Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Teori

19 artiambiguity, adanya halangan dan rintangan, adanya celah gap baik antara kegiatan atau antar fenomena, baik yang telah ada ada ataupun yang akan datang. 7 1. Bagaimana Proses Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan ? Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : 2. Apakah isi Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut telah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi ?

I.3 Tujuan Penelitian

Di dalam usulanrancangan penelitian,apapun format penelitian yang digunakan deskriptif ataukah eksplanasi,studi kasus,survey ataukah eksperimen juga perlu secara tegas dan jelas merumuskan tujuan penelitian yang hendak dihasilkan. 8 Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat Bagaimana Proses Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan dan apakah Kebijakan RTRW tersebut telah mengacu pada peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian dilakukan untuk memecahkan sebuah masalah atau fenomena sosial yang ada dalam masyarakat. Dengan kata lain,sebuah penelitian harus 7 Moh.nazir, Ph.D .2005. Metode Penelitian hal 111 8 Faisal,Sanapiah. 2007 Format-format Penelitian Sosial. PT .RAJAGRAFINDO PERSADA:Jakarta. hal 100 Universitas Sumatera Utara 20 benar-benar bermanfaat atau memeiliki dampak bagi pihak-pihak yang bersangkutan akhirnya. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : a. Secara subjektif, untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan berpikir dalam dalam pembuatan karya tulis ilmiah. b. Secara praktis, sebagai masukan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kota Medan dalam perumusan dan penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. c. Secara akademis, sebagai bahan masukan ataupun bahan perbandingan bagi orang-orang yang belum mengetahui proses perumusan dan penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan ataupun orang yang ingin mengadakan penelitian di bidang yang sama.

I.5. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu sosial begitu pesat karena pesatnya perkembangan fenomena manusia yang memunculkan banyak teori-teori sosial. Untuk itu,dalam melaksanakan penelitian ilmiah khususnya dalam ilmu sosial,teori berperan sebagai landasan berpikir untuk mendukung pemecahan masalah dengan jelas dan sistematis. Kerlinger menyebutkan bahwa teori adalah sekumpulan konstrukkonsep,defenisi,dalil yang saling terkait,yang menghadirkan suatu pandangan yang sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan Universitas Sumatera Utara 21 diantara beberapa variabel,dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena 9

I.5.1 Kebijakan Publik

Setiap negara modern memiliki konstitusi,peraturan perundang- undangan,keputusan kebijakan yang dijadikan sebagai aturan main dalam kehidupan bersama.

I.5.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Inti kehidupan bernegara adalah demokrasi yang dilihat dari pembelajaran dan pengalaman selama ini. Suatu negara dikatakan memiliki demokrasi yang baik dilihat dari kebijakan publik yang unggul yang dikembangkan dalam konteks dan proses yang demokrasi. Dan pada hakekatnya, bentuk terluar dari demokrasi dan kebijakan publik tersebut adalah pelayanan publik yang didasarkan pada prinsip-prinsip tata kelola yang baik atau good governance. 10 Demokrasi Kebijakan Publik Pelayanan Publik kehidupan publik Gambar 1.5.1.1 Kebijakan Publik sebagai Agenda Pasca-demokrasi 9 Rakmat,Jalaluddin. 2004.Metode Penelitian Komunikasi,Dilengkapi Dengan Contoh Analistik Statistik.Rosda: Bandung. Hal 6 10 Nugroho, Riant.2008. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta,Hal 9 Universitas Sumatera Utara 22 Didalam penyelenggaraan administrasi publik terdapat proses yang menghasilkan kebijakan publik public policy sebagai respon atas masalah- masalah yang dilihat dari perspektif proses politik yang ada existing political process. Menurut Thomas R.Dye, kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Selanjutnya Dye mengatakan,apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan kebijakan Negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah,bukan semata-mata pernytaan keinginan pemerintah atau pejabatnya. Disamping itu,sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan Negara. Hal ini disebabkan “sesuatu yang tidak dilakukan “ oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan” oleh pemerintah. 11 Kebijakan publik berfungsi untuk mengatur,mengarahkan dan mengembangkan interaksi dalam sebuah komunitas. Secara praktis, kebijakan publik merupakan alat dari suatu komunitas yang melembaga untuk mencapai social benefits about goodness yang pada akhirnya apabila diimplementasikan dengan baik akan menghasilkan kepercayaan sosial baru. Menurut Anderson, kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah,dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah : 1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempuntai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan. 11 Nurcholis,Hanif. 2007.Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. PT.Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta. hal 264 Universitas Sumatera Utara 23 2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah. 3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah. 4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. 5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. 12 Chandler dan Plano berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya–sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Kemudian kebijakan publik akan disebut sebagai suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. 13 Sedangkan Menurut Woll kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat,baik secara langsung maupun lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. 14 12 Tangkilisan, Hesel Nogi.2003 Implementasi Kebijakan Publik Konsep,strategi dan Kasus. Lukman Offset YPAPI: Yogyakarta. hal 2 13 Tangkilisan, Hesel Nogi.2003. Kebijakan Publik Yang Membumi . Lukman Offset YPAPI: Yogyakarta. hal 1 14 Ibid 2003 : 2 Universitas Sumatera Utara 24

1.5.1.2 Kategori Kebijakan Publik

Joynt mengatakan bahwa kebijaksanaan itu dapat berarti yang berbeda- beda untuk orang-orang yang berbeda. Usaha untuk mengadakan klasifikasi tingkat-tingkatan kebijaksanaan itu adalah seperti halnya membagi-bagi tingkatan suhu udara. Menanggapi hal tersebut maka, Simon dalam buku Soenarko kemudian dapat membagi klasifikasi kebijakan itu menjadi 3 macam policy yaitu: 15 a. Legislative policy, yaitu kebijaksanaan yang dibuat landasan dan pegangan bagi pimpinan management dalam melaksanakan tugasnya, atau kebijaksanaan yang banyak mengandung norma-norma yang harus diselenggarakan oleh pimpinan tersebut. Oleh karena itu, kebijaksanaan ini lebih banyak memberikan ketentuan-ketentuan yang mengandung pemberian hak-hak, kewajiban, larangan-larangan dan keharusan- keharusan, dan lebih banyak dibuat oleh legislatif. b. Management policy, merupakan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pimpinan pusat top-management atau pejabat-pejabat teras. c. Working policy, yaitu kebijaksanaan lainnya yang dibuat untuk pelaksanaan operation dilapangan untuk tercapainya tujuan akhir yang tersimpul dari kebijaksanaan itu. Berbeda dengan Simon, Hudson menyoroti klasifikasi kebijakan publik dalam pemerintahan. Sehingga kebijakan publik itu dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: 16 15 Soenarko SD, H. 2003. Publik Policy, Pengertian Pokok untuk Memahami dan Menganalisa Kebijakan Publik. Surabaya : Airlangga University Press. Hal 63 Universitas Sumatera Utara 25 a. Over-all Policies, pada umumnya dibuat oleh Badan Legislatif atau presiden dengan berdasarkan UUD constitution. Oleh karena itu, sifatnya adalah umum dan berlaku untuk seluruh wilayah negara. b. Top management policies kebijaksanaan pimpinan, yaitu merupakan kebijaksanaan yang biasanya dibuat oleh kepala-kepala jawatan atau dinas-dinas pelaksanaan “over-all policies” dengan menentukan cara-cara, prosedur dan sebagainya yang meliputi soal-soal yang strategis. c. Divisional of bureau policies kebijaksanaan pelaksanaan, merupakan ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang dibuat pejabat yang langsung bertanggungjawab tentang tercapainya tujuan program di dalam kegiatan operasionalnya.

