65
Topografi daerah ini terdiri dari Asahan Bawah berupa dataran rendah dengan ketinggian dari permukaan laut 0-25 meter. Asahan Tengah berbukit-bukit dengan
ketinggian 25-50 meter dari permukaan laut. Asahan Atas yang berbatas dengan Kabupaten Simalungun dan Tapanuli Utara, yang merupakan dataran tinggi. Kota
Tanjung Balai sendiri dialiri dengan sungai Asahan dan Sungai Silau serta beberapa sungai yang kecil-kecil. Keadaan topografi datar, berawa-rawa dan sekeliling kota
terdapat persawahan pasang surut sumber data statistik kota Tanjung Balai 2010.
2.4 Masyarakat Kota Tanjung Balai
Berdasarkan cerita rakyat dan kepercayaan masyarakat setempat, penjelasan tentang masyarakat Tanjung Balai juga membicarakan tentang masyarakat Asahan.
Daerah Asahan dahulu didiami oleh “orang Hulu”
7
Berdasarkan sejarah yang diungkapkan dalam buku “Hari Jadi Kota Medan”, tulisan dari Arifin. Masayarakat Tanjung Balai dari awal terdiri dari 4
dibawah dipimpin seorang Raja Putri yang bernama raga Simargolang. Kerajaan ini Asahan ini berkedudukan di
Huta Bayu atau Pulu raja sekarang Pulau Rakyat. Raja Simargolang memerintah dengan sangat bijaksana dan disukai oleh rakyatnya. Dengan berjalannya waktu,
kemudian wilayah Asahan dipimpin oleh Kesultanan Asahan I yaitu Sultan Abdul jalil, seorang putra dari Sultan Aceh Iskandar Muda,. Pada masa pemerintahan
Sultan Abdul Jalil, pusat pemerintahan dipindah dari Sei Asahan ke Tanjung Balai, yang mengakibatkan berpindahnya penduduk dari Hulu Sei Asahan ke Tanjung
Balai sebagai ibukota Kesultanan.
7
Tentang “Orang Hulu” dikatakan berasal dari etnis Batak yang masih menganut kepercayaan AnimismeDinamisme. Namun penjelasan tentang hal ini masih perlu penelitian lebih
lanjut, penulis belum mendapatkan sumber lain yang dapat mengungkap tentang “Orang Hulu” ini.
Universitas Sumatera Utara
66
etnis yaitu: Siti Ungu dari keturunan Minang Kabau Pagaruyung, Abdul jalil dari Aceh, Bayak Linggakaro-karo Karo dan Simargolang dari Batak. Keempat suku
inilah yang kemudian melahirkan etnissuku Melayu sebagai suku setempat Kota Tanjung Balai sampai sekarang. Selain dari keempat suku ini, suku Melayu di
Tanjung Balai juga berasal dari suku-suku pendatang dari hasil perkawinan dengan penduduk setempat, maupun berdasarkan keinginan dari etnis pendatang untuk
menjadi etnius Melayu.. Saat ini perkembangan penduduk di Tanjung Balai sangat cepat dan jumlah suku yang ada juga sangat beragam dengan segala macam adat
budayanya, yang menyatu dengan budaya setempat, yang menjadikan keberagaman dari segala adat dan budayanya.
Tabel 2.1: Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa NO
ETNIK JUMLAH
1. Jawa
17,06 2.
Melayu 15,29
3. China
9,33 4.
Madina 8,39
5. Minang
3,58 6.
Batak Simalungun, Toba, Pakpak 42,56
7. Aceh
1,11 8.
Nias 0,15
9. Karo
0,73 10.
Lainnya 1,68
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Tanjung Balai Thn 2010
Dilihat dari tabel di atas, masyarakat Kota Tanjung Balai terdiri dari beragam suku pribumi yang ada di Sumatera Utara, ditambah dengan suku pendatang, yang
berbaur dengan suku setempat yang bersuku Melayu. Dominan suku yang paling banyak adalah dihuni oleh suku Jawa, kemudian suku Melayu diikuti suku China,
Tapanuli Selatan, Minang, Aceh, Toba, Karo, Nias, sementara suku Batak Simalungun, Toba, Pak-pak menjadi satu dengan jumlah 42,56, suku lainnya
Universitas Sumatera Utara
67
berjumlah 1,68. Kesemua suku-suku yang ada ini berinteraksi secara baik, dengan saling menghargai adat-istiadat yang dimiliki oleh masing-masing suku, dan
menghormati perbedaan yang ada. Mereka hidup secara berdampingan, rukun, dan saling membantu diantara yang membutuhkan. Interaksi yang demikian ini bisa
dilihat, setelah mereka berada bersama masyarakat setempat yang bersuku Melayu, dimana perlahan-lahan banyak suku di luar Melayu yang mengikuti adat budaya
Melayu, terutama bagi mereka yang memeluk agama Islam. Hal ini juga dimungkinkan karena suku Melayu bukan hanya berdasarkan keturunan, tetapi ada
juga yang berdasarkan dengan keakuan dari masyarakat sendiri yang menginginkan menjadi Melayu dengan ciri-ciri, berbahasa Melayu, beragama Islam dan mengikuti
adat budaya Melayu. Hal ini bisa dipahami apabila kita melihat peta di bawah ini yang menunjukkan kota Tanjung Balai berada dipesisir pantai, dimana umumnya
masyarakat bersuku Melayu, sehingga masyarakat pendatang dengan keikhlasannya menjadikan dirinya sebagai suku Melayu.
Dalam menjalankan kehidupan, masyarakat pendatang juga mengikuti adat budaya Melayu dikarenakan begitu kuatnya adat dan resam Melayu dalam
kehidupan masyarakat di Tanjung Balai. Mereka dalam melaksanakan atau melakukan acara-acara adatnya, memasukkan unsur adat budaya Melayu dalam
pelaksanaan kegiatan mereka. Penyertaan tepung tawar, balai, tepak sirih, dalam kebiasaan adat Melayu yang digunakan dalam acara pinang meminang, upacara
perkawinan, penabalan anak aqiqah, juga digunakan dalam acara adat suku lain, yang menunjukkan kebersamaan, dan keikutseretaan mereka sebagai suku
pendantang, dengan menjadikannya sebagai adat mereka juga. Selain ketiga unsur Melayu ini, dalam setiap acara adat, masyarakat menambahkannya dengan kesenian
seperti penyertaan kesenian tari, musik yang digunakan sebagai hiburan, dengan
Universitas Sumatera Utara
68
kesenian Melayu sebagai materi utama dalam hal ini tari persembahan dengan musik makan siring sebagai pengiring tarian. Selain itu ada juga qasidah, bordah,
hadrah, yang sangat kental dengan unsur-unsur islam.
2.5 Sistem Kekerabatan