PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT.

(1)

SKRIPSI

Oleh :

WAHYU SETIOWATI

NPM : 0533010015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR SURABAYA


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Teknologi Pangan

Oleh :

WAHYU SETIOWATI

NPM : 0533010015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan Skripsi yang berjudul: PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT.

Penyusunan Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Pangan di Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur guna meraih Gelar Sarjana Teknologi Pangan (S1)

Pada kesempatan ini penulis menyampaiakan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. Ir.Teguh Sudarto, Mp, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur. 2. Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa

Timur.

3. Ir. Latifah, MS, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

4. Drh. Ratna Yulistiani, MP, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan Skripsi ini.

5. Rosida, STP, MP, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.


(4)

ii

6. Ir. Tri Mulyani, MS dan Dr. Dedin F Rosida, STP, Mkes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan, bimbingan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, atas segala petunjuk dan saran yang diberikan kepada penulis

8. Orang tua tercinta Ibu Sunani Sudarno atas segala dorongan, kesabaran, dukungan material dan spiritual serta dukungan doa yang senantiasa diberikan setiap saat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

9. My everything “Yulius Didik Bintoro” dan keluarga, atas segala dukungan moril dan materiil, kasih sayang, kesabaran, perhatian, pengertian dan pengorbanannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

10.Keluarga, rekan-rekan mahasiswa terutama mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan yang telah membantu terlaksananya Skripsi ini, terutama Dina, Keny dan seluruh angkatan 2005 serta semua pihak yang turut membantu memberikan saran serta masukan sehingga terselesaikannya Skripsi ini.

Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa di Program Studi Teknologi Pangan pada khususnya dan bagi pihak-pihak yang memerlukan pada umumnya. Skripsi ini masihlah jauh dari sempurna serta banyak kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat obyektif dan membangun guna sempurnanya tulisan ini.

Surabaya, November 2010


(5)

KATA PENGANTAR ………. DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL ………. DAFTAR GAMBAR ……...………. DAFTAR LAMPIRAN ....…...………. INTISARI ………..……….... BAB I. PENDAHULUAN ……… A. Latar Belakang ………... B. Tujuan ………. C. Manfaat ………... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………. A. Roti Tawar………...………... B. Bahan Pembuat Roti ..………... 1. Tepung Terigu ……….. 2. Bekatul Padi (Rice Brand) ……… 3. Gliserol Monostearat (GMS) ... 4. Air ... 5. Yeast (Ragi Roti) ………..

6. Gula ……….. 7. Garam ………... 8. Susu Skim ……….

9. Shortening ………

C. Proses Pembuatan Roti Tawar ………... 1. Metode Pembuatan Roti Tawar ………... 2. Pengadonan ……….. 3. Fermentasi ………

i iii vi viii ix x 1 1 3 3 4 4 6 6 7 10 12 12 13 15 15 16 17 17 18 19 iii


(6)

1. Break Even Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)……..

2. Net Present Value (NPV) (Susanto dan Saneto, 1994)…….

3. Payback Periode (PP) (Susanto dan Saneto, 1994)……….. 4. Internal Rate Of Return (IRR) (Susanto dan Saneto, 1994).. 5. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) (Susanto dan

Saneto, 1994)………. F. Landasan Teori ……….... G. Hipotesa..……….. BAB III. BAHAN DAN METODE.. ………...

A. Waktu dan Tempat Penelitian ………... B. Bahan yang Digunakan………..………….. C. Peralatan yang Digunakan...………. D. Metode Penelitian ……….... 1. Peubah Berubah...…..………... 2. Peubah

Tetap…..……… ………

E. Parameter yang

Diamati….………...………… F. Prosedur

Penelitian………

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….…………

A. Hasil Analisa Bahan

Baku………...

B. Hasil Analisa Produk Roti Tawar Bekatul ...……….….……. 1. Kadar Air...……….………... 2. Kadar Protein...………..………....

23 24 24 25 25 26 28 29 29 29 29 30 30 32 32 33 37 37 37 37 39 41 42 44 47 iv


(7)

C. Uji Organoleptik ..…………...………... 1. Uji Kesukaan Warna .……….….……… 2. Uji Kesukaan Aroma..……….……. 3. Uji Kesukaan Rasa ………..……… 4. Uji Kesukaan Tekstur...…………...……….……….. D. Analisis Keputusan ………..……….……….…. E. Analisis Finansial ………...……… 1. Kapasitas Produksi ……….…….. 2. Biaya Produksi ………. 3. Harga Pokok Produksi ……….……. 4. Harga Jual Produksi ……….. 5. Break Even Point (BEP) ………..

6. Net Present Value (NPV) ……….

7. Payback Periode (PP) ………..

8. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) ………

9. Internal Rate Of Return (IRR) ………..

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. A. Kesimpulan …………...……….………. B. Saran ………...……… DAFTAR PUSTAKA

53 54 56 56 56 57 57 57 58 58 59 59 60 60 61 62


(8)

Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17.

Daftar komposisi tepung terigu per 100 gram bahan …... Komposisi kimia bekatul padi dibandingkan dengan dedak padi, bekatul gandum dan bekatul rye ... Daftar komposisi ragi roti per 100 gram bahan ….……….. Daftar komposisi gula per 100 gram bahan ... Daftar komposisi susu skim per 100 gram bahan ………… Daftar komposisi shortening per 100 gram bahan ... Hasil analisa bahan baku ... Nilai rata-rata kadar air roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul ... Nilai rata-rata kadar air roti tawar dari perlakuan

penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul ... Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul ... Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan

penambahan gliserol monostearat ... Rerata volume pengembangan roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol

monostearat ... Rerata ukuran pori-pori roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Rerata tekstur roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ...

7 9 13 14 16 17 37 38 38 39 40 41 42 43 45 47 vi


(9)

Tabel 20.

Tabel 21.

Tabel 22.

perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata uji organoleptik rasa roti tawar dari

perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Nilai rata-rata uji organoleptik tekstur roti tawar dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat ... Data Hasil Analisis Roti Tawar ………..

51

52

53 55


(10)

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Pembuatan Roti Tawar Metode Adonan Langsung Cepat (Straight dought) ………..……… Diagram Alir Proses Pembuatan Roti tawar

(Tepung Terigu : Tepung Bekatul) dengan metode sponge

and dough ……….

Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan roti tawar ………. Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap pori-pori roti tawar ………. Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap tekstur roti tawar ………...…

22

36

43

45

48


(11)

Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20.

Lembar Kuisioner Organoleptik ……...……….. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Air Roti Tawar Bekatul ...……….………... Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Protein Roti Tawar Bekatul ...………..……….. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Serat Roti Tawar Bekatul ……...… Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Volume Pengembangan Roti Tawar Bekatul ...…….. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Ukuran Pori Roti Tawar Bekatul ...…...…... Data Hasil Pengamatan dan Analisis Ragam Kadar Tekstur (Pnetrometer) Roti Tawar Bekatul ...…..…... Data Hasil Uji Organoleptik Dengan Uji Hedonik Roti Tawar Bekatul ... Hasil Keseluruhan Analisa Kimia, Fisik dan Organoleptik Roti Tawar Bekatul ... Asumsi-asumsi Yang Digunakan………...……… Kebutuhan Bahan Dan Biaya…...……….. Penghitungan Modal Perusahaan.………...…….…. Perkiraan Biaya Produksi Perusahaan Tiap tahun ……. Perhitungan Keuntungan Produksi Roti Tawar Bekatul Perhitungan Payback Period dan Break Event Point Produksi Roti Tawar Bekatul ...…………... Grafik Break Event Point Produksi Roti Tawar bekatul Laporan Rugi Laba Selama Umur Ekonomis Proyek (5 tahun)………. ... Laju Pengembalian Modal ………...………...

Net Present Value (NPV) dan Gross Benefit ……...

72 73 75 77 79 81 83 85 93 94 95 101 103 104 105 106 107 108 109 ix


(12)

(13)

PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN

SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN

GLISEROL MONOSTEARAT

WAHYU SETIOWATI NPM. 0533010015

INTISARI

Roti didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang. Tepung terigu merupakan bahan dasar dari pembuatan roti tawar. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu dan menambah kandungan serat serta penganekaragaman pangan perlu penggantian sebagian tepung terigu dengan tepung lain, misalnya tepung bekatul. Permasalahan yang timbul dalam pembuatan roti tawar dari bahan baku tepung campuran (tepung terigu dan tepung bekatul) adalah tekstur roti yang keras dan kurang mengembang sehingga perlu penambahan Gliserol Monostearat yang berfungsi untuk menguatkan kerja gluten dan pati dalam menangkap karbondioksida (CO2)..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sustitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik roti tawar. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 kali ulangan, faktor I adalah sustitusi tepung bekatul (10%; 20%; 30%) dan faktor II adalah penambahan gliserol monostearat (3; 4; 5 % bb).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik terdapat pada sustitusi tepung bekatul 20% dan penambahan gliserol monostearat 3%, yang menghasilkan roti tawar bekatul dengan kadar air 22,6078%, kadar protein 10,8967%, kadar serat 13,2848%, volume pengembangan 314,6667%, ukuran pori 0,8507 mm, tekstur (kekerasan) 0,851 mm/gr dt dan tingkat skoring warna 132 (suka), aroma 112 (agak suka), rasa 117 (agak suka), tekstur 104 (agak suka). Hasil analisis finansial pada perlakuan terbaik menunjukkan titik BEP 31,26 % dari total produksi, NPV sebesar Rp. 143,716,106,- dan Payback Period 4,3 tahun dengan Benefit Cost Ratio sebesar 1,1322 dan IRR 22,48% (dengan tingkat suku bunga 20%).


(14)

A. Latar Belakang

Roti sudah dikenal sebagai makanan sehari-hari terutama golongan masyarakat umum. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya berdiri industri roti baik dalam skala rumah tangga maupun industri menengah (Marleen, 2002). Menurut Mudjisihono dkk (1993), roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang mampu membentuk sponge yang sebagian besar tersusun dari gelembung–gelembung gas. Adonan roti tawar dapat mengembang karena adanya gas karbondioksida sebagai hasil fermentasi oleh yeast. Gas karbondioksida tersebut ditahan oleh protein gluten sehingga roti menjadi mengembang

Bahan baku utama dalam pembuatan roti tawar adalah tepung terigu sedangkan bahan dasar pembuatan tepung terigu adalah gandum. Gandum sampai saat ini masih diimpor dari luar negeri. Salah satu cara untuk mengurangi kebutuhan tepung terigu pada pembuatan roti tawar yaitu dengan menggantikan sebagian atau seluruh tepung terigu dengan tepung lain misalnya tepung bekatul. Hal ini juga merupakan salah satu upaya dalam memanfaatkan limbah bekatul.

