UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA TEROPONG PECAHAN DI KELAS IV SDN WARANGAN I.

(1)

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA

TEROPONG PECAHAN DI KELAS IV SDN WARANGAN I

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Wahidatul Arifah NIM 12108241166

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Berhitung itu dimulai dari angka terkecil hingga terbesar, seperti hal nya menimba ilmu, dimulai dari hal kecil yang bisa menghasilkan hal besar”

(Penulis)

“Ilmu itu diperoleh dari lidah yang gemar bertanya serta akal yang suka berpikir” (Abdullah bin Abbas)

“Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi dan saya menang” (Penulis)


(6)

PERSEMBAHAN

Teriring ucapan Alhamdulillah, karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku yang telah memberikan dukungan material maupun spiritual dalam penyusunan skripsi ini.

2. Almamater Universitas Negeri Yogykarta 3. Nusa, bangsa, dan agama


(7)

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA

TEROPONG PECAHAN DI KELAS IV SDN WARANGAN I

Oleh Wahidatul Arifah NIM 12108241166

ABSTRAK

Prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa kelas IV SDN Warangan I masih rendah. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya penggunaan alat peraga matematika. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan menggunakan alat peraga teropong pecahan di kelas IV SDN Warangan I.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan model spiral Kemmis & Mc. Tanggart (Sujati: 2003: 23) Langkah kegiatan setiap siklus dalam penelitian terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Warangan 1 yang berjumlah 14 siswa. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dan tes dengan instrumen penelitian yaitu lembar observasi dan soal tes. Teknik analisis data berupa analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan menggunakan alat peraga teropong pecahan di kelas IV SDN Warangan I. Hal itu ditunjukkan oleh peningkatan jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan peningkatan nilai rata-rata tes. Jumlah siswa yang mencapai KKM pada pre-test sebesar 26,67%, akhir siklus I sebesar 53,33%, dan pada akhir siklus II sebesar 86,67% siswa telah mencapai KKM, sedangkan nilai rata-rata tes sebelum tindakan adalah 43,78, akhir siklus I adalah 60,20, dan akhir siklus II adalah 80,67.

Kata kunci: alat peraga teropong pecahan, prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan, siswa kelas IV


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Menggunakan Alat Peraga Teropong Pecahan di Kelas IV SDN Warangan I”. Penyusunan skripsi ini disusun sebagai persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, perhatian, pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan

pada penulis untuk menempuh studi di universitas ini.

2. Dekan FIP UNY yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar FIP UNY yang telah memberikan ijin dalam penyusunan proposal skripsi ini.

4. Bapak Petrus Sarjiman, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Yosephine Nurasih selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat terkait dengan hal-hal akademik kepada penulis.

6. Bapak kepala sekolah SD Negeri Warangan 1 yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.


(9)

7. Ibu Umi Sismawati, S. Pd.SD selaku guru kelas IV SD Negeri Warangan 1 yang telah bekerjasama dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.

8. Seluruh siswa kelas IV SD Negeri Warangan 1 yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.

9. Bapak, Ibu dan kedua adikku beserta keluarga yang selalu mendukung dan memberi motivasi.

10. Teman-teman seperjuangan kelas B yang selalu mendukung dalam penyusunan skripsi ini.

11. Sahabat pelangi, sahabat seperjuangan yang selalu memberi motivasi.

12. Renny Rakhma Tsani, Nur Endah Pratiwi, dan Eki Dwi Larasati, teman satu kontrakan yang selalu memberi motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Maulana Taufiqurrohman, yang selalu memberikan motivasi, dukungan serta

bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Semua pihak yang telah membantu serta memberi dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, 24 Oktober 2016


(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... .ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Pembatasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah... 6

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 7

G. Definisi Operasional... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar ... 10

1. Pengertian Prestasi Belajar... 10

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar... 12

B. Tinjauan Tentang Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan... 23


(11)

2. Konsep Penjumlahan Pecahan dan Pengurangan Pecahan ... 25

C. Tinjauan Tentang Alat Peraga Teropong Pecahan ... 28

1. Pegertian Alat Peraga... 28

2. Fungsi Alat Peraga... 29

3. Alat Peraga Teropong Pecahan... 31

D. Penelitian yang Relevan ... 43

E. Kerangka Pikir ... 44

F. Hipotesis Tindakan ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 47

B. SettingPenelitian ... 47

1. Tempat Penelitian... 47

2. Subjek Penelitian... 48

3. Objek Penelitian... 48

4. Waktu Penelitian... 48

C. Desain Penelitian... 49

D. Perencanaan dan Pelaksanaan Tindakan Penelitian... 50

C. Teknik Pengumpulan Data... 52

1. Observasi ... 53

2. Tes ... 53

D. Instrumen Penelitian... 53

1. Lembar Observasi... 54

2. Soal Tes... 54

E. Teknik Analisis Data... 55

1. Analisis Data Observasi... 56

2. Analisis Data Tes... 57

F. Kriteria Keberhasilan... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 60

1. Deskripsi Data Awal Siswa Pra Siklus... 60


(12)

3. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan pada Siklus II... 78

B. Pembahasan... 96

C. Keterbatasan Penelitian... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 104

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA... 106


(13)

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi... 54 Tabel 2 Kisi-kisi Soal Post Test Siklus I... 55 Tabel 3 Kriteria Penilaian... 56 Tabel 4 Kriteria Penilaian Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa

dalam Penggunaan Alat Peraga Teropong Pecahan... 57 Tabel 5 Kriteria Penilaian Tes Prestasi Belajar Penjumlahan dan

Pengurangan Pecahan... 58 Tabel 6 Data HasilPre-testpada Tahap Pra Siklus... 60 Tabel 7 Observasi Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penggunaan Alat

Peraga Teropong Pecahan... 74 Tabel 8 Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas Belajar pada Siklus I... 75 Tabel 9 Persentase Skor Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penggunaan

Alat Peraga Teropong Pecahan pada Pelaksanaan Tindakan

Siklus II... 94 Tabel 10 Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas Belajar Tahap Siklus I


(14)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1 Ilustrasi Pecahan... 24

Gambar 2 Alat Peraga Teropong Pecahan dari Samping... 32

Gambar 3 Alat Peraga Teropong Pecahan dari Atas ... 33

Gambar 4 Lingkaran Pecahan ... 34

Gambar 5 Contoh Lingkaran Pecahan... 34

Gambar 6 Lingkaran Pecahan Tanpa Warna... 34

Gambar 7 Membandingkan Dua Pecahan... 36

Gambar 8 Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Sama... 37

Gambar 9 Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Berbeda... 37

Gambar 10 Pengurangan Pecahan Berpenyebut Sama... 38

Gambar 11 Pengurangan Pecahan Berpenyebut Berbeda... 39

Gambar 12 Skema Kerangka Pikir... 45

Gambar 13 Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis&Mc. Taggart... 49

Gambar 14 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata HasilPre-test, Post-test Siklus I danPost-testSiklus II... 97

Gambar 15 Grafik Perbandingan Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas belajar pada pra Siklus, Akhir Siklus I, dan Akhir SIklus II... 99

Gambar 16 Grafik Perbandingan Persentase Rata-rata Skor Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penggunaan Alat Peraga Teropong Pecahan pada Hasil Observasi Siklus I dan Siklus II... 102


