57
masyarakatnya. pengabdian adalah pada Allah, manusia dan lingkungan, untuk kebahagiaan diri sekarang dan nanti.
Selanjutnya menurut Husni 1975:100, sebutan bagi orang Melayu Sumatera Timur, adalah turunan campuran antara orang Melayu yang datang dari
Johor, Malaka, Riau dan sukubangsa yang datang dari Aceh, Karo, Mandailing, Jawa, Bugis, Minang dan lainnya seperti Arab, India yang merasa dan
mengamalkan adat resam Melayu serta beragama Islam. kelompok-kelompok etnik ini memakai bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dalam pergaulan antara
sesamanya dan dengan orang daerah lain. Demikian juga dengan masyarakat kota Tanjung Balai yang penduduknya mayoritas memeluk agama Islam menyebut
dirinya dengan suku Melayu atau biasa disebut dengan suku Melayu Asahan.
2.2 Struktur Masyarakat Melayu
Masyarakat Melayu menjalani kehidupan tidak terlepas dengan system dalam struktur masyarakat berkaitan dengan adat dan kebiaaan yang sudah berjalan
secara turun temurun. Struktur kehidupan masyarakat Melayu pada umumnya, di bagi dalam dua golongan, yaitu golongan bangsawan dan golongan rakyat atau
orang kebanyakan. Golongan bangsawan sudah ada sejak adanya kerajaan yang kemudian membedakan antara golongan bangsawan dengan golongan rakyat atau
kebanyakan. Kita dapat melihat melihat status seseorang apakah dari golongan bangsawan atau dari rakyat dari gelar yang ada di depan namanya. Masing-masing
urutan gelar diberikan berdasarkan martabat dan kedudukannya dalam masyarakat seperti Tengku, Raja, Wan, Datuk,Jaya, Orang Kaya, EncekTuan. Gelar Tengku
yang berhak memakainya adalah dari turunan Sultan dan kerabatnya, dan turunan yang datu-nininya dulu mempunyai daerah otonom sendiri serta biasa dipanggil
Universitas Sumatera Utara
58
dengan sebutan tuanku. Pengertian Tengku sendiri dapat diartikan dengan berbagai arti seperti pemimpin atau guru, baik dalam akhlak, agama serta adat. Sementara
dalam konteks kebangsawanan seseorang dapat memakai gelar Tengku apabila ayah dan ibunya bergelar Tengku, atau ayahnya bergelar Tengku dan ibunya tidak
Tengku, jadi gelar Tengku diwariskan berdasarkan hubungan darah, atau keturunan. Gelar raja yang diberikan untuk melihat status seseorang adalah sebuah
gelar dalam pengertian golongan bangsawan, dalam hal ini gelar raja bukan dalam pengertian sebagai kedudukan dalam pemerintahan untuk memimpin sebuah
kerajaan. Raja adalah gelar yang dibawa oleh bangsawan Indragiri siak ataupun anak bangsawan dari daerah Labuhan Batu, Bilah, Panai, Kualuh dan Kota Pinang.
Pengertian Raja di daerah Melayu tersebut adalah sebagai gelar yang diturunkan secara hubungan darah, bukan seperti yang diberikan oleh colonial Belanda. Oleh
pihak Belanda gelar raja tersebut diberikan baik kepada mereka yang mempunyai wilayah pemerintahan hukum yang luas ataupun hanya mengepalai sebuah
kampung kecil saja, yang sebenarnya hanya kepala atau ketua saja. Menurut keterangan sultan Deli, Tengku Amaludidin II, yang termaktub dalam suratnya
yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Timur tahun 1933, bahwa kalau seorang perempuan dengan gekar Tengku menikah dengan seorang bergelar Raden dari
Tanah Jawa atau seorang yang bergelar Sutan dari Pagaruyung Sumatera Barat, maka gelar Raja, berhak dipakai bagi keturuna atau anak-anak yang lahir dari
pernikahan tersebut. Selanjutnya gelar wan didapat jika seorang perempuan Melayu bergelar
Tengku kawin dengan seorang yang bulan Tengku atau dengan orang kebanyakan, maka anak-anaknya berhak mekakai gelar wan. Begitu juga dengan anak-anak laki-
laki keturunan mereka seterusnya berhak memakai gelar ini. Sedangkan untuk anak
Universitas Sumatera Utara
59
wanita tergantung dengan siapa dia menikah, jika martabat suaminya lebih rendah dari wan, maka gelar ini akan hilang dan tidak berhak dipakai anaknya dan
keturunannya, karena keturunannya akan mengikuti gelar suaminya. Gelar kebangsawanan datuk awalnya dari kesultanan aceh baik langsung
maupun melalui perantara Sultan Aceh di Deli. Gelar ini diberikan kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan daerah pemerintahan otonomi yang dibatasi
oleh dua aliran sungai. Batas-batas ini disebut dengan kedatuan atau kejeruan. Anak laki-laki turunan dari datuk berhak atas gelar datuk pula, sedangkan untuk
anak datuk yang perempuan berhak mendapat gelar aja. Sultan atau raja dapat memberikan gelar datuk kepada seseorang yang dianggap berjasa untuk
kerajaannya. Adapaun encik atau tuan merupakan panggilan kehormatan untuk masyarakat biasa.
2.3 Sejarah Kota Tanjung Balai