan budi yang mulia budi daya, budi bahasa, budi pekerti dan lain-lan sebab ketinggian budi akan menunjukkan ketinggian
170
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 58-59.
Universitas Sumatera Utara
peradaban suatu bangsa
171
. Maka, banyak sekali rakyat Batak Hulu yang masuk Melayu Islam. Menurut sumber Belanda sejak berdirinya, Serdang bertikai
dengan Deli pertikaian karena daerah-daerah, seperti Denai dan Percut. Oleh karena dibawah pemerintahan baginda Serdang makmur, maka luas kerajaan
Serdang bertambah sampai ke wilayah Serbajadi, Percut, Dolok bekas kerajaan Timur Raya, Padang, Bedagai dan Senembah, bahkan pengaruh- pengaruhnya
sampai ketanah Alas dan Singkel. Serdang dapat menjalin hubungan dengan Aceh dan Siak. Hubungan
diantara Serdang dengan Aceh dan Siak sangat erat pada masa itu tidak pernah terjadi penyerangan secara langsung terhadap daerah dan kedaulatannya. Dalam
perlawanan Anderson ke Serdang pada tahun 1823 yang ditemuinya Sultan Besar ini. Menurut Anderson, dalam memegang tampuk pemerintahan umum, baginda
dibantu oleh beberapa orang besar seperti: Pangeran Muda Sri Diraja Mattakir sebagai Raja Muda, Tuanku Ali Usman gelar Panglima Besar Negeri Serdang di
Sungai Tuan Kampung Klambir, Tuanku Tunggal gelar Sri Maharaja di Kampung Durian dan Datuk Akhirullah gelar Pakerma Raja Tanjung Morawa.
Sultan Besar ini berusia waktu itu kira-kira 32 tahun, berbadan gemuk, kulitnya putih dan bertubuh agak pendek. Ia berkarakter sebagai seorang raja yang baik,
lembut dan bijaksana dalam memerintah. Baginda juga sangat banyak memperoleh keuntungan dari perdagangan. Baginda mempunyai banyak perahu
sangat gemar dan rajin belajar. Menurut kisah, Sultan Besar turut membantu dengan megirimkan beberapa jumlah prajurit dan panglima Serdang membantu
171
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 59.
Universitas Sumatera Utara
Sultan Kedah, Sultan Tajuddin Halimsyah-II, pada tahun 1838 sewaktu Sultan Kedah itu berkelana mencari bantuan kedaerah- daerah pantai Timur Sumatera,
untuk membebaskan Kedah dari penjajahan Siam. Diutus Sultan Kedah pada tahun 1838 itu puteranya T. Abdullah dan kemanakannya Tengku Mohd. Said
kedaerah sini. Baginda juga membantu Denai dengan mengutus Raja Graha 1823 gelar Tengku Panglima Besar Serdang untuk merebut Pulau Brayan yang
merupakan wilayah asal dari Kejeruan Santun. Zaman pemerintahan Sultan Besar ini dikenal dengan zaman ketentraman, karena kemakmuran Serdang dikenal
dinegeri-negeri lain sampai ke Semenanjung Tanah Melayu. Banyak daerah yang meminta proteksi atas kekuatan bala tentaranya, seperti Padang, Bedagai dan
Senembah. Didalam salah satu naskah perjanjian yang tersimpan di Istana Serdang telah terbakar dizaman Revolusi, tercantum Pernyataan Bersama antara
Sultan Besar ini dengan Sultan Panglima Mangedar Alam dari Deli yang berbunyi sebagai berikut: a Kedua Kerajaan ini masing-masing berdaulat, merdeka dan
berdiri sendiri. b Cukai Pelabuhan Labuhan Deli dibagi dua antara Serdang dan Deli. Dalam Pernyataan Sultan Deli 15 Sya’ban 1242 1823 itu disebutkan juga
Sultan Deli mengaku akan membayar kepada Sultan Serdang setiap tahun M.600,- lihat surat Residen Sumatera Timur Kroesen di Bengkalis kepada
Gubernur Jendral di Betawi 24-1-1882 No. 173
172
. Beliau ini menikah dengan puteri dari Raja Perbaungan Sutan
Rahmadsyah yang bernama Tuanku Puan Sri Indera Kuala. Mempunyai empat orang anak yaitu : Tuanku Sultan Basyarudin Syaiful Alamsyah, Tan Sidik, T.H.
172
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hal., 60.
