Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Penyimpangan-penyimpangan tersebut terjadi disebabkan karena hilangnya ruh dan kesadaran beragama pada diri seseorang dan meresotnya
moral dan karakter anak bangsa. Hal ini harus segera ditangani, karena jika tidak, bangsa ini secara sosiologis akan mengalami lost generation religius
terputusnya satu generasi yang mempunyai integritas moral-agama, dan secara psikologis, maraknya penyakit split of personality alenasi atau
kegamangan jiwa sehingga mudah disulut untuk berbuat anarkisme dan sadisme maupun penyimpangan perilaku lainnya.
18
Oleh karena itu sebagai bangsa yang mayoritas muslim, pendidikan agama Islam harus diperkuat
untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan anak bangsa. Keimanan merupakan langkah awal menciptakan perubahan besar dalam
kepribadian. Keimanan melahirkan kekuatan spiritual yang mencengangkan, memberi manusia pengertian baru mengenai hakikat dan tujuan manusia
dalam kehidupan. Berkat keimanan, qolbu manusia dipenuhi cinta kepada Allah Swt., Rasul-Nya, orang-orang di sekitarnya, dan kemanusiaan secara
umum. Dalam keimanan tersebut, terpancar ketenangan dan ketentraman.
19
Keimanan kepada Allah akan disertai ketakwaan kepada Allah. Takwa merupakan upaya manusia menjaga dirinya dari murka Allah dengan
menjauhi larangan Allah dan mengerjakan perintah-Nya. Dalam pengertian tersebut, takwa menjadi sebuah kekuatan yang mengarahkan perilaku
manusia kepada perilaku paling utama dan baik. Takwa juga mengarahkan manusia ke arah pengembangan dan peningkatan diri serta menghindari
perilaku buruk, menyimpang dan abnormal.
20
Penanaman aqidah agama Iman dan Takwa merupakan salah satu metode pendidikan uslub tarbiya yang paling agung. Karena dengan
demikian agama mempunyai kekuasaan atas hati dan jiwa, dan memiliki
18
Anas Salahudin, Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya, Bandung: Pustaka Setia, 2013, cet 1, h 16.
19
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-quran, Terj, dari Al-Quran wa Ilmun Nafsi oleh M. Zaka Al-Farisi, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005, Cet. I, h. 446.
20
Ibid, h. 447.
pengaruh atas perasaan dan indera. Bahkan kemampuannya dalam menguasai dan mempengaruhi ini, hampir tidak ada sarana-sarana lain yang ditemukan
pakar pendidikan yang dapat menandinginya.
21
Melihat pentingnya kandungan keimanan dan ketakwaan, maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal perlu menguatkan Pendidikan Agama
Islam untuk membina iman dan takwa siswa dalam menyelenggrakan pendidikan, dimana hal ini sudah diinstruksikan oleh Kementrian Pendidikan
Nasional. Sekolah adalah lembaga paling berpengaruh yang kedua, setelah keluarga, dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan anak, termasuk
perkembangan keagamaan dan moral.
22
Pendidikan Agama Islam PAI adalah mata pelajaran yang wajib diberikan di Sekolah Dasar dan Menengah. Sebagaimana disebutkan dalam
Bab V pasal 12, UU RI No. 20 Tahun 2003, bahwa peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan
agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama. Sesuai pula dengan Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 pasal 3, tentang
Pendidikan Agama dan Keagamaan, disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib
menyelenggarakan pendidikan agama. Proses pembelajaran PAI di sekolah harus diberikan melalui 2 dua program, intrakurikuler dan ekstrakurikuler,
agar tujuan dan kompetensi PAI dapat dicapai sesuai standar yang diharapkan.
23
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sebagai pembelajaran agama Islam pada siswa SMP yang alokasinya hanya tiga jam setiap pekan, tentunya
dirasakan belum cukup untuk mengajarkan materi pelajaran agama yang mencakup Al-Quran dan Hadits, aqidah, akhlak, fiqih, dan sejarah Islam;
21
Sayyid Sabiq, Aqidah Islamiyyah, Terj. dari Al-Aqaidul-Islamiyyati oleh Ali Mahmudi, Jakarta: Robbani Press, 2006, h. 8
22
Gazi dan Faojah, op, cit., h. 44.