Bekatul merupakan hasil samping pengolahan padi atau gabah yang terbentuk dari lapisan luar beras pecah kulit dalam penyosohan untuk menghasilkan beras putih atau beras kepala (Houston, 1972 di dalam Muchtadi dkk, 1995). Dalam penggilingan gabah dan penyosohan beras, persentase produk yang dihasilkan adalah beras utuh sekitar 50%, beras pecah 17%, bekatul 10%, tepung 3% dan sekam atau dedak 20% (Grist, 1965).


(15)

Bekatul mengandung protein relatif tinggi yaitu 11,3-14,9%:; kadar serat diet 7,0-11,4% dan kaya akan vitamin B1 (11,1-12,9 mg/100 g) dan vitamin E (1,9-2,9 mg/100g); asam lemak bebas 2,8-4,1% dan mineral (Santosa dkk, 2007).

Pada pembuatan roti tawar yang perlu mendapat perhatian adalah keseimbangan antara kemampuan menghasilkan gas dan kemampuan untuk menahan gas selama fermentasi. Parameter yang menentukan kualitas roti tawar adalah volume pengembangan, warna kulit, remah roti dan aroma yang dihasilkan. Penurunan kualitas roti tawar dapat mengakibatkan perubahan respon sensoris sehingga tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut menurun. Penurunan ini disebabkan proses retrogradasi molekul pati yang tergelatinisasi selama proses pemanggangan yaitu hilangnya air dan daya kohesi remah roti (Mudjisihono dkk, 1993). Roti tawar dapat dibuat dari berbagai campuran tepung misalnya tepung terigu dengan tepung lain. Roti tawar yang dibuat dari tepung campuran dapat menurunkan elastisitas adonan sehingga roti yang dihasilkan kurang mengembang (Ahza, 1983 di dalam Carmendita dkk, 2007).

Permasalahan yang timbul dalam pembuatan roti tawar dari bahan baku tepung campuran (tepung terigu dan tepung bekatul) adalah tekstur roti yang keras dan kurang mengembang. Substitusi tepung terigu oleh tepung campuran yang berlebihan dalam pembuatan roti tawar menyebabkan cepatnya proses staling atau kerusakan pada kulit roti dan kualitas remahnya kurang baik serta volume roti yang menurun. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menambahkan Gliserol Monostearat (GMS) sebagai bahan surfaktan sehingga dapat memperbaiki sifat fungsional tepung campuran sebagai bahan pensubstitusi tepung terigu pada pembuatan roti tawar (Herudiyanto, dkk, 2002).


(16)

Hasil penelitian Muchtadi dkk (1995) menyimpulkan bahwa pembuatan roti manis dengan substitusi bekatul 25% dengan metode sponge and dough menghasilkan roti manis dengan kualitas baik. Hasil penelitian Hidayat (2006) menyebutkan bahwa penambahan gliserol monostearat (GMS) sebanyak 4% pada adonan roti tawar dengan tingkat substitusi tepung tapioka 10% menghasilkan roti tawar dengan kualitas baik dan disukai konsumen.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat (GMS) terhadap kualitas fisiko kimia dan organoleptik roti tawar.

2. Menentukan kombinasi perlakuan terbaik antara substitusi bekatul dan penambahan gliserol monostearat sehingga dihasilkan roti tawar dengan kualitas baik dan disukai oleh konsumen.

C. Manfaat Penelitian

1. Memanfaatkan tepung bekatul dalam pembuatan roti tawar dengan penambahan gliserol monostearat sebagai salah satu penganekaragaman produk roti tawar.

2. Memberikan informasi pada masyarakat tentang metode pembuatan roti tawar dengan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat.


(17)

A. Roti Tawar

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 1-4439-1998), roti didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan yang diijinkan. Roti diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu roti tawar dan roti manis dengan persyaratan mutu fisik, organoleptik, kimia dan mikrobiologi yang aman dikonsumsi manusia (Hadi, 2006).

Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang mampu membentuk sponge yang sebagian besar tersusun dari gelembung – gelembung gas. Adonan roti tawar dapat mengembang karena adanya gas karbondioksida sebagai hasil fermentasi oleh yeast. Gas karbondioksida tersebut ditahan oleh protein gluten sehingga roti tawar menjadi mengembang (Mudjisihono dkk, 1993).

Menurut Sultan (1986), pembentukan gas terjadi pada saat fermentasi, sedangkan penahanan gas disebabkan oleh gluten yaitu substansi yang ulet, elastis dan mudah direnggangkan apabila tepung terigu dicampur dengan air.

Roti tawar yang berkualitas memiliki karakteristik eksternal tertentu, di antaranya memiliki volume pengembangan yang cukup, kulit roti berwarna coklat keemasan, pemanggangan merata, bentuk simetris dan memiliki kulit roti yang tipis. Sedangkan karakteristik internal diantaranya warna bagian dalam (crumb) yang cerah, pori-pori seragam dengan dinding pori yang tipis, tekstur halus, lembut dan tidak bersifat remah,


(18)

aroma khas roti tawar yang segar dan menyenangkan (Hadi, 2006). Roti tawar dengan kualitas baik mempunyai rasa yang memuaskan, tidak meninggalkan aftertaste yang tidak menyenangkan, karakteristik volume yang besar, bentuk dan warna yang menarik dan ketika dikunyah terasa enak dan lembut, tidak keras maupun lengket dalam mulut (Kent, 1975 di dalam Rony, 2006).

Syarat mutu roti tawar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu roti tawar

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan (Roti Tawar)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Keadaan : Kenampakan Bau Rasa Air

Abu (tidak termasuk garam dihitung atas dasar bahan kering) Abu yang tidak larut dalam asam NaCl

Gula Lemak

Serangga / Belatung

Bahan Tambahan Makanan Pengawet Pewarna Pemanis Buatan Sakarida Siklamat Cemaran Logam Raksa (Hg) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn)

Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba Angka lempeng total E. coli Kapang - - - %b/b %b/b %b/b %b/b %b/b %b/b - mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/g APM/G Koloni/g

Normal, tidak berjamur Normal Normal Maks. 40 Maks. 1 Maks. 2,5 Maks. 2,5 Maks. 2,5 Maks. 2,5 Tidak boleh ada

Sesuai SNI 0222-1987 Negatif Maks. 0,05 Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,5 Maks. 106

< 3 Maks. 104 Sumber : SNI (1995)


(19)

B. Bahan Pembuat Roti Tawar

Roti tawar yang baik tidak dapat dipisahkan dari bahan-bahan yang menyusunnya. Oleh karenanya, seleksi terhadap bahan baku yang akan digunakan penting dilakukan untuk menghasilkan produk akhir dengan kualitas yang diharapkan (Hadi, 2006).

Tepung terigu, air, ragi dan garam merupakan bahan baku utama dalam pembuatan roti tawar. Selain keempat bahan baku tersebut dapat pula ditambahkan bahan-bahan lain seperti gula, lemak, telur, susu dan bahan tambahan makanan seperti pengemulsi, pengawet dan lain-lain (Hadi, 2006).

1. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan dari penggilingan biji gandum (Tritium vulgane). Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam pembuatan roti karena mengandung protein gluten. Protein dalam tepung terigu merupakan komponen yang penting dalam pembentukan adonan. Tepung terigu dapat membentuk adonan yang liat dan dapat menahan gas-gas selama fermentasi dan pemanggangan sehingga dihasilkan roti tawar yang mengembang dan ringan. Gluten sebagian besar terdiri dari protein (75%-80%), pati yang tidak tercuci (5%-15%) dan lemak (5%-10%). Gluten terbentuk dari gliadin dan glurenin yang mempunyai sifat lentur dan dapat direnggangkan (Utami, 1992).

Menurut Anonymous (1994), berdasarkan kandungan proteinnya, tepung terigu dibedakan atas :


(20)

a. Protein tinggi (Hard flour)

Mempunyai kandungan protein 12-14%. Digunakan untuk produk roti tawar, roti manis dan adonan pastry. Lebih dikenal dengan merk dagang Cap Kereta Kencana. b. Protein sedang (Medium flour)

Kandungan protein 9-10%. Lebih cocok digunakan untuk mie dan pastry. Di pasaran lebih dikenal dengan merk dagang Gunung Bromo.

c. Protein rendah (Soft flour)

Kandungan protein 7-9% dengan merk dagang Roda Biru. Tepung jenis ini lebih cocok digunakan untuk biscuit, cake dan crackers.

Komposisi kimiawi tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Daftar komposisi tepung terigu per 100 gram bahan.

No Komposisi Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Air (gr) Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Serak Kasar (gr) Kalsium (mg) Zat Besi (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) 13,5 344 12 2 70 2 33 3,5 0,4 0,1 5,1 Sumber : Anonymous (1994).

2. Bekatul Padi (Rice Brand)

Bekatul adalah hasil samping penggilingan padi. Setelah beras dipisahkan dari sekam (kulit luar gabah), kemudian dilakukan penyosohan. Proses penyosohan dilakukan dua kali, penyosohan pertama menghasilkan dedak (seratnya masih kasar), sedangkan penyosohan kedua menghasilkan bekatul (rice bran) yang bertekstur halus. Namun


(21)

seringkali di penggilingan antara dedak dan bekatul tidak dipisahkan dan difungsikan hanya sebagai pakan ternak. Untuk istilah dedak dan bekatul ini dibedakan oleh FAO (Food Agriculture Organization). Yang dimaksud dengan dedak adalah hasil sampingan dari proses penggilingan padi yang terdiri dari lapisan sebelah luar dari butiran padi dengan sejulah lembaga biji. Sementara bekatul adalah lapisan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil endosperm berpati (Anonymous, 2008).

Dari segi gizi, kandungan gizi beras putih sebenarnya sudah sangat sedikit, sebab kandungan utamanya adalah karbohidrat. Kandungan gizi di luar karbohidrat seperti serat, vitamin B kompleks, protein, tiamin, niasin serta tokoferol dan aneka zat gizi lain justru ada di bekatul. Sayangnya bekatul saat ini justru dikenal sebagai pakan ternak, sementara manusia hanya mengkonsumsi beras putih. Tak heran bila sekarang banyak terserang aneka penyakit seperti konstipasi, kanker kolon, hipertensi, hiperkolesterol, diabetes mellitus dan lain-lain karena zat sehat dalam menu sehari-hari sangat kecil (Anonymous, 2008).