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I dan Siklus II.... 108

Lampiran 2 Materi Pembelajaran Siklus I dan Siklus II... 125

Lampiran 3 Contoh Lembar Kerja Siswa Siklus I dan Siklus II... 127

Lampiran 4 SoalPre-test, Post-testSiklus I,Post-testSiklus II, dan Kunci Jawaban... 131

Lampiran 5 Hasil Observasi Aktivitas Guru dan Siswa... 145

Lampiran 6 Contoh Hasil PekerjaanPre-testdanPost-testSiswa... 153

Lampiran 7 Daftar Nilai Hasil Pre-test, Post-test Siklus I, dan Post-test Siklus II... 157

Lampiran 8 Surat Izin Penelitian... 158

Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian dari SDN Warangan I... 164


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi semua manusia. Salah satu peran penting pendidikan yaitu untuk mencerdaskan suatu bangsa. Di suatu bangsa, pendidikan juga memberi kontribusi yang cukup besar. Melalui pendidikan, bangsa Indonesia bisa terbebas dari kebodohan dan keterbelakangan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga memiliki motivasi yang tinggi untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pendidikan juga memainkan peranan penting dalam mengembangkan aspek fisik, intelektual, religius, moral, sosial, emosi, pengetahuan dan pengalaman peserta didik.

Pendidikan diselenggarakan tentu memiliki arah dan tujuan tertentu. Menurut Suharjo (2006:1), sekolah dasar pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Pendidikan di sekolah dasar dimaksudkan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak didik berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bermanfaat bagi dirinya sesuai dengan tingkat perkembangannya, dan mempersiapkan mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah menengah pertama.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang menduduki peranan penting dalam pendidikan, hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih banyak dibandingkan pelajaran lain kecuali Bahasa Indonesia.


(17)

Dalam pelaksanaan pendidikan, Matematika diberikan mulai dari sekolah dasar, pendidikan menengah, sampai pada jenjang pendidikan selanjutnya. Menurut Antonius Cahya Prihandoko, (2006:1) Matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu, penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini. Hal itu menjadi tugas guru untuk menggunakan metode yang cocok dalam menyampaikan materi matematika pada saat pembelajaran agar konsep-konsep dalam matematika tersebut dapat dipahami oleh siswa.

Sebagian besar siswa di sekolah dasar menganggap pelajaran matematika merupakan salah satu pelajaran yang sulit dibanding dengan pelajaran-pelajaran lain. Dari hasil angket yang diberikan kepada mahasiswa PGSD tentang faktor yang menyebabkan mereka tidak senang belajar matematika, 65,8% menyatakan kalau mereka tidak senang belajar matematika karena matematika sulit, mereka seringkali tidak dapat mengerjakan soal-soalnya. Hal ini menyatakan kalau kesan matematika sulit merupakan faktor penyebab yang cukup besar bagi anak untuk tidak senang belajar matematika (Pitadjeng, 2006:49). Hal inilah yang mengakibatkan pelajaran matematika menjadi pelajaran yang membosankan dan paling tidak disukai oleh siswa. Sebenarnya matematika itu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, dan mengalikan. Adapun fungsi dari pelajaran Matematika menurut Antonius Cahya


(18)

Prihandoko (2006: 5) Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram dalam menjelaskan gagasan.

Menurut saya, pelajaran Matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang berperan penting dalam dunia pendidikan. Matematika telah diajarkan kepada anak sejak kecil, mulai dari mengenalkan angka-angka dan diajak berhitung. Pelajaran Matematika juga berhubungan dengan kehidupan sehari-hari misalnya dalam jual beli, kita akan menjumpai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.

Melihat pentingnya matematika, maka seharusnya pembelajaran di sekolah-sekolah dijadikan suatu pelajaran yang disenangi, menantang dan bermakna bagi peserta didik. Untuk mengajarkan matematika, diperlukan metode-metode yang cocok atau sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. Penggunaan metode yang tepat bertujuan agar hasil pembelajaran dapat tercapai seperti yang telah direncanakan. Agar matematika banyak disukai, maka guru perlu memberikan pembelajaran yang menarik. Namun, pembelajaran matematika di dalam kelas khususnya SD masih banyak guru yang belum menggunakan media pembelajaran saat proses belajar mengajar berlangsung terutama pada saat pelajaran matematika sehingga anak kesulitan dalam memahami konsepnya. Padahal taraf berfikir anak usia SD masih operasional


(19)

konkret. Artinya untuk memahami suatu konsep, siswa masih harus diberikan kegiatan yang berhubungan dengan benda nyata atau kejadian nyata yang dapat diterima akal mereka. Anak usia SD perlu suatu media yang menarik agar lebih termotivasi ketika mengikuti pelajaran Matematika dan menjadi pelajaran yang disukai oleh anak-anak.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru Matematika di SDN Warangan I kecamatan Pakis kabupaten Magelang di kelas 4 pada tanggal 8 Februari 2016, diperoleh hasil bahwa sebagian besar siswa belum memahami materi pecahan sehingga prestasi belajarnya rendah. KKM mata pelajaran Matematika di SDN Warangan I adalah 6,5. Pada ulangan harian I materi pecahan, dari 14 siswa, hanya 7 siswa yang mencapai KKM. Pada ulangan harian II, hanya 6 siswa yang mencapai KKM. Sebagian besar siswa baru mendapatkan nilai diatas 50. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan siswa belum paham tentang konsep pecahan.

Dalam menyampaikan materi pecahan, guru hanya menyampaikan materi secara langsung dan menuliskan materi di papan tulis. Guru belum menggunakan bantuan media pengajaran yang dapat membantu pemahaman siswa sehingga siswa akan paham jika melihat atau mempraktekkan sendiri tentang materi pecahan dengan bantuan suatu media pengajaran. Banyak siswa di kelas IV SDN Warangan I yang hafalannya masih rendah, sehingga tidak bisa siswa hanya mendengarkan saja. siswa harus mengalami sendiri melalui bantuan media karena jika siswa tersebut mengalami sendiri maka akan tertanam pada ingatan


(20)

anak tersebut. Bahkan matematika dasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian pun belum dikuasai. Pada saat pelajaran Matematika berlangsung, semua siswa di kelas memperhatikan guru ketika sedang menjelaskan. Akan tetapi, ketika diberikan soal latihan, sebagian besar siswa tidak bisa mengerjakan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas IV SDN Warangan I tergolong rendah. Padahal Matematika adalah pelajaran yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Matematika harus mempunyai daya tarik tersendiri supaya siswa menjadi mata pelajaran yang banyak disukai dan hasil belajarnya bagus. Perlu dicari satu solusi alternatif metode mengajar yang variatif dan menyenangkan dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika di kelas terutama materi pecahan. Salah satu alternatifnya adalah penggunaan alat peraga yang relevan untuk memahami materi pecahan. Salah satu alat peraga yang relevan adalah teropong pecahan. Alat peraga tersebut tergolong sederhana, tidak diperlukan biaya yang banyak untuk membuatnya, namun dapat membantu anak memahami konsep bilangan pecahan, membandingkan dua pecahan, penjumlahan dan pengurangan pecahan. (Pitadjeng, 2006:141). Alat peraga ini juga belum pernah digunaka sebelumnya untuk mengajarkan materi pecahan di SDN Warangan I. Sehingga diharapkan selain mampu menjadi media pembelajaran matematika yang menarik juga dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi pecahan. Penulis akan melakukan


(21)

penelitian tentang Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Menggunakan Alat Peraga Teropong Pecahan di Kelas IV SD Negeri Warangan I.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dibandingkan mata pelajaran lainnya.