I.5.1.3 Bentuk dan Tahapan Kebijakan Publik

Terdapat tiga kelompok rentetan kebijakan publik yang dirangkum secara sederhana yakni sebagai berikut : 17 1. Kebijakan Publik Makro Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya : 18 16 Ibid 2003 : 62 a. Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ; b Undang-undang atau 17 Nugroho,Riant. 2006. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang Model-model Perumusan Implementasi dan Evaluasi . PT.Elex Media Komputindo: Jakarta. hal 31 18 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang pembentukan Peraturan Perundang- undangan Universitas Sumatera Utara 26 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; c Peraturan Pemerintah; d Peraturan Presiden; e Peraturan Daerah. Dalam pengimplementasiannya,kebijakan publik makro dapat langsung diimplementasikan. 2. Kebijakan Publik Meso Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berupa Peraturan Menteri,Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Keputusan Bersama atau SKB antar-menteri,Gubernur dan Bupati atau Walikota. 3. Kebijakan Publik Mikro Kebijakan publik yang bersifat mikro,mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang ebrada dibawah Menteri,Gubernur, Bupati dan Walikota. Bentuk kebijakan publik baik kebijakan publik makro,meso dan mikro tersebut dalam proses pembuatannya melibatkan banyak variabel yang harus dikaji secara kompleks dan menyeluruh. Untuk itu terdapat tahapan-tahapan proses penyusunan kebijakan publik yang perlu dikaji. Tahapan- tahapan kebijakan publik tersebut adalah,sebagai berikut: 1 Tahap Penyusunan Agenda Disekitar lingkungan pemerintahan terdapat berbagai persoalan dalam tahap ini para pejabat memilih dan mengangkat masalah yang paling Universitas Sumatera Utara 27 penting dengan alasan dimasukkan tertentu untuk dimasuki kedalam agenda kebijakan. 2 Tahap Formulasi Kebijakan,masalah yang telah disusun dalam agenda kebijakan didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. 3 Tahap Adopsi Kebijakan,mwlakukan adopsi salah satu alternatif yang terdapat dalam formulasi kebijakan dengan dukungan dari mayoritas legislatif,konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. 4 Tahap Implementasi Kebijakan,keputusan kebijakan yang telah diambil dalam adopsi kebijakan yang memang dapat dianggap sebagai kebijakan yang terbaik dalam pemecahan suatu masalah harus diimplementasikan. Implementasi kebijakan dilakukan oleh badan-badan administrasi Negara maupun agen-agen pemerintahan di tingkat bawah yang memobilisasikan sumber daya finansial atau manusia. 5 Tahap Evaluasi Kebijakan,tahap ini dilakukan untuk melihat sejauh mana sebuah kebijakan mampu memecahkan masalah dengan menggunakan kriteria-kriteria sebagi dasar untuk melihat dampak kebijakan yang telah diimplementasikan Universitas Sumatera Utara 28 Dalam pandangan Ripley ,tahapan kebijakan publik digambarkan sebagai berikut : 19 Tahapan Kebijakan Publik Hasil Diikuti Hasil Diperlukan Hasil Mengarah Ke Diperlukan Gambar 1.5.1.3 Tahapan Kebijakan Publik Sumber :Ripley,1985 :49 19 Subarsono.2005. Analisa Kebijakan Publik Konsep,Teori dan Aplikasi . Pustaka Peajar: Yogyakarta. hal 11 Penyusunan Agenda Formulasi dan Legitimasi Kebijakan Kinerja dan dampak kebijakan Tindakan kebijakan kebijakan Agenda Pemerintah Implementasi kebijakan Kebijakan Baru Evaluasi thd implementas i,kinerja dampak kebijakan Universitas Sumatera Utara 29

I.5.2 Analisa Kebijakan Publik

Setiap kebijakan pasti ingin mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu pemerintah,selaku pembuat kebijakan,bagaimanapun juga ingin agar tujuan kebijakannya tercapai,maka ia berkepentingan untuk memperhatikan proses pembuatan kebijakan dan menjaga proses implementasi sebaik mungkin,untuk itulah perlu dilakukan analisis kebijakan.

I.5.2.1 Pengertian Analisa Kebijakan Publik

Analisis kebijakan didefinisikan oleh Harold D Lasswell adalah sebagai aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Dalam menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan, analisis kebijakan meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan dan program publik. William N. Dunn mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Menurut Weimer and Vining “The product of policy analysis is advice. Specifically, it is advice that inform some public policy decision”. Jadi analisis kebijakan publik lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan Universitas Sumatera Utara 30 dengan masalah tersebut, dan juga berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan. Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan. Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas. 20 Analisa kebijakan berhubungan dengan penyelidikan dan deskripsi sebab- sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan publik. Dalam analisis kebijakan,kita dapat menganalisis pembentukan,substansi dan dampak dari kebijakan-kebijakan tertentu,seperti siapakah yang diuntungkan dalam kebijakan tata niaga cengkeh atau kebijakan pertanian pangan pada masa Orde Baru,siapa- siapa actor yang terlibat dalam perumusan kebijakan tersebut dan apa dampaknya 20 http:massofa.wordpress.com20081015pengertian-dan-bentuk-analisis-kebijakan-publik diakses pada tanggal 28 februari 2012 pada pukul 12:53 Universitas Sumatera Utara 31 bagi petani. Analisis ini dilakukan tanpa mempunyai pretense untuk menyetujui atau menolak kebijakan-kebijakan itu. Disini seorang lebih menempatkan ilmu sebagai sesuatu yang bebas nilai. Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis kebijakan publik yakni 21 : Pertama, fokus pertamanya adalah mengenai penjelasan kebijakan bukan mengenai anjuran kebijakan yang “pantas”. Kedua, sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan-kebijakan publik diselidiki dengan teliti dan dengan menggunakan metode ilmiah. Ketiga, analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat diandalkan tentang kebijakan kebijakan-kebijakan publik dan pembentukannya,sehingga dapat diterapkan terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebiajakn yang berbeda. Dengan demikian analisis kebijakan dapat bersifat ilmiah dan relevan bagi masalah-masalah politik dan sosial sekarang ini.

