112
Sopan dalam kesenian ini, berarti semua tingkah laku yang ada, berlandaskan pada norma yang berlaku dikehidupan mereka, yang kesemuanya
tertuang dalam Gubang. Gerak yang tidak menyalahi aturan dan norma adat, busana yang tidak menonjolkan bentuk tubuh dan juga memudahkan dalam bergerak,
menjadi kesopanan yang harus dijaga. Santun dalam gubang berarti, segala ucapan yang tertuang dalam syair
diucapkan dengan kata-kata yang tidak menyakitkan atau menghina orang lain. Ungkapan perasaan yang muncul adalah kegembiraan yang memiliki kesopanan
melalui pernyataan-pernyataan yang menghargai, permohonan, yang menunjukkan keikhlasan dari masyarakat terhadap tamu maupun para penonton. Santun juga
dilakukan dalam bersikap ketika para pemusik mengawali penyajian gubang dengan memberi penghormatan pada tetamu, sebelum memulai pertunjukan.
Dari pertunjukan gubang, kita dapat belajar adat, norma, sopan santun dan memahami bagaimana kehidupan masyarakat Melayu Tanjung Balai. Akhirnya bila
segala aktivita penyajian ini dilakukan dengan penghayatan estetis yang baik, maka segala keinginan yang diharapkan tentunya dapat dikabulkan dan pertunjukan dapat
dilakukan dengan maksimal.
5.5 Perkembangan Kesenian Gubang
Pertunjukan Gubang dari waktu ke waktu mengalami perubahan, yang dilihat dari pola penggarapan, jumlah penari, tujuan pertunjukan, dan musik
iringan. Perubahan ini disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan dari masyarakatnya dalam menyertakan gubang sebagai salah satu materi
pertunjukan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penciptaan gubang didasari dari kebahagiaan kaum nelayan mendapatkan doanya terkabulkan. Ungkapan para
Universitas Sumatera Utara
113
nelayan dituangkan dengan melompat-lompat di atas perahu serta memukulkan dayungnya didinding perahu sebagai gendang pengiring, menjadi tahapan awal dari
penyajian kesenian gubang. Bentuk-bentuk gerak yang dilakukan hanya impropisai yang dilakukan para nelayan, yang dilakukan secara berulang. Ekspresi
kegembiraanlah yang menjadi isi dari kesenian ini sebagai ekspresi utama bagi pemusik dan penari dalam penyajiannya.
Ungkapan kegembiraan yang dituangkan dalam bentuk kesenian gubang ternyata disenagi para nelayan. Setiap mereka pulang dari laut, mereka tidal lupa
menyatakan kegembiraan hatinya dengan menarikan tari ini secara bersama di perahu dan di pasir pantai, baik oleh para lelaki maupun perempuan. Kesenian yang
dilakukan secara spontan ini lama kelamaan menjadi kesenian yang selalu disajikan dan tersebar luas, yang akhirnya diketahui oleh kalangan istana
. Tersebarnya kesenian gubang sampai ke istana merupakan tahapan ke-dua
dari perkembangan Gubang. Sultan Asahan yang bernama Sultan Muhammad Husinsyah memerintah dari tahun 1888-1915 dan menjadi sultan ke 10 sangat
tertarik dengan hadirnya sebuah kesenian yang sangata menarik. Beliau kemudian meminta pada pengawalnya untuk membawa dan mempertunjukkan kesenian
gubang keistana. Melihat pertunjukan tersebut, Sultan meminta pada pemusik dan penari istana untuk menata ulang kesenian gubang sesuai dengan tata cara adab
kesopanan dalam istana. Bentuk kesenian ini kemudian berubah dengan penataan yang lebih terpola
dan menghilangkan spontanitas seperti yang ada pada gubang sebelumnya. Sultan merubah kesenian ini menjadi seni yang ditujukan sebagai persembahan bagi para
tetamu kerajaan yang datang berkunjung. Kesenian Gubang yang ditata di istana lebih terstruktur dari awal hingga akhir, dengan memasukkan nyanyian didong
Universitas Sumatera Utara
114
