Pada intinya psychological well-being merujuk pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari
kondisi mental negatif misalnya ketidakpuasan hidup, kecemasan dan sebagainya sampai ke kondisi mental positif, misalnya realisasi potensi atau aktualisasi diri
Bradburn dalam Ryff dan Keyes, 1995. Ryff mengajukan beberapa literatur untuk mendefinisikan kondisi mental yang berfungsi positif yaitu Rogers menyebutnya
dengan istilah fully functioning person, Maslow menyebutnya dengan konsep self- actualized person, dan Jung mengistilahkannya dengan individuasi, serta Allport
menyebutnya dengan konsep Maturity Ryff,1989. PWB dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasaan hidup dan tidak
adanya gejala-gejala depresi Ryff, 1995. Menurut Bradburn, dkk dalam Ryff, 1989 kebahagiaan hapiness merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan
tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Ryff menyebutkan bahwa PWB terdiri dari enam dimensi, yaitu penerimaan
terhadap diri sendiri, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan terhadap lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup serta pertumbuhan
dan perkembangan yang berkelanjutan Ryff Keyes, 1995. Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa psychological well-
being kesejahteraan psikologis adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasaan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi.
Kondisi tersebut dipengaruhi adanya fungsi psikologis yang positif seperti penerimaan diri, relasi sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, perkembangan
pribadi, penguasaan lingkungan dan otonomi.
2. Dimensi Psychological Well-Being
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ryff dalam Keyes, 1995, pondasi untuk diperolehnya kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif
positive psychological functioning. Komponen individu yang mempunyai fungsi psikologis yang positif yaitu:
1. Penerimaan Diri Self-Acceptance
Self-acceptance dalam PWB ini berkaitan dengan penerimaan individu pada masa kini dan masa lalunya. Selain itu juga berkaitan dengan adanya penilaian
positif atas kondisi diri sendiri. Seseorang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri adalah
mereka yang memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun buruk, dan bersikap positif terhadap kehidupan yang
dijalaninya. Sebaliknya, individu yang memiliki nilai yang rendah adalah mereka yang menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, mengalami
masalah dengan kualitas tertentu dari dirinya, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, dan ingin menjadi orang yang berbeda dari
diri sendiri. 2.
Hubungan Positif dengan Orang Lain Positive Relations with Others Komponen lain dari PWB adalah kemampuan individu untuk membina
hubungan yang hangat dengan orang lain. Individu yang matang digambarkan sebagai individu yang mampu untuk mencintai dan membina hubungan
interpersonal yang dibangun atas dasar saling percaya. Individu juga memiliki perasaan yang kuat dalam melakukan empati dan afeksi terhadap sesama manusia,
Universitas Sumatera Utara
memiliki persahabatan yang mendalam, dan mempunyai kemampuan identifikasi yang baik dengan orang lain.
Individu yang memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan orang lain. Selain itu,
individu memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, dan mempunyai hubungan yang intim, serta
memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi. Selain itu, ia memiliki kedekatan intimacy dengan orang lain dan mampu memberikan
bimbingan serta pengarahan kepada orang lain generativity. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi hubungan positif menunjukkan tingkah laku
yang tertutup dalam berhubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat, terbuka dan peduli dengan orang, merasa terasing dan frustasi dalam hubungan
interpersonalnya, serta tidak bersedia untuk melakukan kompromi agar dapat mempertahankan hubungan dengan orang lain.
3. Otonomi Autonomy
Ciri utama seseorang yang memiliki otonomi yang baik antara lain kemampuan untuk menentukan nasib sendiri, kemampuan untuk mengatur tingkah
laku, dan kemampuan untuk mandiri. Ia mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain. Selain itu, orang tersebut memiliki ketahanan
dalam menghadapi tekanan sosial, dapat mengatur tingkah laku dalam diri, serta dapat mengevaluasi diri dengan standar personal, bukan tergantung pada penilaian
orang lain terhadap dirinya. Sebaliknya, individu yang kurang memiliki otonomi akan sangat
memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang lain,
Universitas Sumatera Utara
berpegangan pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan
cara-cara tertentu. 4.
Penguasaan Lingkungan Environmental Mastery Kemampuan untuk menguasai lingkungan didefinisikan sebagai kemampuan
individu untuk memilih, menciptakan, atau mengelola lingkungan agar berjalan seiring dengan kondisi psikologis dirinya dalam rangka pengembangan diri.
Individu yang baik dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas
eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di
lingkungannya, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Sebaliknya, individu yang memiliki penguasaan
lingkungan yang kurang baik akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas
lingkungan sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan diri lingkungan sekitarnya.
5. Tujuan Hidup Purpose in Life
Kondisi mental yang sehat memungkinkan individu untuk menyadari bahwa ia memiliki tujuan tertentu dalam hidup yang ia jalani serta mampu memberikan
makna pada hidup yang ia jalani. Allport 1961 menjelaskan bahwa salah satu ciri kematangan individu adalah memiliki tujuan hidup, yakni memiliki rasa
keterarahan sense of directedness dan tujuan intentionality. Selain itu, Rogers 1961 mengemukakan bahwa fully functioning person memiliki tujuan dan cita-
Universitas Sumatera Utara
cita serta rasa keterarahan yang membuat dirinya merasa bahwa hidup ini bermakna Ryff, 1989.
Individu yang memiliki nilai tinggi dalam dimensi tujuan hidup adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti dalam hidup
masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup, serta memiliki tujuan dan sasaran hidup yang ingin dicapai dalam
hidup. Sebaliknya, individu yang kurang memiliki tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat makna yang
terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada kehidupan Ryff, 1995.
6. Pertumbuhan Pribadi Personal Growth
Individu yang matang secara psikologis tidak hanya mampu mencapai karakteristik-karakteristik pribadi dan pengalaman terdahulu., melainkan juga
mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan potensinya, tumbuh sebagai individu yang fully functioning. Untuk dapat berfungsi sepenuhnya, individu harus
memiliki keterbukaan terhadap pengalaman. Individu yang terbuka pada pengalaman akan lebih menyadari lingkungan sekitarnya dan tidak berhenti pada
pendapat-pendapat sebelumnya yang kemungkinan tidak benar. Rogers menyebutnya sebagai “keinginan untuk menjadi”. Individu yang mencapai kondisi
tersebut tidak berhenti pada suatu keadaan statis dan berhenti mengembangkan dirinya. Justru keterbukaan terhadap pengalaman, selalu menghadapi tantangan
dan tugas-tugas baru pada setiap fase kehidupannya. Individu yang matang selalu berusaha mengaktualisasikan dirinya dan menyadari potensi-potensi yang
dimiliki.
Universitas Sumatera Utara
Individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya,
memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari
potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih
efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang kurang baik akan merasa dirinya mengalami
stagnasi, tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam
mengembangkan sikap dan tingkah laku yang lebih baik Ryff, 1995.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being