15
harmonis dan dinamis. Dengan demikian, akan tercipta suasana kerukunan antarsesama suku, ras, etnis, budaya, bahasa, dan agama yang berbeda-beda.
Berpijak pada beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa multikulturalisme
adalah sebuah
pemahaman, penghargaan
dan penghormatan terhadap adanya keragaman budaya yang ada dalam suatu
masyarakat, bangsa, dan negara.
b. Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural menjadi sebuah hal yang didengung- dengungkan dalam pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini. Hal in i seiring
dengan semakin maraknya konflik yang terjadi di masyarakat. Konflik itu terjadi bukan hanya sesama suku, melainkan juga sudah melibatkan antarsuku
yang tentu mempunyai kultur yang berbeda-beda. Sebagai contoh adanya konflik yang terjadi di Ambon dan Poso serta konflik yang terjadi di
Sampang, Madura. Sebuah hal yang memang tidak bisa dihindari bahwa masyarakat Indonesia selain beragam dari segi etnis, suku, bahasa dan agama,
juga majemuk dari segi budaya. Sering terjadinya pergesekan maupun pertentangan atas nama suku,
etnis, bahkan agama yang terjadi beberapa tahun belakangan ini seharusnya memberikan pelajaran yang sangat berharga kepada setiap individu tentang
pentingnya pendidikan multiku ltural. Dalam konsep-konsep yang telah disepakati, baik dalam undang-undang, peraturan perundangan, dan lain
sebagainya, memang sudah ada pengakuan tentang adanya berbagai
commit to user
16
keragaman, baik etnis, suku, budaya, bahasa, bahkan agama. Namun, dalam praktik nyata di lapangan, hal itu hanyalah omong kosong belaka. Betapa
tidak? Adanya konflik dan kekerasan yang mengatasnamakan antarsuku, etnis, bahkan agama masih saja sering terjadi. Hal itu menjadi bukti bahwa
adanya undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya belumlah cukup untuk mengarahkan masyarakat memahami dan menghormati adanya
keberagaman. Lahirnya sebuah ide tentang sangat perlunya diterapkan pendidikan
multikultural tidak bisa dilepaskan dari adanya kondisi dan situasi penindasan yang terjadi pada kultur minoritas di Amerika Serikat saat itu. Tentu saja
pihak yang melakukan penindasan adalah pihak yang memiliki kultur dominan. Saat itu, di Amerika Serikat, masyarakatnya adalah masyarakat
multikultural yang memiliki banyak kultur yang beragam namun memiliki satu kultur yang sangat dominan. Dalam bukunya, Zamroni 2011: 141,
menyatakan kultur dominan tersebut dengan kultur kelompok WMCA, yaitu kultur orang kulit putih
White
, kultur lelaki
Ma le
, kultur pemeluk Kristen Protestan
Christian
, dan kultur orang-orang yang datang dari Eropa Barat
Anglo Sa xon
. Kultur kelompok lain, seperti kultur Eropa non-Anglo Saxon, kelompok Yahudi dan kelompok Greek Yunani, kelompok lain dari Eropa,
kelompok orang Asia, kelompok orang Amerika Latin dan kelompok orang Afrika yang disebut Negro atau
bla ck people
, merupakan kelompok kultur minoritas.
commit to user
17
Penindasan yang dilakukan oleh ku ltur dominan atas kultur minoritas juga terjadi pada penindasan sosial ekonomi. Warga dari kelompok minoritas
sulit sekali mendapatkan pekerjaan. Selain itu, terdapat pula kebijakan diskriminatif yang sangat mencolok antara kaum lelaki dan kaum wanita.
Para wanita yang bekerja mendapatkan gaji yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kelompok laki-laki, padahal pekerjaan yang dilakukan
sama. Dengan adanya diskriminasi ini lahirlah gerakan
women equa l right movement
yang kemudian mengilhami gerakan kesetaraan berdasarkan jenis kelamin yang dikenal sekarang ini.
Penindasan dan diskrim inasi dalam bidang sosiokultural juga terjadi, yaitu dengan adanya pemisahan antara orang kulit putih dengan orang kulit
hitam. Hal ini terjadi dalam berbagai layanan kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Tidak cukup sampai di situ, diskriminasi dalam bidang
pendidikan pun juga terjadi. Kelompok kultur dominan akan dengan sangat mudah dan lancar dalam mendapatkan layanan pendidikan, bahkan mereka
pasti dijamin keberhasilannya dalam pendidikan. Berbeda halnya dengan kelompok yang datang dari kaum kultur minoritas.
