Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

99 yang dicapai akan tahan lama di ingat siswa sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi. Sesuai dengan pendapat Nana Sujana tersebut, dengan menggunakan alat peraga hasil belajar yang dicapai akan tahan lama di ingat siswa. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai KKM pada setiap akhir siklus. Persentase ketuntasan belajar pada tahap pra siklus yaitu 26,67, pada akhir siklus I 53,33, pada akhir siklus II 86,67, sehingga pada akhir siklus II ketuntasan belajar siswa telah mencapai indikator keberhasilan penelitian yang ditetapkan yaitu jumlah siswa yang mencapai KKM sebanyak 75 dari jumlah seluruh siswa. Perbandingan persentasi jumlah siswa yang tuntas belajar pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan menggunakan alat peraga teropong pecahan pada pra siklus, akhir siklus I, dan akhir siklus II disajikan pada gambar 14. Gambar 15. Grafik Perbandingan Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas Belajar pada Pra siklus, Akhir Sklus I, dan Akhir Siklus II 100 Peningkatan persentase jumlah siswa yang tuntas belajar pada setiap siklus merupakan suatu wujud dari keefektifan penggunaan alat peraga teropong pecahan. Pada tahap pra siklus, siswa yang tuntas belajar hanya mencapai angka 26,67 karena belum digunakannya alat peraga teropong pecahan dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru saja sehingga kurang memahami materi yang disampaikan guru. Pada siklus I, terjadi peningktanan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 26,66. Pada siklus ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil di dalam kelas. Pembentukan kelompok ini bertujuan apabila dalam kelompok tersebut terjadi kesulitan seperti misalnya belum memahami peraturan penggunaan alat peraga teropong pecahan, siswa yang sudah paham dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan, sehingga terjadi kerjasama yang baik di dalam kelompok dan jumlah siswa yang tuntas dapat meningkat. Pada siklus II mengalami peningkatan lagi sebanyak 33,34 sehingga mencapai angka 86,67. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya bimbingan guru selama pembelajaran berlangsung sehingga siswa dapat memahami aturan penggunaan alat peraga teropong pecahan dan tidak kesulitan dalam memperagakan penjumlahan dan pengurangan menggunakan alat peraga tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa adalah kerjasama anggota kelompok yang semakin baik lagi dibandingkan dengan siklus I dimana siswa yang sudah paham membantu 101 siswa yang belum paham membuat bertambahnya siswa tuntas belajar pada hasil test nya. Persentase rata-rata skor aktivitas guru dan siswa dalam penggunaan alat peraga teropong pecahan dari siklius I ke siklus II meningkat sebesar 19,17 yaitu dari 70,83 menjadi 90. Berdasarkan hasil observasi pada siklus II, dapat disimpulkan bahwa setiap butir amatan aktivitas guru dan siswa dalam penggunaan alat peraga teropong pecahan telah digunakan dengan sangat baik dalam pelaksanaan tindakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pitadjeng 2006:52 bahwa pemilihan media belajar, khususnya alat peraga matematika, dapat memudahkan anak untuk belajar jika tepat. Tetapi jika kurang tepat dapat menimbulkan salah konsep pada anak. Sesuai dengan pendapat Pitadjeng tersebut, penggunaan alat peraga teropong pecahan dalam materi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan dapat memudahkan belajar siswa dan secara umum dapat berjalan dengan baik seperti yang dapat dilihat dari hasil observasi. Perbandingan persentase rata-rata skor aktivitas guru dan siswa dalam penggunaan alat peraga teropong pecahan pada hasil observasi siklus I dan siklus II dapat dilihat pada gambar 15. 102 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Siklus I Siklus II Persentase Rata-rata Skor Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penggunaan Alat Peraga Teropong Pecahan Hasil Observasi Siklus I dan Siklus II 70.83 90.00 Gambar 16. Grafik Perbandingan Persentase Rata-rata Skor Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penggunaan Alat Peraga Teropong Pecahan Hasil Observasi Siklus I dan Siklus II Pada grafik di atas, terjadi peningkatan sebanyak 19,17. Hal tersebut membuktikan bahwa alat peraga teropong pecahan tepat digunakan serta memudahkan anak dalam memahami materi penjumlahan dan pengurangan pecahan sehingga aktivitas guru dan siswa dalam penggunaan alat peraga teropong pecahan secara umum berjalan baik dan terjadi peningkatan. Berdasarkan data hasil belajar siswa dari tahap pra siklus sampai siklus II dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatkan prestasi belajar materi penjumlahan dan pengurangan pecahan pada siswa kelas IV SDN Warangan I. 103

