85 siswa, guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa, 8 guru
menghentikan musik dan siswa yang membawa tongkat akan mendapat pertanyaan seputar materi pelajaran dari guru, 9 refleksi, 10 evaluasi. Metode ini
diiringi dengan musik bernada ceria agar suasana menjadi rileks.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran dan hasil post- test siswa, terdapat beberapa temuan tentang pengaruh penggunaan metode
Talking Stick terhadap penguasaan kosakata Bahasa Inggris, yaitu tentang word meaning, writing, dan pronunciation.
1. Temuan Pengaruh Metode Talking Stick Terhadap Penguasaan Kosakata tentang Word Meaning
Hasil pre-test aspek word meaning diperoleh setelah siswa mengerjakan soal pilihan ganda sebanyak 15 soal dengan skor 1 jika jawaban benar dan 0 jika
jawaban salah. Hasil pre-test kemampuan penguasaan kosakata siswa aspek word meaning dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 16. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-test Aspek Word Meaning No
Rentang Nilai
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen
Frekuensi Persentase
Frekuensi Persentase
1 90-100
1 5
2 70-89
1 5
4 22,2
3 60-69
6 30
8 44,5
4 0-59
12 60
6 33,3
Rata-rata 51
54,78 Skor Tertinggi
93 73
Skor Terendah 20
13 Hasil pre-test word meaning pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa
dari 20 siswa, hanya 2 siswa yang nilainya memenuhi Kriteria Ketuntasan
86 Minimum KKM, yaitu 70. Sebanyak 18 siswa atau 90 siswa belum memenuhi
nilai KKM. Nilai rata-rata pre-test word meaning pada kelompok kontrol adalah 51. Pada kelompok eksperimen, dari 18 siswa hanya 4 siswa yang memenuhi nilai
KKM dengan nilai 73. Sebanyak 14 siswa atau 77,8 siswa belum memenuhi nilai KKM. Nilai rata-rata pre-test word meaning pada kelompok eksperimen
adalah 54,78. Secara keseluruhan, kemampuan penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa aspek word meaning masih jauh di bawah KKM. Berikut ini contoh
hasil pre-test siswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Gambar 9. Contoh Hasil Pre-test Word Meaning Kelompok Kontrol
87 Gambar 10. Contoh Hasil Pre-test Word Meaning Kelompok Eksperimen
Pada saat pre-test, banyak terjadi kesalahan mengartikan kosakata, misalnya arti kosakata sandals, pajamas, hat, belt, slippers, shirt, skirt, shorts karena siswa
belum mengenal kosakata tersebut. Bagi siswa, kosakata tersebut sangat baru. Beberapa siswa mencoba menanyakan jawaban kepada guru, namun guru
memberikan pengertian kepada siswa bahwa akan menjelaskan kosakata pada pertemuan selanjutnya. Waktu mengerjakannya pun cukup lama hingga jam
pelajaran habis, siswa belum selesai mengerjakan. Hal tersebut terjadi pada kedua kelompok, baik kelompok kontrol maupun eksperimen.
Sesuai dengan pendapatnya Izzan 2010: 26 yang mengatakan bahwa ketika seorang anak mempelajari bahasa kedua, maka tahap yang harus dilalui
adalah tahap pengenalan, pendengaran, dan pengucapan. Jika siswa belum
88 mengenal kosakata dan belum pernah mendengar kosakata maka siswa merasa
kesulitan dalam mengartikan kosakata word meaning. Setelah diadakan pre-test, dilakukan pemberian perlakuan pada kedua
kelompok sebanyak 3 kali pertemuan. Pertemuan pada kelompok kontrol menggunakan metode pembelajaran ceramah bervariasi. Guru mengkombinasikan
ceramah dengan kegiatan tanya jawab. Kegiatan pembelajaran cenderung didominasi guru teacher centered. Pada aspek word meaning, guru menyajikan
daftar kosakata beserta artinya di papan tulis, lalu siswa mencatat ulang kosakata di buku tulis masing-masing. Selama kegiatan pembelajaran, siswa terlihat pasif.
