Gambaran Psychological Well-Being Pada Individu Biseksual Yang Berpacaran.

Andrew, 1991, individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status menikah, dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki psychological well-being yang lebih tinggi. 4. Budaya Ryff 1995 mengatakan bahwa sistem nilai individualisme-kolektivisme memberi dampak terhadap psychological well-being yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan budaya timur yang menjunjung tinggi nilai kolektivisme, memiliki skor yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain.

D. Gambaran Psychological Well-Being Pada Individu Biseksual Yang Berpacaran.

Masa dewasa awal atau dewasa dini memiliki beberapa tugas perkembangan, salah satu diantaranya adalah memilih pasangan. dalam Hurlock, 1999. Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran. Gembeck dan Patherick 2006 menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam berpacaran yaitu keintiman dengan pasangan dan berbagi dengan orang lain yang merefleksikan tugas perkembangan pada masa ini. Hal ini jugalah yang terjadi pada individu biseksual. Biseksual merupakan sebuah istilah yang merupakan salah satu dari tiga klasifikasi utama orientasi seksual manusia disamping homoseksual dan heterogenitas. Masters 1992 mengatakan bahwa biseksual adalah istilah untuk orang yang tertarik secara seksual baik itu terhadap laki-laki maupun perempuan. Biseksual juga didefinisikan sebagai orang yang memiliki ketertarikan secara psikologis, emosional dan seksual kepada pria dan wanita Robin Hammer dalam Matlin, 2004. Selain Universitas Sumatera Utara itu, biseksual juga dapat didefinisikan sebagai orientasi seksual yang mempunyai ciri- ciri berupa ketertarikan estetis, cinta romantis dan hasrat seksual kepada pria dan wanita. Orang-orang yang memiliki orientasi biseksual, dapat mengalami pengalaman seksual, emosional dan ketertarikan afeksi kepada sesama jenis dan lawan jenis dalam wikipedia, 2008. Kinsey dalam penelitian yang dilakukan di Amerika menyatakan sekitar 1 individu mengatakan bahwa diri mereka adalah biseksual yaitu 1,2 pria dan 0,7 wanita dalam Santrock, 2003. Di Indonesia sendiri belum ada data statistik yang menunjukkan presentasi biseksual karena wacana sosial tentang biseksual masih terbatas Oetomo, 2006. Individu gay, lesbi atau biseksual sering mengalami diskriminasi. Secara khusus, kaum biseksual sering mendapatkan penolakan dari komunitas heteroseksual dan homoseksual. Pada umumnya, individu biseksual memiliki fluktuasi dalam ketertarikan yang romantis. Mereka merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis lebih awal dibandingkan merasakan ketertarikan terhadap sesama jenisnya Fox Weinberg et al dalam Matlin, 2004. Bagi individu biseksual, hubungan romantis ataupun pacaran dapat berpengaruh terhadap Psychological Well-Being mereka. Psychological Well- Being yang selanjutnya disebut dengan PWB merujuk pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif, misalnya ketidakpuasan hidup, kecemasan dan sebagainya sampai ke kondisi mental positif, misalnya realisasi potensi atau aktualisasi diri Bradburn dalam Ryff Keyes,1995. Ryff dalam Keyes,1995 juga menyatakan bahwa PWB dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasaan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi. Universitas Sumatera Utara Ryff 1989 menyebutkan bahwa PWB terdiri dari enam dimensi, yaitu penerimaan diri self-acceptance, memiliki hubungan positif dengan orang lain positive relations with others, otonomi autonomy, penguasaan lingkungan environmental mastery, tujuan hidup purpose in life dan pertumbuhan pribadi personal growth. Kepuasan hubungan romantisme, komitmen terhadap pasangan dan coming out ataupun self-disclosure dapat menimbulkan masalah atau konflik intrapersonal maupun interpersonal seperti stress, kecemasan dan ketakutan yang akan berpengaruh terhadap PWB individu biseksual yang berpacaran dalam Savin-William Cohen, 1995. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Kualitatif

Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2000 metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini juga digunakan untuk menggambarkan dan menjawab pertanyaan seputar responden penelitian beserta konteksnya. Menurut Poerwandari 2001 pendekatan kualitatif dipandang sebagai pendekatan yang lebih sesuai untuk penelitian yang tertarik dalam memahami manusia dengan segala kekompleksitasnya sebagai makhluk subjektif. Untuk itu peneliti berusaha untuk menangkap, memahami dan menaksirkan apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan oleh responden penelitian. Maka kemudian yang dianggap penting adalah pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuan responden yang ditelitinya. Hasil dari pendekatan tersebut dapat diperoleh dari bagaimana gambaran psychological-well being pada individu biseksual yang berpacaran. Padgett 1998 mengemukakan beberapa alasan mengapa menggunakan penelitian kualitatif. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penelitian kualitatif digunakan jika peneliti ingin menggali suatu topik yang masih sedikit diketahui. 2. Jika topik yang ingin diteliti memiliki tingkat kedalaman sensitivitas dan emosional. 3. Penelitian tersebut diharapkan dapat menggambarkan “pengalaman hidup” dari perspektif orang yang hidup di dalamnya dan menciptakan arti darinya. Universitas Sumatera Utara