23
Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2014, h. 15.
dengan segala aspeknya yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik hubungan dengan Allah Swt maupun hubungan sesama dan lingkungan
alam sekitarnya. Hal tersebut terlihat dari prestasi dan kompetensi peserta didik SMP
dalam bidang Pendidikan Agama Islam saat ini umumnya belum menggembirakan. Indikasinya antara lain kemampuan peserta didik dalam hal
praktik peribadatan dan baca tulis AL-Quran umumnya masih rendah dan perlu ditingkatkan. Peserta didik juga berani melanggar norma dan aturan,
seperti tawuran, perkelahian, merokok, pergaulan bebas, berkata kasar, melanggar tata tertib sekolah, dan lain sebagainya yang terkesan menjadi tren
kehidupan remaja. Mengingat dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas
tidak cukup waktu maka perlu tambahan melalui kegiatan lainnya. Salah satu kegiatan keagamaan yang dapat dilaksanakan di sekolah adalah
penyelenggaraan pembinaan iman dan takwa Imtak. Pembinanaan Imtak biasanya dilaksanakan rutin yaitu harian, mingguan, maupun dalam rangka
memperingati hari besar Islam dengan berbagai aktivitas keagamaan yang sudah terprogram.
Pembinaan Imtak juga merupakan salah satu bentuk kegiatan pembinaan kesiswaan dalam rangka implementasi pendidikan karakter di sekolah.
24
Tujuan dari pembinaan Imtak adalah membentuk karakter religius siswa, menanamkan akhlak mulia kepada peserta didik melalui kegiatan pembiasaan
positif, dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari baik sekolah, rumah, maupun di masyarakat.
25
Pembinaan keimanan dan ketaqwaan siswa dilaksanakan melalui kegiatan rutin, kegiatan spontanitas, pengkondisian, serta keteladanan yang
terbalut dalam nilai-nilai ajaran agama Islam. Dari pelaksanaan tersebut
24
Tim Penyusun, op, cit., h. 96.
25
Ibid, h 99.
diharapkan siswa dapat terbiasa melaksanakan ajaran-ajara agama dengan kesadaran dirinya baik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan
pergaulannya; siswa memahami nilai-nilai ajaran Islam lebih dalam; dan membentuk siswa yang bukan hanya mengerti akan hal-hal yang baik dan
benar saja, akan tetapi ditanamkan dalam diri siswa nilai-nilai karakter terpuji.
26
Contoh Kegiatan Pembinaan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 adalah
melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama masing-masing, memperingati hari hari besar keagamaan, mengadakan kegiatan lomba yang
bernuansa kegamaan, dan mengembangkan dan memberdayakan kegiatan keagamaan di sekolah. Adapun nilai karakter yang dibentuk dengan berbagai
contoh kegiatan di atas adalah nilai “religius‟ misalnya iman, takwa,
tawakkal, sabar, ikhlas.
27
Karakter religius merupakan salah satu nilai karakter yang ada dalam pendidikan karakter. Nilai religius merupakan nilai yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Menurut pengertian Kemendiknas, karakter religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
28
Akhmad Muhaimin Azzet mengungkapkan bahwa nilai religius merupakan nilai yang mendasari pendidikan karakter karena pada dasarnya
Indonesia adalah negara yang beragama. Nilai religius yang bersifat universal sebenarnya dimiliki oleh masing-masing agama sehingga tidak akan terjadi
hegemoni agama yang dipeluk mayoritas kepada orang-orang yang memeluk agama minoritas. Nilai religius yang yang dijadikan dalam pendidikan
26
Balitbang Pusat Kurikulum, Pedoman Sekolah dalam Pengembanan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Kemendiknas, 2010, h.15
27
Tim Penyusun, op. cit., h. 100.
28
Balitbang Pusat Kurikulum, op. cit., h. 26.
karakter sangat penting karena keyakinan seseorang terhadap kebenaran nilai yang berasal dari agama yang dipeluknya bisa menjadi motivasi kuat dalam
membangun karakter. Sudah tentu siswa dibangun karakternya berdasarkan nilai-nilai universal agama yang dipeluknya masing-masing sehingga siswa
akan mempunyai keimanan dan ketakwaan yang baik sekaligus memiliki akhlak mulia.
29
Pentingnya karakter religius ini terhadap diri seseorang telah diungkapakan oleh beberapa penelitian, seperti dalam penelitian Miftah Aulia
Andisti dan Ritandiyono tentang hubungan religiusitas dan perilaku seks bebas pada dewasa awal menyimpulkan, bahwa semakin tinggi religiusitas
seseorang maka semakin rendah perilaku seks bebasnya, dan sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi perilaku seks bebasnya.