Kandungan gizi dalam bekatul antara lain adalah protein yang relatif tinggi yaitu 11,3-14,9% dengan kualitas protein yang baik (daya cerna 63,5-71,6%), kadar lemak berkisar 18,1-23,3%; serat diet 7,0-11,4% dan kaya akan vitamin B1 (11,1-12,9 mg/100 gram) dan vitamin E (1,9-2,9 mg/100 gram); asam lemak bebas 2,8-4,1% dan mineral. Bekatul yang kaya akan sumber vitamin B, minyak, protein yang bermutu baik dan mineral, juga mengandung senyawa antigizi, antara lain fitin, silika, “Dietary fiber”, inhibitor tripsin dan lektin, tetapi bekatul relatif sedikit digunakan sebagai bahan makanan. Hal ini menyebabkan sifat bekatul mudah mengalami kerusakan dan


(22)

mempunyai rasa “sepet/keset” yaitu rasa yang tidak diinginkan membekas di lidah (Anonymous, 2008).

Komposisi kimia bekatul menunjukkan kandungan yang kaya akan serat pangan, mineral, minyak, protein dan khususnya Vitamin B. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia bekatul padi dibandingkan dengan dedak padi, bekatul gandum dan bekatul rye.

Keterangan Dedak Padi Bekatul Padi Bekatul Gandum Bekatul Rye Protein, %N x 6,25

Lemak, % Serat kasar, % Karbohidrat, % Abu, %

Kalsium, mg/g Magnesium, mg/g Fosfor, mg/g Fitin fosfor, mg/g Silika, mg/g Seng, mg/g Tiamin (B1), µg/g Riboflavin (B2),µg/g Niasin, µg/g

12,0 – 15,6 15,0 – 19,7 7,0 – 11,4 34,1 – 52,3

6,6 – 6,9 0,3 – 1,2 5 – 13 11 – 25

9 – 22 6 – 11 43 – 528

12 – 24 1,8 – 4,3 267 - 499

11,8 – 13,0 10,1 – 12,4 2,3 – 3,2 51,1 – 55,0

5,2 – 7,3 0,5 – 0,7

6 – 7 10 – 22 12 – 17 2 – 3

17 3 – 19 1,7 – 2,4 224 - 389

14,5 – 15,7 2,9 – 4,3 6,8 – 10,4 50,7 – 59,2

4,0 – 6,5 1,2 – 1,3

5,6 9 – 13

10 2 105 5,4 – 7,0 2,4 – 8,0 181 - 550

14,6 2,6 6,6 58,0

4,2 0,9 – 1,2

- 7,2 – 10,5

6,9 - 56 2,5 0,2 22,6 Sumber : Luh dan Barber (1991).

Saat ini penggunaan bekatul sebagai suplementasi telah banyak dilakukan, misalnya pada pengolahan biskuit, kue dan lain-lain. Pemanfaatan bekatul yang telah diawetkan sebagai makanan sarapan sereal, dengan perbandingan (persentase) tepung beras: bekatul dari 90%:10% sampai dengan 30%:70%. Substitusi bekatul padi 15% pada tepung terigu dilaporkan memberikan hasil yang optimal terhadap penerimaan cookies dan roti manis. Konsumen (panelis) lebih menyukai roti manis yang mengandung 15% bekatul daripada roti manis yang mengandung lebih banyak bekatul. Pada pembuatan produk cake, bekatul menyumbangkan peranannya sebesar 30% untuk substitusi tepung terigu pada adonan. Persentase ini cukup untuk menyamarkan rasa pahit dari bekatul


(23)

sehingga cake yang dihasilkan sama sekali tidak terasa seperti bekatul. Substitusi ini dapat meningkatkan kandungan serat pangan (hemiselulosa, selulosa, dan lignin) dan niasin pada produk (Muchtadi dkk., 1995).

Untuk dapat digunakan sebagai bahan baku, bekatul harus diawetkan terlebih dahulu. Proses pengawetan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Proses ini mempertahankan kestabilan bekatul sampai tiga bulan (Anonymous, 2008).

3. Gliserol Monostearat (GMS)

Monogliserida termasuk juga gliserol monostearat adalah suatu emulsifier buatan yang merupakan bahan surfaktan (Surface Active Agent). Fungsi utamanya adalah mendorong pembentukan dan mempertahankan emulsi agar tetap stabil. Ciri khas dari emulsifier adalah adanya gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dapat mengikat air dan lemak menjadi satu kesatuan yang stabil (Fenema, 1985 di dalam Rony, 2006).

Gliserol monostearat merupakan emulsifier buatan yang digunakan dalam proses pengolahan makanan dalam kategori Generally Recognized As Safe (GRAS). Pada pembuatan roti tawar, fungsi gliserol monostearat adalah membentuk reaksi kompleks dengan pati, menghambat laju retrogradasi, mencegah pengerasan dan peremahan roti tawar (Furia, 1968 di dalam Rony, 2006).

Penambahan gliserol monostearat dapat meningkatkan volume roti tawar. Hal ini disebabkan gliserol monostearat yang berfungsi sebagai emulsifier dan sebagai bahan pengelat antar granula pati. Gliserol monostearat mampu berinteraksi dengan molekul-molekul amilosa sehingga dapat menahan gas CO2 hasil dari fermentasi yeast, akibatnya


(24)

Struktur dari gliserol monostearat dapat dilihat dari Gambar 1.

O H ║ │ H3C(CH2)16C ─ O ─ C ─ H

H ─ C ─ OH │

H ─ C ─ OH │

H

Gambar 1. Struktur kimia Gliserol Monostearat (Bailey’s, 1996)

Menurut Kim dan Ruiter (1968), pengaruh gliserol monostearat dapat mencegah pengerasan dan peremahan (stalling) akibat interaksinya dengan pati, serta mencegah terjadinya air dari gluten ke dalam pati. Selain itu adanya ikatan antar granula pati ini memberikan kekuatan untuk menahan pengembangan adonan sehingga roti tawar dapat mengembang dengan baik.

Gliserol monostearat merupakan emulsifier buatan yang tersusun dari radikal asam stearat sebagai gugus non polar dan mempunyai dua gugus hidroksil dari gliserol sebagai gugus polar. Adanya dua gugus hidroksil dari gliserol sebagai gugus polar maka satu gugus hidroksil (-OH) pada akhir rantai gliserol monostearat bereaksi dengan molekul-molekul amilosa secara heliks. Akibat reaksi tersebut membentuk ikatan kompleks antara molekul-molekul amilosa sehingga selama fermentasi gas karbondioksida tertahan dan adonan menjadi berkembang (Bailey’s, 1996).

Menurut Keetels (1995), giserol monostearat pada roti dapat memperpanjang umur simpan (shelf life) dan memperbaiki volume roti. Hal ini karena gliserol monostearat bertindak sebagai conditioner pada adonan dalam dua cara. Pertama, gliserol


(25)

monostearat dapat berinteraksi dengan gluten sehingga menghasilkan penguatan jaringan gluten. Kedua, gliserol monostearat dapat menaikkan kestabilan sel gas dalam adonan sehingga volume roti dan tekstur dapat tercapai.

4. Air

Fungsi air adalah untuk menghidrasi tepung sehingga dapat membentuk adonan yang baik. Air berperan dalam melarutkan bahan-bahan seperti garam, gula dan yeast. Air akan berikatan dengan protein membentuk gluten dan mengikat pati membentuk gel dengan adanya panas. Air ini berfungsi sebagai pelarut dari bahan-bahan seperti garam, gula, susu bubuk dan yeast. Banyaknya air yang ditambahkan dalam pembuatan adonan roti akan membentuk mutu roti tawar yang dihasilkan menjadi baik (Marliyati, 1992).

Menurut Sultan (1981), air berperan dalam melarutkan bahan, membantu aktivitas

yeast, membantu pembentukan gluten, membantu gelatinisasi pati serta menghasilkan uap air yang membantu pengembangan adonan.

5. Yeast (Ragi Roti )

Ragi yang digunakan dalam pembuatan roti adalah Sacharomyces cereviceae. Suhu optimum fermentasi sekitar 250C-300C dan suhu maksimum 350C-470C. Kebanyakan khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu pada pH 4-4,5. Ragi ini memfermentasikan gula dalam kondisi anaerob dengan menghasilkan gas CO2

dan alkohol (Fardiaz, 1992).

Yeast adalah penghasil gas CO2 yang berperan dalam mengembangkan adonan


(26)

(1981), yeast mampu menghasilkan gas CO2 yang diperangkap oleh gluten dan

mengakibatkan adonan roti mengembang pada saat fermentasi.

Yeast dapat langsung dicampur dengan tepung terigu dan bahan kering lainnya ataupun dicairkan terlebih dahulu dengan air pada suhu 400C-450C sebelum digunakan pada saat peradonan. Yeast yang ditambahkan ke dalam adonan memerlukan waktu adaptasi selama ± 45 menit sebelum memperbanyak diri serta memecah karbohidrat (Meyer, 1980).

Yeast mempunyai tiga fungsi dalam pembuatan roti yaitu memproduksi gas yang mengembangkan adonan dan memberikan kontribusi pada flavour produk akhir. Jumlah

yeast yang digunakan dalam proses penanggangan tergantung pada komposisi adonan yang difermentasikan (jumlah gula) dan panjang proses yang ingin digunakan (Wood, 1998).

Komposisi kimiawi ragi roti dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Daftar komposisi ragi roti per 100 gram bahan.

No Komponen Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (gr) Fosfor (gr) Besi (mg) Air (gr)

136 43,0 2,4 3,0 140 1900

20,0 10 Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)

6. Gula

Gula merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan roti, karena dapat memenuhi beberapa fungsi antara lain substrat bagi yeast, memberikan rasa manis,


(27)

mengatur fermentasi dan pembentukan warna pada kulit roti. Menurut Marliyati (1992), gula merupakan substrat bagi yeast pada proses fermentasi sehingga memproduksi gas CO2 pada roti tawar. Gula yang tersisa setelah fermentasi disebut sisa gula yang akan

memberikan warna pada kulit roti dan rasapada roti. Warna ini merupakan hasil reaksi

browning non enzimatis antara gula dengan protein dari tepung. Gula sangat bersifat higroskopis dan hal ini dapat memperbaiki daya tahan (shelf life) dari roti. Gula yang ditambahkan sebaiknya gula yang bermutu tinggi dan jumlah gula yang ditambahkan sebaiknya tidak melebihi 8% karena akan menghambat proses fermentasi.

Menurut Kotschever (1975), penambahan gula dalam jumlah terlalu banyak dapat mengakibatkan sifat pengawet pada gula muncul sehingga menurunkan aktivitas yeast.

Menurut Desrosier (1988), bila kadar gula tinggi, adonan menjadi lebih cair, maka dalam kondisi ini jumlah udara yang terperangkap akan menjadi berkembang.

Ketaren (1986) menyatakan bahwa penambahan gula dalam roti disamping memberikan rasa manis juga berfungsi mengempukkan adonan. Penambahan gula terlalu banyak dapat mengakibatkan adonan meleleh dan hancur selama pemanggangan, karena terbentuk butiran keras (set form) akibat koagulasi pati dan gluten pada tepung.