Berdasarkan gambaran di atas, jelaslah bahwa pendidikan multikultural memiliki suatu tanggung jawab yang besar, yaitu menyatukan bangsa yang
terdiri dari berbagai macam budaya dan menyiapkan bangsa untuk siap menghadapi arus budaya luar di era globalisasi. Jika kedua tanggung jawab
besar itu dapat dicapai, kemungkinan perpecahan bangsa dan munculnya konflik dapat dihindarkan. Konflik-konflik kedaerahan sering terjadi karena
commit to user
18
tidak adanya pemahaman tentang masyarakat yang multikultur. Oleh karena itu, salah satu cara yang bisa diterapkan untuk mencegah atau meminimalkan
konflik tersebut adalah penerapan dan pengembangan pendidikan multikultural. Hal ini perlu dilakukan agar setiap individu, termasuk para
siswa, memiliki penghargaan yang baik terhadap berbagai perbedaan dan keragaman yang ada.
Pentingnya penerapan pendidikan multikultural, khususnya di sekolah, didasarkan pada adanya lima pertimbangan tentang kenyataan yang terjadi di
lapangan, yakni: keragaman budaya, ketidakmampuan hidup secara harmoni, tuntutan untuk menguasaimemahami bahasa lain, kesetaraan dalam
memperoleh kesempatan pendidikan, dan proses pengembangan citra diri yang positif Cardinas, 1975: 23.
Pendapat yang dikemukakan oleh Cardinas di atas, diperkuat lagi oleh pendapat yang dikemukakan oleh Gollnick 1983: 15 yang mengemukakan
bahwa urgensi penerapan pendidikan multikultural didasarkan pada beberapa asumsi, yakni: keragaman budaya merupakan inti dari masyarakat sekarang
ini, adanya interaksi antarbudaya yang beragam, perlunya keadilan dan kesempatan yang sama bagi semua warga negara, pendidikan memberikan
fungsi yang penting terhadap sikap dan nilai bagi kelangsungan masyarakat yang demokratis, guru dan praktisi pendidikan dapat memberikan peran
dalam mewujudkan lingkungan yang mendukung pendidikan multikultural. Zamroni 2011: 140 menyatakan bahwa pendidikan multikultural
merupakan suatu bentuk reformasi pendidikan yang bertujuan untuk
commit to user
19
memberikan kesempatan yang setara bagi semua siswa tanpa memandang latar belakangnya sehingga semua siswa dapat meningkatkan kemampuan
secara optimal sesuai dengan ketertarikan, minat, dan bakat yang dimiliki. Hal senada juga disampaikan Teguh Sarosa 2009: 25 yang menjelaskan
bahwa pendidikan multikultural membantu siswa mengerti, menerima, dan menghargai orang lain dengan latar belakang suku, budaya, nilai, pemikiran,
dan tingkah laku yang berbeda. Untuk itu, siswa perlu diajak melihat nilai budaya, lingkungan, dan individu lain sehingga mengerti secara mendalam
dan akhirnya dapat menghargainya. Pengertian pendidikan multikultural menurut Ainurrafiq Dawam dalam
Ngainun Naim Achmad Sauqi, 2011: 50 menjelaskan bahwa pendidikan multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang
menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran agama. Dengan demikian, pendidikan
multikultural menghendaki adanya penghormatan dan penghargaan terhadap setiap individu yang memiliki latar budaya yang berbeda-beda.
Pendapat yang semakna dikemukakan oleh Banks 2002: 14 yang menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah cara memandang realitas
dan cara berpikir tentang adanya keberagaman kelompok, etnis, ras, dan budaya. Suatu konsep pendidikan yang memberikan kesempatan secara adil
kepada semua peserta didik dengan tanpa memandang adanya perbedaan etnik, ras, agama, kelas sosial, dan karakteristik kultural mereka. Singkatnya,
pendidikan multikultural seharusnya mencakup semua aspek dalam
commit to user
20
pendidikan seperti: kurikulum, pendidik, materi, metode, dan lain-lain. Semua peserta didik harus memperoleh hak dan perlakuan yang sama di sekolah
meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Pendapat yang dikemukakan oleh Banks di atas diperkuat oleh Baker
dalam http:www.csupomona.edu~jis1999baker.pdf
yang menyatakan bahwa pendidikan multiku ltural merupakan gerakan reformasi yang didesain
untuk mengubah lingkungan pendidikan secara menyeluruh sehingga peserta didik yang berasal dari kelompok ras dan etnik yang beragam memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan di sekolah, perguruan tinggi, dan universitas.
Senada dengan
Banks dan
Baker, Hidalgo
dalam http:education.nmsu.edufacultyciruchavezpublications8_MULTICULTU
RAL20EDUCATION.pdf mengungkapkan
bahwa pendidikan
multikultural adalah pembelajaran yang bebas dari seksisme, rasisme, dan segala bentuk dominasi sosial serta intoleran lainnya.