2. Prestasi belajar matematika materi pecahan rendah.

3. Masih banyak guru yang belum optimal dalam menggunakan alat peraga atau media pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika materi pecahan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini akan dibatasi pada penggunaan alat peraga teropong pecahan dalam meningkatkan prestasi belajar matematika materi pecahan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

“Bagaimana penggunaan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan pada


(22)

siswa kelas IV SDN Warangan 1 Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang?” E. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Warangan I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan.

F. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Bagi Siswa

a) Mempermudah pemahaman dan minat belajar siswa terhadap pelajaran Matematika materi pecahan dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan.

b) Meningkatkan prestasi belajar matematika materi pecahan dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan.

2. Bagi Guru

Sebagai bahan masukan untuk mendapatkan pengetahuan dan media baru tentang meningkatkan prestasi belajar siswa menggunakan alat peraga teropong pecahan untuk mata pelajaran Matematika materi pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Warangan I. Guru juga dapat meningkatkan kreativitasnya dengan mengkreasikan media pengajaran yang menarik namun tetap mengacu pada materi.


(23)

3. Bagi Peneliti

a) Peneliti mampu menemukan permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran, sekaligus mencari alternatif pemecahan masalah yang tepat.

b) Peneliti mampu memperbaiki proses pembelajaran di dalam kelas dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal matematika pada materi pecahan.

c) Dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini peneliti memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas.

4. Bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan agar dapat mengetahui alat peraga yang bervariasi dalam memperbaiki dan meningkatkan kreativitas pembelajaran Matematika terutama materi pecahan.

G. Definisi Operasional

1. Prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan

Prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan adalah hasil yang telah dicapai siswa setelah melakukan proses pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan yang diwujudkan dalam bentuk angka maupun pernyataan dimana hasil tersebut diukur dengan tes prestasi belajar. Skor dapat dilihat pada hasil test.


(24)

2. Alat peraga teropong pecahan

Alat peraga teropong pecahan adalah alat bantu pembelajaran yang digunakan untuk mengetahui nilai penjumlahan dan pengurangan pada pecahan yang melibatkan siswa secara langsung. Alat peraga teropong pecahan juga dapat digunakan untuk memahami konsep bilangan pecahan, dan membandingkan dua pecahan. Alat peraga ini terdiri atas 2 komponen, yang disebut penyangga dan lingkaran pecahan. Penyangga terbuat dari papan kayu berbentuk lingkaran berdiameter 20 dan di cat putih yang di bagian tengah ditancapkan kawat besi atau paku setinggi 10 cm. Lingkaran pecahan adalah bangun lingkaran yang terbuat dari mika, dengan diameter maksimal sama dengan diameter maksimal sama dengan diameter alas penyangga dan diberi lubang pada titik pusat lingkaran. Lingkaran pecahan dari mika tersebut menggambarkan nilai pecahan. Cara menggunakan alat peraga teropong pecahan adalah dengan memasukkan lingkaran pcahan ke dalam tiang penyangga.

Alat peraga teropong pecahan ini dapat digunakan pada penjumlahan dan pengurangan pecahan yang hasilnya kurang dari atau sama dengan satu (≤1) dan lebih dari atau sama dengan nol (≥0).


(25)

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Slameto (2003: 2) mengemukakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Muhibbin Syah (2008: 225) mengemukakan bahwa prestasi belajar meliputi prestasi kognitif, prestasi afektif, dan prestasi psikomotor.

Ngalim Purwanto (1966: 28) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

Hasil pengukuran dan penilaian prestasi belajar itu dicatat dalam buku akademik yang merupakan alat implementasi program bimbingan lembaga pendidikan tinggi atau mutlak perlu, dan alat yang vital untuk laporan orang tua siswa pada tiap semester kemajuan anaknya.

Cronbach (1959: 56) menyatakan bahwa “learning achievement is one of the symptoms of learning behaviour. Learning activities that includes several factors such as learning objectives, learning readiness,


(26)

learning situation, interpretation, response, learning outcomes, and reactions to learning”. Artinya bahwa kegiatan belajar itu meliputi beberapa faktor seperti tujuan belajar, kesiapan belajar, situasi belajar, interpretasi, respon, hasil belajar, dan reaksi terhadap belajar.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang setelah melalui usaha belajar yang ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang diperlukan dari belajar dengan waktu tertentu. Prestasi belajar ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai atau huruf dan hasil tes atau ujian. Hasil pengukuran dan penilaian prestasi belajar itu dicatat dalam raport.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 120-121) prestasi belajar dapat dinilai dengan cara sebagai berikut:

a. Tes formatif

Tes ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan/pokok bahasan tertentu dalam waktu tertentu. Dapat pula dimanfaatkan untuk mengetahui keberhasilan PBM.

b. Tes sumatif

Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama 1 semester,


(27)

satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya untuk menetapkan tingkat keberhasilan siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Tes ini meliputi ulangan akhir semester, tes kenaikan kelas, ujian akhir sekolah, dan Ujian Nasional (UN).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004:138-147)

mengemukakan bahwa prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.

Yang tergolong faktor internal adalah:

a. Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dn sebagainya.

b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas:

1) Faktor intelektif yang meliputi:

a) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.


(28)

2) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

c. Faktor kematangan fisik maupun psikis. Yang tergolong faktor eksternal ialah: a. Faktor sosial yang terdiri atas:

1) Lingkngan keluarga; 2) Lingkungan sekolah; 3) Lingkungan masyarakat; 4) Lingkungan kelompok;

b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.

c. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim.

d. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.

Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Faktor-faktor stimulus belajar. b. Faktor-faktor metode belajar. c. Faktor-faktor individual.


(29)

Berikut ini diuraikan secara garis besar mengenai ketiga macam faktor tersebut.

a. Faktor-faktor stimulus belajar

Yang dimaksudkan dengan stimulus belajar di sini aitu segala hal di luar individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimulus dalam hal ini mencakup material, penugasan, serta suasana lingkungan eksternal yang harus diterima dipelajari oleh pelajar. Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan faktor-faktor stimulus belajar.

1) Banyaknya bahan pelajaran

Banyaknya bahan pelajaran berhubungan dengan jumlah bahan pelajaran. Semakin banyak bahan pelajaran, semakin banyak pula waktu yang diperlukan oleh individu untuk mempelajarinya. Bahkan yang terlalu banyak dapat menyebabkan kesulitan individu dalam belajar. Kesulitan belajar individu itu tidak semata-mata karena panjangnya waktu untuk belajar, melainkan lebih berhubungan dengan faktor kelelahan serta kejemuan si pelajar dalam menghadapi atau mengerjakan bahan yang banyak itu.

Dengan bahan yang terlalu banyak hal ini membutuhkan waktu yang panjang pula dalam mempelajarinya. Panjangnya waktu belajar juga dapat menimbulkan beberapa “interferensi” atas bagian-bagian materi yang dipelajari. Interferensi dapat diartikan sebagai gangguan kesan ingatan akibat terjadinya pertukaran


(30)

reproduksi atau kesan lama dengan kesan baru. Kedua kesan itu muncul bertukaran sehingga terjadi kesalahan maksud yang tidak disadari.

