keluarga dan memiliki anak untuk mengurus
Santi di masa tuanya. •
Untuk mencapai tujuannya seperti
memiliki keluarga dan memiliki anak, Santi
harus memiliki tujuan yang jelas dalam
hubungan pacarannya dan baginya tujuan
pacaran yang jelas adalah dengan laki-
laki. menyatukan
keluarganya, mendapatkan
pekerjaan yang baik dan menikah dengan
laki-laki.
• Tujuan Sena untuk
menikah dengan laki-laki membuat
pada akhirnya hubungan Sena
hanya mengarah dan memiliki tujuan
yang jelas dengan pacarnya yang laki-
laki. sendiri,
membahagiakan orangtua, menaikkan
haji orangtua.
• Tidak memiliki
tujuan yang jelas dengan hubungan
pacaran yang dijalaninya saat ini.
6. Pertumbuhan Pribadi
• belajar untuk
menghadapi masalah dengan tidak
mencampuradukkan dengan urusan yang
lain.
• ingin melanjutkan
sekolahnya namun keuangan menjadi
kendala.
• mengalami perubahan
dalam dirinya. Bentuk perubahannya lebih
kepada fisik yang sudah tidak seperti
laki-laki lagi dan juga lebih menutup diri
terhadap teman- temannya.
• tetap ingin merubah
hal-hal yang ada di dalam dirinya terutama
jati dirinya.
• aktif dalam sosialisasi
di tempat kerjanya. •
Mengalami perubahan dalam
dirinya. Sena semakin sabar, lebih
mementingkan orang lain dan dewasa.
• pernah mencoba
untuk sepenuhnya berhubungan dengan
laki-laki dan berhasil selama 2 tahun.
Namun karena di sakiti oleh pacarnya
yang laki-laki, Sena kembali
berhubungan dengan pacarnya yang
perempuan. Saat ini Sena perlahan-lahan
berubah agar berhasil menjadi
heteroseksual.
• tidak terlibat dalam
organisasi ataupun sosialisasi di
lingkungan sekitarnya karena
menurutnya tidak penting.
• Sejak berpacaran
dengan pacar laki- lakinya yang
sekarang, Rizky tidak pernah lagi
aktif sebagai remaja masjid dan kegiatan
salsanya.
• mengalami
perubahan dalam dirinya. Rizky lebih
bisa menahan emosi dan lebih bersabar.
• tetap ingin berubah
terutama dalam hal pola pikirnya.
• belajar untuk
menambah pengetahuan
agamanya yaitu dengan membaca
buku tentang ke- Islaman.
• tidak terlibat dalam
sosialisasi karena Rizky selalu
terguncang oleh masalah yang terjadi
sehingga lebih memilih untuk
sendiri berada di kamar kostnya.
Universitas Sumatera Utara
D. Pembahasan
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa responden 1 dan responden 3 tidak dapat menerima diri mereka sebagai biseksual. Berbeda dengan responden 2 yang
dapat menerima dirinya sebagai seorang biseksual. Ryff dalam Keyes, 1995 mengatakan bahwa seseorang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi penerimaan
diri adalah mereka yang memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun buruk, dan bersikap positif terhadap kehidupan yang
dijalaninya. Hal ini dapat terlihat pada responden 2, tetapi tidak terlihat pada responden 1 dan responden 3. Responden 1 dan responden 3 menganggap bahwa
biseksual itu ádalah sesuatu yang buruk sehingga diri mereka merasa malu dan menolak identitas biseksual melekat dalam diri mereka. Responden 1 dan responden 3
tidak dapat bersikap positif terhadap kehidupan yang ia jalani, sebaliknya mereka masih sering menyalahkan orang-orang yang membuat mereka menjadi biseksual.
Ditemukan juga bahwa responden 1 dan responden 3 secara garis besar memiliki dimensi hubungan positif dengan orang lain yang kurang baik jika
dibandingkan dengan responden 2. Sebelumnya dapat dilihat bahwa responden 1 dan responden 3 pun tidak memiliki penerimaan terhadap diri mereka sendiri. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa dimensi penerimaan diri berhubungan dengan dimensi hubungan positif dengan orang lain. Hal ini sejalan seperti yang dikemukakan
oleh Santrock 1999 dan Ryff 1995 yang mengatakan bahwa individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti penerimaan diri, mampu
menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping skill yang efektif cenderung terhindar dari konflik dan stress.
Ryff 1989 mengatakan bahwa sebagai sosok yang digambarkan tergantung dan sensitif terhadap perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya wanita terbiasa untuk
Universitas Sumatera Utara