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan di kelas IV SDN Warangan I ini memiliki keterbatasan yaitu: 1. Pada siklus I, peneliti sebagai pelaksana tindakan dianggap sebagai orang baru oleh siswa sehingga perhatian siswa selama proses pembelajaran masih kurang. 2. Keterbatasan jam pelajaran pada saat penelitian menyebabkan guru tidak melakukan pembahasan jawaban post-test bersama-sama dengan siswa. 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SDN Warangan I terhadap materi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Terjadinya peningkatan prestasi belajar tersebut merupakan dampak dari ketepatan penggunaan alat peraga teropong pecahan dalam materi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan yang secara umum dapat berjalan dengan baik. Proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan, siswa dapat memahami konsep pecahan, membandingkan dua pecahan, penjumlahan dan pengurangan pecahan. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya nilai rata-rata tes dan persentase ketuntasan belajar siswa dari pra siklus, akhir siklus I dan akhir siklus II. Nilai rata-rata siswa sebelum tindakan adalah 43,78, nilai rata-rata akhir siklus I adalah 60,20, dan nilai rata-rata pada akhir siklus II adalah 80,67. Jumlah siswa yang mencapai KKM pada hasil pre-test sebanyak 4 siswa 26,67, pada hasil post-test siklus I sebanyak 8 siswa 53,33, dan pada hasil post-test siklus II, 13 siswa 86,67 telah mencapai KKM.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka dapat disampaikan saran yaitu: 105 1. Bagi Guru a. Guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika sebaiknya lebih banyak menggunakan alat peraga untuk memudahkan siswa memahami konsep matematika yang bersifat abstrak. Peningkatan prestasi belajar matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan dapat menggunakan alat peraga teropong pecahan. 2. Bagi Kepala Sekolah a. Menghimbau guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan media yang sederhana namun dapat meningkatkan pemahaman siswa. b. Memberi masukan agar dapat mengetahui alat peraga yang bervariasi dalam memperbaiki dan meningkatkan kreativitas pembelajaran Matematika terutama materi pecahan. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Membuat alat peraga teropong pecahan yang tiang penyangganya terbuat dari bahan yang tidak membahayakan siswa, misalnya dari bahan plastik atau kayu. b. Membuat inovasi alat peraga lain yang dapat digunakan untuk memeragakan penjumlahan dn pengurangan pecahan yang hasilnya 1 dan 0. 106 DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Antonius Cahya Prihandoko. 2006. Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktur Ketenagaan. Cholis Sa’dijah. 1998. Pendidikan Matematika II. Malang: Depdikbud. Cronbach, L. Y. 1959. Essensial of Psychological Testing. New York: Harper Row Publisher. Darhim. 1991. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Depdikbud. Lisnawaty Simanjuntak. 1992. Metode Mengajar Matematika 1. Jakarta: Rineka Cipta. Marsigit. 2004. Konsep Dasar Kurikulum 2004 Matematika. Staffsite UNY Yogyakarta. FMIPA UNY. Muhibbin Syah . 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Nana Syaodih Sukmadinata. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nana Sudjana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Pembelajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo. ___________. 1995. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Ngalim Purwanto. 1966. Psikologi Pendidikan. Bandung: CV. Remaja Karya. Pitadjeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktur Ketenagaan. Ruseffendi. 1984. Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito.