82
sampai-sampai air sirih dikedua telapak tangan mereka menitik di atas lantai yang bersih di dalam istana. Melihat kelakuan mereka, raja menjadi murka dan bertanya
apa maksud dari perbuatannya. Ketiga nelayan kemudian menyatakan bahwa hal itu menunjukkan bakti mereka. Air sirih ibarat warna darah mereka yang rela
berkorban sampai titik darah terakhir, serta senantiasa taat dan setia terhadap segala titah Raja. Mendengar maksud dari perbuatannya, raja kemudian menghadiahkan
mereka dengan pundi-pundi uang. Kemudian para nelayan pulang dengan menggunakan gebeng atau perahu dengan rasa suka cita dan penuh kegembiraan, di
perjalanan mereka menari dengan riang gembira sambil melepaskan lelah, yang akhirnya kegembiraan ini yang menjadikan terciptanya kesenian Gubang.
Dari kedua versi di atas tentang penciptaan kesenian Gubang, versi pertama yang sering di ceritakan. Namun kalau menilik dari asal mula kata Gubang yang
berasal dari kata gebeng berarti perahu, dimana para nelayan memukulkan dayungnya ke dinding perahu, maka dapat disimpulkan bahwa kedua cerita ini
memiliki kesamaan, yaitu cerita tentan kegembiraan dengan memukulkan dayung ke perahu yang menimbulkan irama sebagai pengiring dalam gerakan kegembiraan
yang dilakukan para nelayan.
3.3 Pandangan Masyarakat Melayu Terhadap Kesenian Gubang
Kesenian Gubang diciptakan sebagai hiburan yang dipertunjukkan tidak hanya pada kegiatan hiburan saja, namun kesenian gubang juga dilakukan pada
upacara-upacara adat seperti: upacara perkawinan, kelahiran anak, ataupun dalam upacara pengobatan upacara syiar mambang
. Menurut masyarakat kota Tanjung
Balai Asahan, Gubang dapat menjadi sarana interaksi hubungan antara sesama manusia, karena mereka merasakan di dalam kesenian Gubang terdapat identitas
Universitas Sumatera Utara
83
etnis, nilai-nilai budaya, lingkungan alam dan sosial yang mereka ikuti selama ini. Sifat-sifat yang ada dalam budaya Melayu nampak begitu jelas dalam
penyajiannya, kebersamaan, gotong royong, saling menghargai menjadi dasar utama dalam tarian ini, yang menjadi kekuatan bagi mereka.
Kesenian Gubang juga, dapat menjadi sarana bagi suku Melayu dalam memperkenalkan diri dalam
balutan budaya Islam. melalui gerak, syair, musik tertuang ajaran Islam yang penuh dengan norma dan sopan santun.
Kegembiraan yang menjadi dasar dalam penciptaan kesenian Gubang, tidak menjadi halangan dalam penggunaannya di berbagai kegiatan. Gubang menjadi
media bagi masyarakat untuk menunjukkan ekspresi sukunya, bahwa kesenian ini merupakan kesenian rakyat yang mengungkapkan rasa syukur dengan apa yang
suidah didapatkan, sehingga penyajiannya dapat dilakukan tidak hanya pada kegiatan hiburan saja.
Pada perkembangan gubang selanjutnya, masyarakat menganggap, bahwa penyajiannya sudah banyak mengalami perubahan, sehingga bentuk-bentuk asli
dari kesenian Gubang ini sudah tidak begitu jelas, dikarenakan perubahan pada pelaksanaan menyesuaikan dengan tujuan dari penyajiannya. Sehingga akan
ditemukan kesenian Gubang yang berbeda dari gerak pada setiap kelompok, namun pada musik pengiring masih tetap menggunakan struktur yang sudah ada.
Perubahan ini tidak menjadi permasalahan bagi mereka, dikarenakan kesenian gubang tidak menyalahi dari norma adat dan ajaran agama yang dianut.
Universitas Sumatera Utara
84
3.4 Etika Penggunaan dan Penyajian Gubang