Religiusitas yang tinggi, dikarenakan mereka sering mengikuti kegiatan- kegiatan kerohanian yang menanamkan nilai-nilai atau norma-norma agama
pada mereka. Selain itu, mereka senang membaca ayat-ayat kitab suci, sehingga mereka mengetahui larangan-larangan dan perintah-perintah
Tuhan.
30
Religiusitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan emosi, karena individu-individu yang mengahayati nilai-nilai
agamanya tidak akan mudah terpengaruh oleh gangguan-gangguan emosi. Hal tersebut ditandai dimilikinya kemampuan untuk merasakan kehangatan
dalam melakukan hubungan interpersonal, mempunyai rasa aman secara emosional, dalam arti toleran terhadap frustasi yang dihadapi, serta dalam
kondisi rasa percaya diri terhadap diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, nilai religius perlu diajarkan kepada siswa sejak dini
karena ajaran agama sangatlah penting untuk pedoman hidup manusia karena
29
Ahmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, Yogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2011, h 17.
30
Miftah Aulia Andisti dan Ritandiyono, Hubungan Religiusitas dan Perilaku Seks Bebas pada Dewasa Awal, Jurnal Psikologi, vol. I, No. 2, Juni 2008, h. 175.
dengan bekal agama yang cukup akan memberikan dasar yang kuat ketika akan bertindak. Dalam karakter religius terdapat pengahayatan terhadap
aturan-aturan kehidupan dan pengendali diri dari perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat agama.
Mendidik karakter religius sejak dini akan lebih mudah tertancapkan pada diri seseorang dan akan membekas untuk waktu yang sangat lama.
Sebagaimana ada sebuah pepatah mengatakan “mengajarkan ilmu agama
kepada anak sejak kecil itu bagaikan mengukir di atas batu, ukiran itu akan ada selama lamanya.
” Pada penelitian ini, penulis membahas tentang karakter religius pada
siswa SMP. Pentingnya karakter religius bagi siswa-siswa SMP ialah karena pada masa ini rentang umur 13-15 th, mereka
–dalam pandangan Islam- sebagian besar sudah mencapai akil baligh oleh karena itu mereka sudah
menjadi seorang mukallaf yaitu dimulainya seseorang mendapatkan kewajiban untuk melaksanakan hukum syariat. Oleh karena itu religiusitas ini
akan menjadikan seseorang dengan kesadaran diri melaksanakan perintah- perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Salah satu lembaga pendidikan formal yang saat ini telah menyelenggarakan pembinaan Imtak sebagai kegiatan pembinaan kesiswaan
guna meningkatkan karakter religius siswa adalah SMP N 03 Kota Tangerang Selatan. Adapun bentuk-bentuk kegiatan pembinaan Imtak bagi siswa muslim
yang dilakukan diantaranya yaitu: 1.
Membaca do’a sebelum dan sesudah jam pelajaran. 2. Melakukan tadarus Quran di pagi hari.
3. Melaksanakan Sholat Dzuhur berjamaah bagi seluruh siswa muslim. 4. Melaksanakan sholat J
um’at bagi siswa muslim laki-laki dan untuk siswa muslim perempuan diberikan pembinaan tersendiri yang dilaksanakan
pada saat jam sholat jum’at.
5. Mengadakan tausyiyah pagi hari untuk seluruh warga sekolah pada hari J
um’at. 6. Mewajibkan untuk semua siswi muslim untuk memakai jilbab di hari
Ju m’at.
7. Peringatan hari-hari besar agama seperti Maulid Nabi, tahun baru Hijriyah, dan sebagainya.
Penulis memilih untuk meneliti kegiatan Imtak yang di lakukan di SMPN 03 Kota Tangsel. Kegiatan Pembinaan Imtak memang sudah umum di
lakukan di setiap sekolah, tetapi dalam pengembangan dan pelaksanaannya mungkin terdapat perbedaan. Begitu juga dari banyaknya kegiatan keagamaan
atau pembinaan Imtak di sekolah tersebut, apakah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan karakter religius siswa dan teraplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk
mengambil tema dalam melakukan penelitin ini dengan judul
“Hubungan antara Pembinaan IMTAK dengan Pembentukan Karakter Religius Siswa
kelas VIII di SMP Negeri 03 Kota Tangerang Selatan ”.