Pendapat yang semakna juga disampaikan oleh Okada dalam http:themargins.netfpsstudentokada.html
yang memberikan pengertian bahwa pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang membantu para
peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mengenal, menerima, menghargai, dan merayakan keragaman kultural.
Senada dengan pendapat Okada adalah pendapat yang disampaikan oleh Wilson
dalam http:www.edchange.orgmulticulturalpaperskeith.html
yang menyatakan bahwa pendidikan multikultural sebagai pendidikan yang
commit to user
21
didesain berdasarkan pembangunan konsensus, penghargaan, dan penguatan pluralisme kultural ke dalam masyarakat yang rasial.
Menurut Abdullah Aly 2011: 109, definisi Wilson dan Okada memiliki kesamaan. Hal ini karena kedua pengertian tersebut sama-sama
menyatakan serta menggarisbawahi bahwa pendidikan multikultural menekankan pada pentingnya penghormatan dan penghargaan terhadap
harkat dan martabat manusia, meskipun memiliki perbedaan latar belakang budaya, etnis, ras, dan agama. Dengan demikian akan tercipta kehidupan
manusia yang aman, harmonis, dan nyaman. Nieto dalam Zamroni, 2011: 144 juga mengungkapkan hal yang
semakna bahwa pendidikan multikultural sebagai suatu bentuk pendidikan yang bertumpu pada keadilan sosial, kesetaraan pendidikan dan suatu
dedikasi guna memberikan pengalaman pembelajaran di mana seluruh siswa dapat mencapai perkembangan secara optimal. Sejalan dengan pemikiran di
atas, Hilda Hernandez dalam Choirul Mahfud, 2011: 176 mengungkapkan bahwa pendidikan multikultural adalah perspektif yang mengakui realitas
politik, sosial, dan ekonomi yang dialam i oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan
merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi dalam proses pendidikan.
Pendidikan multikultural merupakan upaya yang dapat digunakan untuk mengelola suatu masyarakat majemuk dengan berbagai dinamika sosial yang
ada dengan cara-cara yang baik. Tujuannya, menciptakan hubungan lebih
commit to user
22
harmonis di antara berbagai individu dalam masyarakat. Melalui pendidikan multikutural, siswa yang datang dari berbagai golongan dibimbing untuk
saling mengenal cara hidup mereka, adat-istiadat, kebiasaan, memahami aspirasi-aspirasi mereka, serta untuk mengakui dan menghormati bahwa tiap
golongan memiliki hak untuk menyatakan diri menurut cara masing-masing. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan multikultural adalah pendidikan yang didasarkan pada kesetaraan dan keadilan, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kebersamaan, serta
mengakui, menerima, menghargai, dan menghormati adanya keragaman dan perbedaan budaya yang dimiliki oleh masing-masing individu.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan multikultural adalah sebuah gerakan yang menjamin terciptanya lingkungan
pendidikan yang setara bagi para siswa, maka pendidikan multikultural memiliki prinsip-prinsip yang harus diketahui sebagaimana yang dijelaskan
oleh Zamroni 2011: 147 berikut ini.
Per ta ma
, pendidikan multikultural adalah gerakan politik yang bertujuan menjamin keadilan sosial bagi seluruh warga masyarakat tanpa
memandang latar belakang yang ada.
Kedua
, pendidikan multikultural mengandung dua dimensi: level kelas, yakni pembelajaran dan level sekolah, yakn i kelembagaan, antara keduanya
tidak bisa dipisahkan, tetapi justru harus ditangani lewat reformasi yang komprehensif.
commit to user
23
Ketiga
, pendidikan multikultural menekankan pada perlunya analisis kritis terhadap sistem kekuasaan untuk dapat dilakukannya reformasi
komprehensif dalam pendidikan.
Keempat
, berdasarkan analisis kritis ini, tujuan pendidikan multikultural adalah menyediakan bagi setiap siswa jaminan memperoleh kesempatan guna
mencapai prestasi maksimal sesuai dengan kemampuan, minat, dan bakat yang dimiliki siswa.
Kelima
, pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang baik untuk seluruh siswa, tanpa memandang latar belakangnya.
Lebih lanjut Zamroni 2011: 152 menjelaskan tentang tujuan yang akan dicapai pada diri siswa melalui proses pendidikan multikultural ini,
yakni: 1
Siswa memiliki
cr itica l thinking
yang kuat sehingga bisa mengkaji materi yang disampaikan secara kritis dan konstruktif.