Universitas Sumatera Utara
Mat Yasin dan T. Mustafa. Baginda mangkat pada tahun 1850 M dan dimakamkan di Makam Diraja di Kampung Besar Serdang. Beliau ini diberi gelar
“Marhom Besar”. Selanjutnya Serdang dipimpin oleh Sultan Basyarudin Syaiful Alamsyah.
Tuanku Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah adalah pemegang mahkota kesultanan Serdang yang ke-IV
173
. Beliau menikah dengan orang biasa yang bernama Encik Rata dan hanya mempunyai seorang putera yang bernama Tengku
Sulaiman. Pada masa pemerintahan Beliau ini Serdang mencapai puncak kejayaan karena kekuatan senjata dan laskarnya maka wilayah penaklukan Serdang sampai
ke Batubara Lima Laras dan seluruh Senembah dan ke pedalaman kabupaten Deli-Serdang, yaitu wilayah etnis Karo dan Batak Timur sesuai dengan gelarnya
“Syaiful Alamsyah” Pedang Alam. Dimasa pemerintahan Beliau ini terdapat perlengkapan adat istiadat yang
terkenal yaitu, keris pusaka Kerajaan peninggalan Seri Paduka Gocah Pahlawan yang bernama “Rajawali”, gong kebesaran yang bernama “gong semboyan”,
Pedang “Bawar” dari Sultan Aceh, Nafiri, Payong kebesaran, Cap Kerajaan, Nobat dan perlengkapan-perlengkapan lainnya, dan Bentara Kiri
174
. Beliau mangkat pada tahun 1880 M dan dimakamkan di Makam Diraja. Beliau ini diberi
gelar “Marhom Kota Batu”
175
.
173
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung, 2003, hal., 14.
174
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung, 2003, hal., 18.
175
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung, 2003, hal., 26.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian masuklah masa pemerintahan Tuanku Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah yakni pemegang tahta kesulatanan Serdang yang ke-V. Beliau ini
ditabalkan menjadi Raja Serdang ketika masih dibawah umur sehingga diangkatlah seorang wali untuk membimbingnya menjalankan pemerintahan yang
bernama Tengku Raja Muda Mustafa yang tak lain adalah pamannya sendiri
176
. Beliau mempunyai empat orang istri yang mana dari istri pertama yaitu permaisuri
Tengku Darwisyah cucu dari Pahlawan Nasional Sultan Bagagarsyah Pagaruyung pada tanggal 21-3-1891, tetapi tak mempunyai keturunan.
Perkawinannya ini merupakan perkawinan politik. Tengku Darwisyah adalah saudara tiri Sultan Deli, yang ketika itu sering berselisih dengan Kesultanan
Serdang karena soal batas kerajaan. Untuk menyelesaikan masalah wilayah ini pemerintah Belanda campur tangan melalui perkawinan antara Sultan Sulaiman
dengan Tengku Darwisyah. Kemudian dari istri yang kedua, ketiga, dan keempatlah beliau ini
mempunyai anak. Para istri yang mempunyai anak ini adalah sebagai berikut
177
: 1.
Encik Kurnia br. Purba : 1 Tengku Puteri Nazry
2 Tengku Putera Mahkota Rajih Anwar
2. Encik Raya br. Purba
: 1 Tengku Zahry pr. 2 Tengku Shahrial
3. Encik Hj. Zaharah
: 1 Tengku Zainabah pr.
176
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung, 2003, hal., 32.
177
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung, 2003, hal., 33.
Universitas Sumatera Utara
2 Tengku Abunawar 3 Tengku Luckman Sinar
4 Tengku Abukasim Kehidupan istana Serdang tidak ketat dengan adat upacara yang rumit.
Upacara besar dalam istana adalah penabalan sultan. Sultan Serdang lebih senang berpergian ke tempat tertentu untuk menonton seni pertunjukan.
Putra Mahkota Tengku Rajih Anwar adalah seorang pemusik yang sangat berbakat. Baginda
pandai memainkan piano, gendang, serunai, dan terutama gesekan biolanya yang khas. Baginda juga pernah sekolah musik ke Jerman.