2) Kesulitan Bahan Pelajaran

Tiap-tiap pelajaran mengandung tingkat kesulitan bahan pelajran dan mempengaruhi kecepatan belajar. Makin sulit sesuatu bahan pelajaran, makin lambatlah orang mempelajarinya. Sebaliknya, semakin mudah bahan pelajaran makin cepatlah orang dalam mempelajarinya. Bahan yang sulit memerlukan aktivitas belajar yang lebih intensif, sedangkan bahan yang sederhana mengurangi intensitas belajar seseorang.

3) Berartinya Bahan Pelajaran

Belajar memerlukan modal pengalaman yang diperoleh dari belajar waktu sebelumnya. Modal pengalaman itu dapat berupa penguasaan bahasa, pengetahuan, dan prinsip-prinsip. Modal pengalaman ini menentukan keberartian dari bahan yang dipelajari di waktu sekarang. Bahan yang berarti adalah bahan yang dapat dikenali. Bahna yang berarti memungkinkan individu untuk belajar, karena individu dapat mengenalnya. Bahan yang tanpa arti sukar dikenal, akibatnya tak ada pengertian individu terhadap bahan itu. 4) Berat Ringannya Tugas

Mengenai berat atau ringannya tugas, hal ini erat hubungannya dengan tingkat kemampuan individu. Tugas yang sama,


(31)

kesukarannya berbeda bagi masing-masing individu. Hal ini disebabkan karena kapasitas intelektual serta pengalaman mereka tidak sama. Boleh jadi, berat ringannya suatu tugas berhubungan dengan usia individu. Ini berarti, bahwa kematangan individu ikut menjadi indikator atas berat atau ringannya tugas bagi individu yang bersangkutan.

Dapat dibuktikan, bahwa tugas-tugas yang terlalu ringan atau mudah adalah mengurangi tantangan belajar, sedangkan tugas-tugas yang terlalu berat atau sukar membuat individu kapok (jera) untuk belajar.

5) Suasana lingkungan eksternal

Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal antara lain cuaca (suhu udara, mendung, hujan, kelembaban), waktu (pagi, siang, sore, petang, malam): kondisi tempat (kebersihan), letak sekolah, pengaturan fiik kelas, ketengangan, kegaduhan; penerangan (berlampu, bersinar matahari, gelap, remang-remang); dan sebagainya. Faktor-faktor ini mempengaruhi sikap dan reaksi individu dalam aktivitas belajarnya, sebab individu yang belajar adalah interaksi dengan lingkungannya.

b. Faktor-faktor Metode Belajar

Metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh si pelajar. Dengan perkataan lain, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti


(32)

bagi proses belajar. Faktor-faktor metode belajar menyangkut hal-hal berikut ini.

1) Kegiatan Berlatih atau Praktik

Kegiatan berlatih dapat diberikan dalam dosis besar maupun dosis kecil. Berlatih dapat diberikan secara maraton (non-stop) atau secara terdistribusi (dengan selingan waktu-waktu istirahat). Latihan yang dilakukan secara maraton dapat melelahkan dan membosankan, sedang latihan yang terdistribusi menjamin terpeliharanya stamina dan kegairahan belajar.

Jam pelajaran atau lathan yang terlalu panjang adalah kurang efektif. Semakin pendek-pendek distribusi waktu untuk bekerja atau berlatih, semakin efektiflah pekerjaan atau latihan itu. Latihan atau kerja memerlukan waktu istirahat. Lamanya istirahat tergantung kepada jenis tugas atau keterampilan yang dipelajari, atau pada lamanya periode waktu pelaksanaan seluruh kegiatan.

Kegiatan berlatih secara maraton baru mungkin apabila tugas mudah dikenal, mudah dilakukan dan materi pernah dipelajari sebelumnya.

2) OverlearningdanDrill(Belajar lebih danDrill)

Untuk kegiatan yang bersifat abstrak seperti misalnya menghafal atau mengingat, maka overlearning sangat diperlukan. Menurut Muhibbin Syah (1999: 156) overlearning (belajar lebih) adalah upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas


(33)

materi pelajaran tertentu. Overlearning dilakukan untuk mengurangi kelupaan dalam mengingat keterampilan-keterampilan yang pernah dipelajari tetapi dalam sementara waktu tidak dipraktikkan. Overlearning yang terlalu lama menjadi kurang efektif bagi kegiatan praktik.

Drill adalah suatu metode pengajaran dengan melatih peserta didik terhadap bahan yang sudah diajarkan/diberikan agar memiliki ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari (Sudjana, 1995: 86). Drill berlaku bagi kegiatan berlatih abstraksi misalnya berhitung. Mekanisme drill tidak berbeda dengan overlearning. Baik drill maupun overlearning berguna untuk memantapkan reaksi dalam belajar.

3) Resitasi Selama Belajar

Resitasi adalah suatu metode dengan cara menyajikan bahan bahan pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk dipelajari yang kemudian dipertanggungjawabkan di depan kelas. Metode resitasi juga sering disebut dengan metode pemberian tugas yakni metode dimana siswa diberi tugas khusus di luar jam pelajaran (Soekarwati, 1995: 19).

Kombinasi kegiatan membaca dengan resitasi sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan membaca itu sendiri, maupun untuk menghafalkan bahan pelajaran. Dalam praktik, setelah diadakan kegiatan membaca atau penyajian materi,


(34)

kemudian si pelajar berusaha untuk menghafalnya tanpa melihat bacaannya. Jika ia telah menguasai suatu bagian, dapat melanjutkan ke bagian berikutnya dan seterusnya. Resitasi lebih cocok untuk diterapkan pada belajar membaca atau belajar hafalan.

4) Pengenalan tentang Hasil-Hasil Belajar

Dalam proses belajar, individu sering mengabaikan tentang perkembangan hasil belajar selama dalam belajarnya. Penelitian menunjukkan bahwa pengenalan seseorang terhadap hasil atau kemajuan belajarnya adalah penting, karena dengan mengetahui hasil-hasil yang sudah dicapai, seseorang akan lebih berusaha meningkatkan hasil belajar selanjutnya.

5) Belajar dengan Keseluruhan atau Bagian-Bagian

Menurut beberapa penelitian, perbedaan efektivitas antara belajar dengan keseluruhan belajar dengan bagian-bagian adalah belum ditemukan. Hanya apabila kedua prosedur itu dipakai secara simultan, ternyata belajar mulai dari keseluruhan ke bagian-bagian adalah lebih menguntungkan daripada belajar mulai dari bagian-bagian karena dengan muali dari keseluruhan individu menemukan set yang tepat untuk belajar. Kelemahan dari metode keseluruhan adalah membutuhkan banyak waktu dan pemikiran sebelum belajar yang sesungguhnya berlangsung.


(35)

6) Penggunaan Modalitas Indra

Modalitas indra yang digunakan individu berbeda. Dalam hal itu ada tiga impresi yang penting dalam belajar, yaitu oral, visual, dan kinestetik. Setiap individu dalam menggunakan impresi tersebut berbeda-beda.

7) Bimbingan dalam Belajar

Intensitas bimbingan yang diberikan guru cenderung membuat pelajar menjadi tergantung. Bimbingan dapat diberikan dalam batas-batas yang diperlukan oleh individu. Hal terpenting yaitu perlunya pemberian modal kecakapan pada individu sehingga yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas yang dibebankan dengan sedikit bantuan dari pihak lain.

8) Kondisi-kondisi insentif

Insentif adalah objek atau situasi eksternal yang dapat memenuhi motif individu. Insentif adalah bukan tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan. Insentif-insentif dapat digolongkan menjadi sua macam, yaitu:

a) Insentif intrinsik, yaitu situasi yang mempunyai hubungan fungsional dengan tugas dan tujuan.

b) Insentif ekstrinsik, yaitu objek atau situasi yang tidak mempunyai hubungan fungsional dengan tugas.


(36)

c. Faktor-faktor individual

Selain faktor stimulus dan metode belajar, faktor individu dapat berpengaruh terhadap belajar seseorang. Faktor-faktor individu menyangkut hal-hal, antara lain:

1) Kematangan

Kematangan dicapai oleh individu dari proses pertumbuhan fisiologisnya. Dengan berkembangnya fungsi otak dan system syaraf, akan menumbuhkan kapasitas mental seseorang. Kapasitas mental seseorang mempengaruhi belajar seseorang.

2) Faktor usia kronologis

Semakin tua usia individu, maka kematangan berbagai fungsi fisiologisnya juga meningkat. Usia kronologis merupakan faktor penentu daripada tingkat kemampuan belajar individu.

3) Faktor perbedaan jenis kelamin

Perbedaan tingkah laku antara laki-laki dan wanita merupakan hasil dari perbedaan tradisi kehidupan. Peranan dan perhatian terhadap suatu pekerjaan berbeda antara laki-laki dan wanita. Ini disebabkan oleh pengaruh kultural.

4) Pengalaman sebelumnya

Lingkungan mempengaruhi perkembangan dan memberikan pengalaman bagi individu. Pengalaman yang diperoleh individu mempengaruhi belajar, terutama transfer belajar.


(37)

5) Kapasitas mental

Dalam tahap perkembangan tertentu, individu mempunyai kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada system syaraf dan jaringan otak. Dalam hal ini, inteligensi menentukan prestasi belajar seseorang.

6) Kondisi kesehatan jasmani

Orang yang belajar membutuhkan kondisi kesehatan. Orang yang sakit mengakibatkan tidak dapat belajar dengan efektif.

7) Kondisi kesehatan rohani

Gangguan mental pada seseorang dapat mengganggu belajar seseorang. Orang yang mengalami cacat mental tidak dapat belajar dengan baik.

8) Motivasi

Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif, dan tujuan, mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi penting dalam belajar karena motivasi dapat menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang paling berguna bagi kehidupan individu.

Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi belajar berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor tersebut seperti stimulus belajar, metode belajar maupun dari individu itu


(38)

maupun negatif. Seorang individu harus dapat memahami faktor-faktor tersebut sehingga mampu meningkatkan prestasi dalam belajarnya.

B. Tinjauan Tentang Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan

1. Pengertian Pecahan

Menurut Ebbert dan Straker (dalam Marsigit, 2004: 4), materi pembelajaran Matematika untuk semua jenjang pendidikan meliputi fakta (facts), pengertian (concepts), keterampilan penalaran, keterampilan algoritmik, keterampilan menyelesaikan masalah matematika (problem solving), dan keterampilan melakukan penyelidikan(investigation).

Menurut Simanjuntak, dkk (1992: 153) Pengertian bilangan pecahan pada matematika sekolah dasar dapat didasarkan atas pembagian suatu benda atau himpunan atas beberapa bagian yang sama.

Bilangan pecahan adalah bilangan yang lambangnya dapat ditulis dengan bentuk dimana a dan b bilangan bulat dan b≠0. Pada pecahan , a disebut pembilang dan b disebut penyebut pecahan tersebut (Darhim, 1991: 163).

Menurut Sri Subarinah (2006: 79) pada prinsipnya, pecahan digunakan untuk menyatakan beberapa bagian dari sejumlah bagian yang sama. Jumlah seluruh bagian yang sama ini bersama-sama membentuk satuan (unit). Dengan demikian pecahan adalah bagian-bagian yang sama dari keseluruhan.

b a

b a


(39)

Jika suatu daerah persegi dibagi menjadi delapan bagian yang sama besar, maka setiap bagian mempunyai luas seperdelapan dari luas daerah persegi seluruhnya (Cholis Sa’dijah, 1998: 148)

Gambar 1. Ilustrasi Pecahan

Luas bagian yang diarsir adalah seperdelapan dari luas daerah seluruhnya dan ditulis dengan lambang sedangkan luas bagian yang tidak diarsir adalah tujuh perdelapan dari luas daerah seluruhnya dan ditulis dengan lambang bentuk penulisan tersebut disebut pecahan.

Secara umum, bentuk penulisan disebut pecahan dengan a dan b bilangan cacah dan b≠0. Dalam hal ini a disebut pembilang dan b disebut penyebut.

Pembelajaran konsep awal pecahan perlu ditanamkan secara baik sehingga meresap betul dalam benak siswa. Manipulasi terhadap benda nyata (kertas, karton, kelereng, kerikil, mata uang, pensil, buku, dll) perlu direncanakan dengan baik dan berintikan kegiatan yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk langsung merasakan dan menghayati bagaimana konsep tersebut tertanam.

Menurut Kennedy (dalam Sukayati, 2003: 2), makna dari pecahan dapatmuncul dari situasi-situasi sebagai berikut:

8 1

8 7

b a


(40)

a. Pecahan sebagai bagian yang berukuran sama dari yang utuh atau keseluruhan. Sebagai contoh bahwa pecahan

4 menunjukkan menunjukkan banyaknya bagian-bagianyang sama dari suatu keseluruhan (utuh) dan disebut penyebut, sedangkan 1 menunjukkan banyaknya bagian yang diarsir dan menjadi perhatian pada saat tertentu disebut pembilang.

b. Pecahan sebagai bagian dari kelompok-kelompok yang beranggotakan sama banyak, atau menyatakan pembagian.

Contoh: sekumpulan objek yang beranggotakan 12, dibagi menjadi 2 kelompok yang beranggotakan sama banyak, maka disini setiap kelompok menyatakan

c. Pecahan sebagai perbandingan (rasio). Hubungan antara sepasang bilangan sering dinyatakan sebagai sebuah perbandingan. Contoh situasi yang memunculkan rasio misalnya sebuah tali A panjangnya 10 m dibandingkan dengan tali B yang panjangnya 30 m. Rasio panjang tali A terhadap panjangnya tali B tersebut adalah 10:30 itu juga diartikan sebagai pecahan.

2. Konsep Penjumlahan Pecahan dan Pengurangan Pecahan

Menurut Sri Subarinah (2006:87-100) penjumlahan dan pengurangan pecahan dijelaskan dalam pembahasan berikut ini.

a. Konsep Penjumlahan Pecahan

Konsep penjumlahan pada bilangan pecahan pada dasarnya sama dengan konsep penjumlahan bilangan-bilangan yang lain,

4 1

2 1


(41)

. c b a c b c

a  yaitu menggabungkan. Untuk langkah awal pengenalan

penjumlahan pecahan adalah dengan menjumlahkan

pecahan-pecahan senama. Setelah konsep ini tertanam dengan baik kemudian dilanjutkan dengan penjumlahan pecahan yang tidak senama dan pecahan campuran. Berikut ini merupakan konsep penjumlahan pada pecahan:

1) Penjumlahan Pecahan Senama

Untuk a, b, c bilangan bulat dengan c ≠ 0, maka 2) Penjumlahan pecahan Tak Senama

Untuk menjumlahkan dua pecahan dengan penyebut yang tidak sama, lakukan langkah-langkah berikut:

a) Carilah KPK dari penyebut kedua pecahan tersebut.

b) Ubah kedua pecahan tersebut sehingga kedua pecahan senama dengan penyebut KPK yang diperoleh dalam langkah a)

c) Setelah kedua pecahan tersebut senama, jumlahkan dengan ketentuan seperti di bawah ini.

