Berdasarkan Tabel 18 menunjukkan tingkat kesukaan terhadap warna roti tawar didapatkan nilai rata-rata adalah berkisar 3,50 – 6,60 tidak suka – suka. Perlakuan
substitusi tepung bekatul 20 dan penambahan gliserol monostearat 3 yaitu 6,60 menghasilkan warna roti tawar dengan tingkat kesukaan tertinggi dan perlakuan
substitusi tepung bekatul 30 dan penambahan gliserol monostearat 5 yaitu 3,50 menghasilkan warna roti tawar dengan tingkat kesukaan terendah.
Roti tawar yang dihasilkan berwarna sangat coklat muda hingga sangat coklat tua. Warna roti tawar tersebut berasal dari bahan baku yang digunakan yaitu tepung bekatul
dan tepung terigu. Warna roti tawar yang disukai oleh panelis yaitu berwarna coklat muda pada bagian dalam dan berwarna kecoklatan pada bagian luar, sedangkan warna
yang tidak disukai oleh panelis yaitu warna kulit luar roti tawar coklat kehitaman dan warna coklat tua pada bagian dalam roti tawar. Peningkatan substitusi tepung bekatul
menyebabkan penurunan tingkat penerimaan panelis terhadap warna roti tawar. Pewarnaan pada roti ini terjadi karena reaksi Maillard terutama pada bagian kulit
roti tawar. Pemanasan menyebabkan sisi aktif beberapa asam amino dalam protein tepung dan terjadi reaksi dengan gula reduksi yang akan berakhir dengan terbentuknya
melanoidin yang berwarna coklat Mudjisihono dkk, 1993. Sedangkan penambahan gliserol monostearat tidak mempengaruhi warna roti tawar yang dihasilkan dikarenakan
gliserol monostearat merupakan produk cair dan tidak berwarna bening.
2. Uji Kesukaan Aroma
Aroma merupakan parameter fisik pangan yang sangat penting. Penilaian konsumen terhadap produk pangan juga ditentukan oleh aroma. Berdasarkan analisis
ragam Lampiran 9, menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat berbeda nyata terhadap aroma roti tawar bekatul. Nilai
rata-rata uji organoleptik aroma roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Nilai rata-rata uji organoleptik aroma roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat
Perlakuan Substitusi Tepung Bekatul
Gliserol Monostearat
Rata-Rata Aroma
Total Rangking
10
20
30 3
4 5
3 4
5 3
4 5
5,45 5,40
5,15 5,60
4,15 3,65
3,60 3,50
2,90 109
108 103
112
83 73
72 70
58
Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan tingkat kesukaan terhadap aroma roti tawar didapatkan nilai rata-rata adalah berkisar 2,90 – 5,60 agak tidak suka – agak suka.
Perlakuan substitusi tepung bekatul 20 dan penambahan gliserol monostearat 3 yaitu 5,60 menghasilkan aroma roti tawar dengan tingkat kesukaan tertinggi dan perlakuan
substitusi tepung bekatul 30 dan penambahan gliserol monostearat 5 yaitu 2,90 menghasilkan aroma roti tawar dengan tingkat kesukaan terendah.
Secara umum terlihat bahwa penambahan tepung bekatul menurunkan penerimaan aroma roti tawar yang dihasilkan. Menurut Luh 1980, bekatul dalam keadaan normal
mempunyai aroma khas yang ditimbulkan oleh kandungan komponen volatil alkohol dan karbonil. Sehingga dengan kadar cukup tinggi dalam produk roti tawar dapat
mempengaruhi penenrimaan panelis. Adapun variasi penembahan gliserol monostearat tidak mempengarihi aroma roti tawar.
3. Uji Kesukaan Rasa
Rasa dapat dipakai sebagai indikator kesegaran dan penyimpangan bahan pangan. Berdasarkan analisis ragam Lampiran 9, menunjukkan bahwa perlakuan substitusi
tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat berbeda nyata terhadap rasa roti tawar bekatul. Nilai rata-rata uji organoleptik rasa roti tawar dari perlakuan substitusi
tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai rata-rata uji organoleptik rasa roti tawar dari perlakuan substitusi tepung
bekatul dan penambahan gliserol monostearat Perlakuan
Substitusi Tepung Bekatul Gliserol
Monostearat Rata-Rata
Rasa Total
Rangking 10
20
30 3
4 5
3 4
5 3
4 5
5,50 5,95
4,90 5,85
4,30 3,25
2,85 2,55
2,45 110
119 98
117 86
65 57
51 49
Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan tingkat kesukaan terhadap rasa roti tawar didapatkan nilai rata-rata adalah berkisar 2,45 – 5,95 agak tidak suka – agak suka.
Perlakuan substitusi tepung bekatul 10 dan penambahan gliserol monostearat 4 yaitu 5,95 menghasilkan rasa roti tawar dengan tingkat kesukaan tertinggi dan perlakuan
substitusi tepung bekatul 30 dan penambahan gliserol monostearat 5 yaitu 2,45 menghasilkan rasa roti tawar dengan tingkat kesukaan terendah.
Substitusi tepung bekatul 10 memberikan rasa yang paling disukai panelis dibandingkan substitusi tepung bekatul 30. Tingkat kesukaan terhadap roti tawar akan
menurun sejalan dengan bertambahnya substitusi tepung bekatul. Pada substitusi tepung bekatul 10 dalam roti tawar panelis masih menyukai rasa pada roti tawar tersebut. Hal
ini diduga berkaitan dengan kandungan protein dalam produk roti tawar tersebut,
sedangkan substitusi tepung bekatul 30 menyebabkan ketidaksukaan panelis terhadap roti tawar tersebut. Hal ini karena rasa khas dari tepung bekatul sudah dapat dirasakan
yang dapat menimbulkan after taste jejak rasa yang agak pahit pada roti tawar yang dihasilkan, sedang penambahan gliserol monostearat tidak mempengaruhi rasa roti tawar
yang dihasilkan. Menurut Winarno 1984, penyebab terjadinya peningkatan kegurihan dari suatu
produk pangan ditentukan oleh besarnya protein dalam produk tersebut. Pernyataan tersebut didukung oleh Sudarmadji, dkk 1997 bahwa kandungan protein dari suatu
bahan makanan berkolerasi cukup tinggi terhadap penilaian konsumen terutama dalam hal rasa.
4. Uji Kesukaan Tekstur