Bentuk penyelenggaraan birokrasi kesultanan Melayu Sumatera Timur bercorak patrimonial, dan mengutamakan status sosial dalam hirarki jabatan. Pada
masa pemerintahan beliau inilah didirikan Istana Perbaungan Kraton Kota Galuh dan Mesjid Raya Sulaimaniyah pada tahun 1896
178
. Istana Perbaungan ini bertingkat enam, dimana lantai pertama dan kedua adalah tempat untuk
menghadap Sultan, tingkat ketiga untuk menyimpan senjata-senjata dan alat-alat kebesaran Kerajaan, tingkat keempat untuk tempat bermain para tuan puteri dan
menyimpan baju-baju kebesaran, tingkat kelima untuk tempat bersantai dan tingkat keenam dinamakan “pucuk”. Kemudian ada lagi istana dibelakangnya
untuk Tengku Permaisuri namun tidak besar, dan disamping istana kecil itu terdapat taman yang akrab dinamakan dengan nama “Taman Sari”.
Di zaman pemerintahan beliau ini juga terjadi perkembangan kesenian di kalangan kerajaan Serdang yaitu Baginda Sultan Sulaiman ini mendirikan
178
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung, 2003, hal., 35-36.
Universitas Sumatera Utara
kelompok opera teater bangsawan yang bernama “Indera Ratu”
179
. Kelompok ini juga sering menghibur rakyat dengan gratis dipelosok Serdang, dengan maksud
memberikan pengetahuan umum kepada masyarakat Serdang, karena pementasan opera teater bangsawan ini banyak membawakan cerita-cerita tentang adat-istiadat
melayu, kepahlawanan, penegakan keadilan, dan sebagainya. Disamping itu beliau ini juga menghidupi para pemain kelompok teater tradisional “Makyong”,
dan kelompok “Wayang Kulit Jawa” yang dihadiahkan oleh Sultan Hamengkubuwono-VIII
180
. Setiap tahun diadakan sayembara permainan GambusZapin dan silat dari perkumpulan yang ada di kampung-kampung yang
mana yang terbaik akan dapat kesempatan untuk tampil di Istana. Semua permainan dana acara-acara kesenian ini ditampilkan di halaman Istana
Perbaungan pada hari Raya dan hari besar lainnya secara gratis. Pada era beliau memerintah di Serdang ini banyak ahli tari dan musik yang bermunculan, salah
satunya ialah Guru Sauti, anak Melayu Perbaungan, pencipta tari Perbaungan Nasional yaitu Serampang XII. Sultan Sulaiman ini mangkat pada usia 80 tahun
tepatnya tanggal 13 Oktober 1946, beliau dimakamkan di pekuburan raja-raja di sebelah mesjid Raya Perbaungan. Beliau mendapat gelar “Marhom
Perbaungan”
181
. Para sultan yang memerintah Negeri Serdang adalah: 1 Raja Osman atau
Tuanku Umar; 2 Sultan Pahlawan Alamsyah; 3 Sultan Thaf Sinar Basarsyah
179
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung, 2003, hal., 41.
180
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung, 2003, hal., 42.
181
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung, 2003, hal., 69.
Universitas Sumatera Utara
1790-1850; 4 Sultan Basyarudin Syariful Alamsyah 1809-1880; 5 Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah 1862-1946, Sultan Sulaiman ini ditetapkan oleh
Belanda menjadi Sultan Serdang pada tanggal 29 Januari 1887; 6 Tengku Putera Mahkota Rajih Anwar, 7 Tuanku Abu Nawar Sinar Syariful Alam Al-Haj,
Sultan pemangku budaya Melayu Serdang berikutnya adalah Tengku Luckman Sinar Basharshah II, S.H., Al-Haj. Kemudian setelah beliau meninggal, yaitu
tepatnya pada tanggal 8 Januari 2011 yang baru lalu, ia digantikan oleh Drs. Ahmad Thala’a putra dari Almarhum Tengku Abunawar Sinar, Al-Haj, melalui
kerapatan adat Negeri Serdang. Kini sebagian Pengurus Besar Majelis Adat dan Budaya Melayu Indonesia PB MABMI Sumatera Utara terdiri dari para warga
Serdang ini. Nah ada sesuatu yang menarik dari tulisan ini yaitu, pola pengangkatan pemimpin atau pemangku adat yang ada pada kesultanan Serdang