Komposisi kimiawi gula dapat dilihat pada Tabel 5 Tabel 5. Daftar komposisi gula per 100 gram bahan.

No Komponen Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (gr) Fosfor (gr) Besi (mg) Air (gr)

364 0 0 94,0

5 1 0,1 5,4 Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)


(28)

7. Garam

Garam biasanya ditambahkan pada formula roti antara 1,5%-2,5% dari berat tepung. Pemakaian garam yang terlalu rendah akan menghasilkan roti yang hambar, dan sebaliknya bila berlebihan fermentasi yeast akan terhambat. Fungsi garam pada adonan roti adalah untuk memberikan rasa gurih pada roti, mengontrol waktu fermentasi, menambah elastisitas dan kekuatan gluten (Marliyati, 2002).

Garam dapat mengontrol laju fermentasi pada adonan. Efek ini berhubungan dengan kemampuan untuk meningkatkan tekanan osmotik yang disebabkan dari penambahan garam pada formulasi adonan. Garam mempengaruhi aktivitas metabolisme

yeast, tetapi efek pada fermentasi lebih penting yaitu menurunkan laju produksi gas CO2

dan pengembangan adonan (proofing) (Matz, 1992).

Menurut Sultan (1981), Peran garam dalam pembuatan roti tawat adalah memperbaiki flavour, memperkuat gluten, mengendalikan altivitas yeast, serta mengkambat kontaminasi yang ada dalam adonan.

8. Susu Skim

Pemakaian susu dalam pembuatan roti tawar adalah untuk meningkatkan nilai gizi roti. Susu mengandung kasein (protein susu) dan laktosa serta mineral kalsium. Selain itu susu dapat memberikan efek terhadap warna yaitu sebagai hasil reaksi browning non enzimatis antara gula dengan protein dan memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya (Marliyati, 1992).

Susu digunakan untuk memberikan flavour yang spesifik serta pembentukan kulit roti sebab susu mengandung laktosa yang tidak dapat difermentasi oleh yeast. Selain itu


(29)

susu juga dapat memperbaiki nilai nutrisi roti tawar sebab mengandung protein yang cukup tinggi (37,96%) (Natalia, 1990).

Komposisi kimiawi susu skim dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6. Daftar komposisi susu skim per 100 gram bahan.

No Komponen Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (gr) Fosfor (gr) Besi (mg) Air (gr)

36 3,5 0,1 5,1 123

97 0,1 90,5 Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)

9. Shortening

Shortening adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu yang pada umumnya berwarna putih sehingga sering disebut mentega putih. Sifat elastis lemak memegang peranan penting dalam pembuatan roti. Menurut Matz (1972), lemak dipergunakan untuk mempertahankan aroma sebagai pembangkit dan membantu menahan gas karbondioksida yang dihasilkan galam proses fermentasi pada produk roti.

Menurut Ketaren (1986), apabila lemak (shortening) dicampur dengan adonan roti, maka adonan akan membentuk sejenis film. Adonan berlemak ini mempunyai daya gabung dengan udara dan daya pelumas lebih besar dibandingkan minyak cair.

Shortening berfungsi sebagai perangkap udara selama pencampuran. Gelembung udara ini menunjang langsung peragian dan membantu pengendalian butiran. Gelembung-gelembung udara ini terbungkus di dalam lapisan lemak. Shortening juga berfungsi mengempukkan, remah dan menunjang cita rasa produk roti (Desrosier, 1988).


(30)

Penambahan shortening sekitar 1% dari berat tepung dapat memperbaiki volume roti, menurunkan kekerasan dan memberikan dinding roti yang lebih tipis, menghasilkan tekstur yang lembut dan mempermudah sifat penirisan (Kent, 1983).

Komposisi kimiawi shortening dapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 7. Daftar komposisi shortening per 100 gram bahan.

Komponen Jumlah No

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (gr) Fosfor (gr) Besi (mg) Air (gr)

72,5 0,5 81,6

1,4 15 16 1,1 16,5 Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)

C. Proses Pembuatan Roti tawar 1. Metode Pembuatan Roti tawar

Metode dan proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam menghasilkan produk roti tawar yang berkualitas. Secara umum, metode utama dalam pembuatan roti tawar dapat dibedakan menjadi 3, yaitu straight dough (metode langsung), no time dough (metode cepat) dan sponge and dough. Penggunaan metode yang berbeda akan mempengaruhi kondisi adonan, volume dan banyak faktor lainnya.

Pada metode straight dough, seluruh bahan dicampur dalam satu kali proses pengadukan. Adonan yang dihasilkan umumnya elastis namun ekstensibilitasnya kurang. Setelah proses pengadukan, adonan mengalami proses fermentasi selama 2-3 jam. Produk yang dihasilkan umumnya unggul dalam hal aroma dan rasa. Pada metode notime dough, bahan baku juga diaduk dalam satu kali proses pengadukan, namun proses fermentasi


(31)

berlangsung dalam waktu yang singkat (kurang dari 30 menit). Oleh karena itu, diperlukan pemakaian ragi 1,5-2 kali lebih banyak dari proses biasa. Akibat pendeknya proses fermentasi, produk yang dihasilkan kurang aromanya. Produk yang dihasilkan juga lebih cepat keras sehingga umur simpan lebih pendek (Hadi, 2006).

Pada metode sponge and dough, bahan baku dibagi dalam dua kali proses pengadukan. Pada pengadukan pertama, 60%-80% dari total pemakaian terigu, air dan ragi dicampur membentuk “sponge”. Setelah difermentasikan 2-5 jam, adonan “sponge”

diaduk kembali bersama sisa tepung dan bahan-bahan lainnya hingga membentuk adonan yang kalis. Metode ini menghasilkan adonan dengan stabilitas tinggi. Umumnya volume produk lebih besar, pori halus, tekstur halus dan lembut (Hadi, 2006).

2. Pengadonan

Pengadonan merupakan pencampuran antara bahan-bahan pembuatan roti tawar seperi air, susu skim, gula, garam, shortening, telur dan tepung terigu dengan perbandingan yang tepat. Proses pengadonan, di dalamnya terkait suhu dan waktu pwngadonan. Suhu yang tepat pada saat pengadonan adalah 280C-300C. Pada suhu tersebut, yeast sebagai penghasil gas CO2 dalam keadaan optimal untuk memecah

glukosa dan fruktosa serta gula yang terdapat dalam tepung ataupun gula yang ditambahkan (Pomeranz, 1971).

Menurut Anonymous (2001), selama proses pengadukan akan terjadi perubahan sifat reologis adonan secara bertahap. Pengadukan ini dilakukan untuk mendistribusikan bahan baku secara seragam ke dalam adonan dengan level tepung dan air yang berimbang. Pengadukan menyebabkan perubahan yang kompleks serta interaksi semua


(32)

komponen seperti air, pati, protein, lemak, enzim, garam, gula dan yeast dengan mengontakkannya satu sama lain secara fisik untuk menghasilkan dough (Subarna, 1992).

3. Fermentasi

Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik. Fermentasi merupakan perubahan konvensional substrat yang dilakukan oleh mikroorganisme sel vegetatif atau enzim dalam bahan (Spreer, 1998).

Selama fermentasi terjadi perubahan gula menjadi gas CO2 dan alkohol sebagai

berikut :

Tahapan fermentasi ada 2 yaitu 1). Fermentasi gula dalam tepung oleh yeast, 2). Berkembangbiaknya yeast lebih lanjut dengan adanya gula dan menghasilkan CO2 dan

alkohol. Suhu optimal untuk fermentasi adonan adalah 330C-350C atau 410C-430C dengan kelembaban relatif 80-85% serta lama fermentasi 60-90 menit. Yeast membawa perubahan pada adonan selama fermentasi, seperti perpisahan substrat yang dapat terfermentasi, akumulasi produk akhir dalam bentuk alkohol dan gas CO2 (Mudjisihono

dkk, 1993).

Pada proses fermentasi terjadi penguraian baik pati dari tepung terigu dan sukrosa yang ditambahkan. Enzim α dan β amylase yang secara alamiah terdapat dalam tepung terigu akan memecah maltosa yang akan digunakan dalam fermentasi yeast (Manley, 1983). Sel-sel yeast menghasilkan enzim maltase yang mengubah maltosa menjadi


(33)

glukosa (Buckle et.al., 1987). Sedangkan sukrosa yang ditambahkan akan dipecah oleh yeast menjadi glukosa dan fruktosa kemudian dipecah lagi menghasilkan gas CO2 dan etanol (Sardjoko, 1991).

Tepung dan yeast mengandung enzim protease dan peptidase. Enzim-enzim tersebut aktif memecah protein dalam adonan selama fermentasi dan membebaskan asam-asam amino (Anonymous, 2001).

4. Pemanggangan

Pemanggangan roti merupakan langkah terakhir dan sangat penting dalam memproduksi roti. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah mempersatukan uap air dengan gelembung udara semaksimal mungkin, yang dapat diawasi dengan cara : 1) mengusahakan agar lemak dapat menyerap udara dalam jumlah yang cukup besar dan 2) distribusi mentega putih (shortening) atau lemak dalam adonan sebaik mungkin sehingga ruang udara dalam adonan merupakan tempat akumulasi uap air dan gas CO2 yang dihasilkan untuk fermentasi yeast. Pada waktu adonan dipanggang,

udara yang berisi uap air dan gas CO2 akan memuai dan mendesak dinding sekitarnya.

Akibatnya volume ruang udara terbentuk bertambah besar. Makin besar jumlah gelembung udara yang terserap oleh lemak dalam adonan maka makin besar volume roti yang dihasilkan dan teksturnya semakin halus (Ketaren, 1986).

Pomeranz (1971) melaporkan bahwa suhu 500C-600C bakteri dan khamir akan mati. Pada saat suhu diatas 600C terjadi gelatinisasi pati, koagulasi protein dan inaktivasi enzim. Pada suhu 1000C mulai terbentuk uap dan volume roti mencapai maksimal. Menginjak suhu sekitar 1000C-1500C terjadi karamelisasi. Agar memperoleh hasil


(34)

karamelisasi yang baik dan warna coklat dibutuhkan suhu pemanggangan sekitar 1500 C-2000C.

Kondisi oven memberikan variasi suhu antara permukaan dan bagian tengan. Pada bagian dalam suhu meningkat secara perlahan, air berpindah baik dari cairan bebas maupun cairan yang terikat dengan protein ke pati pada suhu 600C dan terjadi gelatinisasi. Selama pemanggangan terjadi pembengkakan pati dan pergantian sifat viskoelastis adonan. Perubahan reologi ini disebabkan degradasi pati secara enzimatis. Pada suhu 700C enzim mulai inaktif dan diatas suhu 750C terjadi denaturasi dan pecahnya lapisan gluten dari bagian kulit secara cepat. Adanya pembengkakan pati, tekanan gas dan uap yang ada dalam adonan akan menghasilkan pengembangan volume. Selama pemanggangan air dengan cepat menguap dari permukaan dan terjadi reaksi Maillard

pada suhu tinggi (Fance, 1976).

