7. Garam
Garam biasanya ditambahkan pada formula roti antara 1,5-2,5 dari berat tepung. Pemakaian garam yang terlalu rendah akan menghasilkan roti yang hambar, dan
sebaliknya bila berlebihan fermentasi yeast akan terhambat. Fungsi garam pada adonan roti adalah untuk memberikan rasa gurih pada roti, mengontrol waktu fermentasi,
menambah elastisitas dan kekuatan gluten Marliyati, 2002. Garam dapat mengontrol laju fermentasi pada adonan. Efek ini berhubungan
dengan kemampuan untuk meningkatkan tekanan osmotik yang disebabkan dari penambahan garam pada formulasi adonan. Garam mempengaruhi aktivitas metabolisme
yeast, tetapi efek pada fermentasi lebih penting yaitu menurunkan laju produksi gas CO
2
dan pengembangan adonan proofing Matz, 1992. Menurut Sultan 1981, Peran garam dalam pembuatan roti tawat adalah
memperbaiki flavour, memperkuat gluten, mengendalikan altivitas yeast, serta mengkambat kontaminasi yang ada dalam adonan.
8. Susu Skim
Pemakaian susu dalam pembuatan roti tawar adalah untuk meningkatkan nilai gizi roti. Susu mengandung kasein protein susu dan laktosa serta mineral kalsium. Selain itu
susu dapat memberikan efek terhadap warna yaitu sebagai hasil reaksi browning non enzimatis antara gula dengan protein dan memperkuat gluten karena kandungan
kalsiumnya Marliyati, 1992. Susu digunakan untuk memberikan flavour yang spesifik serta pembentukan kulit
roti sebab susu mengandung laktosa yang tidak dapat difermentasi oleh yeast. Selain itu
susu juga dapat memperbaiki nilai nutrisi roti tawar sebab mengandung protein yang cukup tinggi 37,96 Natalia, 1990.
Komposisi kimiawi susu skim dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6. Daftar komposisi susu skim per 100 gram bahan.
No Komponen Jumlah
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. Kalori kal
Protein gr Lemak gr
Karbohidrat gr Kalsium gr
Fosfor gr Besi mg
Air gr 36
3,5 0,1
5,1
123 97
0,1 90,5
Sumber : Departemen Kesehatan RI 1996 9.
Shortening
Shortening adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu yang pada umumnya berwarna putih sehingga sering disebut mentega putih. Sifat
elastis lemak memegang peranan penting dalam pembuatan roti. Menurut Matz 1972, lemak dipergunakan untuk mempertahankan aroma sebagai pembangkit dan membantu
menahan gas karbondioksida yang dihasilkan galam proses fermentasi pada produk roti. Menurut Ketaren 1986, apabila lemak shortening dicampur dengan adonan
roti, maka adonan akan membentuk sejenis film. Adonan berlemak ini mempunyai daya gabung dengan udara dan daya pelumas lebih besar dibandingkan minyak cair.
Shortening berfungsi sebagai perangkap udara selama pencampuran. Gelembung udara ini menunjang langsung peragian dan membantu pengendalian butiran.
Gelembung-gelembung udara ini terbungkus di dalam lapisan lemak. Shortening juga berfungsi mengempukkan, remah dan menunjang cita rasa produk roti Desrosier, 1988.
Penambahan shortening sekitar 1 dari berat tepung dapat memperbaiki volume roti, menurunkan kekerasan dan memberikan dinding roti yang lebih tipis, menghasilkan
tekstur yang lembut dan mempermudah sifat penirisan Kent, 1983. Komposisi kimiawi shortening dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Daftar komposisi shortening per 100 gram bahan. Komponen Jumlah
No 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
8. Kalori kal
Protein gr Lemak gr
Karbohidrat gr Kalsium gr
Fosfor gr Besi mg
Air gr 72,5
0,5 81,6
1,4 15
16 1,1
16,5 Sumber : Departemen Kesehatan RI 1996
C.
Proses Pembuatan Roti tawar 1.
Metode Pembuatan Roti tawar
Metode dan proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam menghasilkan produk roti tawar yang berkualitas. Secara umum, metode utama dalam
pembuatan roti tawar dapat dibedakan menjadi 3, yaitu straight dough metode langsung, no time dough metode cepat dan sponge and dough. Penggunaan metode
yang berbeda akan mempengaruhi kondisi adonan, volume dan banyak faktor lainnya. Pada metode straight dough, seluruh bahan dicampur dalam satu kali proses
pengadukan. Adonan yang dihasilkan umumnya elastis namun ekstensibilitasnya kurang. Setelah proses pengadukan, adonan mengalami proses fermentasi selama 2-3 jam. Produk
yang dihasilkan umumnya unggul dalam hal aroma dan rasa. Pada metode no time dough, bahan baku juga diaduk dalam satu kali proses pengadukan, namun proses fermentasi
berlangsung dalam waktu yang singkat kurang dari 30 menit. Oleh karena itu, diperlukan pemakaian ragi 1,5-2 kali lebih banyak dari proses biasa. Akibat pendeknya
proses fermentasi, produk yang dihasilkan kurang aromanya. Produk yang dihasilkan juga lebih cepat keras sehingga umur simpan lebih pendek Hadi, 2006.
Pada metode sponge and dough, bahan baku dibagi dalam dua kali proses pengadukan. Pada pengadukan pertama, 60-80 dari total pemakaian terigu, air dan
ragi dicampur membentuk “sponge”. Setelah difermentasikan 2-5 jam, adonan “sponge” diaduk kembali bersama sisa tepung dan bahan-bahan lainnya hingga membentuk adonan
yang kalis. Metode ini menghasilkan adonan dengan stabilitas tinggi. Umumnya volume produk lebih besar, pori halus, tekstur halus dan lembut Hadi, 2006.
2. Pengadonan