Contoh:

Jawab: KPK dari 2 dan 3 adalah 6 Senilai dengan Senilai dengan 5 2 3 1 1 2 1 6 3 3 1 6 2 .. ... 3 1 2 1


(42)

b. Konsep Pengurangan Pecahan

Konsep pengurangan pada pecahan pada dasarnya juga sama dengan konsep pengurangan pada bilangna bulat. Hanya saja pengurangan pada pecahan lebih rumit, terutama pada pengurangan pecahan campuran. Mengurangi berarti mengambil. Jadi a-b pada dasarnya adalah mengambil b dari a. Berikut ini merupakan konsep pengurangan pecahan:

1) Pengurangan Pecahan Senama

Untuk a, b, c bilangan bulat dengan c≠ 0,maka 2) Pengurangan Pecahan Tak Senama

Untuk mengurangkan dua pecahan dengan penyebut yang tidak sama, lakukan langkah-langkah berikut:

i. Carilah KPK dari penyebut kedua pecahan tersebut.

ii. Ubah kedua pecahan tersebut sehingga kedua pecahan senama dengan penyebut KPK yang diperoleh dalam langkah 1

iii. Setelah kedua pecahan tersebut senama, kita kurangkan dengan ketentuan seperti di bagian a.

Contoh :

KPK dari 2 dan 5 adalah 10, sehingga 2

1 senilai dengan 10 5 ... 5 2 2 1

c b a c b c


(43)

5

2 senilai dengan 10

4 Jadi

10 1 10

4 10

5 5 2 2

1

C. Tinjauan Tentang Alat Peraga Teropong Pecahan 1. Pengertian Alat Peraga

Dalam mengajarkan Matematika kita harus berusaha agar anak-anak itu lebih banyak mengerti dan mengikuti pelajaran Matematika dengan gembira, sehingga minatnya dalam Matematika akan lebih besar. Anak-anak akan lebih besar minatnya dalam Matematika bila pelajaran itu disajikan dengan baik dan menarik. Dengan dipergunakannya alat peraga maka anak-anak akan lebih tertarik dalam Matematika (Ruseffendi, 1984:383).

Menurut Nana Sujana (2005:110), alat bantu pengajaran atau lebih populer disebut alat peraga pengajaran harus menjadi bagian integral dalam proses belajar-pembelajaran terutama dalam metode pembelajaran.

Dari pendapat dua ahli di atas dapat penulis simpulkan, bahwa alat peraga merupakan alat bantu untuk membantu guru dalam menyampaikan materi serta meningkatkan motivasi belajar anak terutama utuk pelajara Matematika yang abstrak. Penggunaan alat peraga juga bertujuan agar siswa terlibat aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung.


(44)

Alat peraga yang baik harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya:

a. Tahan Lama

b. Bentuk dan warnanya menarik c. Sederhana dan mudah digunakan

d. Ukurannya sesuai, tidak terlalu besar atau terlalu kecil untuk anak e. Dapat menyajikan konsep matematika baik dalam bentuk nyata,

gambar, atau diagram

f. Sesuai dengan konsep matematika.

g. Aman atau tidak membahayakan bagi siswa. 2. Fungsi Alat Peraga

Menurut Nana Sujana (2005:99-100), ada emam pokok fungsi dari alat peraga dalam proses belajar-pembelajaran. Keenam fungsi tersebut adalah:

a) Penggunaan alat peraga dalam proses belajar-pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan tetapi memiliki fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar-pembelajaran yang efektif.

b) Penggunaan alat peraga merupakan bagian yang intergral dari seluruh situasi pembelajaran. Ini berarti bahwa alat peraga merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan guru.

c) Alat peraga dalam pembelajaran penggunaanya integral dengan tujuan dan isi pembelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian


(45)

bahwa penggunaan alat peraga harus melihat pada tujuan dan bahan pembelajaran.

d) Penggunaan alat peraga dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.

e) Penggunaaan alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar pembelajaran dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru.

f) Pengguanaan alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar-pembelajaran. Dengan perkataan lain menggunakan alat peraga, hasil belajar yang dicapai akan tahan lama di ingat siswa sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.

Menurut Ruseffendi (1984:384), pentingnya alat peraga untuk mengajarkan Matematika adalah:

1. Supaya anak-anak lebih besar minatnya.

2. Supaya anak-anak dapat dibantu daya tiliknya sehingga lebih mengerti dan lebih besar daya ingatnya.

3. Supaya anak-anak dapat melihat hubungan antara ilmu yang dipelajarinya dengan alam sekitar dan masyarakat.

Sedangkan menurut Rusgianto (1984:iv) fungsi alat peraga Matematika antara lain:


(46)

1. Merupakan alat bantu guru atau siswa dalam pengajaran Matematika sehingga diharapkan memperjelas penanaman konsep Matematika pada siswa.

2. Meningkatkan efisiensi waktu dalam proses belajar mengajar Matematika.

3. Meningkatkan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar Matematika, dan

4. Meningkatkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika yang abstrak memerlukan alat bantu yang konkret agar siswa mudah memahami dan menangkap materi pelajaran. Alat bantu tersebut bertujuan untuk memberikan ingatan dan meningkatkan motivasi belajar siswa terutama pelajaran Matematika. Pembelajaran yang bersifat hafalan siswa akan mudah untuk lupa. Pembelajaran akan lebih mudah dingat apabila dilakukan perbuatan yaitu dengan memerlukan alat peraga. 3. Alat Peraga Teropong Pecahan

1) Pengertian alat peraga teropong pecahan

Alat peraga teropong pecahan adalah alat yang digunakan untuk mengetahui nilai penjumlahan dan pengurangan pada pecahan yang melibatkan siswa secara langsung, karena belajar matematika adalah belajar mengenal konsep-konsep dan struktur yang terdapat di dalam


(47)

materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep dan struktur matematika itu.

Menurut Pitadjeng (2006:141) alat peraga teropong pecahan digunakan untuk membantu anak memahami konsep bilangan pecahan, membandingkan dua pecahan (relasi <, =, dan >), penjumlahan dan pengurangan pecahan. Alat peraga teropong pecahan terdiri atas dua komponen, yang disebut penyangga dan lingkaran pecahan.

2) Cara membuat

Cara membuat alat peraga teropong pecahan menurut Pitadjeng (2006: 142) adalah sebagai berikut:

a) Penyangga

Buatlah lingkaran dari papan kayu dengan diameter kira-kira 20 cm. Haluskan dan dicat putih bagian atasnya. Tancapkan kawat besi dengan panjang kira-kira 10 cm di tengah lingkaran yang telah dicat putih.

Tiang (Terbuat dari kawat)

Alas (Terbuat dari kayu atau tripleks di cat putih)


(48)

Tiang Alas

Gambar 3. Teropong pecahan dari atas b) Lingkaran pecahan

Lingkaran pecahan merupakan model bangun lingkaran yang dibuat dari mika atau kaca, dengan diameter maksimal sama dengan diameter alas perangkat keras. Warna gambar arsiran dan garis pembagi yang dipakai untuk membagi sama pada satu nama pecahan, berbeda dengan warna pada nama pecahan yang lain. Misalkan warna yang dipakai untuk pembagi 2 sama (pecahan seperdua) merah, warna untuk pembagi 3 sama (pecahan sepertiga, duapertiga) hijau, warna untuk pecahan perempatan kuning, dan lain sebagainya.

Lubang Lubang

Model lingkaran pecahan (dari mika atau kaca) Gambar 4. Lingkaran Pecahan

Cara membuatanya, gambarlah lingkaran di transparansi dengan diameter 20 cm. Bagilah dengan garis pembagi menurut diameter menjadi bagian-bagian yang sama sesuai dengan bilangan pecahan yang dikehendaki. Kemudian arsirlah beberapa bagian dengan warna. Selanjutnya beri lubang di titik pusatnya dengan diameter lebih sedikit


(49)

dari diameter tiang. Untuk menggunakannya, tiang dimasukkan ke lubang di tengah lingkaran. Berikut ini merupakan contoh lingkaran pecahan:

Gambar 5. Contoh lingkaran pecahan

Gambar lingkaran-lingkaran di atas merupakan beberapa contoh lingkaran pecahan yang menunjukkan pecahan

Banyaknya lingkaran pecahan menurut kebutuhan, sesuai dengan keluasaan bilangan pecah yang dipelajari anak. Misalkan topik perduaan, pertigaan, dan perempatan diperlukan lingkaran pecahan dengan warna serta lingkaran pecahan tanpa warna untuk perduaan, pertigaan, perempatan, perenaman, dan perduabelasan.

Gambar 6. Lingkaran pecahan tanpa warna

4 3 , 4 2 , 4 1 , 3 2 , 3 1 , 2 1


(50)

3) Cara menggunakan

Berikut ini akan dijabarkan cara menggunakan alat peraga teropong pecahan (Pitadjeng, 2006: 142-146) sesuai dengan materi yang disampaikan. a) Konsep bilangan pecahan

Untuk memahami konsep bilangan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

i. Ambillah pecahan berwarna setengah, lalu pasang pada tiang penyangga.

ii. Untuk membuktikan bahwa pembagiannya sama besar, ambillah lingkaran pecahan setengah tanpa warna, pasang di atasnya dan aturlah sehingga garis pembaginya berimpit.

iii. Apabila garis pembaginya sudah berimpit, putarlah lingkaran tanpa warna sampai bagian lingkaran yang tadinya berimpit berpindah tempat serta garis pembaginya berimpit. Hal ini menunjukkan bahwa kedua bagian itu sama besar sehingga disebut pecahan

Kegiatan untuk menunjukkan konsep pecahan seperempat, sepertiga, dan lainnya sama caranya dengan pecahan setengah.

b) Membandingkan dua pecahan (relasi <, =, >)

Misalnya akan membandingkan pecahan dengan pecahan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

i. Ambillah pecahan duapertiga berwarna hijau dan pasang di penyangga.

2 1

2 1

3 2


(51)

ii. Kemudian amnbil pecahan setengah berwarna merah, pasang di atas pecahan duapertiga dan aturlah sehingga salah satu garis pembagi sisi yang berwarna berimpit dan warnanya bertumpuk. Amatilah mana warna yang lebih luas. Tampak warna hijau lebih luas dari merah, jadi,

&

& >

Gambar 7. Membandingkan dua pecahan

Dengan cara yang sama, dapat dibandingkan antara dua pecahan, pecahan mana yang lebih besar, pecahan mana yang lebih kecil, atau dua pecahan yang sama.

c) Menjumlahkan dua pecahan

Misalnya untuk menjumlahkan pecahan dilakukan

langkah-langkah seperti berikut ini:

i. Pasanglah pecahan dua perempat yang berwarna kuning pada tiang penyangga.

ii. Kemudian pasanglah pecahan seperempat yang berwarna kuning di atasnya, dan aturlah sehingga garis pembagi kedua pecahan berimpit dan warna kuning bersambung dengan warna kuning.

iii. Tampak lingkaran terbagi empat sama besar dan yang berwarna 3 bagian. Jadi, 2 1 2 1 3 2 3 2 3 2 2 1 4 1 4 2 4 3 4 1 4


(52)

+ =

Gambar 8. Penjumlahan dua pecahan berpenyebut sama Contoh lain dalam menjumlahkan pecahan langkah-langkahnya sebagai berikut:

i. Pasanglah pecahan setengah yang berwarna merah pada tiang penyangga.

ii. Kemudian pasang pecahan sepertiga yang berwarna hijau di atasnya dan atur sehingga garis pembagi kedua pecahan berimpit dan warnanya menyambung.

+ = ?

Gambar 9. Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Berbeda iii. Karena hasilnya belum jelas (pembaginya belum terlihat jelas),

maka pasanglah lingkaran pecahan tanpa warna untuk melihat pembagiannya yang sama. Cobalah pasang lingkaran perempatan, perenaman atau perdelapanan.

3 1 2 1 2

1

4 1

4 3

2 1

3 1


(53)

iv. Aturlah agar semua garis pembagi pecahan-pecahan yang berwarna dapat berimpit dengan garis pembagi pecahan tanpa warna. Maka akan didapatkan hasil bahwa pecahan perenaman yang dapat berimpit dengan garis pembaginya.

&

v. Jadi tampak bahwa ada lima bagian yang berwarna sehingga setengah dikurangi sepertiga sama dengan lima perenam.

d) Mengurangkan dua pecahan

Misalkan untuk mengurangkan dua pecahan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

i. Pasanglah pecahan dua pertiga berwarna hijau pada tiang penyangga.

ii. Kemudian pasang pecahan satu pertiga yang berwarna abu-abu di atasnya dan aturlah sehingga garis pembagi kedua pecahan berimpit dan warna abu-abu menutup di atas warna hijau.

- =

Gambar 10. Pengurangan dua pecahan berpenyebut sama

3 1 3 2

3 2

3 1

3 1


(54)

iii. Tampak lingkaran terbagi tiga sama besar dan warna hijau yang tidak tertutupi abu-abu satu bagian. Jadi,

Contoh lain dalam mengurangkan pecahan langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

i. Pasanglah pasangan setengah berwarna merah pada tiang penyangga.

ii. Kemudian pasang pecahan sepertiga yang berwarna abu-abu di atasnya dan atur sehingga garis pembagi kedua pecahan berimpit dan warnanya bertumpuk.

- = ?

Gambar 11. Pengurangan dua pecahan berpenyebut berbeda iv. Karena hasilnya belum jelas (pembaginya belum terlihat jelas),

maka dipasang lingkaran yang tidak berwarna untuk melihat pembagian yang sama. Cobalah pasang lingkaran perempatan, perenaman, atau perdelapanan.

v. Aturlah agar semua garis pembagi pecahan-pecahan dapat berimpit dengan garis pembagi pecahan tanpa warna. Maka akan didapatkan hasil bahwa pecahan perenaman yang dapat berimpit dengan garis pembaginya.

3 1 3 1 3

2

3 1 2 1

2 1

3 1


(55)

vi. Kemudian hitunglah berapa bagian warna merah yang tidak tertutupi warna abu-abu.