Selama pemanggangan roti akan terjadi perubahan struktur dari adonan dan perubahan warna pada kulit roti. Perubahan warna coklat pada kulit roti merupakan hasil dari reaksi maillard akibat gugus asam amino primer protein dan gula pereduksi oleh adanya panas. Gugus asam amino membentuk warna coklat yang disebut melanoidin (Winarno, 1995).

5. Pendinginan dan Pengemasan

Setelah keluar dari oven, roti dikeluarkan dari cetakan dan didinginkan. Pendinginan dilakukan untuk memungkinkan pemotongan tanpa mengalami kerusakan. Pendinginan udara terbuka dapat dilakukan dengan waktu sekitar 30-60 menit. Setelah roti menjadi dingin, untuk mencegah tercemarnya roti dari mikroba yang tidak


(35)

dikehendaki, menghindari dari mengerasnya kulit akibat menguapnya kandungan air maka sesegera mungkin roti tersebut dikemas (Subarna, 1992).

Tepung Terigu (100%) Air (55%-60%)

Ragi roti (1%-1,5%) Garam (1,75%-2,5%) Gula (7,5%)

Susu Skim (2%-2,5%) Shortening (8%)

Pencampuran/pengadukan menggunakan mixer

Fermentasi Awal

(Suhu 27-300C selama 60-90 menit) Di dalam ember tertutup

Pembentukan

(dividing, rounding,intermediate, proofing, moulding)

Fermentasi Akhir (Suhu 380C selama 60 menit)

Di dalam loyang tertutup

Pemanggangan di dalam oven (Suhu 180-2300 selama 25-40 menit)

Roti Tawar

Gambar 2. Pembuatan roti tawar metode adonan langsung cepat (straight dough). (Subarna, 1992)


(36)

D. Analisis Keputusan

Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pikiran baik tersebut (Siagian, 1987).

Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listiani, 1987). Pengambilan keputusan pada penelitian ini berdasarkan sifat fisik dan kimia terbaik.

E. Analisis Finansial

Suatau studi kelayakan yang merupakan pekerjaan membuat ramalan atau taksiran didasarkan atas anggapan-anggapan yang selalu bias dipenuhi. Konsekuensinya ialah bias terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu penyimpangan itu adalah apabila pabrik memproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini akan menyebabkan pengaruh terhadap keuntungan (Susanto dan Saneto, 1994).

1. Break Event Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)

Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai/hasil penjualan. Jadi pada keadaan tersebut, perusahaan tidak mendapatkan keuntungan juga tidak mendapatkan kerugian. BEP dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:


(37)

a. Rumus Titik Impas

BEP =

biaya tidak tetap/pendapatan

1

Tetap Biaya

b. Presentase

BEP =

 

Pendapatan

Rp BEP

 100% c. Kapasitas Titik Impas

Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Kapasitas Produksi

2. Net Present Value (Susanto dan Saneto, 1994)

Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih dmasa yang akan dating. Suatu proyek dapat di[ilih bila NPV lebih besar dari 0 NPV dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :

NPV =

 

n

t i t

Ct B

2 1 '

Keterangan : B = penerimaan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t t = 1,2,3,…….n

n = umur ekonomi dari proyek i = tingkat suku bunga

3. Payback Periods (Susanto dan Saneto, 1994)

Payback periods merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengendalikan modal yang ditanam pada proyek. Payback Periods tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis proyek.


(38)

Rumus penentuannya adalah sebagai berikut :

Payback Periods = Ab

1

Keterangan : I = jumlah modal

Ab= penerimaan kas bersih pertahun

4. Internal Rate of Return (IRR) (Susanto dan Saneto, 1994)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suku bunga yang menggunakan nilai penerimaan kas bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari proyek yang sedang dinilai. Dengan kata lain IRR adalah tingkat suku bunga yang akan menyebabkan NPV = 0, jika ternyata IRR > dari tingkat suku bunga yang berlaku di bank maka proyek dapat diteruskan.

IRR = 1 +

" NPV ' NPV

NPV

 (I" – i')

Keterangan :

NPV = NPV positif hasil percobaan nilai i NPV = NPV negative percobaan nilai i i = tingkat suku bunga

I = tingkat suku bunga yang akan datang

5. Gross Benefit Cost Ratio(Susanto dan Saneto, 1994)

Gross Benefit Cost Ratio adalah merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah di present value (dirupiahkan sekarang) (Susanto dan Saneto, 1994)


(39)

Gross B/C =ΣBt /(1 + i)t

ΣCt /(1 + i)t

Dimana :

Bt : Penerimaan pada tahun ke-t Ct : Biaya pada tahun ke-t i : Suku bunga bank.

F. Landasan Teori

Roti tawar merupakan suatu produk pangan dari tepung terigu yang dibuat melalui tahapan proses pengadukan, fermentasi dan pemanggangan. Bahan yang memegang peranan penting dalam pembuatan roti tawar adalah jenis protein gluten yang terdapat dalam tepung terigu (Suhardi, 1989).

Pada proses pengulenan adonan roti akan terbentuk sifat elastis kohesif dari gluten yang mengikat molekul air. Terjadinya struktur elastis kohesif adonan dengan terjadinya ikatan hidrogen antara molekul protein tepung terigu sehingga membentuk struktur melingkar, selain itu juga terjadi ikatan disulfida. Pada pencampuran dengan air, protein tepung terigu mengikat air hingga keseluruhan adonan menjadi kalis (Wibowo, 1992). Menurut Fance (1975 di dalam Rony, 2006), jika pengadonan dilangsungkan terus maka akan terjadi pengenduran lebih lanjut karena adonan menjadi lembek dan lengket disebabkan terjadinya pemutusan ikatan disulfida (-s-s-) yang berlebihan.

Tepung bekatul kaya akan protein, lemak dan serat makanan yang memiliki aktivitas biokimia spesifik dan berpotensi sebagai makanan sehat. Tepung bekatul tidak mengandung gluten sehingga adonan campuran tepung terigu dan tepung bekatul tidak mampu menahan gas CO2 hasil fermantasi (Luh, 1980). Gluten bersifat sangat elastis


(40)

sehingga dapat menahan gas yang terdapat di dalam adonan. Pada tingkat substitusi tepung bekatul yang tinggi pada tepung terigu, kadar gluten di dalam adonan praktis mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan adonan bersifat kurang elastis sehingga kurang mengembang selama pemanggangan (Charley, 1982). Menurut Stauffer (1990), penambahan serat pada roti akan menimbulkan beban pada gluten sehingga kemampuan gluten untuk menahan gas berkurang dan akan menghasilkan pengembangan yang kurang baik.

Adonan roti tawar dapat mengembang dengan baik karena adanya gas CO2

sebagai hasil fermentasi gula oleh yeast. Ketidakberadaan protein gluten dalam tepung bekatul akan berpengaruh terhadap keseimbangan pembentukan dan penahanan gas CO2

selama fermentasi serta mutu organoleptik roti tawar yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu penambahan bahan surfaktan seperti gliserol monostearat. Menurut Hidayat (2006), gliserol monostearat berfungsi untuk membantu dalam meningkatkan volume roti tawar. Hal ini disebabkan gliserol monostearat mempunyai dua gugus yaitu gugus polar dan gugus non polar. Gugus polar akan berinteraksi dengan fraksi amilosa dan membentuk ikatan kompleks dan matriks (film) sehingga dapat membantu kerja gluten dalam memerangkap gas CO2 hasil fermentasi, sedangkan gugus non polar juga berinteraksi

dengan amilopektin yaitu pada pemanasan pati lebih lanjut mengakibatkan pelarutan. Molekul-molekul amilosa menjadi terlarut berbentuk puntiran-puntiran. Atom-atom hidrogen dan oksigen mengarah ke dalam, sehingga bagian dalam puntiran bersifat hidrofobik. Bagian tersebut dapat merangkap gugus hidrofobik senyawa lain seperti gliserol monostearat (Hidayat, 2006).


(41)

Menurut Winarno (1986), gliserol monostearat merupakan emulsifier buatan yang tersusun dari radikal asam stearat sebagai gugus non polar dan mempunyai dua gugus hidroksil dan gliserol sebagai gugus polar. Menurut Bailey’s (1996), Adanya gugus hidroksil dari gliserol sebagai gugus polar maka satu gugus hidroksil (-OH) pada akhir rantai gliserol monostearat bereaksi dengan moleku-molekul amilosa secara heliks. Akibat reaksi tersebut membentuk ikatan antar molekul-molekul amilosa sehingga selama fermentasi gas CO2 dapat tertahan dan adonan menjadi mengembang.

G. Hipotesis

Diduga terdapat interaksi antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap kualitas produk roti tawar yang dihasilkan.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Pangan, Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Laboratorium Uji Inderawi Jurusan Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur, mulai bulan September 2009 sampai dengan bulan November 2009.

B. Bahan Yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan roti tawar bekatul adalah tepung bekatul padi yang diperoleh dari tempat penyosohan beras di Tuban, tepung terigu berprotein tinggi (Kereta Kencana), yeast/ragi instan (Saf Instan), gula pasir, susu skim, shortening, room butter, dan garam yang diperoleh dari toko bahan kue ”Sinar Yong” di daerah Kedungdoro. Sedangkan Gliserol monostearat (GMS) diperleh dari toko bahan kimia di daerah Kupang

Bahan yang digunakan untuk analisa adalah Aquades, ether, NaOH, HCl,

antifoam agent, H2SO4, K2SO4, K2S, indikator metil merah.

C. Peralatan Yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam pembuatan roti tawar adalah baskom, gelas ukur, sendok, kuas, timbangan, loyang, spatula, oven, kompor.

Alat yang digunakan untuk analisa adalah timbangan analitik, botol timbang, becker glass, gelas ukur, labu takar, deksikator, pipet tetes, pipet volume, kertas saring,


(43)

erlenmeyer, pendingin balik, penetrometer, penangas uap, labu kjeldahl, biuret, ayakan, kertas lakmus, labu Kjedahl.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor yang diulang dua kali. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa ragam. Untuk mengetahui adanya perbedaan diantara perlakuan digunakan Uji Berjarak Duncan (DMRT).