Sebanyak 75 dari 20 siswa yang mengikuti pelajaran tidak memperhatikan guru ketika menerangkan. Sebagian besar siswa asyik mengobrol dengan temannya dan
tidak memperhatikan guru, bahkan beberapa siswa jalan-jalan di kelas. Meskipun guru sudah menasehati, namun siswa menghiraukannya dan tidak tertarik belajar
Bahasa Inggris. Kegiatan belajar menjadi kurang efektif. Kondisi tersebut berbeda dengan kelompok eksperimen yang diberikan
perlakuan dengan metode Talking Stick. Suasana pembelajaran sangat menyenangkan. Siswa terlibat aktif selama kegiatan pembelajaran student
centered. Terlihat seluruh siswa memperhatikan guru dan antusias ketika melakukan permainan tanya jawab dengan metode Talking Stick. Hal tersebut
sesuai dengan pendapatnya Shoimin 2016: 198 yang mengatakan bahwa pembelajaran dengan metode Talking Stick dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan dan membuat peserta didik aktif.
89 Setelah adanya perlakuan, tahap selanjutnya adalah post-test. Hasil post-test
kemampuan penguasaan kosakata siswa aspek word meaning dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 17. Distribusi Frekuensi Nilai Post-test Aspek Word Meaning No
Rentang Nilai
Kelompok Kontrol Kelomok Eksperimen
Frekuensi Persentase
Frekuensi Persentase
1 90-100
3 14,3
9 45
2 70-89
4 19
7 35
3 60-69
6 28,6
2\ 10
4 0-59
8 38,1
2 10
Rata-rata 61,67
83,65 Skor Tertinggi
100 100
Skor Terendah 7
47
Hasil post-test menunjukkan bahwa nilai rata-rata word meaning siswa pada kelompok eksperimen adalah 83,65. Sebanyak 66,7 siswa memperoleh nilai
dibawah KKM. Sedangkan hasil post-test pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa nilai rata-rata word meaning siswa sebesar 61,67. Sebanyak 20 siswa
mendapat nilai dibawah KKM. Hal tersebut menunjukkan adanya kenaikan nilai rata-rata dari nilai pre-test ke post-test. Nilai rata-rata pre-test kelompok kontrol
dari 51 naik menjadi 61,67 dengan kenaikan nilai sebesar 10,67. Nilai rata-rata pre-test kelompok eksperimen dari 54,78 naik menjadi 83,65 dengan kenaikan
nilai sebesar 28,87. Kenaikan nilai rata-rata kelompok eksperimen jauh lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Berikut ini contoh hasil post-test siswa
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
90 Gambar 11. Contoh Hasil Post-test Word Meaning Siswa Kelompok Kontrol
Gambar 12. Contoh Hasil Post-test Word Meaning Siswa Kelompok Eksperimen
91 Beberapa kesalahan yang dilakukan siswa adalah terbalik dalam
mengartikan kosakata, karena ada beberapa kosakata yang hampir sama penulisannya, sehingga siswa lupa. Misalnya, kosakata shirt, skirt, dan shorts.
Penulisan yang hampir sama membuat siswa kesulitan dalam mengingat. Masih ada siswa yang lupa dalam membedakan kosakata sandals dan slippers karena arti
kosakata dalam Bahasa Indonesia hampir sama. Sandals dalam Bahasa Indonesia berarti sandal, sedangkan slippers dalam Bahasa Indonesia berarti selop. Selain
itu, siswa juga terbantu dengan kosakata sandals yang mirip dengan kosakata dalam bahasa ibu siswa. Menurut White dalam Brewster, 2002: 81-83, faktor
yang mempengaruhi penguasaan word meaning kosakata bahasa kedua salah satunya adalah similarity to L1. Siswa lebih mudah memahami kosakata yang
hampir sama dengan bahasa ibu daripada kata yang jauh berbeda dengan bahasa ibu.
Berikut ini diagram perbandingan nilai rata-rata hasil kemampuan penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa aspek word meaning.
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Pre-test Post-test
Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen
Gambar 13. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Kemampuan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Siswa Aspek Word Meaning
92 Perbedaan nilai rata-rata yang cukup jauh pada hasil post-test kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen disebabkan oleh pemberian perlakuan yang berbeda pada kedua kelompok. Siswa dengan kelompok kontrol belajar word
meaning dengan membuat daftar kosakata di papan tulis beserta artinya lalu siswa mencatatnya. Siswa cenderung pasif karena hanya mencatat saja. Hanya ada 25
siswa yang memperhatikan penjelasan guru, 75 diantaranya ramai di kelas, tidak memperhatikan guru, asyik mengobrol dengan temannya, dan tidak menuruti
nasihat guru. Djiwandono 2009: 4 mengatakan bahwa kegiatan menyimak merupakan salah satu kunci kemajuan dan penguasaan Bahasa Inggris.