I.5.2.2 Bentuk-bentuk Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan dapat dibedakan menjadi tiga bentuk utama, yakni: analisis kebijakan prospektif, restropekitaif, dan terintegratif 22 a. Analisis Kebijakan Prospektif . Analisis kebijakan prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan cenderung 21 Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo. Hal 31-32 22 Dunn, William N.2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta : Gadja Mada University Press hal 117 Universitas Sumatera Utara 32 mengidentifikasi cara beroperasinya para ekonom, analis sistem dan analis operasi dengan kata lain merupakan suatu alat untuk mensintesiskan informasi untuk dipakai dalam merumuskan suatu alternative dan prefensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif atau kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan. b. Analisis Kebijakan Restropektif Analisis kebijakan retrospektif dalam banyak hal sesuai dengan deskripsi penelitian kebijakan yang dikemukakan sebelumnya. Analisis kebijakan restropektif dijelaskan sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan, mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembangkan oleh tiga kelompok analis: 1. Analis yang berorientasi pada disiplin, yang sebagian besar terdiri dari para ilmuwan politik san sosiologi terutama berusaha untuk mengembangkan dan menguji teori yang didasarkan pada teori dan menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan. Kelompok ini jarang berusaha untuk mengidentifikasikan tujuan- tujuan dan sasaran spesifik dari para pembuat kebijakan dan tidak melakukan usaha apapun untuk membedakan variabel kebijakan yang merupakan hal dapat diubah melalui manipulasi kebijakan, dan variabel situasional yang tidak dapat dimanipulasi. 2. Analis yang berorientasi pada masalah, sebagian besar terdiri dari para ilmuwan ilmu politik dan sosiologi yang berusaha menerangkan sebab- sebab dan konsekuensi dari kebijakan. Walaupun demikian, para analis Universitas Sumatera Utara 33 yang berorientasi pada masalah ini kurang menaruh perhatian pada pengembangan dan pengujian teori-teori yang dianggap penting dalam disiplin ilmu social, tetapi lebih menaruh perhatian pada identifikasi variabel-variabel yang dapat dimanipulasi oleh para pembuat kebijakan untuk mengatasi masalah. 3. Analis yang beorientasi pada aplikasi, yaitu kelompok analis yang mencakup ilmuwan politik dan sosiologi, tapi juga orang-orang yang datang dari bidang studi professional pekerjaan social dan administrasi publik dan bidang studi sejenis seperti penelitian evaluasi. Kelompok ini juga berusaha menerangkan sebab dan konsekuensi kebijakan- kebijakan dan program publik, tetapi tidak menaruh perhatian terhadap pengembangan dan pengujian teori-teori dasar. Lebih jauh, kelompok ini tidak hanya menaruh perhatian pada variabel-variabel kebijakan, tetapi juga melakukan identifikasi tujuan dan sasaran kebijakan dari pada para pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan. c. Analisis Kebijakan yang Terintegrasi Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para prakitaisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengaitkan tahap penyelidikan restropektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus-menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat. Analis yang terintegrasi dengan begitu bersifat terus-menerus, Universitas Sumatera Utara 34 berulang-ulang, tanpa ujung, paling tidak dalam prinsipnya. Analisis dapat memulai penciptaan dan transformasi informasi pada setiap titik dari lingkaran analisis, baik sebelum dan sesudah aksi. Analisis kebijakan yang terintegrasi mempunyai semua kelebihan yang dimiliki metodologi analisis propektif dan restropektif, tetapi tidak satupun dari keleihan mereka. Analisis yang terintegrasi melakukan pemantauan dan evaluasi kebijakan secara terus-menerus sepanjang wakitau. Tidak demikian halnya dengan analisis prospektif dan restropektif yang menyediakan lebih sedikit informasi.

I.5.2.3 Gaya Analisis Kebijakan

Secara garis besar, gaya analisis kebijakan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: 23 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif masih dibedakan menjadi 2 bagian yakni a analisis isi content analysis yang merupakan definisi empiris mengenai isi kebijakan terutama pada maksud, definisi masalah, tujuan dan orientasi sebuah kebijakan; b analisis sejarah historical analysis yang lebih menekankan aspek evolusi isi kebijakan dari awal pembentukan hingga implementasinya bahkan bersifat ekspansif dengan membandingkan beberapa kebijakan secara kronologis-sinkronis. 2. Analisis Proses 23 http:hykurniawan.wordpress.com20080917analisis-kebijakan-publik diakses pada tanggal 28 februari 2012 pukul 13:08 Universitas Sumatera Utara 35 Analisis proses tidak begitu berfokus pada isi kebijakan, namun lebih memfokuskan diri pada proses politik dan interaksi faktor-faktor lingkungan luar yang kompleks dalam membentuk sebuah kebijakan. Proses politik inipun masih didekati dengan dua aras yakni proses interaksi para pemangku kepentingan dan struktur politis negara tempat sebuah kebijakan digodok. 3. Analisis Evaluasi Analisis ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat penilaian. Penilaian yang diberikan bisa didasarkan pada konsistensi logis, efisiensi dan karakteristik etis. Oleh karena itu analisis evaluasi ini masih dibedakan menjadi tiga bagian yakni a evaluasi logika, dimana analisis ini melakukan evaluasi atas beberapa dimensi yakni konsistensi internal tujuan kebijakan; konsistensi tujuan dan instrumen kebijakan; dan perbedaan antara konsekuensi yang diharapkan dan yang tidak diharapkan; b evaluasi empiris, dimana analisis ini bertujuan untuk mengukur apakah kebijakan publik mampu memecahkan masalah dan menekankan teknik- teknik untuk melihat efisiensi dan efektifitas sebuah kebijakan; c evaluasi etis yang dalam analisisnya mengacu pada etika, norma dan nilai value dimana dalam evaluasi yang lain sangat bersifat bebas nilai. Universitas Sumatera Utara 36

I.5.2.4 Proses Analisa Kebijakan Publik

Proses analisa kebijakan Publik secara umum merupakan suatu proses kerja yang meliputi lima komponen informasi kebijakan yang saling terkait dan dilakukan secara bertahap dengan menggunakan berbagi teknik analisis kebijakan seperti bagan berikut : 24 Gambar 1.5.2.4 Proses Analisis Kebijakan Publik 24 Op.cit .2003. hal 7 Masalah Kebijakan Perumusan masalah Masalah kebijakan Penyimpulan praktis Evaluasi Hasil guna kebijakan Rekomendasi Peliputan Alternative kebijakan Hasil kebijakan Tindakan Kebijakan Universitas Sumatera Utara 37 Bagan dari proses analisa kebijakan tersebut di atas terjadi secara akumulatif antara komponen informasi dan teknik analisis yang digunakan untuk menghasilkan dan memindahkannya.

I.5.2.5 Model – Model dalam Analisa Kebijakan Publik

Model itu sendiri sebenarnya merupakan representasi teori yang disederhanakan tentang dunia nyata. Model digunakan sebagai pedoman,yang sangat bermanfaat dalam penelitian terutama penelitian yang bertujuan untuk mengadakan penggalian ataupun penemuan-penemuan baru. Penggunaan model untuk mengkaji kebijakan publik akan sangat besar sekali manfaatnya. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan dalam hal ini yaitu : Pertama,kebijakan publik merupakan hal yang sangat kompleks. Oleh karena itu, sifat model yang menyederhanakan realitas yang kompleks tersebut. Dengan begitu akan lebih mudah untuk memilah-milah proses-proses implementasi kebijakan kedalam elemen-elemen implementasi yang lebih sederhana. Kedua, adanya sifat alamiah manusia yang tidak mampu memahami realitas yang kompleks tanpa menyederhanakannya terlebih dahulu,maka peran model dalam menjelaskan kebiajak akan sangat berguna. Untuk itu Thomas Dye menyarankan beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk melihat kegunaan suatu model dalam mengkaji kebijakan publik. 25 25 Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo. Hal 41-42 Pertama, apakah model menyusun dan menyederhanakan kehidupan politik sehingga kita dapat memahami hubungan- hubungan tersebut dalam dunia nyata dan memikirkannya lebih jelas. Kedua, Universitas Sumatera Utara 38 apakah model mengidentifikasi aspek aspek yang paling penting dari kebijakan pubik. Ketiga, apakah model kongruen sama dan sebangun dengan realitas. Keempat, apakah model mengkomunikasikan sesuatu yang bermakna menurut cara yang dapat kita mengerti. Kelima, apakah model mengarahkan penyeidikan dan penelitian kebijakan pubik. Keenam, apakah model menyarankan penjelasan bagi kebijakan publik. Model yang paling baik menurut Lester dan Stewart adalah model elitis dan model pluralis 26 1 Model Elitis . Teori elit mengatakan bahwa semua lembaga politik dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya tidak bisa dielakkan didominasi oleh sekelompok individu yang sangat kuat, mereka memanipulasi instrument-instrumen kekuasaan bagi kepentingan elit. Kebijakan merupak produk elit yang merefleksikan nilai-nilai mereka untuk penguatan kepentingan- kepentingan mereka. Dye dan Zeigler berpendapat bahwa kebijakan publik merupakan preferensi nilai – nilai dari para elit yang berkuasa. Seringkali dikatakan bahwa kebijakan publik merefleksikan tuntutan-tuntutan dari “rakyat” namun apa yang dikatakan itu adalah mitos dan bukan merupakan realitas kehidupan demokrasi. 2 Model Pluralis Berkebalikan dengan model elit yang titik perhatiannya lebih bertumpu pada elit politik,maka model pluralis lebih percaya pada peran subsistem yang berada dalam sistem demokrasi. Pandangan – pandangan pluralis disarikan oleh ilmuwan Robert Dahl dan David Truman. Pandangan pluralis dapat dirangkum 26 Op.cit 2002 : 42-47 Universitas Sumatera Utara 39 sebagai berikut: a. Kekuasaan merupakan atribut individu dalam hubungannya dengan individu-individu yang lain dalam proses pembuatan keputusan; b. hubungan-hubungan kekuasaan tidak perlu tetap berlangsung namun hubungan- hubungan kekuasaan lebih dibentuk untuk keputusan-keputusan khusus; c. tidak ada pembedaan yang tetap antara “elit” dan “massa” ; d. kepemimpinan bersifat cair dan mempunyai mobilitas yang tinggi,kekayaan merupakan asset daam politik tetapi hanya merupakan salah satu dari sekian banyak asset politik yang ada; e. terdapat banyak pusat kekuasaan di antara komunitas; f. kompetisi dapat dianggap berada diantara pemimpin. I.5.3 Formulasi Perumusan Kebijakan I.5.3.1 Pengertian Formulasi Perumusan Kebijakan Berkaitan dengan policy formulation Woll 1996 berpendapat bahwa formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik,dimana pada tahap ini para analis kebijakan publik mulai menerapkan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain. Dalam menentukan pilihan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan,dimana keputusan yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas. Pada tahap formulasi kebijakan ini,para analis harus mengidentifikasikan kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prosedur forecasting untuk memecahkan masalah yang Universitas Sumatera Utara 40 didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih. 27 Menurut James Anderson,formulasi kebijakan adalah bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif - alternatif untuk memecahkan masalah tersebut dan siapa saja kah yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan.Sedangkan menurut Howlet dan M. Ramesh,formulasi kebijakan adalah proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah 28 Formulasi kebijakan publik yang baik adalah formulasi kebijakan publik yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi. Sebab seringkali pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang baik itu adalah sebuah uraian konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal dan normatif namun tidak membumi. Padahal sesungguhnya formulasi kebijakan publik yang baik itu adalah sebuah uraian atas kematangan pembacaan realitas sekaligus alternative solusi yang fisibel terhadap realitas tersebut. Kendati pada akhirnya uraian yang dihasilkan itu tidak sepenuhnya presisi dengan ideal normative,itu bukanlah . Formulasi kebijakan publik adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan. Maka dari itu apapun yang terjadi di dalam tahap ini akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya kebijakan yang telah dibuat itu di masa yang akan datang. Sehingga setiap para pembuat kebijakan hendaknya lebih berhati-hati lagi dalam melakukan formulasi kebijakan publik. 27 Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003 Kebijakan Publik Yang Membumi . Lukman Offset YPAPI: Yogyakarta. hal 8 28 op.cit 2005 : 12-13 Universitas Sumatera Utara 41 masalah asalkan uraian alas kebijakan publik itu presisi dengan realitas masalah kebijakan yang ada di lapangan. 29 Proses pembuatan sebuah kebijakan publik melibatkan berbagai aktivitas yang kompleks. Pemahaman terhadap proses pembuatan kebijakan oleh para ahli dipandang penting dalam upaya melakukan penilaian terhadap sebuah kebijakan publik. Untuk membantu melakukan hal ini, para ahli kemudian mengembangkan sejumlah kerangka untuk memahami proses kebijakan policy process atau seringkali disebut juga sebagai siklus kebijakan policy cycles. Sejumlah ahli yang mengembangkan kerangka pemahaman tersebut diantaranya adalah Dye 2005 dan Anderson 2006. Menurut Dye,bagaimana sebuah kebijakan dibuat dapat diketahui dengan mempertimbangkan sejumlah aktivitas atau proses yang terjadi didalam sistem politik. Terkait hal ini, dalam pandangan, pembuatan kebijakan sebagai sebuah proses akan meliputi sejumlah proses, aktivitas, dan keterlibatan peserta sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 1 berikut. 30 29 Putra,Fadillah. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan pubik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2003.Hal 50 30 Dye, Thomas R, 2005, Understanding Public Policy, Eleventh Edition, New Jersey: Pearson Prentice Hall hal 31-32 Universitas Sumatera Utara 42 Tabel 1.5.3.1 Pembuatan Kebijakan sebagai sebuah Proses Proses Aktivitas Peserta Identifikasi Masalah Publikasi masalah sosial; mengekspresikan tuntutan akan tindakan dari pemerintah Media massa; kelompok kepentingan; inisiatif masyarakat; opini publik Penetapan Agenda Menentukan mengenai masalah-masalah apa yang akan diputuskan; masalah apa yang akan dibahasditangani oleh pemerintah Elit, termasuk presiden dan kongres; kandidat untuk jabatan publik tertentu; media massa Perumusan Kebijakan Pengembangan proposal kebijakan untuk menyelesaikan dan memperbaiki masalah Pemikir; Presiden dan lembaga eksekutif; komite kongres; kelompok kepentingan Legitimasi Kebijakan Memilih proposal; mengembangkan dukungan untuk proposal terpilih; menetapkannya menjadi peraturan hukum; Kelompok kepentingan; presiden; kongres; pengadilan Universitas Sumatera Utara 43 memutuskan konstitusionalnya Implementasi Kebijakan Mengorganisasikan departemen dan badan; menyediakan pembiayaan atau jasa pelayanan; menetapkan pajak Presiden dan staf kepresidenan; departemen dan badan Evaluasi Kebijakan Melaporkan output dari program pemerintah; mengevaluasi dampak kebijakan kepada kelompok sasaran dan bukan sasaran; mengusulkan perubahan dan reformasi Departemen dan badan; komite pengawasan kongres; media massa; pemikir

I.5.3.2 Kriteria Formulasi Perumusan Kebijakan

Ada beberapa kriteria formulasi yang menjadi bahan pertimbangan para perumus kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan. Peneliti menggunakan kriteria implementasi yang dikemukakan oleh Van Meter Van Horn. Hal ini untuk dapat mengkaji dengan baik suatu proses implementasi perumusan kebijakan publik . Alasan penulis memilih model ini adalah karena model Van Meter dan Van Horn dapat membantu penulis dalam mendeskripsikan bagaimana proses Universitas Sumatera Utara 44 implementasi perumusan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. Van Meter dan Van Horn mengemukakan enam variabel penting yang tercakup dalam suatu proses implementasi, yaitu 1 Standar dan Sasaran Kebijakan Standar dan Sasaran Kebijakan Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. 2 Sumber Daya Proses Perumusan kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia misalnya dana yang dingunakan untuk mendukung proses perumusan kebijakan. 3 Komunikasi dan Penguatan Aktivitas Didalam proses perumusan suatu kebijakan sangat diperlukan dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu perumusan kebijakan. 4 Karakteristik agen pelaksana Karakteristik Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut akan mempengaruhi proses perumusan suatu kebijakan. 5 Kondisi sosial, ekonomi dan politik Universitas Sumatera Utara 45 Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok- kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi perumusan kebijakan, karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung perumusan kebijakan. 6 Disposisi implementor Ini mencakup tiga hal, yakni: a respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk merumuskan kebijakan, b kognisi, pemahaman para agen pelaksana terhadap kebijakan, dan c intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

I.5.3.3 Aktor-Aktor Formulasi Perumusan Kebijakan

Pembahasan siapa saja yang terlibat dalam permusan kebijakan dapat dilihat misalnya dalam tulisan James Anderson ,Charles Lindblom dan Lester dan Stewart. Aktor – aktor atau pemeran serta dalam proses pembentukan kebijakan dapat dibagi ke dalam kedua kelompok yakni para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi. Yang termasuk ke dalam para pemeran serta resmi adalah agen-agen pemerintah birokrasi,presiden eksekutif,legislatif dan yudikatif. Sedangkan para pemeran serta tidak resmi adalah kemompok-kelompok kepentingan,partai politik dan warganegara individu 1. Para pemeran serta resmi a. Agen-agen pemerintah badan- badan administrasi Universitas Sumatera Utara 46 Badan-badan administrasi menjadi sumber utama mengenai usul- usul pembuatan undang-undang dalam sistem politik. b. Presiden eksekutif Keterlibatan presiden dalam perumusan kebijakan dapat dilihat dalam komisi-komisi presidensial maupun rapat-rapat kabinet c. Lembaga yudikatif Tinjauan yudisial merupakan kekuasaan pengadilan untuk menentukan apakah tindakan-tindakan yang diambil oleh cabang eksekutif dan legislative sesuai dengan konstitusi atau tidak d. Lembaga legislative Lembaga ini bersama-sama dengan pihak eksekutif memegang peran yang cukup penting di dalam perumusan kebijakan. Suatu undang-undang baru akan sah apabila telah disahkan oleh legislative. 2. Para pemeran serta tidak resmi a. Kelompok Kepentingan Menurut Truman, kelompok kepentingan adalah sebuah kelompok pembagi sikap yang membuat klaim-klaim tertentu atas kelompok- kelompok dalam masyarakat dengan tindakan-tindakan tertentu terhadap instansi-instansi pemerintah. Ramlan Surbakti mengatakan bahwa kelompok kepentingan adalah sejumlah orang yang memiliki kesamaan sifat, sikap, kepercayaan dan atau tujuan yang sepakat mengorganisasikan diri untuk melindungi dan mencapai tujuan . Menurut Almond kelompok kepentingan adalah setiap organisasi yang Universitas Sumatera Utara 47 berusaha mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah tanpa, pada waktu yang sama, berkehendak memperoleh jabatan publik. Menurut Almond, yang menekankan pada aspek struktur dan fungsi komponen- komponen dalam system politik, kelompok kepentingan merupakan salah satu dari struktur yang terdapatd alam system politik, sebagai bagian dari infrastruktur politik. Fungsi utama kelompok kepentingan yaitu melakukan artikulasi politik. Artikulasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan dalam proses pembuatan kebijakan publik, yang di dalamnya terdapat kegiatan penggabungan berbagai kepentingan dan tuntutan masyarakat yang akan diubah menjadi alternatif-alternatif kebijakan. Menurut model proses demokrasi formal dari Dieter Fuchs, fungsi kelompok kepentingan bersama-sama media massa adalah dalam proses pembuatan dan implementasi kebijakan publik, yaitu dalam hal pengungkapan berbagai tuntutan. b. Partai-partai Politik Partai politik merupakan alat untuk meraih kekuasaan. Ha ini berarti bahwa partai politik pada dasarnya lebih berorientasi pada kekuasaan dibandingkan dengan kebijakan publik. Namun demikian tidak dapat mengabaikan pengaruh mereka dalam proses pembentukan kebijakan. c. Warganegara Individu Menurut Lindblom,keinginan para warga Negara perlu mendapat perhatian oleh para pembentuk kebijakan. Aturan yang dikemukakan Universitas Sumatera Utara 48 oleh Lindblom ini dinyatakan dalam aphorisme bahwa warganegara mempunyai hak untuk didengar dan para pejabat mempunyai tugas untuk mendengarkannya. Perumusan kebijakan dalam prakteknya akan melibatkan berbagai aktor, baik yang berasal dari aktor negara maupun aktor non negara atau yang disebut oleh Anderson sebagai pembuat kebijakan resmi official policy-makers dan peserta non pemerintahan nongovernmental participants. Pembuat kebijakan resmi adalah mereka yang memiliki kewenangan legal untuk terlibat dalam perumusan kebijakan publik. Mereka ini menurut Anderson terdiri atas legislatif; eksekutif; badan administratif; serta pengadilan. Legislatif merujuk kepada anggota kongresdewan yang seringkali dibantu oleh para staffnya. Adapun eksekutif merujuk kepada Presiden dan jajaran kabinetnya. Sementara itu, badan administratif menurut Anderson merujuk kepada lembaga-lembaga pelaksana kebijakan. Dipihak lain menurut Anderson, Pengadilan juga merupakan aktor yang memainkan peran besar dalam perumusan kebijakan melalui kewenangan mereka untuk mereview kebijakan serta penafsiran mereka terhadap undang- undang dasar. Dengan kewenangan ini, keputusan pengadilan bisa mempengaruhi isi dan bentuk dari sebuah kebijakan publik. Selain pembuat kebijakan resmi, terdapat pula peserta lain yang terlibat dalam proses kebijakan yang meliputi diantaranya kelompok kepentingan; partai politik; organisasi penelitian; media komunikasi; serta individu masyarakat. Mereka ini yang disebut oleh Anderson sebagai peserta non pemerintahan nongovernmental participants karena penting atau dominannya peran mereka Universitas Sumatera Utara 49 dalam sejumlah situasi kebijakan tetapi mereka tidak memiliki kewenangan legal untuk membuat kebijakan yang mengikat. Peranan mereka biasanya adalah dalam menyediakan informasi; memberikan tekanan; serta mencoba untuk mempengaruhi. Mereka juga dapat menawarkan proposal kebijakan yang telah mereka siapkan. Jadi meskipun pada akhirnya kebijakan ditentukan oleh institusi yang berwenang, keputusan diambil setelah melalui proses informal negosiasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Dengan demikian keterlibatan aktor lain dalam pemberian ide terhadap proses perumusan kebijakan tetap atau sangat diperlukan. Lembagainstansi pemerintah banyak terlibat dalam perumusan ataupun pengembangan kebijakan publik. Hal ini terkait dengan pemahaman bahwa kebijakan sebagai apa yang dilakukan oleh pemerintah mengenai masalah tertentu sehingga keterlibatan lembaga itu sebagai aparat pemerintah dalam ikut menentukan kebijakan menjadi semakin terbuka. Dengan pemahaman tersebut, maka lembagainstansi pemerintah telah menjadi pelaku penting datam proses pembuatan kebijakan. Selain itu, lembagainstansi pemerintah juga menjadi sumber utama mengenai usul-usul pembuatan kebijakan dalam sistem politik. Lembaga instansi tersebut secara khas tidak hanya menyarankan kebijakan, tetapi juga secara aktif melakukan lobi dan menggunakan tekanan-tekanan dalam penetapan kebijakan publik. Di tingkat daerah lembaga legislatif disebut DPRD bersama dengan Gubernur, Bupati atau Walikota membentuk Peraturan Daerah. Setiap peraturan perundang - undangan yang menyangkut persoalan-persoalan publik harus mendapat persetujuan dari lembaga legislatif. Selain itu, keterlibatan lembaga Universitas Sumatera Utara 50 legislatif dalam perumusan kebijakan juga dapat dilihat dari mekanisme rapat kerja, rapat dengar pendapat, penyelidikan-penyelidikan, dan kontak-kontak yang mereka lakukan dengan pejabat pemerintah, kelompok-kelompok kepentingan, dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga legislatif tidak serta merta muncul dengan sendirinya. Lembaga ini terbentuk melalui permilu yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Partai politik yang memenangkan pemilu akan menempatkan para wakil rakyatnya yang selanjutnya akan mengartikulasikan tuntutan-tuntutan masyrakat. Tuntutan-tuntutan itu kemudian dirumuskan dalam bentuk kebijakan yang “seharusnya” dapat memberikan kemaslahatan bagi masyarakat. Dengan kata lain, partai politik merupakan perwakiIan dari suara rakyat yang telah memandatkan suaranya melalui proses pemilu untuk duduk di lembaga legislatif dapat memper- juangkan apa yang menjadi aspirasi, tuntutan, dan kepentingan masyarakat. 31 Aktor – aktor yang terlibat dalam formulasi pun memiliki peran yang berbeda dengan evaluasi rancangan kebijakan. Aktor – aktor dalam formulasi adalah individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dengan kebijakan yang dibuat dan berasal dari berbagai kalangan. Dalam formulasi paling tidak,stakeholders bisa berasal dari legislative,eksekutif maupun kelompok kepentingan. Ketiganya berada dalam kepentingan yang sama dalam pengambilan 31 http:www.google.co.idurl?sa=trct=jq=Aktor+dalam+proses+perumusan+dan+penetapan+k ebijakanpdf diakses 28 februari,pukul 13 :05 Universitas Sumatera Utara 51 keputusan sedangkan dalam evaluasi rancangan kebijakan,aktor-aktor yang terlibat dalam eksekutif tapi berasal dari tingkat pemerintahan yang berbeda. Di satu pihak berasal dari pemkabpemkot sebagai pengusul rancangan kebijakan di pihak lain dari pemprov yang bertugas sebagi evaluator. I.5.4. Adopsi Penetapan Kebijakan I.5.4.1 Pengertian Adopsi Penetapan Kebijakan Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para stakeholders atau pelaku yang terlibat. Tahap ini dilakukan setelah melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah sebagi berikut Dunn:1994 : 32 1 Mengidentifikasikan alternative kebijakan policy alternative yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depanyang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu bagi masyarakat luas. 2 Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan terpilih untuk menilai aternatif yang akan direkomendasi. 3 Mengevaluasi alternatif – alternatif tersebut dengan menggunakan kriteria- kriteria yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan tersebut lebih besar dari efek negatif yang akan terjadi. 32 Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003.Kebijakan Publik Yang Membumi . Lukman Offset YPAPI: Yogyakarta. hal 9 Universitas Sumatera Utara 52 Menurut James Anderson, penentuan kebijakan adoption adalah bagaimana alternatif ditetapkan,persyaratan atau kriteria apa saja yang harus dipenuhi,siapa yang akan melaksanakan kebijakan,bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan,dan apa isi dari kebijakan yang ditetapkan. 33