1. Peubah Berubah

Faktor I : Substitusi tepung bekatul

A1 = 10%

A2 = 20%

A3 = 30%

Faktor II : Penambahan Gliserol Monostearat (GMS)

B1 = 3%

B2 = 4%

B3 = 5%

B A

B1 B2 B3

A1 A1B1 A1B2 A1B3

A2 A2B1 A2B2 A2B3


(44)

Keterangan :

A1B1 = Substitusi tepung bekatul 10% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 3%

A1B2 = Substitusi tepung bekatul 10% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 4%

A1B3 = Substitusi tepung bekatul 10% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 5%

A2B1 = Substitusi tepung bekatul 20% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 3%

A2B2 = Substitusi tepung bekatul 20% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 4%

A2B3 = Substitusi tepung bekatul 20% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 5%

A3B1 = Substitusi tepung bekatul 30% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 3%

A3B2 = Substitusi tepung bekatul 30% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 4%

A3B3 = Substitusi tepung bekatul 30% dengan penambahan Gliserol Monostearat (GMS) 5%

Menurut Sutoyo (1993), model statistik yang menggunakan pola faktorial dengan 2 faktor sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan pada suatu percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan –ij (taraf ke-I dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B)

µ = nilai tengah umum (rata-rata yang sesungguhnya) αi = pengaruh perlakuan ke-i dari faktor A

βj = pengaruh perlakuan ke-j dari faktor B

(αβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B

εijk = penggunaan galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ke-j.


(45)

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam. Untuk mengetahui adanya perbedaan diantara perlakuan digunakan uji DMRT dengan taraf 5% dan apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji regresi.

2. Peubah Tetap

Peubah tetap yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

a. Total berat tepung (tepung terigu : bekatul) = 100 gram

b. Berat gula pasir = 12,5 gram

c. Berat susu skim = 3,75 gram

d. Berat ragi/yeast = 3 gram

e. Berat shortening = 6,25 gram

f. Berat room butter = 6,25 gram

g. Berat garam = 3 gram

h. Kuning telur = 1 buah

i. Volume air = 75 ml

j. Lama fermentasi I = 25 menit

k. Lama fermentasi II = 45 menit

l. Lama pemanggangan = 30 menit

m. Suhu pemanggangan = 2100C

E. Parameter Yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Parameter yang diamati pada tepung bekatul meliputi :


(46)

b. Analisa kadar protein dengan metode kjeldahl ( Sudarmadji dkk, 1997 ) c. Analisa kadar serat kasar (Sudarmadji dkk, 1997)

2. Parameter yang diamati pada roti tawar bekatul meliputi :

a. Analisa kadar air dengan metode Pemanasan (Sudarmadji dkk, 1997) b. Analisa kadar protein dengan metode kjeldahl ( Sudarmadji dkk, 1997 ) c. Analisa kadar serat kasar (Sudarmadji dkk, 1997)

d. Volume pengembangan (Susanto, 1982) e. Ukuran pori (Susanto, 1998)

f. Tekstur menggunakan alat penetrometer (Susanto, 1998)

g. Uji organoleptik (scala scoring) meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur (Rosida, 2007)

F. Prosedur Penelitian

Proses pembuatan roti tawar dengan substitusi bekatul adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan tepung bekatul

Pertama-tama dilakukan sterilisasi bekatul, yaitu dengan pemanasan bekatul segar menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Perlakuan ini dilanjutkan pengayakan sebesar 80 mesh sehingga akan diperoleh tepung bekatul yang halus. 2. Analisa bahan baku

Tepung bekatul yang telah diperoleh kemudian dianalisa terhadap kadar air, kadar protein dan kadar serat kasar.


(47)

3. Persiapan bahan

Tahap persiapan dimulai dengan penimbangan bahan-bahan antara lain tepung terigu : bekatul = 90 gram : 10 gram, 80 gram : 20 gram, 70 gram : 30 gram, gliserol monostearat (3%, 4%, 5%), gula pasir 12,5 gram, susu skim 3,75 gram, ragi roti/yeast 3 gram, telur 1 buah, shortening 6,25 gram, room butter 6,25 gram, garam 3 gram dan air 75 ml.

4. Pencampuran I

Tahap pencampuran I dilakukan untuk mencampur terlebih dahulu untuk bahan-bahan seperti tepung terigu, bekatul, gula pasir, susu skim, gliserol monostearat, shortening dengan menggunakan mixer.

5. Pencampuran II

Setelah pencampuran I dilakukan kemudian air yang telah dicampur dengan ragi roti/yeast dicampur juga dengan perlahan-lahan dalam adonan sambil adonan terus diaduk dengan menggunakan mixer.

6. Pengadonan I

Pengadonan dilakukan dengan kecepatan sedang selama kurang lebih 15 menit. 7. Fermentasi awal

Fermentasi awal dilakukan di wadah baskom selama 25 menit dengan suhu kamar dalam kondisi wadah tertutup.

8. Penghilangan gas (dividing)

Setelah fermentasi awal dilakukan gas penghilangan gas dengan cara adonan diroll sampai tipis (hingga gas tidak ada), proses ini dilakukan dengan waktu yang singkat.


(48)

9. Pencampuran III

Setelah gas dihilangkan dalam adonan kemudian room butter dan garam dicampur dalam adonan.

10.Pengadonan II

Pengadonan dilakukan dengan tangan kurang lebih 15 menit. 11.Penimbangan dan pembentukan

Penimbangan ditujukan untuk mengetahui berat adonan setelah pengadonan II. Pembentukan yang dilakukan untuk memberikan bentuk adonan yang disukai sehingga produk akhir dapat menarik konsumen.

12.Fermentasi akhir

Fermentasi akhir dilakukan di dalam loyang tertutup selama 45 menit dengan suhu kamar.

13.Pemanggangan

Pemanggangan merupakan tahap terakhir pembuatan roti tawar. Pemanggangan dilakukan pada suhu api 2100C selama 30 menit. Pemanggangan ini bertujuan untuk mengembangkan adonan yaitu adanya kontak panas dengan gas karbondioksida dalam adonan. Pada pemanggangan adonan akan berubah warna menjadi kecoklatan.

14.Penimbangan produk roti bertujuan untuk mengetahui berat roti tawar yang dihasilkan.

15.Analisa Produk

Roti tawar yang dihasilkan dilakukan analisa terhadap kadar air, kadar protein, kadar serat kasar, volume pengembangan, ukuran pori, tekstur (penetrometer), rendemen dan organoleptik (warna, aroma, rasa, tektur),


(49)

- Kadar Air - Kadar Protein - Kadar Serat Kasar (100 gr)

20% 30% Gula Pasir 25 gram

Susu Skim 8 gram Kuning Telur 1 buah

Gliserol monostearat (3%, 4%, 5%)

Pencampuran

Pengadukan sampai kalis (alat pengaduk roti ) Ragi roti/yeast 6 gram

Air 150 cc

Shortening 12,5 gram

Fermentasi I

(Suhu kamar selama 25 menit)

Penghilangan Gas (Dividing)

Room Butter 12,5 gram

Garam 6 gram Pencampuran

Pengadukan sampai kalis (dengan tangan)

Pemanggangan suhu 2100C, 30 menit (oven)

Analisa : - Kadar Air - Kadar Protein - Kadar Serat Kasar - Volume Pengembangan - Ukuran Pori

- Tekstur (Pnetrometer) - Rendemen

- Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa, Tekstur)

Roti Tawar Bekatul Fermentasi II

(Suhu kamar selama 45 menit)

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan roti tawar dengan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat dengan metode sponge and dough


(50)

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisa Bahan Baku

Pada penelitian pembuatan roti tawar dengan proposi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat, dilakukan analisis bahan baku terhadap tepung bekatul. Hasil analisis bahan baku dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil analisa tepung bekatul

No. Komponen Tepung Bekatul

1. 2. 3.

Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Serat (%)

10,8975 11,9861 13,3214

Dari tabel 8 diatas dapat diketahui kadar air tepung bekatul adalah 10,8975%, kadar protein 11,9861%, kadar serat 13,3214%, sedangkan menurut Hubeis (1995), kadar air, protein dan serat dari tepung bekatul masing-masing adalah 12,70%, 13,87% dan 12,52%. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jenis padi atau beras, usia panen, kondisi lingkungan tempat padi tumbuh dan waktu penyosohan bekatul itu sendiri.

B. Hasil Analisa Produk Roti Tawar Bekatul 1. Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat tidak terdapat interaksi yang nyata terhadap kadar air roti tawar tetapi perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat masing-masing berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap kadar air roti tawar yang dihasilkan.


(51)

dilihat pada Tabel 9. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar air roti tawar mempunyai kisaran antara 22,4081 %-24,6344%.

Tabel 9. Nilai rata-rata kadar air roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul Substitusi Tepung Bekatul Kadar Air (%) Notasi DMRT 5%

10% 20% 30%

22,4081 23,0913 24,6344

a b c

- 0,3866 0,4062

Dari Tabel 9. menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung bekatul atau semakin rendah jumlah tepung terigu maka kadar air roti tawar semakin meningkat, hal ini disebabkan karena tepung bekatul mengandung kadar serat yang tinggi (13,3214%), dimana serat mempunyai sifat mengikat air dengan ikatan yang cukup kuat. Sehingga semakin banyak substitusi tepung bekatul yang ditambahakan maka semakin tinggi kadar air roti tawar. Hal ini didukung pernyataan Hood et al (1980), bahwa serat dalam suatu bahan dapat mengikat air dan walaupun dilakukan pemanasan, air yang diuapkan relatif kecil dan kandungan air yang tertinggal dalam bahan masih ada.

Nilai rata-rata kadar air roti tawar dengan perlakuan penambahan gliserol monostearat dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar air dengan kisaran antara 22,9053%-24,0186 %.

Tabel 10. Nilai rata-rata kadar air roti tawar dari perlakuan penambahan gliserol monostearat

Penambahan Gliserol Monostearat (%)

Kadar Air (%) Notasi DMRT 5% 3

4 5

22,9053 23,2099 24,0186

a a b

- 0,3866 0,4062


(52)

monostearat maka kadar air roti tawar semakin meningkat. Peningkatan kadar air roti tawar disebabkan karena gliserol monostearat memiliki kemampuan untuk menyerap air dengan adanya gugus hidrofilik yang dimilikinya. Menurut Purnomo (1994), peningkatan daya serap air oleh gliserol monostearat disebabkan adanya kemampuan pengikatan air oleh gugus polar (hidrofilik) yang dimilikinya.

Mudjisihono dkk (1993), roti tawar yang ditambah gliserol monostearat memiliki kapasitas penyerapan air lebih tinggi dibandingkan dengan roti tanpa gliserol monostearat. Hal ini disebabkan gliserol monostearat dapat menghalangi penggabungan molekul-molekul pati dengan matriks protein sehingga –OH bebas pada gliseril monostearat yang berikatan jumlahnya masih relatif banyak.