Keterampilan menyimak menjadi tahap awal siswa menguasai kosakata Bahasa Inggris. Jika siswa tidak memperhatikan, maka penguasaan kosakata siswa
rendah. Terlihat siswa kurang termotivasi mengikuti pelajaran. Sesuai dengan pendapatnya Brewster 2002: 20 bahwa suasana belajar bahasa kedua
membutuhkan cara agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. Jika suasana pembelajaran tidak menarik, maka siswa tidak tertarik mengikuti pelajaran.
Pembelajaran pada kelompok eksperimen dengan menggunakan metode Talking Stick mampu membuat motivasi belajar siswa tinggi. Siswa dengan
metode Talking Stick berlomba-lomba dalam menghafal kosakata dan artinya. Bersama teman sekelompoknya, siswa saling bekerja sama dan membantu
menghafal untuk menguasai materi. Siswa terlihat antusias dan aktif belajar dibanding dengan guru student center. Hal tersebut sesuai dengan jurnal dari Ida
Bagus Manuaba, dkk 2014 bahwa faktor yang menyebabkan pengaruh metode Talking Stick adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Jurnal tersebut
93 diperkuat dengan jurnal dari Fujioka 1998 bahwa metode Talking Stick cocok
diterapkan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Selain itu, Nunan 2003: 8 juga mengungkapkan bahwa focus on the learner merupakan salah satu prinsip
mengajar Bahasa Inggris. Siswa pada kelompok eksperimen mempelajari kosakata pada materi yang
telah dibagikan guru dengan melakukan tanya jawab, lalu belajar secara berkelompok dengan temannya, kemudian diulangi lagi ketika guru mengecek arti
kosakata dengan metode Talking Stick. Siswa kelompok kontrol mempelajari kosakata sebanyak 1 kali sedangkan kelompok eksperimen sebanyak 3 kali
dengan cara mengulanginya. Semakin sering siswa mempelajari, maka semakin siswa hafal arti kosakata. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Cameron 2001:
81 bahwa mempelajari kosakata haruslah diingatkan berkali-kali agar lebih efektif. Meskipun pada awal tanya jawab siswa kesulitan, namun setelah tiga kali
belajar siswa lebih lancar.
2. Temuan Pengaruh Metode Talking Stick Terhadap Penguasaan Kosakata tentang Writing
Kemampuan writing pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen saat pre-test masih sangat kurang. Kesalahan yang dilakukan siswa adalah ketika
menyusun huruf acak menjadi sebuah kata masih terbalik hurufnya. Siswa belum mengenal kosakata, termasuk cara menulis writing. Hasil pre-test kemampuan
penguasaan kosakata siswa aspek writing dapat dilihat pada tabel berikut.
94 Tabel 18. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-test Aspek Writing
No Rentang
Nilai Kelompok Kontrol
Kelomok Eksperimen Frekuensi
Persentase Frekuensi
Persentase 1
90-100 2
70-89 2
10 5
27,8 3
60-69 2
10 1
5,5 4
0-59 16
80 12
66,7 Rata-rata
49,40 54
Skor Tertinggi 88
88 Skor Terendah
24 18
Hasil nilai rata-rata pre-test menunjukkan bahwa kemampuan menulis writing
siswa pada kelompok kontrol adalah 49,40. Sebanyak 90 siswa belum memenuhi nilai KKM. Sedangkan nilai rata-rata pre-test kelompok eksperimen
sebesar 54. Sebanyak 73,2 siswa belum memenuhi nilai KKM. Berikut ini contoh hasil pre-test siswa.
Gambar 14. Contoh Hasil Pre-test Writing Kelompok Kontrol
95 Gambar 15. Contoh Hasil Pre-test Writing Kelompok Eksperimen
Berdasarkan hasil pekerjaan siswa tersebut, terlihat bahwa siswa masih terbalik dalam menulis kosakata. Misalnya, raincoat menjadi rcoatani ataupun ranicoat,
coat menjadi cato. Siswa belum mengenal kosakata sehingga belum mampu menulis dengan benar. Keterampilan menulis merupakan keterampilan produktif
sehingga memerlukan pembendaharaan kosakata terlebih dahulu. Seperti yang diungkapkan oleh
Rusmajadi 2010: 230 bahwa “tidak mungkin seorang akan mampu menulis dengan baik, apabila kemampuan grammar-nya atau
pembendaharaan kata- katanya sangat lemah”.
Setelah diadakan pre-test, maka diadakan perlakuan. Siswa dilatih penulisan kosakata yang tepat. Kelompok kontrol belajar writing dengan mencatat ulang
96 daftar kosakata yang guru tuliskan di papan tulis. Siswa menulis ulang dibuku
tulis masing-masing. Siswa terlihat bosan dan beberapa siswa tidak mencatat kosakata di buku tulis. Sebagian besar siswa memilih mengobrol dengan teman.
Sementara itu, pada kelompok eksperimen, siswa belajar menulis secara berulang- ulang. Siswa berlatih writing bersama teman kelompok belajarnya. Kemudian,
guru mengecek ulang writing siswa ketika tahap pemberian pertanyaan dalam metode Talking Stick. Siswa sangat senang belajar. Hal tersebut terlihat dari raut
wajah siswa yang ceria ketika menentukan letak pemberhentian tongkat. Setelah tiga kali pertemuan diadakan perlakuan, siswa mengerjakan soal
post-test sebanyak 17 soal dengan tipe soal Teka Teki Silang TTS. Berikut hasil post-test aspek writing siswa.
Tabel 19. Distribusi Frekuensi Nilai Post-test Aspek Writing No
Rentang Nilai
Kelompok Kontrol Kelomok Eksperimen
Frekuensi Persentase
Frekuensi Persentase
1 90-100
5 23,8
8 40
2 70-89
8 38,1
7 35
3 60-69
1 4,8
3 15
4 0-59
7 33,3
2 10
Rata-rata 74
82,35 Skor Tertinggi
100 100
Skor Terendah 29
53 Hasil post-test menunjukkan bahwa kemampuan menulis writing siswa
pada kelompok eksperimen memiliki nilai rata-rata 82,35, sedangkan pada kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata 74. Secara keseluruhan, ada 8 dari 21
siswa kelompok kontrol yang nilainya di bawah KKM, sedangkan ada 5 dari 20 siswa kelompok eksperimen yang nilainya di bawah KKM. Berikut contoh hasil
post-test siswa aspek writing.
97 Gambar 16. Contoh Hasil Post-test Writing Kelompok Kontrol
Gambar 17. Contoh Hasil Post-test Writing Kelompok Eksperimen
98 Berdasarkan contoh hasil pekerjaan siswa tersebut, terlihat kosakata shoes
ditulis dengan shous. Kesalahan siswa adalah menulis kosakata sama dengan cara membacanya. Masih ada juga yang terbalik dalam menulis kosakata. Berikut ini
diagram perbandingan nilai rata-rata hasil kemampuan penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa aspek writing.
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Pre-test Post-test
Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen
Gambar 18. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Kemampuan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Siswa Aspek Writing
Perbedaan hasil rata-rata post-test disebabkan oleh keterlatihan siswa dalam writing kosakata. Melalui metode Talking Stick, siswa termotivasi untuk menulis
kosakata dengan baik. Siswa bersama kelompoknya mempersiapkan diri jika mendapat pertanyaan dari guru. Terlihat siswa saling bertanya jawab dengan
teman sekelompoknya tentang penulisan yang benar. Ketika berkeliling mengecek cara belajar siswa dalam berkelompok, terlihat beberapa siswa saling mengecek
penulisan temannya dengan menulis di selembar kertas. Jika belum benar menulis, siswa saling mengingatkan dan mengulangi cara penulisan hingga terbentuk
charts penulisan kosakata yang tepat. Sesuai dengan teori dari Cameron 2001: 81 bahwa mempelajari kosakata haruslah diingatkan berkali-kali agar lebih
99 efektif. Ketika metode Talking Stick berlangsung, siswa sangat senang dan seperti
bermain. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik siswa usia SD yang menyukai permainan. Seperti pendapatnya Susanto 2013: 86 yang mengatakan bahwa anak
usia SD memiliki karakteristik anak usia suka bermain. Penerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan mampu membangkitkan motivasi siswa untuk
belajar dan tercipta pembelajaran yang bermakna sehingga siswa lebih mudah dalam menguasai materi pelajaran. Hal tersebut sesuai dengan teorinya Brewster
2002: 172 yang mengatakan bahwa siswa tidak hanya termotivasi dan merasa menyenangkan ketika melakukan permainan, tetapi juga mengembangkan
pelafalan kata, kosakata, tata bahasa, serta empat keterampilan berbahasa, termasuk keterampilan menulis writing.