ini menggunakan sistem kerapatan adat, jadi tidak harus seorang ketua atau pemimpin adat itu harus dari kalangan Bangsawan, seperti di kesultanan lainnya
yang masih memakai sistem kebangsawanan Melayu. Dalam konteks zapin, maka di antara kesultanan-kesultanan Melayu di
Sumatera Timur, peranan Kesultanan Serdang dalam membina dan mengembangkan seni zapin sangatlah begitu meononjol. Terutama di masa
pemerintahan Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah. Zapin yang terdapat di Negeri Serdang ini, menurut pendapat masyarakat dan beberapa pakar Melayu datang
langsung dari Tanah Arab, khususnya Negeri Yaman. Selanjutnya penulis membuat bagan sejarah kesultanan Serdang, sebagai
berikut :
Universitas Sumatera Utara
Daftar Bagan 2.10.3.1 “ BAGAN SILSILAH KESULTANAN SERDANG”
TUANKU UMAR KEJERUAN JUNJUNGAN I TUANKU UMAR KEJERUAN JUNJUNGAN I
SULTAN JOHAN ALAMSYAH II MARHOM KACAPURI
TUANKU SABJANA PANGERAN RAJA MUDA
TWK.ZAINAL ABIDIN T. BESAR
MARHOM MANGKAT DI PUNGAI
SULTAN THAF SINAR BASYARIAH
III MARHOM BESAR
TWK. TUNGGAL SRI MAHARAJA
TWK. HARUM T. ALI
T. PANGLIMA BESAR SEI TUAN
T. MATTAKIR PANGERAN RAJA MUDA
TAN AMAN RAJA MUDA
SRI MAHARAJA SULTAN BASYARUDDIN
SYAIFUL ALAMSYAH IV
MARHOM KOTA BATU TAN SIDIK
TEMENGGONG T.H. MAT YASIN
PANGERAN MANGKUNEGARA
BATAK TIMUR T. MUSTAFA
RAJA MUDA T. ALADDIN
T.SRI MAHARAJA
T. IBRAHIM
T. MANSYUR
T. AMRY, S.H. SRI MAHARAJA
Sumber : Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung, 2003, hal., 99.
Universitas Sumatera Utara
Daftar Bagan 2.10.3.2 “ BAGAN SILSILAH KESULTANAN SERDANG”
SULTAN THAF SINAR BASYARIAH
III MARHOM BESAR
SULTAN BASYARUDDIN SYAIFUL ALAMSYAH
IV MARHOM KOTA BATU
TAN SIDIK TEMENGGONG
T.H. MAT YASIN PANGERAN
MANGKUNEGARA BATAK TIMUR
T. MUSTAFA RAJA MUDA
SULTAN SULAIMAN SYARIFUL ALAMSYAH
V MARHOM
PERBAUNGAN
T.RAJIH ANWAR PUTERA MAHKOTA
VI KEPALA ADAT
TWK. ABU NAWAR SYARIFUL ALAM VII
PEMANGKU ADAT
TUANKU LUCKMAN SINAR BASARSYAH, SH VIII
KEPALA ADAT KESULTANAN SERDANG
TAN IDRIS PANGERAN
PERBAUNGAN T.M.HANIF
PANGERAN PERBAUNGAN
T. TEH NASRUN TENGKU BENTARA
T. NURDIN SESEPUH MASYARAKAT
MELAYU T. ATAILLAH
HOOFD V PERBAUNGAN
T. DZULHAM RAJA USALLI
T.M. NUR T. BENDAHARA
L. PAKAM PROF.DR T. AMIN
RIDWAN
Sumber : Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Daftar Bagan 2.10.3.3 “ BAGAN SILSILAH KESULTANAN SERDANG”
SULTAN SULAIMAN SYARIFUL ALAMSYAH
V MARHOM
PERBAUNGAN
T.RAJIH ANWAR PUTERA MAHKOTA
VI KEPALA ADAT
TWK. ABU NAWAR SYARIFUL ALAM VII
PEMANGKU ADAT TUANKU LUCKMAN
SINAR BASARSYAH, SH VIII
KEPALA ADAT KESULTANAN
SERDANG
T. PETER AZWAR PANGERAN
MANGKUBUMI T. SULAIMAN A
RAJA MUDA
DRS. T. AHMAD TALA’A TIMBALAN KEPALA
ADAT PANGERAN
SRI MAHKOTA
T. BASYARUDDIN SHOUCKRY
YAMTUAN MUDA SRI DIRAJA
Sumber : Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2.10.4 Kesultanan Langkat
Kesultanan Langkat memliki batas-batas teritorialnya : sebelah utara dan barat berbatasan dengan daerah Aceh, sebelah timur dengan Selat Malaka, dan
sebelah selatannya berbatasan dengan Kesultanan Deli ENI, II 1918:1530. Wilayah Kesultanan Langkat berada pada 34
14 sampai 4031’ Lintang Utara dan 90
52’ sampai 9845’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 45 Meter di atas permukaan laut
182
. Kata Langkat itu sendiri dahulunya berasal dari pohon yang buahnya
hampir serupa dengan buah langsat sehingga pohon tersebut dinamakan dengan Langkat
183
. Namun demikian, menurut orang Karo Jahe kata Langkat itu berasal dari bahasa Karo yaitu lang ku angkat yang artinya tidak ku angkat, lama-lama
menjadi Langkat. Lalu manakah yang benar antara keduanya sulit bagi kita untuk menentukannya.
