Subdimensi budaya sekolah mewakili dimensi penguatan budaya

96 agar para siswa benar-benar mampu memiliki rasa penghargaan dan penghormatan, serta perilaku yang positif terhadap berbagai perbedaan yang ada dalam situasi dan kondisi apapun. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan subdimensi demokrasi ini pun belum sepenuhnya bisa diintegrasikan, dimunculkan, atau diaplikasikan dalam lima buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE tersebut.

f. Subdimensi budaya sekolah mewakili dimensi penguatan budaya

sekolah dan struktur sosial Budaya sekolah yang berkaitan dengan sikap dan perilaku yang saling menyayangi, menolong, toleransi, dan lain sebagainya hendaknya senantiasa dipupuk pada diri peserta didik. Hal ini diperlukan agar interaksi mereka di sekolah maupun di luar sekolah bisa berlangsung dengan baik. Dengan demikian, akan muncul suasana pergaulan yang penuh keakraban dan penuh kerukunan di antara sesama. Pengintegrasian nilai-nilai pendidikan multikultural, dalam hal ini subdimensi budaya sekolah, ditemukan dalam tiga buah buku pelajaran, yakni karya Ratna Purwaningtyastuti, karya E. Kosasih dan Restuti Murwaningrum, serta karya Nurhadi, Dawud, Yuni Pratiwi. Dalam buku karya Ratna Purwaningtyastuti, subdimensi budaya sekolah ini ditemukan dalam bacaan tema 4 di halaman 61-63. Tepatnya pada pembelajaran KD: Mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama, khususnya yang ada dalam bacaan di halaman 61-63. Dari teks dialog antara Ani dan Nina dalam bacaan tersebut diketahui bahwa para siswa d iharapkan dan diajak untuk bisa memilik sikap dan perilaku commit to user 97 yang saling mengerti dan mau menolong temansahabat yang sedang menghadapi kesulitan dalam kondisi dan suasana suka maupun duka. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Ani kepada Nina. Meski mereka berdua bukanlah saudara kandung, berasal dari latar belakang yang berbeda, namun mereka berusaha untuk saling mengerti dan berbagi. Sesulit apapun permasalahan yang dihadapi, mereka berdua berusaha untuk menghadapinya bersama-sama. Sikap dan perilaku semacam ini sangat patut untuk ditiru. Dengan diterapkannya sikap dan perilaku seperti ini, tentu akan tercipta suasana persahabatan yang harmonis di antara sesama. Dalam buku karya E. Kosasih dan Restuti Murwaningrum, subdimensi budaya sekolah dimunculkan dalam latihan mandiri 12 yang ada di halaman 92 tepatnya pada soal nomor 3. Peserta didik diberikan pemahaman agar mereka mampu menghormati dan memahami pendapat yang disampaikan oleh teman mereka. Sedangkan dalam buku karya Nurhadi, Dawud, dan Yuni Pratiwi, subdimensi budaya sekolah dimunculkan dalam bacaan yang ada di halaman 8-9. Melalui bacaan tersebut peserta didik diberikan pemahaman bahwa upaya dalam menjaga persahabatan yang telah terjalin sangatlah perlu untuk dilakukan. Peserta didik harus senantiasa menjaga komunikasi, keterbukaan, saling menghargai, dan saling menghormati. Namun, buku pelajaran ini masih harus diperbaiki karena baru menampilkan sedikit contoh yang berkaitan dengan budaya-budaya positif yang bisa diterapkan di lingkungan sekolahkelas. Selain itu, juga hanya ditemukan dalam dua buku saja dari lima buku pelajaran yang dianalisis. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan commit to user 98 pula bahwa subdimensi budaya sekolah juga belum bisa sepenuhnya dimunculkan, diintegrasikan, atau diaplikasikan dalam lima buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE tersebut. Apabila dihitung secara persentase kemunculan dimensi pendidikan multikultural, berarti kelima buku pelajaran ini hanya memuat 60 dimensi pendidikan multikultural saja memunculkan tiga dari lima dimensi yang ada. Sedangkan bila ditinjau dari persentase kemunculan subdimensi pendidikan multikultural, berarti kelima buku pelajaran ini hanya memunculkan 35 subdimensi pendidikan multikultural saja hanya memunculkan lima dari empat belas subdimensi yang ada. Ditemukannya tiga dimensi dan lima subdimensi inipun belum bisa menyatakan bahwa buku pelajaran tersebut sudah secara lengkap menerapkan, memuat atau mengintegrasikan dimensi pendidikan multikultural. Hal in i karena tidak semua dimensi terwakili. Sebagai contoh adalah dimensi integrasi materi. Dimensi ini terbagi menjadi tiga subdimensi, yakni subdimensi budaya, sastra, dan bahasa. Namun, yang ditemukan dalam kelima buku pelajaran tersebut hanya satu dimensi, yakni dimensi budaya. Contoh lainnya adalah dimensi pengurangan prasangka. Dimensi ini terbagi menjadi lima subdimensi, yakni agama, sukurasetnis, status sosial, keadilan, dan demokrasi. Namun, dari kelima buku pelajaran yang dianalisis tersebut hanya ditemukan tiga subdimensi saja, yakni status sosial, keadilan, dan demokrasi. Bahkan ada dua dimensi pendidikan multikultural, yakni dimensi proses merekonstruksi pengetahuan dan dimensi penyesuaian metode pembelajaran yang masing-masing terbagi ke dalam dua commit to user 99 subdimensi tidak ada satupun yang ditemukan dalam kelima buku pelajaran bahasa Indonesia tersebut. Selain itu, tiga dimensi dan lima subdimensi itupun hanya tercantum dalam satu sampai tiga bab, bacaan serta latihansoal pilihan ganda atau uraian. Padahal dalam kelima buku pelajaran tersebut ada puluhan bab, materi atau bacaan serta ratusan soal ataupun latihan, baik dalam bentuk soal pilihan ganda maupun uraian. Padahal semestinya, kelima dimensi pendidikan multiku ltural yang terbagi ke dalam empat belas subdimensi tersebut tercantum atau termuat dalam masing- masing buku pelajaran tersebut. Hal itu bisa dimuat dalam bagian materi, soal, maupun latihantugas. Dengan demikian, dimensi-dimensi pendidikan multikultural tersebut akan mampu diserap dan bahkan akan mampu diaplikasikan oleh para siswa dalam keh idupannya sehari-hari. Selain itu, melalui soal maupun latihantugas, dapat pula dijadikan sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat pemahaman dan pelaksanaan para siswa dalam memahami dan melaksanakan dimensi-dimensi pendidikan multikultural tersebut. Berdasarkan analisis terhadap kelima buku pelajaran bahasa Indonesia non- BSE untuk SMP kelas VIII tersebut dapat diberikan suatu simpulan. Simpulan tersebut adalah materi atau nilai-nilai pendidikan multikultural belum sepenuhnya bisa dimunculkan, diintegrasikan, maupun diaplikasikan dalam lima buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE untuk tingkat SMP kelas VIII tersebut. Oleh sebab itu, sangat perlu dilakukan perubahan dan perbaikan terhadap materi, soal, latihan maupun tugas agar dimensi-dimensi pendidikan multikultural bisa dipahami, dimiliki, dan dilaksanakan oleh para siswa. Dengan demikian, tujuan commit to user 100 pendidikan multikultural bagi para siswa akan mampu diraih dengan sebaik- baiknya.

2. Kualitas muatan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa