BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia tidak pernah statis. Dimulai dari pembuahan sampai kematian selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan
psikologis. Perubahan inilah yang disebut sebagai perkembangan dalam rentang kehidupan manusia. Manusia memiliki tahapan perkembangan dengan tugas-tugas
perkembangan yang penting untuk berbagai tahapan rentang kehidupan. Salah satu tahapan dalam rentang kehidupan manusia adalah masa dewasa awal atau dewasa dini
dalam Hurlock, 1999. Masa dewasa awal atau dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri
terhadap pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu yang berada pada masa dewasa awal atau dewasa dini diharapkan memainkan peran baru, seperti
peran suamiisteri, orangtua, dan pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini.
Masa dewasa awal atau dewasa dini memiliki beberapa tugas perkembangan, salah satu diantaranya adalah memilih pasangan. dalam Hurlock, 1999.
Berdasarkan teori perkembangan psikososial Erikson dalam Papalia, Olds, Feldman, 1998, masa dewasa awal young adulthood ditandai adanya
kecenderungan intimacy versus isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan
kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif dan membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini
Universitas Sumatera Utara
timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan
adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang
lain. Genbeck dan Patherick 2006 menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam berpacaran yaitu keintiman dengan pasangan dan berbagi dengan orang lain
yang merefleksikan tugas perkembangan pada masa ini. Individu dewasa awal atau dewasa dini mencari keintiman emosional dan fisik
kepada pasangan romantis. Hubungan ini mensyaratkan keterampilan seperti kesadaran diri, empati, kemampuan mengkomunikasikan emosi, pembuatan keputusan
seksual, penyelesaian konflik dan kemampuan mempertahankan komitmen. Keterampilan tersebut sangat penting ketika individu dewasa awal atau dewasa dini
memutuskan untuk menikah, membentuk pasangan yang tidak terikat pernikahan, atau hidup seorang diri, atau memiliki atau tidak memiliki anak Lambeth Hallet dalam
Papalia, 2008. Hal ini jugalah yang terjadi pada individu biseksual. Biseksual merupakan sebuah istilah yang merupakan salah satu dari tiga
klasifikasi utama orientasi seksual manusia disamping homoseksual dan heterogenitas. Orientasi seksual dapat dilihat sebagai salah satu dari empat komponen yaitu identitas
seksual, jenis kelamin secara biologis, identitas gender, dan peran seks secara sosial Shively De Cecco dalam Fox, 2000. Suatu literatur penelitian telah
mengemukakan secara jelas berbagai macam kriteria untuk mendefinisikan orientasi seksual, termasuk di antaranya perilaku seksual, affectional attachment close
relationships, fantasi-fantasi erotis, arousal, erotic preference, dan identifikasi diri
Universitas Sumatera Utara
sebagai biseksual, heteroseksual, atau homoseksual Shively, Jones De Cecco dalam Fox, 2000.
Seksologis Jerman, Krafft-Ebing menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism, yaitu merujuk pada eksistensi dua seks biologis dalam
satu spesies atau kejadian yang merupakan kebetulan dari karakteristik pria dan wanita dalam satu tubuh Bowie dalam Storr, 1999. Namun, penggunaan dari biseksual telah
mengalami perubahan. Ellis dalam Storr, 1999 kemudian meninggalkan istilah psychosexual hermaphroditism dan memperluas makna dari biseksual sebagai hasrat
seksual untuk pria maupun wanita yang dialami oleh individu. Menurut Freud 1905, biseksual merupakan kombinasi dari maskulinitas dan feminitas sedangkan menurut
Stekel 1920 dan Klein 1978, biseksual bukanlah merupakan kombinasi dari maskulinitas dan femininitas melainkan heteroseksualitas dan homoseksualitas dalam
Storr, 1999. Masters 1992 mengatakan bahwa biseksual adalah istilah untuk orang yang
tertarik secara seksual baik itu terhadap laki-laki maupun perempuan. Biseksual juga didefinisikan sebagai orang yang memiliki ketertarikan secara psikologis, emosional
dan seksual kepada pria dan wanita Robin Hammer dalam Matlin, 2004. Selain itu, biseksual juga dapat didefinisikan sebagai orientasi seksual yang mempunyai ciri-
ciri berupa ketertarikan estetis, cinta romantis dan hasrat seksual kepada pria dan wanita. Orang-orang yang memiliki orientasi biseksual, dapat mengalami pengalaman
seksual, emosional dan ketertarikan afeksi kepada sesama jenis dan lawan jenis dalam wikipedia, 2008.
Kinsey dalam penelitian yang dilakukan di Amerika menyatakan sekitar 1 individu mengatakan bahwa diri mereka adalah biseksual yaitu 1,2 pria dan 0,7
wanita dalam Santrock, 2003. Di Indonesia sendiri belum ada data statistik yang
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan presentasi biseksual karena wacana sosial tentang biseksual masih terbatas Oetomo, 2006.
Individu gay, lesbi atau biseksual sering mengalami diskriminasi. Di masyarakat Indonesia sering didengar larangan dan ancaman dari para pemimpin
agama, yang tanpa berpikir panjang dan membaca lebih cermat teks-teks keagamaan dengan mudahnya menyatakan mereka sebagai orang berdosa. Hal ini sangat
menyakitkan bagi kaum gay, lesbi dan biseksual di Indonesia. Tidak adanya pengakuan dalam kehidupan bermasyarakat juga merupakan perilaku diskriminatif.
Media massa jarang membahas isu-isu yang penting untuk kaum gay, lesbi dan biseksual Oetomo, 2006.
Secara khusus, kaum biseksual sering mendapatkan penolakan dari komunitas heteroseksual dan homoseksual. Hal ini dikarenakan adanya prasangka seksual. Kaum
heteroseksual cenderung meyakini bahwa kaum biseksual seringkali tidak setia kepada pasangannya Peplau Spalding dalam Matlin, 2004. Bagi kaum lesbi dan gay,
mereka sering meyakini bahwa individu biseksual membingungkan dan kaum lesbi dan gay kadang-kadang memunculkan prasangka seksual untuk mencegah kaum
biseksual dari munculnya pengakuan kaum biseksual yang menyatakan mereka adalah kaum lesbi dan gay Herdt, Rust, Peplau Spalding dalam Matlin, 2004. Hal ini
sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Beby bukan nama sebenarnya: “Iya... aku pure lesbi dan dari kecil emang udah lesbi... Menurut pandangan
aku, sebenarnya aku agak-agak sebel dengan yang namanya cewek biseksual. Tapi aku masih bisa kok menghargai mereka karena orientasi seksual masing-
masing orang emang berbeda. Kenapa aku agak-agak sebel? Di mata aku, cewek biseksual itu kesannya munafik...sebenarnya mereka mau yang mana
nih? Kenapa harus dua-duanya? Terus kesannya gimana ya? Agak-agak jijik juga ya sama biseksual, tapi kalo ini tentang melakukan hubungan seks ya.
Males kali lah kalo tau mereka udah pernah ngeseks sama laki-laki... Ihhhh...gak banget deh... Jadi ya gitulah, bingung aja gitu aku sama biseks...
Aku ngeliat mereka kayak orang plin plan” komunikasi personal, Medan, 15 Februari 2009
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya, individu biseksual memiliki fluktuasi dalam ketertarikan yang romantis. Mereka merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis lebih awal
dibandingkan merasakan ketertarikan terhadap sesama jenisnya Fox Weinberg et al dalam Matlin, 2004. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ogy
bukan nama sebenarnya: “pertama kalinya tu suka ma ceweklah, nok.. kek mana ya..? kejadiannya tu
gak disengaja gitu. Awalnya ada gay yang sukak ma aku, terakhirnya aku pun jadi suka juga ma dia. Dia pun baik kali samaku, terakhir jadi timbul
perasaanlah sama dia komunikasi personal, Medan, 17 Mei 2009.
Hubungan romantis ataupun pacaran dapat berpengaruh terhadap psychological
well-being individu biseksual. Kepuasan hubungan romantisme, komitmen terhadap pasangan dan coming out ataupun self-disclosure terhadap pasangan dan orang lain
dapat menimbulkan konflik intrapersonal maupun interpersonal seperti stress, kecemasan dan ketakutan yang akan berpengaruh terhadap psychological well-being
individu biseksual tersebut dalam Savin-William Cohen, 1995. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Jhoni bukan nama sebenarnya:
“yang pasti stress lah membagi perasaan ini.. Itu dua, aku pun bingung, kalo bisa di belah, di belahlah... tapi ini gak bisa dibelah pula..” komunikasi
personal, Medan 21 Oktober 2009
Hal serupa juga dialami oleh Ogy bukan nama sebenarnya dalam pernyataan berikut: .”Iya, nok… aku pacaran ma cewek cowok. Kek mana lah ya?? Fifty-fifty gitu
dia yang ku rasakan. Di satu sisi aku ngerasa nyaman kali kalau berhubungan sama cowok, di sisi lain kek merasa takut gitulah. Takutlah kalau orang-orang
tahu aku ni biseks. komunikasi personal, Medan, 17 Mei 2009”
Psychological well-being yang selanjutnya disebut dengan PWB merujuk
pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif, misalnya ketidakpuasan hidup, kecemasan
dan sebagainya sampai ke kondisi mental positif, misalnya realisasi potensi atau aktualisasi diri Bradburn dalam Ryff Keyes,1995.
Universitas Sumatera Utara
Ryff mengajukan beberapa literatur untuk mendefinisikan kondisi mental yang berfungsi positif yaitu Rogers menyebutnya dengan istilah fully functioning person,
Maslow menyebutnya dengan konsep self-actualized person, dan Jung mengistilahkannya dengan individuasi, serta Allport menyebutnya dengan konsep
Maturity Ryff,1989. Ryff dalam Keyes,1995 juga menyatakan bahwa PWB dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasaan hidup dan tidak adanya gejala-
gejala depresi. Ryff 1989 menyebutkan bahwa PWB terdiri dari enam dimensi, yaitu
penerimaan diri self-acceptance, memiliki hubungan positif dengan orang lain positive relations with others, otonomi autonomy, penguasaan lingkungan
environmental mastery, tujuan hidup purpose in life dan pertumbuhan pribadi personal growth.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran psychological well-being pada individu biseksual yang
berpacaran.
B. Rumusan Masalah