2 Siswa memiliki kesadaran atas sifat curiga atas pihak lain yang dimiliki,
dan mengkaji mengapa dan dari mana sifat curiga itu muncul, serta terus mengkaji bagaimana cara menghilangkan sifat curiga tersebut.
3 Siswa memahami setiap ilmu bagaikan pisau bermata dua, ada sisi baik
dan sisi buruk. Semua tergantung pada yang memiliki ilmu tersebut. 4
Siswa memiliki
keterampilan untuk
memanfaatkan dan
mengimplementasikan ilmu yang dikuasai. 5
Siswa bersifat sebagai
a lea rning per son
, terus belajar sepanjang hayat masih dikandung badan.
commit to user
24
6 Siswa memiliki cita-cita untuk menempati posisi sebagaimana ilmu yang
dipelajari. Namun, juga menyadari bahwa posisi tersebut harus dicapai dengan kerja keras.
7 Siswa memahami keterkaitan apa yang dipelajari dengan kondisi dan
persoalan yang dihadapi bangsa. Mughni dalam Choirul Mahfud, 2011: xiii menyatakan bahwa
setidaknya ada dua hal yang perlu dilakukan bila akan mewujudkan pendidikan multikultural yang mampu memberikan ruang kebebasan bagi
semua kebudayaan untuk berekspresi.
Per ta ma
adalah dialog. Pendidikan multikultural tidak akan mungkin berlangsung tanpa dialog. Dalam
pendidikan multikultural, setiap peradaban dan kebudayaan yang ada berada dalam posisi yang sejajar dan sama. Tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi
atau dianggap lebih tinggi superior dari kebudayaan yang lain. Dengan adanya dialog, d iharapkan terjadi sumbang pemikiran yang pada gilirannya
akan memperkaya kebudayaan atau peradaban yang bersangkutan serta saling memahami dan menghargai.
Kedua
adalah toleransi. To leransi adalah sikap mau menerima bahwa orang lain, budaya orang lain berbeda dengan kita atau budaya kita. Dialog
dan toleransi adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bila dialog itu bentuknya, toleransi adalah isinya. To leransi tidak hanya diperlukan pada
tataran konseptual, tetapi juga dalam tataran teknis operasional. Inilah yang sejak lama terabaikan dalam sistem pendidikan kita. Selama ini yang
dititikberatkan hanya pengayaan pengetahuan dan keterampilan tetapi sering
commit to user
25
mengabaikan penghargaan atas nilai-nilai budaya dan tradisi bangsa. Oleh sebab itu, hadirnya pendidikan multikultural adalah sebuah keniscayaan bagi
dunia pendidikan. Kembali pada konsep pendidikan multikultural, Banks 2010: 23
menjelaskan adanya lima dimensi dalam implementasi pendidikan multikultural, yakni:
conten integra tion, knowledge construction, equity pedagogy, prejudice reduction, empowering school culture a nd socia l
structure
. Penjelasannya sebagai berikut:
Conten integra tion
, berkaitan dengan sejauh mana upaya guru untuk menghadirkan aspek kultur dari berbagai kultur yang ada ke ruang-ruang
kelas seperti: pakaian, tarian, kebiasaan, dan sebagainya. Presentasi masalah ini akan mengembangkan kesadaran pada diri siswa akan kultur milik
kelompok lain.
The knowledge process
, pembelajaran memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memahami dan merekonstruksi berbagai kultur yang ada.
Pr ejudice reduction
, sebagai upaya agar para siswa menghargai adanya berbagai kultur dengan segala perbedaan yang menyertainya. Selain itu, siswa
juga bisa memiliki sifat positif atas perbedaan tersebut.
Equity pedagogy
, kesetaraan akan muncul apabila guru sudah mulai memodifikasi perilaku pembelajaran mereka disesuaikan dengan kondisi para
siswa yang memiliki berbagai latar belakang yang berbeda sehingga memberikan harapan bahwa semua siswa tanpa melihat latar belakang yang
dimilikinya akan dapat mencapai hasil sebagaimana yang telah direncanakan.
commit to user
26
Pada tahap ini, para guru sudah mengembangkan pendekatan, model, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mengarah pada
student centered
, pembelajaran di kelas yang bertumpu pada diri siswa sebagai seorang
individu.
Empowering school culture a nd socia l str uctur e
, merupakan tahap dilakukannya penguatan, baik kultur sekolah maupun struktur sosial. Hal ini
diperlukan untuk memberikan jaminan kepada semua siswa dengan latar belakang yang berbeda agar mereka merasa mendapatkan pengalaman dan
perlakuan yang setara dalam proses pembelajaran di sekolah.
c. Pendekatan Pendidikan Multikultural