Raja Langkat yang pertama kali adalah Quri, setelah beliau meninggal dunia, maka Langkat memiliki dua kerajaan yaitu yang pertama Kerajaan Jentera
Malay yang menjadi rajanya adalah Tan Qatar, dan yang kedua adalah Kerajaan Bahorok yang menjadi rajanya adalah Tan Husun, mereka merupakan saudara
kandung yang keduanya sama-sama ingin memajukan negeri Langkat dan di sekitarnya. wawancara dengan Takari, Januari 2010
Sedangkan sultan yang pertama kali mendapat gelar sultan di Langkat adalah Sultan Musa Akhalidy Almu Azamsyah. Pada masa itu berdirilah sebuah
kampung yang bernama Tanjung Pura. Beliaulah yang mendirikan istana yang
182
www.langkatkab.go.id
183
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
berada di Tanjung Pura, dan beliau berusaha betul agar daerah Langkat itu tetap dalam keadaan yang aman dan sejahtera, dengan berbagai pembangunan untuk
kepentingan rakyat yang di bangunnya. Raja-raja Langkat adalah raja yang terkaya di daerah pesisir Sumatera
Timur, sebab bumi Langkat mengandung tambang minyak yang cukup besar. Hal itu di ketahui oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah Belanda tahu hal itu,
mulailah dilakukannya penelitian secara ilmiah dan kemudian terbukti bahwa bumi Langkat mengandung minyak. Demikianlah lebih kurang 100 tahun yang
lalu ditemukanlah sumur minyak di Telaga Said, dan untuk memperingati tempat itu, maka Pertamina membuat sebuah tugu di Telaga Said itu.
Setelah keadaan negeri Langkat aman dan sejahtera, Sultan Musa menjalankan ibadah Haji ke Mekah, sepulangnya dari Mekah beliau
menggalakkan pengembangan ajaran Islam ke penduduk Langkat dan merencakanan membangun sebuah mesjid yang sangat baik di Tanjung Pura.
Setelah Sultan Musa wafat pada tahun 1898 Masehi, kedudukannya sebagai sultan digantikan oleh anaknya yang bernama Tengku Abdul Aziz, dan pembangunan
masjid itu diteruskan oleh Sultan Aziz maka dari itulah nama mesjid itu diberi nama Masjid Azizi, suatu masjid yang bermutu tinggi dengan arsitek yang
sempurna. Ternyata di samping tambang minyak yang besar, Tanjung Pura juga kaya akan bangunan dan arsitekturnya.
Masjid Azizi dibangun pada tahun 1902 bertepatan pada 13 Rabiul Awal 1320 H, diatas tanah seluas 2,4 hektar, dan menelan biaya yang cukup besar yaitu
sebesar 200.000 ringgit Singapura, pada waktu itu diperkirakan uang Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia lebih kurang 4 miliyar rupiah, dengan gaya mozaik Persia. Sultan Kedah sewaktu melewati negeri Langkat, terpesona akan keindahan Mesjid Azizi
ini, sehingga beliau membangun model yang sama dengan masjid Azizi di Kedah Malaysia. Setelah sultan Langkat yang terakhir mangkat yaitu Sultan Tengku
Mahmud Aziz pada tahun 1946 Masehi, maka setelah itu tidak ada lagi pengangkatan sultan, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaanya.
Seperti diketahui oleh umum, bahwa Kesultanan Langkat adalah sebagai pusat Islam di Sumatera Timur. Di Langkat terdapat pusat tarikat Naqsabandiyah,
yang jamaahnya menyebar ke seluruh kawasan Asia Tenggara. Tokoh sastrawan sufi yang terkenal dari kawasan ini, yaitu Tengku Amir Hamzah. Bagaimanapun
zapin di kawasan Langkat berkembang selaras dengan perkembangan Islam di kawasan ini. wawancara dengan Takari, Januari 2010
2.10.5 Kesultanan Asahan
Kerajaan Asahan letaknya di antara Batubara, Simalungun, Kualuh, Tanah Toba, dan Selat Malaka. Di sebelah utara berbatasan dengan Simalungun dan
Batubara, di sebelah timur berbatasan dengan selat Melaka, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Labuhan Batu dan Tapanuli.