2. Kadar Protein

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4), menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat tidak terdapat interaksi yang nyata terhadap kadar protein roti tawar tetapi perlakuan substitusi tepung terigu:tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat masing-masing berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap kadar protein roti tawar yang dihasilkan.

Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dengan perlakuan substitusi tepung bekatul dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar protein roti tawar mempunyai kisaran antara 9,7713 %-11,1125%.

Tabel 11. Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul Substitusi Tepung Bekatul Kadar Protein (%) Notasi DMRT 5%

10% 20% 30%

11,1125 10,6332 9,7713

c b a

0,2400 0,2284


(53)

bekatul atau semakin rendah jumlah tepung terigu maka kadar protein roti tawar semakin menurun. Hal ini disebabkan karena tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu yang mengandung protein tinggi (hard flour) dengan kandungan protein sebesar 12-14%. Dalam hal ini, kandungan protein tepung terigu lebih tinggi dibandingkan kadar protein pada tepung bekatul (11,9861%). Sehingga semakin banyak tepung bekatul yang ditambahkan maka kadar protein roti tawar yang dihasilkan semakin menurun. Menurut Anonymous (2008), kandungan protein pada tepung terigu adalah 13% sedangkan menurut Hubeis (1995), kandungan protein tepung bekatul sebesar 12,52%.

Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dengan perlakuan penambahan gliserol monostearat dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar protein dengan kisaran antara 10,2357%-10,9044 %.

Tabel 12. Nilai rata-rata kadar protein roti tawar dari perlakuan penambahan gliserol monostearat

Penambahan Gliserol Monostearat (%)

Kadar Protein (%)

Notasi DMRT 5%

3 4 5

10,9044 10,3768 10,2357

b a a

0,2400 0,2284

-

Dari Tabel 12. menunjukkan bahwa semakin meningkatnya penambahan gliserol monostearat maka kadar protein roti tawar semakin menurun.Menurunnya kadar protein roti tawar pada penambahan gliserol monostearat dikarenakan gliserol monostearat mengandung kadar protein yang kecil. Menurut Hidayat (2006), gliserol monostearat hanya mempunyai kadar protein sebesar 0,03%. Hal ini sesuai dengan pendapat Mudjisihono dkk (1993), variasi penambahan gliserol monostearat tidak menyebabkan perbedaan kadar protein pada roti tawar yang dihasilkan karena gliserol monostearat sebagian besar tersusun bukan oleh fraksi protein


(54)

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat tidak terdapat interaksi yang nyata terhadap kadar serat roti tawar tetapi perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat masing-masing berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap kadar serat roti tawar yang dihasilkan.

Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dengan perlakuan substitusi tepung bekatul dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar serat roti tawar mempunyai kisaran antara 13,0632 %-13,3562%.

Tabel 13. Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul Substitusi Tepung Bekatul Kadar Serat (%) Notasi DMRT 5%

10% 20% 30%

13.0632 13.2305 13.3562

a b c

- 0.0382 0.0401

Dari Tabel 13. menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung bekatul atau semakin rendah jumlah tepung terigu maka kadar serat roti tawar semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena tepung bekatul mengandung serat yang lebih tinggi (13,3214%) dibandingkan kadar serat pada tepung terigu (2%). Sehingga semakin banyak tepung bekatul yang ditambahkan maka kadar serat roti tawar yang dihasilkan juga semakin meningkat. Menurut Hubeis (1995), kandungan serat pada bekatul adalah 12,52% sedangkan menurut Anonymous (1994), kandungan serat tepung terigu sebesar 2%. Menurut Muchtadi (1995), bekatul merupakan sumber serat makanan yang cukup besar dalam bentuk serat kasar. Serat tepung bekatul terdiri atas sebagian besar hemisellulosa (21,32-25,36%) dan sebagian sellulosa (4-4,5%).


(55)

monostearat dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar air dengan kisaran antara 13,1655%-13,2577 %.

Tabel 14. Nilai rata-rata kadar serat roti tawar dari perlakuan penambahan gliserol monostearat

Penambahan Gliserol Monostearat (%)

Kadar Serat (%)

Notasi DMRT 5%

3 4 5

13.2577 13.2267 13.1655

b b a

0.0401 0.0382

-

Dari Tabel 14. menunjukkan bahwa semakin meningkatnya penambahan gliserol monostearat maka kadar serat roti tawar semakin menurun. Hal ini berhubungan dengan kadar air roti tawar yang dihasilkan. Semakin banyak substitusi tepung bekatul yang ditambahkan maka semakin tinggi kadar air roti tawar yang dihasilkan sehingga menyebabkan komponen lain atau bahan total padatan termasuk kadar protein dan kadar serat menurun.

4. Volume Pengembangan

Berdasarkan analisa ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terdapat interaksi yang nyata (p < 0,05) terhadap volume pengembangan roti tawar yang dihasilkan. Demikian juga antara masing-masing perlakuan terdapat interaksi yang nyata. Rerata volume pengembangan roti tawar tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15.


(56)

bekatul dan penambahan gliserol monostearat. Perlakuan Substitusi Tepung Bekatul Gliserol Monostearat (%) Volume Pengembangan (%)

Notasi DMRT 5% 10% 20% 30% 3 4 5 3 4 5 3 4 5 333,8000 342,1667 346,9333 314,6667 320,1333 321,2000 299,0333 304,1333 305,0000 g h i d e f a b c 0,2883 0,2900 0,2918 0,2763 0,2814 0,2857 - 0,2556 0,2685

Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata.

Pada Tabel 15. terlihat pada perlakuan substitusi tepung bekatul 30% dan penambahan gliserol monostearat 3% memiliki volume pengembangan yang paling rendah yaitu 299,0333%, sedangkan pada perlakuan substitusi tepung bekatul 10% dan penambahan gliserol monostearat 5% memiliki volume pengembangan yang paling tinggi yaitu 346,9333%. Hubungan antara perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan roti tawar ditunjukkan pada Gambar 4.

y = 6.5667x + 327.83 R2 = 0.9756 y = 3.2667x + 312.13

R2 = 0.8687 y = 2.9833x + 296.76

R2 = 0.8563 290 300 310 320 330 340 350 360

3 4 5

Gliserol Monostearat (%)

V o lu m e P e ng e m b a ng a n ( % ) 270 280

Tepung Bekatul 10 Tepung Bektul 20 Tepung Bekatul 30

0

Gambar 4. Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan roti tawar.


(57)

gliserol monostearat dan semakin menurunnya substitusi tepung bekatul menyebabkan volume pengembangan roti tawar semakin meningkat. Pernyataan ini ditunjukkan pada Gambar 4 dengan persamaan Y = 6,5667x + 327,83 dan nilai R2 = 0,9756

Hal ini disebabkan karena penurunan substitusi tepung bekatul menyebabkan meningkatnya jumlah tepung terigu sehingga jumlah pati dan kandungan gluten dalam adonan lebih besar sedangkan gliserol monostearat mampu berinteraksi dengan molekul amilosa sehingga dapat menahan gas yang berakibat adonan menjadi lebih mengembang.

Menurut Purnomo (1994) yang menyatakan bahwa adonan yang mengalami penambahan gliserol monostearat memiliki volume yang lebih tinggi karena kapasitas penahanan dari gas CO2 yang meningkat. Lebih lanjut Mudjisihono dkk (1993),

menyatakan bahwa gliserol monostearat yang ditambahkan pada adonan roti tawar berinteraksi secara heliks dengan molekul-molekul amilosa saat gelatinisasi pati dan cukup mampu untuk menahan gas CO2 sehingga adonan akan mengembang.

Menurut Hadi (2006), gliserol monostearat berfungsi meningkatkan kualitas adonan dengan memperbaiki ikatan gluten antar komponen-komponen roti. Kekuatan adonan akan meningkat jika semakin banyak jembatan disulfida yang terbentuk oleh gluten. Gliserol monostearat sering digunakan untuk memperkuat jaringan protein gluten agar didapatkan retensi gas (gas retention) yang lebih baik sehingga dapat mengembangkan volume roti tawar.

5. Ukuran Pori

Berdasarkan analisa ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terdapat interaksi yang nyata (p < 0,05) terhadap ukuran pori-pori roti tawar yang dihasilkan. Demikian juga antara


(58)

masing-perlakuan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Rerata ukuran pori-pori roti tawar dari perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat.

Perlakuan Substitusi

Tepung.Bekatul

Gliserol Monostearat (%)

Pori – Pori (mm)

Notasi DMRT 5% 10% 20% 30% 3 4 5 3 4 5 3 4 5 0,8597 0,8743 0,8793 0,8507 0,8517 0,8577 0,8350 0,8417 0,8447 g h i d e f a b c 0,0019 0,0019 0,0019 0,0018 0,0019 0,0019 - 0,0017 0,0018 Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata.

Pada Tabel 16. terlihat pada perlakuan substitusi tepung bekatul 30% dan penambahan gliserol monostearat 3% memiliki nilai pori-pori yang rendah (0,8350 mm) sedangkan pada perlakuan substitusi tepung bekatul 10% dan penambahan gliserol monostearat 5% memiliki nilai pori-pori yang paling tinggi (0,8793 mm). Hubungan antara perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap nilai pori-pori roti tawar ditunjukkan pada Gambar 5.

y = 0.0098x + 0.8514 R2 = 0.9255

y = 0.0035x + 0.8463 R2 = 0.8547 y = 0.0048x + 0.8308

R2 = 0.9542 0.83 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89

3 4 5

Gliserol Monostearat (%)

P o ri -p o ri (m m ) 0.81 0.82

Tepung Bekatul 10 Tepung Bektul 20 Tepung Bekatul 30 0

Gambar 5. Hubungan antara substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap pori-pori roti tawar.


(59)

gliserol monostearat dan semakin menurunnya substitusi tepung bekatul menyebabkan ukuran pori-pori roti tawar semakin seragam. Pernyataan ini ditunjukkan pada Gambar 5 dengan persamaan Y = 0,0098x + 0,8514 dan nilai R2 = 0,9255

Hal ini disebabkan karena penurunan substitusi tepung bekatul menyebabkan meningkatnya jumlah tepung terigu sehingga jumlah pati dan kadungan gluten dalam tepung terigu lebih besar sehingga kandungan gluten juga banyak pula, ditambah pula dengan penambahan gliserol monostearat yang berfungsi sebagai surfaktan dan membantu kerja gluten dan pati dalam memerangkap CO2 sebagai hasil fermentasi. Meningkatnya nilai pori-pori roti tawar berhubungan dengan volume pengembangan yaitu dengan semakin tinggi penambahan gliserol monostearat maka volume yang dihasilkan akan semakin besar dan pori-pori akan kecil dan merata.

