Pengertian Gubang GUBANG DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

79 terwujud. Sehingga mereka memberikan tempat pada kesenian Gubang untuk dilakukan dalam setiap kesempatan. Aktivitas para nelayan dalam mencari nafkah bagi keluarganya, ditunjang dengan aktifitas para istri yang turut membantu dalam mengolah hasil yang didapat para nelayan, menunjukkan adanya kebersamaan, gotong royong, tanggungjawab, baik sebagai kepala keluarga maupun ibu rumah tangga. Inilah yang menjadi inti dan pesan yang ditunjukkan dalam kesenian Gubang. Berawal dari kegembiraan para nelayan yang menari dengan memukulkan dayungnya ke pinggir perahu, kesenian ini tercipta. Para nelayan mewujudkan rasa bahagian dengan menari bersama, yang kemudian rasa kegembiraan ini diteruskan pada para keluarganya, dan kemudian kesenian Gubang ditarikan oleh kaum laki-laki dan wanita. Kebersamaan, tanggung jawab, gotong royong sebagai konsep dalam kesenian Gubang, menghadirkan siapa saja untuk turut serta dalam penyajiannya, namun akhirnya kaum wanita yang menjadi penari dalam kesenian Gubang, walau pada perlombaan, ada beberapa kelompok yang menyertakana penari laki-laki dalam pertunjukannya.

3.2 Pengertian Gubang

Dalam bahasa Melayu Asahan kata perahu disebut juga dengan gebeng, yang kemudian menjadi asal kata dari kesenian Gubang yang menyatakan gebeng dan lama kelamaan berubah menjadi gubang. Kata gubang ini menunjukkan pada salah satu kesenian, terdiri dari musik, gerak, dan syair, yang merupakan pengekspresian para nelayan dalam menyatakan kegembiraan dengan menari bersama di atas perahu dan di pasir pantai, sehingga kesenian ini selalu dinyatakan Universitas Sumatera Utara 80 dengan nama tari gubang. Tari Gubang merupakan salah satu kesenian tradisional di Kabupaten Asahan, dan Tanjung Balai, yang berkembang dalam masyarakat Melayu. Kesenian ini berpatokan kepada tradisi, dan menjadi tari hiburan yang tidak diketahui siapa penciptanya. serta merupakan tari rakyat yang berasal dari kalangan nelayan suku Melayu Asahan. Menurut pemahaman masyarakat, ada beberapa versi dalam terciptanya kesenian Gubang atau Tari Gubang. Versi pertama tari Gubang diperkirakan berasal dari Sungai Paham, Kecamatan Sungai Kepayang. Menurut legendanya, di zaman Raja Margolang ada beberapa orang nelayan yang tidak dapat menjalankan perahunya, dikarenakan tidak adanya hembusan angin di tengah laut. Kemudian mereka memohon kepada Tuhan untuk didatangkan angin agar perahu yang mereka naiki dapat terus berlayar, dan mereka dapat mencari ikan. Diawalnya mereka mencoba menyanyikan lagu Aloban Condong 8 , namun nyanyian ini g tidak berhasil untuk mendatangkan angin. Kemudian mereka mengganti lagu dengan menyanyikan lagu Didong 9 8 Menurut penjelasan para narasumber, Lagu Aloban Condong berasal dari nama sebuah pohon yang dipercayai memiliki penunggu atau mereka menyebutnya dengan mambang, yang kemudian dipunja untuk mendapatkan berkah agar apa yang mereka inginkan tercapai. Pohon ini biasa terdapat di tepi pantai dengan dahannya condong ke pantai sehingga dinamakan pohon Aloban Condong. 9 Lagu Didong berasal dari syair yang disuarakan dengan pekikan yang dilakukan sekuat- kuatnya oleh nelayan bernama Buritan untuk memuja angin . Lagu Didong mereka dendangkan sebagai persembahkan dengan penuh permohonan yang dinyanyikan dengan pekikan sekuat-kuatnya. Nyanyian Didong ini akhirnya mengabulkan permohonan para nelayan, angin datang kembali berhembus dan mendorong perahu untuk maju berlayar kembali. Para nelayan berteriak gembira menyambut datangnya angin, sambil melompat-lompat menari di dalam perahu, ada juga yang meningkahi gerak lompat yang dilakukan dengan memukul-mukulkan dayungnya ke sisi perahu Universitas Sumatera Utara 81 sebagai irama gendang pengiring. Akhirnya dari kisah ini kemudian tari Gubang tercipta. Versi kedua terciptanya kesenian Gubang berasal dari 3 orang nelayan yang bernama si Timba, Haluan dan Buritan di sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja Margolang. Ketiga nelayan ini dipanggil oleh Raja, dikarenakan mereka meng- andungkan lagu yang berisi ungkapan kesedihan dari rakyat yang miskin dan sengsara. Andungan yang disertai suara bangsi dan gendang membuat putri raja yang mendengar dari cerita Mak Inang pengasuh putri raja menjadi sedih karena dia menganggap bahwa ayahnya tidak memerintah dengan baik. Putri kemudian mengunci diri di kamar, dan membuat raja mengaggap bahwa putri menderita sakit yang parah, serta meminta pengawal mencari tahu penyebab sakitanya putri. Mak Inang sebagai pengasuh putri dan yang tahu tentang permasalahannya, kemudian menceritakan tentang 3 nelayan yang menjadi penyebab sakitnya putri raja.. Raja sangat marah dan memerintahkan 3 orang nelayan tersebut datang keistana, kemudian meminta untuk mengobati sakitnya putri. Ketiga orang nelayan ini menyatakan tidak bisa mengobati, yang mereka lakukan hanya meng- andungkan, kemudian para nelayan meng-andung lagu dan suara andungan ini di dengar oleh putri raja. Putri Raja keluar dari kamar dan marah kepada ayahnya karena raja tidak memerintah dengan baik karena banyak rakyatnya yang hidup sengsara. Raja kemudian meminta maaf pada putrinya karena sebenarnya tidak tahu keadaan sebenarnya dari rakyatnya. Raja kemudian memberikan sirih dengan melemparkannya kepada 3 nelayan karena sudah memberitahu tentang keadaan rakyat. Secepatnya nelayan tersebut menangkap sirih dan langsung memakannya, kemudian ketiga nelayan tersebut menyembah raja dan meletakkan sirih yang dikunyahnya di kedua telapak tangannya sambil menari-nari di hadapan raja, Universitas Sumatera Utara 82 sampai-sampai air sirih dikedua telapak tangan mereka menitik di atas lantai yang bersih di dalam istana. Melihat kelakuan mereka, raja menjadi murka dan bertanya apa maksud dari perbuatannya. Ketiga nelayan kemudian menyatakan bahwa hal itu menunjukkan bakti mereka. Air sirih ibarat warna darah mereka yang rela berkorban sampai titik darah terakhir, serta senantiasa taat dan setia terhadap segala titah Raja. Mendengar maksud dari perbuatannya, raja kemudian menghadiahkan mereka dengan pundi-pundi uang. Kemudian para nelayan pulang dengan menggunakan gebeng atau perahu dengan rasa suka cita dan penuh kegembiraan, di perjalanan mereka menari dengan riang gembira sambil melepaskan lelah, yang akhirnya kegembiraan ini yang menjadikan terciptanya kesenian Gubang. Dari kedua versi di atas tentang penciptaan kesenian Gubang, versi pertama yang sering di ceritakan. Namun kalau menilik dari asal mula kata Gubang yang berasal dari kata gebeng berarti perahu, dimana para nelayan memukulkan dayungnya ke dinding perahu, maka dapat disimpulkan bahwa kedua cerita ini memiliki kesamaan, yaitu cerita tentan kegembiraan dengan memukulkan dayung ke perahu yang menimbulkan irama sebagai pengiring dalam gerakan kegembiraan yang dilakukan para nelayan.

3.3 Pandangan Masyarakat Melayu Terhadap Kesenian Gubang