sebagai awal dari pertunjukan, yang kemudian dilanjutkan permainan tawak-tawak, bansi yang juga dapat diganti dengan biola, dan gendang yang berjumlah
minimal 2 buah dan maksimal 5 buah dengan ukuran yang berbeda, serta diirngi dengan vokal. Selain sebagai persembahan, kesenian ini juga ditujukan sebagai
hiburan, yang bentuk penyajiannya sama dengan persembahan. Perubahan pertunjukan kesenian gubang ini diperkirakan terjadi sekitar
tahun 1906, hingga tahun 1946 pada masa pemerintahan Sultan Syuaiban setalah penghapusan wewenang kesultanan dengan berdirinya Negara kesatuan Republik
Indonesia.. Pembinaan yang dilakukan oleh para Sultan menjadikan kesenian Gubang
kemudian hari dinamai sebagai tari gubang Pestajamuan, selain pembinaan pada kesenian gubang juga ada pembinaan pada seni tetaer dikalangan
istana Asahan. Pada masa ini kesultanan mendirikan club sandiwara bangsawan, bernama Keris Opera singkatan Kotapraja Indra Sakti bangsawan, sebagai
apresiasi kepada para seniman serta memajukan kesenian di Asahan, selain music dan tarian. Di masa ini juga banyak bermunculan seniman-seniman yang menguasai
seni sesuai bidang yang digeluti tak terkeculai dalam kesenian Gubang, dan seniman tari Gubang yang pada masa itu adalah Judji asal Tanjung Balai dan H
Mustapa asal Selat lancing Tanjung Balai serta penyanyi Bayak Nandong asal Tanjung Balai
12
Kejayaan kesenian di masa adanya kerajaan, tidak berlanjut dengan kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia. Pada masa penjajahan Jepang kesenian
Gubang hampir tidak pernah dipertunjukan, rakyat lebih banyak dijadikan sebagai tentara dan menjadi pekerja yang dikenal dengan pekerja rodi. Dimana-mana rakyat
.
12
Berdasarkan informasi dari beberapa narasumber dan lihat juga deskripsi kesenian Gubang.
Universitas Sumatera Utara
115
tidak boleh memainkan kesenian tradisi mereka, rakyat dipaksa untuk mematuhi perintah Jepang. Selain itu para seniman juga tidak berani untuk mempertunjukkan
kesenian gubang karena takut dituduh berjiwa feudal. Akhirnya lama kelamaan kesenian ini dapat dikatakan hilang. Pihak istana juga jarang mempertunjukkan
kesenian gubang, dengan berbagai alasan, walau sesungguhnya keinginan untuk mempertunjukkan dan menghidupkan kembali kesenian Gubang begitu besar.
Masa ini tidak berlangsung lama, pada masa pemerintahan Orde Lama kesenian gubang mulai dihidupkan kembali. Lembaga-lembaga kebudayaan yang
bernanung di bawah partai politik mencoba mengangkat kembali dengan berbagai upaya dan alasan, untuk menghidupkan kesenian gubang yang sudah menjadi milik
mereka. Alasan ingin melestarikan kesenian tradisi menjadi alasan yang paling tepat, yang sesungguhnya adalah alasan politik. Hal ini dapat dilihat dari lirik
nyanyian iringan tarinya yang dipolitisir, disesuaikan dengan keinginan partai dalam memberi semangat pada pengikutnya. Setiap kegiatan partai, mereka selalu
menyajikan kesenian gubang sebagai materi acara terutama untuk yang dipertunjukan sebagai hiburan. Partai yang selalu mennyertakan kesenian gubang
adalah partai Komunis dengan lembaga Lekranya Lembaga Kesenian rakyat. Lekra menjadi lembaga yang turut andil besar dalam menghidupkan dan
mengembangkan kesenian Gubang. Dipertunjukkannya kembali kesenian Gubang yang berakhir pada tahun
1965 setelah G 30 S PKI, menjadi masa ke-tiga dalam perkembangan Kesenian Gubang. Bentuk pertunjukan gubang pada masa Orde lama masih berpijak pada
susunan Gubang yang lama, dengan tetap mempertahankan pola penyajian musik yang tidak berubah sama sekali, berbeda dalam penyajian tarinya. Susunan dalam
tari menyesuaikan dengan tema dari pertunjukan.
Universitas Sumatera Utara
116
Masa orde baru menjadi masa ke-empat dalam perkembangan Kesenian gubang. Pada masa ini, gubang diperkenalkan kembali, dan tidak menjadi tujuan
dalam berpolitik. Masyarakat dan pemerintah menganggap bahwa Kesenian Gubang sebagai asset kesenian tradisional Asahan, yang patut untuk dilestarikan
dan dikembangkan. Sehingga Fungsi hiburan beralih menjadi seni pertunjukan yang menjadi tujuan dalam penyajiannya. Namun pertunjukannya tetap ditujukan untuk
dapat menghibur masyarakat, yang lama kelamaan akhirnya menjadi icon bagi Kota Tanjung Balai. Dengan berbagai penataan baik dari sisi tarian, busana, penari,
maupun musik iringan, kesenian gubang muncul berkembang dan menyemangati masyarakat Tanjung Balai untuk menyadari kekayaan budaya yang dimilikinya.
Hadirnya kembali kesenian Gubang disambut baik oleh masyarakat Kota Tanjung Balai. Bersama-sama antara masyarakat dengan dukungan pemerintah
menggalakkan kembali pertunjukan kesenian Gubang, dengan menyertakannya dalam berbagai kegiatan, bahkan kesenian Gubang dijadikan sebagai pertunjukan
masal dengan ditarikan oleh ratusan penari dalam upacara penerimaan Prasamnya Nugraha untuk Kabupaten Asahan pada tahun 70-an
, dan pergelaran pembukaan
Medan fair pekan Raya Sumatera Utara di Kota Medan. Kesenian Gubang ini juga dipertunjukan pada tingkat basional yang dipentaskan dalam kegiatan Festival
Tari Rakyat pada tahun 1984 di jakarta, dan pada acara malam Kesenian Sumatera Utara di Anjungan Sumatera Utara, Taman Mini Indonesia Indah TMII pada
Tahun 2000 –an. Selain yang dipertunjukkan dalam berbagai acara, kesenian gubang juga
diajarkan di sanggar-sanggar dan sekolah sebagai pelestarian dan pewarisan budaya tradisi yang kemudian pengembangannya dilakukan melalui lomba Kesenian
Gubang. Dari lomba ini, kemudian memunculkan kreatifitas bentuk penyajian
Universitas Sumatera Utara
117
Gubang dengan tetap mempertahankan struktur dari garapan awalnya. Namun yang cukup menarik dari penggarapan baru hasil ktreatifitas seniman, untuk music
iringan tetap mempertahankan struktur yang sudah ada, hanya perobahan pada alat music yang dimainkan, seperti penggantian alat music Bansi dengan biola atau
accordion, namun tetap dalam pormasi musik yang sudah ada.
Universitas Sumatera Utara
118
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Setelah penulis mendeskripsikan secara rinci dari bab I sampai bab V, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: seperti yang dikemukakan dalam pokok
permasalahan bahwa penelitian mendeskripsikan struktur dan fungsi seni Gubang pada masyarakat melayu Tanjungbalai sebagai bentuk kesenian yang menggunakan
alat musik tradisional Melayu yang merupakan kebudayaan masyarakat Melayu pada umumnya dan khususnya masyarakat di kota Tanjung Balai. Kesimpulan ini juga
menjadi hasil penelitian yang penulis lakukan dalam mengkaji kesenian Gubang dalam kebudayaan masyarakat kota Tanjung Balai.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Struktur musik Gubang yang terdiri motif melodi Bangsi yang menpunytai
warna suara seperti suling atau aerofon, Biola sebagai melodi kedua yang hampir sama dengan melodi Bangsi, yang ketiga Gendang melayu sebagai pembawa ritem
dalam musik gubang, Tawak-tawak sebagai pengatur tempo dalam musik Gubang dan sebagai pengatur tempo untuk mengiringi penari Gubang. Kesenian Gubang
sebagai asset kesenian tradisional Asahan, yang patut untuk dilestarikan dan dikembangkan. Sehingga Fungsi hiburan beralih menjadi seni pertunjukan yang
menjadi tujuan dalam penyajiannya. Namun pertunjukannya tetap ditujukan untuk dapat menghibur masyarakat, yang lama kelamaan akhirnya menjadi icon bagi Kota
Universitas Sumatera Utara