Pada kelompok kontrol, kondisi pembelajaran yang kurang efektif yakni suasana kelas yang gaduh dan ramai membuat siswa belum bisa menulis dengan
benar. Hanya siswa yang memperhatikan yang bisa menulis dengan benar. Masih ada 38,1 siswa yang nilainya belum memenuhi KKM. Kesalahan terbanyak
adalah pada kosakata vest dan socks. Siswa masih terbalik dalam menulis kosakata, misalnya vest ditulis vets, dan socks ditulis sokss. Sebagian besar siswa
tidak mengetahui dan menyimak cara menulis yang benar sehingga siswa kesulitan dalam mengerjakan. Menurut Brewster 2002: 119, tahap awal
mengajarkan keterampilan menulis adalah menulis ulang kosakata untuk mempraktikkan penulisan kosakata yang benar. Jika siswa tidak menyimak dan
belajar menulis, maka siswa kesulitan menulis kosakata Bahasa Inggris.
100 3. Temuan Pengaruh Metode Talking Stick Terhadap Penguasaan Kosakata
tentang Pronunciation Pemberian tes unjuk kerja pada pronunciation dilakukan dengan mengecek
satu persatu siswa secara bergantian untuk melafalkan kosakata Bahasa Inggris dengan cara membaca daftar kosakata. Sebanyak 16 kosakata dibaca siswa pada
saat pre-test maupun post-test. Berikut hasil pre-test pronunciation siswa. Tabel 20. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-test Aspek Pronunciation
No Rentang
Nilai Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen Frekuensi
Persentase Frekuensi
Persentase 1
90-100 2
70-89 1
5,6 3
60-69 7
35 3
16,6 4
0-59 13
65 14
77,8 Rata-rata
52,05 45,89
Skor Tertinggi 69
88 Skor Terendah
19 25
Hasil pre-test pronunciation pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa
dari 20 siswa, tidak ada 1 siswa pun yang nilainya memenuhi KKM, yaitu 70. Nilai rata-rata pre-test pronunciation pada kelompok kontrol adalah 52,05. Pada
kelompok eksperimen, dari 18 siswa hanya 1 siswa yang memenuhi KKM dengan nilai 88. Sebanyak 94,4 siswa belum memenuhi KKM. Nilai rata-rata pre-test
pronunciation pada kelompok eksperimen adalah 45,89. Kemampuan siswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dalam kemampuan aspek
pronunciation sangat kurang. Seperti pendapatnya Tarigan 2008: 14 bahwa mempelajari suatu bahasa dapat dilakukan dengan jalan: 1 menyimaknya, 2
menirunya, dan 3 mempraktikannya. Jika siswa belum pernah mendengar dan menirukan cara melafalkan, siswa belum bisa melafalkan kosakata dengan baik.
Berikut ini contoh hasil pre-test aspek pronunciation siswa.
101 Gambar 19. Contoh Hasil Pre-test Pronunciation Kelompok Kontrol
Gambar 20. Contoh Hasil Pre-test Pronunciation Kelompok Eksperimen
102 Kesalahan yang banyak dilakukan siswa adalah dalam hal cara membacanya
yang sama dengan cara membaca kosakata Bahasa Indonesia. Padahal, cara baca kosakata Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sangat jauh perbedaannya. Siswa
belum mengenal kosakata dengan baik. Sebagai contoh, kosakata hat, yang
seharusnya dibaca dengan hæt, namun siswa membaca dengan hat seperti
pelafalan Bahasa Indonesia. Begitu juga dengan kosakata sandals, skirt, shirt, t- shirt.
Setelah diadakan pre-test, maka siswa diberikan perlakuan. Kelompok kontrol berlatih melafalkan kosakata dengan menirukan cara baca guru. Siswa
hanya duduk, mendengarkan kosakata, dan menirukan cara pelafalan. Siswa terlihat jenuh dan bosan. Bahkan sebagian besar siswa tidak memperhatikan guru.