Matz (1972) menyatakan kemampuan adonan dalam menahan gas CO2 dipengaruhi

oleh kandungan gluten yang terdapat dalam adonan roti tersebut. Semakin sedikit substitusi tepung bekatul maka pori-pori yang terbentuk akibat proses fermentasi semakin seragam.

Menurut Hadi (2006), karbondioksida sebagai gas pengembang tidak akan secara tiba-tiba membentuk gelembung pada adonan roti. Penambahan gliserol monostearat menyebabkan akan lebih banyak pori-pori udara yang seragam terbentuk dan hasilnya roti tawar akan menjadi lebih empuk dan mengembang. Selain itu integritas dari dinding buih yang dibentuk oleh protein menentukan tingkat keseragaman pori-pori roti, dengan adanya gliserol monostearat akan menyelimuti permukaan luar partikel lemak sehingga menghindari kerusakan pada dinding yang dibentuk oleh protein tersebut. Menurut Mudjisihono dkk (1993), penambahan gliserol monostearat dapat meningkatkan volume roti tawar yang berakibat dengan pori-pori roti tawar yang dihasilkan menjadi seragam.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan, ukuran pori-pori dan tekstur (pnetrometer) roti tawar yang dihasilkan.

2. Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan substitusi tepung bekatul dan penambahan gliserol monostearat terhadap kadar air, kadar protein dan kadar serat roti tawar yang dihasilkan.

3. Perlakuan proporsi tepung bekatul 20% dan penambahan gliserol monostearat 3% menghasilkan roti tawar bekatul yang terbaik dengan kriteria : kadar air 22,6078%, kadar protein 10,8967%, kadar serat 14,9455%, volume pengembangan 314,6667%, ukuran pori 0,8507 mm, tekstur (kekerasan) 0,851 mm/gr dt dan tingkat skoring warna 6,600 (suka), aroma 5,6 (agak suka), rasa 5,85 (agak suka), tekstur 5,2 (agak suka).

4. Hasil analisis finansial diketahui bahwa nilai Break Event Point (BEP) dicapai pada Rp. 163.804.505,8,- sebesar 32,0131 % dan kapasitas titik impas 19.976 unit/tahun, sedangkan Internal Rate of Return (IRR) mencapai 22,48%, Payback Period (PP) dicapai selama 4,37 tahun, Net Present Value (NPV) sebesar Rp. 143,716,106,- dan Benefit Cost Ratio sebesar 1,1322.


(2)

B. SARAN

Pada penelitian lebih lanjut mengenai rasa produk dengan substitusi tepung bekatul perlu penambahan zat penawar rasa bekatul (after taste) untuk meningkatkan mutu rasa produk substitusi tepung bekatul sedemikian rupa sehingga didapatkan produk substitusi tepung bekatul yang lebih disukai dan berpeluang lebih besar untuk dibeli oleh konsumen dan perlu dilakukan analisa kandungan vitamin B1 dalam produk substitusi tepung bekatul.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1994. Sekilas Mengenal Tepung Terigu. Bogasari Flour Mills. Surabaya. ---. 2008. Bekatul, Sehat Itu Tak harus Mahal. http://www.google.com ---. 2008. Mengenal Berbagai Macam Tepung. http://www.google.com

Ahza, A. B., 1983. Substitusi Parsial Tepung Gandum (Triticum aestivum L.) Dengan Tepung Sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench.) Dan Tepung Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp.) Pada Pembuatan Roti. Di dalam Penelitian Carmendita Tjahjadi, Hj. Cucu S Achyar dan Intan Setya Apsari, 2007. Pemanfaatan Tepung Sorghum (Sorghum bicolor (L) Moench.) Dalam Pembuatan Roti Tawar Dengan Metode Straight Process. Makalah dalam Seminar PATPI., Bandung..

Bailey’s, 1996. Industrial Oil and Fat Product. Departement of Food Science Cook. Vol 3. Roughter University, New York.

Charley, H., 1982. Food Science. John Wiley and Sons, New York.

Desrosier, N. W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah : Muchji Muljohardjo. UI-Press, Jakarata.

Fance, W. J., 1975. The Student’s Technology of Bread Making and Confectionary. Di dalam Penelitian Rony Hidayat, 2006. Pembuatan Roti Tawar (Kajian Substitusi Tepung Tapioka dan Penambahan Gliserol Monostearat). Laporan Skripsi Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur..

Fardiaz, S., 1992. Mikrobilogi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Fennema, U. R., 1985. Food Chemistry. Di dalam Penelitian Rony Hidayat, 2006. Pembuatan Roti Tawar (Kajian Substitusi Tepung Tapioka dan Penambahan Gliserol Monostearat). Laporan Skripsi Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur

Furia, E. T., 1968. Handbook of Food Additive. Di dalam Penelitian Rony Hidayat, 2006. Pembuatan Roti Tawar (Kajian Substitusi Tepung Tapioka dan Penambahan Gliserol Monostearat). Laporan Skripsi Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur.

Grist, D. H., 1965. Rice. 4th ed. Lowe and Brydine, Ltd., London.

Hadi, Y.,2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Produk Roti. Artikel Dalam Food Review Indonesia Edisi April 2006. Hal 46-49.


(4)

Herudiyanto, M., Imas Setiasih., Agus Sudrajat., 2002. Efek Substitusi Tepung Terigu Oleh Tepung Campuran Kedelai dan Ubi Jalar Serta Penambahan Gliseril Monostearat Pada Pembuatan Roti Tawar. Makalah dalam Seminar PATPI., Malang.

Hidayat, R., 2006. Pembuatan Roti Tawar (Kajian Substitusi Tepung Tapioka dan Penambahan Gliserol Monostearat). Laporan Skripsi Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur.

Houston, D. F., 1972. Rice Brand and Polish. Di dalam Penelitian Dedy Muchtadi, Ni Luh Puspitasari., dan Linda Susana, 1995. Substitusi Parsial Tepung Terigu Dengan Bekatul Sebagai Sumber Serat Makanan Dan Niasin Dalam Pembuatan Roti Manis Dan Biskuit. IPB, Bogor

Hubeis, M., Sutrisno. K., Muhammad. L., 1995. Mempelajari Pemanfaatan Bekatul Dalam Pembuatan Formula Roti Manis Dan Biskuit Berserat tinggi.

Keetels, C. J. A. M., 1995. Effect of Lipid Surfactans On The Stuctureand Mechanics of Concentrate Starch Gels and Strach Bread. Wageningen Agriculture University. Departement of Food Science. Netherlands. Jurnal of Food Science 24. Hal. 33-45. Kent, N.L. 1975. Technology of Food With Special Reference to Wheat Edition. Di dalam

Penelitian Rony Hidayat, 2006. Pembuatan Roti Tawar (Kajian Substitusi Tepung Tapioka dan Penambahan Gliserol Monostearat). Laporan Skripsi Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur.

---, 1983. Technology of Cereal. Di dalam Penelitian Rony Hidayat, 2006. Pembuatan Roti Tawar (Kajian Substitusi Tepung Tapioka dan Penambahan Gliserol Monostearat). Laporan Skripsi Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Kim, J. C. And D. Ruiter, 1968. Bread From Non-Wheat Flour. Jurnal of Food Technology. Vol 22.

Kotschevar, L. H., 1975. Standards, Principles and Techniques in “Quantity Food Production”. A Division of Cahners Publishing Co, Inc., Boston, Massachusetts.

Luh, B.S., 1980. Rice Production and Utilization. The AVI Publishing Co. Inc., Westport, Connecticut.

Mangkusubroto, K. dan T. Listiarini. 1987. Analisa Keputusan. Pendekatan Sistem dalam Manajemen Usaha dan Proyek. ITB, Bandung.


(5)

Marleen, H., 2002. Efek Substitusi Tepung Terigu Oleh Tepung Campuran Kedelai dan Ubi Jalar Serta Penambahan Gliseril Monostearat Pada Pembuatan Roti Tawar, Dalam Seminar Nasional PATPI Malang Hal. B29-B74.

Marliyati,S.A,Faisal,A., dan Ahmad,S.,1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah tangga. Departemen Pendidikan dan Budaya Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB,Bogor.

Matz, S. A., 1972. Bakery Technology and Engineering. The AVI Publishing Co., Inc. Westport, Connecticut.

Meyer, L. H., 1990. Food Chemistry. AVI Publishing co., Wesport, connecticut.

Muchtadi, D., Ni Luh puspitasari., dan Linda Susana, 1995. Substitusi Parsial Tepung Terigu Dengan Bekatul Sebagai Sumber Serat Makanan Dan Niasin Dalam Pembuatan Roti Manis Dan Biskuit. IPB, Bogor.

Mudjisihono, Joni, M. Dan Zuheid, N., 1993. Pengaruh Penambahan Tepung Kacang Hijau Dan Gliseril Monostearat Pada Tepung Jagung Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptis Roti Tawar Yang Dihasilkan. BPTP Sukamandi.

Natalia, 1990. Study awal Substitusi Susu Bubuk Skim Dengan Tepung Ampas Tahu Pada Pembuatan Roti Tawar. Tesisi S1 Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Yogyakarata.

Pomeranz, Y., 1971. Wheat Chemistry and Technology. The AACC, Inc., St. Paul, Minessota.

Purnomo, A.E. 1994. Pengaruh Penambahan Gliseril Monostearat Pada Pembuatan Roti Tawar dengan Substitusi Tepung Selain Terigu. Laporan Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian – IPB. Bogor.

Rosida, 2007. Diktat Mata Kuliah Uji Inderawi. Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

Santoso, B.A.S., Wisnu Broto., dan S. Widowati, 2007. Prespektif Pemanfaatan Bekatul dan Implikasinya Untuk Diversifikasi Pangan. Makalah Seminar PATPI 2007, Bandung.

Siagian, P., 1987. Penelitian Operasional. UI-Press, Jakarta.

Spreer, E., 1998. Milk and Diary Product Teghnology. Marcel Dokker Inc., New York. Subarna, 1992. Baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-Prinsip Teknologi Pangan


(6)

Suhardi, 1989. Kimia dan Teknologi Protein. PAU pangan dan gizi UGM, Yogyakarta. Suhartini, N., 2006. Pembuatan Roti Tawar (Kajian Proporsi Tepung Terigu : Tepung

Labu Kuning dan Penambahan Gluten). Laporan Skripsi Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur.

Sultan, W. J., 1986. Practical Baking. Van Nostrand Reinhold, New York.

Susanto, T. dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu, Surabaya.

Stauffer, C. E., 1990. Functional Additives for Bakery Foods. Van Nostrand Reinhold, New York.

Utami, I. S., 1992. Pengolahan Roti. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wibowo, D. 1992. Pangan dan Gizi. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wood, B. J. B., 1998. Microbiology of Fermented Food. Blackie Academic and Profesional, London.