I.5.4.2 Kriteria Adopsi Penetapan Kebijakan

Sementara itu, menyangkut kriteria yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pemilihan terhadap suatu kebijakan tertentu, Anderson 34 1. Nilai values mengemukakan enam kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih kebijakan, yakni: Nilai menjadi kriteria yang memiliki peranan besar pada saat pengambilan keputusan dilakukan oleh individu karena bersifat sangat pribadi. Nilai berkaitan dengan kesadaran dalam membuat pilihan yang muncuk pada saat individu terlibat dalam pengambilan keputusan. Setiap individu memliki preferensi nilai yang muncul baik secara sadar maupun tidak mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan. 2. Afiliasi Partai Politik Political Party Affiliation Kesetiaan pada partai merupakan kriteria yang signifikan meskipun sulit memisahkan dari pertimbangan lain seperti pengaruh pemimpin atau komitmen ideologis. Kriteria ini kadang berpengaruh dalam pengambilan 33 op.cit 2005:13 34 Anderson, James E, 1998. Public Policy Making: An Introduction, Boston: Houghton Mifflin Company hal 72-77 Universitas Sumatera Utara 53 keputusan yang memuat isu kebijakan yang diusung partai. Namun dalam beberapa isu kebijakan, seringkali membuat perbedaan dukungan antar partai tidak tampak.

3. Kepentingan konstituen

Dukungan suara dari konstituen dalam pemilihan umum sangat penting bagi partai. Konsekuensinya adalah keharusan dari partai untuk memperhatikan kepentingan dari konstituen publik . Proses legislasi untuk pengambilan keputusan tidak hanya dipengaruhi oleh pemerintah tapi juga keinginan dari masyarakat yang diwakili. 4. Opini publik Public Opinion Suara publik menjadi kriteria penting dalam pembuatan keputusan untuk kebijakan. Suara publik merupakan pencerminan keinginan masyarakat sekaligus pendapat masyarakat tentang tindakan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Namun, kebijakan juga terkadang mengabaikan suara publik dan lebih mementingkan kepentingan elit dalam pemerintahan. 5. Pendapat pejabatpimpinan deference Perbedaan pendapat seringkali muncul dalam pengambilan keputusan. Namun berbeda pendapat dengan pimpinan atau pejabat yang berpengaruh seringkali menciptakan keengganan atau rasa sungkan pada diri individu lain. 6. Peraturan Perundang-undangan Universitas Sumatera Utara 54 Organisasi seringkali membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan tugas bagi instansi dari pusat hingga daerah. Interpretasi atas peraturan bersifat kaku dan menjadi hak pemerintah pusat untuk menterjemahkannya. Kondisi ini seringkali menyulitkan karena terdapat keragaman antar daerah. Walaupun demikian daerah harus tetap menjalankan peraturan tersebut karena menjadi rambu – rambu bagi daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Meskipun mengungkapkan enam kriteria tersebut,tetapi Anderson memberikan catatan khusus pada nilai value sebagai satu kriteria pengambilan keputusan dalam formulasi kebijakan. Pandangan para aktor sangat dipengaruhi oleh nilai – nilai yang dimiliki dalam pengambilan keputusan dan banyak keputusan justru banyak menggunakan pertimbangan nilai dibanding lima kriteria lainnya. Anderson menyebutkan lima kategori nilai yang menjadi pertimbangan para pengambil keputusan yang terdiri dari : a. nilai – nilai politik, b. nilai – nilai organisasi, c. nilai – nilai individu, d. nilai – nilai kebijakan, e. nilai-niai ideologis 35

I.5.4.3 Gaya Adopsi Penetapan Kebijakan

Adapun gaya dalam penetapan kebijakan publik menurut Anderson dapat dibedakan dalam tiga bentuk adalah 36 1. Pola kerjasama bargaining : 35 Ibid 1998 : 14-15 36 Madani,Muhlis. 2011. Dimensi Interaksi Aktor dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik.Yogyakarta:Graha Ilmu hal 37-38 Universitas Sumatera Utara 55 Anderson menegaskan bahwa proses bargaining dapat terjadi dalam tiga bentuknya yaitu negoisasi negoisasion, saling memberi dan menerima take and give dan kompromi compromise. Sesungguhnya penjelasan bargaining berakar pada istilah bahwa jika mendapat dua atau lebih aktor atau kelompok aktor yang yang masing-masing memiliki kewenangan dan posisi tertentu tetapi dapat melakukan penyesuaian sharing yang diharapkan dapat terbangun dalam sistem pembahasannya. Dengan demikian negoisasi menjadi langkah awal untuk membentuk opini dan mengarahkan aktor untuk melakukan langkah negoisasi. Setelah proses negoisasi antar aktor terjadi dalam posisi yang berbeda diantara aktor,maka prinsip saling member dan menerima kemudian mewarnai proses pengambilan kebijakan yang dibahas dalam forum aktor yang terlibat. Pada akhirnya para aktor itu akan berujung pada proses kompromistik dimana masing- masing aktor saling melakukan penyesuaian dengan konsep atau ide akan yang lainnya sehingga dapat diputuskan kebijakannya. Hal ini dalam pandangan Anderson dianggap sebagai bentuk bargaining dengan cara yang eksplisit. 2. Persuasive persuasion Persuasif persuasion merujuk pada istilah adanya polarisasi kelompok aktor untuk meyakinkan convince kelompok aktor lain yang turut bermain untuk menentukan kebijakan publik. Akumulasi proses keyakinan kelompok aktor tersebut dapat mengukur keyakinan dan nilai serta usulan yang ditawarkan oleh kelompok yang lain. Pola ini dalam pandangan Anderson 1984 banyak terjadi pada tipe kebijakan yang relatif membutuhkan waktu yang lama untuk mengubah keyakinan aktor yang saling bertentangan antara satu dan yang lainnya. adanya Universitas Sumatera Utara 56 bentuk complain dari komunitas masyarakat tertentu dapat mendekati pola penyesuaian yang dianggap sebagai jalur intervensi persuasi. Pola ini relatif dapat ditemukan dalam berbagai bentuk penyusunan kebijakan, misalnya pada perumusan kebijakan APBD dimana antara aktor saling meyakinkan agar pertimbangan dan nilainya dapat diterima oleh kelompok aktor lainnya. 3. Pengarahan commanding Proses pengambilan kebijakan publik dengan menempatkan adanya pola hirarki yang berlaku antara aktor satu dengan aktor yang lain disebut sebagai pengarahan commanding. Pola hubungan dan interaksi antara aktor pada model ini adalah berkaitan dengan pola perumusan kebijakan yang sangat struktural,dimana satu kelompok aktor menjadi superordinat dan kelompok yang lain tentu saja menjadi subordinat. Tipe pengambilan kebijakan APBD menempatkan posisi ini mirip dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga perumus keuangan daerah dalam bentuk kebijakan APBD.

I.5.5 Gambaran Umum Peraturan Perundang-undangan Indonesia

Secara umum,peraturan perundang-undangan fungsinya adalah “mengatur” sesuatu substansi untuk memecahkan suatu masalah yang ada dalam masyarakat. Artinya, peraturan perundang-undanganadalah sebagai instrument kebijakan beleids instrument apapun bentuknya,apakah bentuknya penetapan, pengesahan, pencabutan, maupun perubahan. 37 37 : http:rudini76ban.wordpress.com20090321fungsi-peraturan-perundang-undangan diakses pada tanggal 3 Desember 2012 pukul 16:22 Universitas Sumatera Utara 57 Jenis jenis Peraturan Perundang-undangan di Negara Republik Indonesia dengan penyesuaian penyebutan berdasarkan Undang-Undang No.10 tahun 2004 adalah sebagai berikut 38 A. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Pusat : 1. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang; 2. Peraturan Pemerintah; 3. Peraturan Presiden; 4. Peraturan Menter;i 5. Peraturan Kepala Lemabaga Pemerintah Non Departemen; 6. Peraturan Direktur Jendral Departemen; dan 7. Peraturan Badan Hukum Negara B. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Daerah 1. Peraturan Daerah Provinsi; 2. PeraturanKeputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi; 3. Peraturan Daerah Kabupaten Kota; 4. PeraturanKeputusan BupatiWalikota Kepala Daerah KabupatenKota 38 Indrarti,Maria Farida. 2011. Ilmu Perundang-undangan Jenis,Fungsi dan Materi Muatan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta. Hal 184-185 Universitas Sumatera Utara 58 TATA SUSUNAN NORMA HUKUM REPUBLIK INDONESIA Pembukaan UUD 1945 Batang Tubuh UUD 1945 Ketetapan MPR Konvensi Ketatanegaraan Peraturan Undang-UndangPERPU Perundang- Peraturan pemerintah Undangan Peraturan Presiden Peraturan Menteri Peraturan Ka. LPND Peraturan Dirjen Dept Peraturan Bd. Negara Peraturan Daerah Prov Peraturan Gubernur PeraturanKabKota Peraturan Bupati Walikota Gambar : 1.5 Tata Susunan Norma Hukum Di Indonesia Universitas Sumatera Utara 59

I.5.5.1 Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Sesuai dengan landasan konstitusional Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Undang – undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang tata ruang mengamanatkan bahwa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas : a. keterpaduan; b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; c. keberlanjutan; d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; e. keterbukaan ; f. kebersamaan dan kemitraan; g. pelindungan kepentingan umum; h. kepastian hukum dan keadilan; dan i. akuntabilitas. 39 Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan 39 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Universitas Sumatera Utara 60 dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Hal ini tertuang di dalam Undang – undang Nomor 26 Tahun 2007.

I.5.5.2 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dari Undang – undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari pasal 5 ayat 2 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pasal 20 ayat 6 Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang yakni Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disebut RTRWN adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan: a. ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; b. keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; c. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupatenkota; d. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; e. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang Universitas Sumatera Utara 61 wilayah nasional, provinsi, dan kabupatenkota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang; f. pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; g. keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah; h. keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan i. pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional. 40 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN menjadi pedoman untuk : a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; d. pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; f. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan g. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupatenkota.

I.5.5.3 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Dalam hal ini yang akan dibahas adalah Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. Peraturan Daerah ini merupakan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dari Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan 40 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Universitas Sumatera Utara 62 Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka strategi dan arahan kebijakan struktur dan pola ruang wilayah nasional perlu dijabarkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan dan untuk melaksanakan ketentuan pasal 78 ayat 4 huruf c Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka perlu dibentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011- 2031. Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Medan disusun sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di Wilayah Kota Medan. Penataan ruang wilayah Kota Medan bertujuan untuk: a. mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai daerah tujuan investasi; dan b. memanfaatkan ruang daratan, lautan dan udara untuk aktifitas pembangunan kota berbasis ekonomi di sektor perdagangan dan jasa, pariwisata serta industry yang berwawasan lingkungan.

I.5.6 Rencana Tata Ruang Tata Wilayah

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Pengaturan penataan ruang adalah Universitas Sumatera Utara 63 upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan ruang Perencanaan tata ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Rencana Tata Ruang wilayah nasional RTRWN adalah strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Negara untuk periode 20 tahun. 41 RTRW Kota Medan disusun sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di wilayah Kota Medan. I.5.6.1 Fungsi dan Manfaat RTRW Kota I.5.6.1.1 Fungsi RTRW Kota Fungsi RTRW kota adalah sebagai: 1. Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPD dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD. 2. Acuan dalam pemanfaatan ruangpengembangan wilayah kota 3. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah kota 4. Acuan lokasi investasi dalam wilayah kota yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta 5. Pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah kota 6. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataanpengembangan wilayah kota yang meliputi 41 Undang-undang Republik Indonesia 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Universitas Sumatera Utara 64 penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan 7. Acuan dalam administrasi pertanahan.

I.5.6.1.2 Manfaat RTRW Kota

Manfaat RTRW kota adalah untuk: 1. Mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah kota 2. Mewujudkan keserasian pembangunan wilayah kota dengan wilayah sekitarnya; dan 3. Menjamin terwujudnya tata ruang wilayah kota yang berkualitas.

I.5.6.2 Muatan Materi Perda RTRW Kota Medan

Adapun muatan materi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan adalah : a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kota Medan; b. rencana struktur ruang wilayah kota Medan yang meliputi sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana kawasan; c. rencana pola ruang wilayah kota Medan yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya; d. penetapan kawasan strategis kota; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Medan yang terdiri dari indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Medan yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Universitas Sumatera Utara 65

I.5.7 Peraturan Daerah

Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah gubernur atau bupatiwalikota 42 Peraturan Daerah terdiri atas 43 a. Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur b Peraturan Daerah KabupatenKota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenKota dengan persetujuan bersama BupatiWalikota I.5.7.1 Pembentukan Peraturan Daerah I.5.7.1.1 Prinsip Pembentukan Peraturan Daerah Setelah UU No 22 tahun 1999 diganti dengan UU No.32 tahun 2004 prinsip-prinsip pembentukan peraturan daerah ditentukan sebagai berikut 44 a. Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. : b. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi, tugas pembantuan dan merupakan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memerhatikan ciri khas masing-masing daerah c. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi d. Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan 42 op.cit 2011:Hal 184-185 43 Undang –Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pemebentukan Peraturan Perundang- Undangan 44 Ni’Matul Huda, SH.,M Hum .2005 Otonomi daerah .Pustaka Pelajar.Yogyakarta.hal 23 Universitas Sumatera Utara 66 e. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan ranperda f. Perda dapat memuat ketentuan beban biaya paksaan penegakan hukum, atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyakbanyaknya rp.50.000.000,-lima puluh juta rupiah g. Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah ditetapkan untuk melaksanakan Perda h. Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah i. Perda dapat menunjuk pejabat tertentu sebagai pejabat-penyidik pelanggaran perda j. Pengundangan perda dalam lembaran daerah dan peraturan daerah dalam berita daerah. Apabila dalam satu masa sidang DPRD dan Gubernur atau BupatiWalikota menyampaikan rancangan Perda mengenai materi yang sama,maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD sedangkan rancangan yang disampaikan Gubernur atau BupatiWalikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

I.5.7.1.2 Materi Muatan Peraturan Daerah

Di dalam Ketetapan MPR RI No.IIIMPR2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan ,Peraturan Daerah secara resmi menjadi sumber hukum dan masuk ke dalam tata urutan peraturan perundang- undangan. Ketetapan MPR tersebut menegaskan bahwa Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus di daerah yang bersangkutan. Setelah dikeluarkan Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan ,yang menggantikan Ketetapan MPR No.IIIMPR2000,ditegaskan dalam pasal 12,bahwa materi muatan Perda adalalah seluruh materi muatan dalam Universitas Sumatera Utara 67 rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi. Materi muatan Peraturan Desayang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang- Undang dan Peraturan Daerah. 45 Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah diperbaharui menjadi Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimana Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah KabupatenKota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah danatau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi.

I.5.7.2 Wewenang Dan Pembentukan Peraturan Daerah

Dalam penjelasan umum Undang-undang No.32 tahun 2004 disebutkan bahwa kewenangan yang ada pada kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah mengandung pengertian bahwa pembentukan peraturan daerah dapat dilakukan bersama-sama. Adapun Prakarsa Pembentukan Peraturan Daerah adalah sebagai berikut 46 45 Ibid 2005 : 236 : 46 H Abdul Latief. 2005.Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan Pada Pemerintahan Daerah..hal 60-68 Universitas Sumatera Utara 68

A. Prakarsa Kepala Daerah

Di dalam Pasal 140 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 menyebutkan, ayat 1 rancangan perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau bupati walikota dan pasal 141 ayat 1 rancangan perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi, dengan mekanisme sebagai berikut: 1. Konsep rancangan peraturan daerah disusun oleh dinas biro unit kerja yang berkaitan dengan materi muatan yang akan diatur. Sebelum penyusunan dilakukan, dinas, biro, unit kerja bersangkutan memberitahukan kepada biro hukum atau bagian hukum. Penyusunan konsep oleh dinas biro unit kerja tidak berarti selalu oleh satu dinas birounit. Penyusunan itu dapat juga dilakukan bersam-sama dinas, biro, unit kerja lain. Penyusunan bersama ini harus dimungkinkan karena ada kemungkinan bahkan hampir selalu materi muatan suatu peraturan daerah berkaitan dengan tugas berbagai dinas, biro dan sebagainya.; 2. Konsep yang telah disusun dinas, biro, unit kerja tersebut disampaikan kepada biro hukum atau bagian hukum untuk pemeriksaan teknis seperti kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan lain, kesesuaian dengan kebijaksanaan umum pemerintahan pusat atau daerah bersangkutan dan kebakuan format sesuai dengan pedoman yang berlaku; 3. Biro hukum atau bagian hukum akan mengundang dinas, biro, unit kerja yang akan menyusun konsep dan unit-unit kerja lain untuk ikut menyempurnakan konsep tersebut. Apabila sejak penyusunan konsep, Universitas Sumatera Utara 69 unit-unit kerja lain diikutsertakan, maka pembahasan bersama akan dipermudah bahkan mungkin ditiadakan. Dengan mengikutsertakan berbagai unit dalam penysusunan konsep, maka pembahasan bersama atas konsep mungkin hanya diperlukan apabila biro hukum atau bagian hukum setelah melakukan pemeriksaan menemukan hal-hal yang memerlukan perubahan-perubahan terutama perubahan substansi atau materi; 4. Biro hukum atau bagian hukum menyusun penyempurnaankonsep final untuk diteruskan kepada kepala daerah mengadakan mengadakan pemeriksaan dibantu sekwilda; 5. Konsep rancangan peraturan daerah yang telah disetujui kepala daerah berubah menjadi rancangan peraturan daerah; 6. Rancangan peraturan daerah disampaikan kepala daerah kepada ketua dewan perwakilan rakyat daerah disertai nota pengantar untuk memperoleh persetujuan dewan

B. Prakarsa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Tata cara penyusunan rancangan peraturan daerah oleh dewan perwakilan rakyat daerah diatur dalam peraturan daerah dalam tata tertib dewan. Karena itu, ada kemungkinan perbedaan antara peraturan daerah yang satu dengan daerah yang lain. Meskipun demikian kemungkinan, kemungkinan perbedaan tersebut kecil sekali, karena peraturan daerah disusun berdasarkan PP No. 25 tahun 2004 tentang pedoman penyusunan tatib DPRD yang menggantikan surat keputusan Menteri Dalam Negeri No 4 I 25-138 tahun 1978. Tata cara penyusunan Universitas Sumatera Utara 70 rancangan peraturan daerah menuntut peraturan tata tertib dewan perwakilan rakyat daerah: 1. Usul prakarsa dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota yang tidak hanya terdiri dari satu fraksi; 2. Usul prakarsa dalam bentuk rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah.Pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah membawa rancangan peraturan daerah tersebut ke dalam sidang paripurna dewan perwakilan rakyat daerah setelah mendapat pertimbangan panitia musyawarah. Para pengusul diberi kesempatan untuk memberi penjelasan; 3. Pembahasan usul prakarsa dalam sidang-sidang dewan perwakilan rakyat daerah dilakukan oleh anggota dan kepala daerah; 4. Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan sesuai dengan tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah atas prakarsa kepala daerah

I.6 Definisi Konsep