Nama Asahan dibuat oleh masyarakat Batak Toba Kuno, karena penduduk daerah Asahan umumnya berasal dari sebelah hulu sungai Asahan. Sedangkan
terminologi Asahan itu sendiri berasal dari kata sahan yakni suatu alat yang dibuat dari tanduk kerbau, yang di dalamnya berisi air yang digunakan untuk
menyiram tubuh ibu-ibu, terutama ibu yang mandul, dan di anggap sebagai
Universitas Sumatera Utara
“saluran bahagia.” Air yang terpancar dari sahan tersebut diibaratkan sebagai air terjun yang mengalir dari Tao Toba, pangkalnya agak besar dan lebar, akan tetapi
semakin ke hilir semakin sempit dan kecil serta deras, dan terjun ke dalam Ngarai Sigura-gura dan Siarimo, lalu lepas memutih seperti kapas menjadi air terjun
raksasa. Dari sinilah kata Asahan sebagai nama tempat, termasuk Kesultanan Asahan
184
. Daerah Asahan memiliki 3 luhak yaitu: 1 Tanjung Balai di kepalai oleh Tengku
Majid, anakanda sari paduka Tengku regent cucuanda almarhumTengku Mohd.Adil. 2 Bandar Pulau diketuai oleh Tengku Dewak cucuanda almarhum
Tengku Muhammad Adil. 3 Kisaran di kepalai oleh T. Adenan, anakanda Almarhum Tengku Mantri, cucuanda Almarhum Tengku Pangeran Dasar Muda.
wawancara dengan Takari, Januari 2010 Terminologi Asahan dan Tanjung Balai merupakan negeri dan Bandar
yang termasuk tertua di Sumatera Timur. Sekarang Asahan merupakan kabupaten. Sedangkan Tanjung Balai merupakan pemerintahan kota yang secara administratif
pemerintahannya berdiri sendiri di luar Kabupaten Asahan. Di kawasan Melayu Asahan ini terdapat juga seni zapin yang difungsikan
untuk kegiatan-kegiatan agama Islam. Zapin Asahan terdapat di beberapa tempat seperti di Tanjungbalai, Kisaran, Air Joman, dan lainnya. Zapin di Asahan
menurut keterangan para informan berasal dari Arab. Zapin yang ada di Asahan juga terdapat di kawasan-kawasan dunia Melayu lainnya. Pada Zapin Asahan ada
184
Batara Sangti. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar, 1977, hal., 61
Universitas Sumatera Utara
teks lagunya yang diciptakan menggunakan bahasa Arab dan ada pula yang menggunakan bahasa Melayu dialek Asahan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III SEJARAH ZAPIN DI SERDANG
3.1 Pengertian Sejarah
Manusia hidup dalam ruang dan waktu yang ditempuh selama hidupnya. Untuk mengembangkan peradaban atau sivilisasinya, manusia belajar, baik secara
formal maupun informal. Manusia juga selalu belajar dari sejarah. Di Indonesia kita sering mengucapkan dan menghayati frase: belajarlah dari sejarah, atau
jangan sekali-kali melupakan sejarah kadang diakronimkan dengan jas merah yang merupakan slogan dari Presiden Republik Indonesia yang pertama yaitu
Soekarno. Sadar atau tidak manusia terikat oleh sejarah, baik dalam lingkup pribadi, kelompok kecil seperti keluarga, masyarakat desa, maupun yang lebih
besar dalam kelompok bangsa, perhimpunan bangsa, atau dunia. Indonesia misalnya terbentuk dari proses sejarah budaya yang kompleks, berbagai inovasi
dari dalam atau pengaruh dari luar dalam bentuk penjajahan atau pengaruh pemikiran dan ideologi, membentuk negara Indonesia. Perang dan perdamaian
juga digoreskan dalam sejarah, dan pengaruh sosialnya dirasakan setiap anak bangsa. Demikian pentingnya sejarah.
“Apa itu sejarah?” Pertanyaan yang sering dilontarkan baik oleh kalangan awam maupun para ilmuwan sejarah ini, memiliki
berbagai mosi. Menurut Garraghan
185
, yang dimaksud sejarah itu memiliki tiga
185
Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, New York: Fordham University Press, 1957, hal., 3.
Universitas Sumatera Utara