Sementara itu, pada kelompok eksperimen, siswa tidak hanya berlatih dengan menirukan guru saja, melainkan dengan teman sekelompoknya juga. Terlihat
beberapa siswa aktif menanyakan kembali kepada guru cara melafalkan yang benar. Metode Talking Stick membuat siswa belajar dalam suasana yang
menyenangkan. Siswa riang saat dicek kembali cara pelafalan yang benar dalam metode Talking Stick pada tahap pemberian pertanyaan dari guru dengan diiringi
dengan musik ceria. Siswa terlihat santai belajar yang ditunjukkan dengan menebak-nebak kapan musik berhenti dan siapa yang menjawab pertanyaan
sambil tertawa riang. Hal tersebut sesuai dengan pendapatnya Campbell 2002: 220 yang mengungkapkan pandangannya tentang musik bahwa musik membawa
suasana positif dan santai untuk menimbulkan kegairahan, serta memperkuat pokok bahasan. Campbell 2002: 220 menambahkan bahwa pelajaran musik
103 membantu membaca kosakata bahasa kedua. Suasana santai dan menyenangkan
merupakan hal penting dalam pembelajaran Bahasa Inggris yang sesuai dengan pendapatnya Mustadi 2011 yang mengatakan bahwa
“tɒe keyword of Enɑlisɒ lanɑuaɑe teacɒinɑ for younɑ learners is fun”.
Setelah dilakukan 3 kali perlakuan, siswa dicek pronunciation lagi melalui post-test. Hasil post-test kemampuan penguasaan kosakata siswa aspek
pronunciation dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 21. Distribusi Frekuensi Nilai Post-test Aspek Pronunciation
No Rentang
Nilai Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen Frekuensi
Persentase Frekuensi
Persentase 1
90-100 1
4,8 5
25 2
70-89 7
33,3 11
55 3
60-69 9
42,9 4
30 4
0-59 4
19 Rata-rata
68,05 82,35
Skor Tertinggi 94
100 Skor Terendah
31 63
Hasil post-test menunjukkan bahwa nilai rata-rata penguasaan pronuciation kelompok eksperimen sebesar 82,35. Sebanyak 70 siswa mendapat nilai yang
memenuhi KKM. Sedangkan pada kelompok kontrol nilai rata-rata penguasaan pronuciation sebesar 68,05. Sebanyak 48,1 siswa mendapat nilai yang
memenuhi KKM. Hal tersebut menunjukkan bahwa penguasaan pronuciation kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Berikut contoh
hasil post-test siswa.
104 Gambar 21. Contoh Hasil Post-test Pronunciation Siswa Kelompok Kontrol
Gambar 22. Contoh Hasil Post-test Pronunciation Siswa Kelompok Eksperimen
105 Kesalahan yang dilakukan ketika pre-test, kembali diulang siswa kelompok
kontrol saat post-test. Kesalahan terbanyak adalah saat pengucapan kosakata skirt, t-shirt, dan shirt yang dilafalkan siswa dalam Bahasa Indonesia. Sementara itu,
siswa pada kelompok eksperimen yang menggunakan metode Talking Stick berlatih melafalkan kosakata secara berulang, diantaranya: menirukan cara
melafalkan kosakata oleh guru, belajar melafalkan kosakata dengan teman kelompok, dan diuji ketika mendapat giliran pertanyaan saat metode Talking Stick
berlangsung, sehingga siswa terbiasa membaca dengan benar. Sementara itu, siswa pada kelompok kontrol hanya sekali dalam mengajar cara pengucapan yang
baik dan siswa mudah sekali lupa. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Ginanjar Jiwangga Murti 2014 bahwa penggunaan metode Talking Stick dalam
keterampilan berbicara lebih efektif daripada metode konvensional ceramah. Berikut ini diagram perbandingan nilai rata-rata penguasaan kosakata aspek
pronunciation.
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Pre-test Post-test
Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen
Gambar 23. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Kemampuan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Siswa Aspek Pronunciation
106 Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan pengujian hipotesis di atas, peneliti
mengetahui bahwa pembelajaran bahasa kedua memerlukan metode yang inovatif. Metode Talking Stick yang didesain dalam bentuk pembelajaran kooperatif dan
games yang menyenangkan mampu membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada
kelompok kontrol. Sesuai dengan pendapatnya Brewster 2002: 172 bahwa motivasi dan fun learning mampu menguasai penguasaan kosakata siswa. Metode
Talking Stick juga diiringi dengan musik yang ceria. Campbell 2002: 220 mengatakan bahwa musik membawa suasana positif dan santai untuk
menimbulkan kegairahan belajar serta membantu membaca kosakata bahasa kedua. Penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan metode pembelajaran
mempengaruhi penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa, baik tentang word meaning, writing, maupun pronunciation. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh penggunaan metode Talking Stick terhadap penguasaan kosakata Bahasa Inggris pada siswa kelas V SD Gedongkiwo.
D. Keterbatasan Penelitian