&

vii. Jadi tampak bahwa ada satu bagian berwarna merah yang tidak tertutup sehingga

Untuk mencari selisih dua pecahan pada penggunaan alat peraga ini belum menggunakan KPK. Dengan pendekatan induktif-induktif dapat digunakan untuk menemukan rumus pengurangan dua pecahan tak senama. Dalam alat peraga ini digunakan bentuk lingkaran karena bagian lingkaran berbentuk juring lingkaran. Perbedaan yang jelas tersebut diperlukan untuk memudahkan anak memahami konsep bagian.

Pembelajaran matematika di sekolah dasar disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa. Menurut Brunner (Pitadjeng, 2006: 29) terdapat tiga tahap proses belajar matematika, yaitu: 1) tahap enaktif, 2) tahap ikonik, dan 3) tahap simbolik. Implikasi dari tahapan tersebut dalam pembelajaran menggunakan alat peraga teropong pecahan adalah sebagai berikut: a) Tahap enaktif

Pada tahap ini siswa diarahkan untuk menggunakan atau memanipulasi objek-objek konkret secara langsung yaitu menggunakan alat peraga teropong pecahan dalam pembelajaran

6 1 3 1 2


(56)

matematika materi pecahan. Siswa memerlukan pengalaman untuk menggunakan alat peraga secara langsung sebelum masuk pada tahap membayangkan objek konkret tersebut.

b) Tahap ikonik

Tahap ikonik merupakan tahapan dimana siswa memberikan gambaran terhadap objek-objek konkret. Implikasinya dalam penjumlahan dan pengurangan pecahan, setelah siswa menggunakan objek secara langsung siswa diminta untuk menggambarkan ke dalam objek dua dimensi yaitu dalam media kertas sesuai dengan apa yang mereka lihat. Tahapan ini berkaitan erat dengan mental siswa untuk membayangkan dan menggambarkan alat peraga teropong pecahan dan menuangkannya dalam media gambar.

c) Tahap simbolik

Tahap simbolik merupakan tahap dimana siswa memanipulasi simbol-simbol secara langsung. Dalam hal ini siswa sudah tidak lagi bergantung pada alat peraga yang digunakan sebelumnya. 4) Keunggulan dan kelemahan alat peraga teropong pecahan

Setiap alat peraga tentunya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Keunggulan dari alat peraga teropong pecahan ini sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Selain itu, keunggulan lainnya adalah alat peraga teropong pecahan telah memenuhi beberapa syarat alat peraga yang baik yaitu:


(57)

i. Dapat digunakan untuk membantu anak memahami konsep bilangan pecahan, membandingkan dua pecahan, penjumlahan dan pengurangan pecahan.

ii. Menarik perhatian siswa karena berwarna-warni.

iii. Tahan lama dan reusable karena terbuat dari papan kayu sehingga bisa digunakan lagi pada pembelajaran yang akan datang.

iv. Bentuknya sederhana dan mudah digunakan

v. Ukurannya sesuai, tidak terlalu besar atau terlalu kecil untuk siswa kelas IV.

vi. Bahan dasarnya mudah diperoleh.

vii. Siswa antusias mengikuti pembelajaran dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan.

b) Kelemahan alat peraga teropong pecahan

Selain memiliki keunggulan, alat peraga teropong pecahan juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain:

i. Tidak bisa digunakan untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan yang hasilnya >1 (lebih dari satu) dan <0 (kurang dari nol).

ii. Tiang penyangga yang terbuat dari besi memungkinkan dapat membahayakan bagi siswa sekolah dasar.


(58)

D. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Kristanti Widyastuti (2011) berjudul “Peningkatan Pretasi Belajar Matematika Materi Pecahan Melalui pembelajaran dengan Bantuan Alat Peraga Teropong Pecahan Bagi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Temanggung 1 Kabupaten Temanggung”, menyimpulkan bahwa dengan menggunakan bantuan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dan kualitas proses pembelajaran siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Temanggung 1. Meningkatnya prestasi belajar siswa dapat dilihat dari nilai rata-rata sebelum diberi tindakan adalah 40,5 dengan ketuntasan belajar sebesar 11%, nilai rata-rata post test siklus pertama sebesar 62,2 dengan ketuntasan belajar sebesar 61% dan nilai rata-ratapost testsiklus kedua sebesar 80,5 dengan ketuntasan belajar sebesar 89%. Meningkatnya kualitas proses pembelajaran ditandai dengan partisipasi siswa meningkat dibandingkan sebelum diberi tindakan. Presentase peningkatan partisipasi siswa selama proses pembelajaran siklus pertama ke siklus kedua adalah 42%.

2. Penelitian Widyana Cahyaning Gerhastuti berjudul “Meningkatkan Pemahaman Konsep Pengurangan pada Pecahan Menggunakan Alat Peraga Teropong Pecahan Siswa Kelas IVB SD Negeri Bangirejo 1 Yogyakarta. Meningkatnya pemahaman konsep pengurangan pada pecahan dibuktikan dengan meningkatnya nilai rata-rata tes dan persentase ketuntasan belajar siswa dari pra siklus, akhir siklus I dan


(59)

akhir siklus II. Nilai rata-rata siswa sebelum tindakan adalah 54, nilai rata-rata siswa pada akhir siklus I adalah 69,03 dan nilai rata-rata siswa pada akhir siklus II adalah 88,19. Jumlah siswa yang mencapai KKM pada hasilpre-test sebanyak 7 siswa (28%) pada hasilpost-testsiklus II semua siswa (100%) mencapai KKM.

E. Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teori di atas, dapat disusun kerangka pikir sebagai berikut. Prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa kelas IV SDN Warangan 1 Magelang tergolong rendah. Salah satu penyebabnya adalah guru belum menggunakan alat peraga yang dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam mengajarkan materi pecahan. Karakteristik siswa kelas IVSD adalah berada dalam tahap belajar operasional konkret (7-12 tahun). Oleh karena itu mereka akan lebih mudah belajar jika disajikan objek konkret atau gambar-gambar objek konkret.

Alat peraga sangat penting dihadirkan dalam proses pembelajaran materi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Tanpa alat peraga, siswa akan sulit memahami materi penjumlahan dan pengurangan pecahan.. Penggunaan alat peraga pada saat proses pembelajaran dapat memudahkan siswa menerima pelajaran. Siswa juga akan memiliki persepsi yang kuat sehingga dapat menerima materi yang disampaikan, merangsang perhatian siswa terhadap materi yang disampaikan sehingga pemahaman konsep meningkat. Salah satu alat peraga untuk materi pecahan adalah teropong pecahan. Alat peraga teropong pecahan tergolong sederhana namun dapat membantu anak dalam


(60)

mengenal pecahan, membandingkan dua pecahan, sampai pada penjumlahan dan pengurangan pada pecahan.

Siswa SD yang berada pada tahap belajar operasional konkret akan lebih memudahkan guru dalam mengajarkan materi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan dalam pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa alat peraga teropong pecahan sangat tepat apabila digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan.

Pernyataan di atas dapat dijelaskan pada bagan di bawah ini.

Gambar 12. Skema Kerangka Pikir Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir Belum menggunakan alat peraga/ media pembelajaran dalam pembelajaran

Hasil belajar siswa pada

mata pelajaran

matematika tergolong rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya.

Menggunakan alat

peraga teropong

pecahan dalam materi

penjumlahan dan pengurangan pecahan Menggunakan alat peraga teropong pecahan pada penjumlahan dan pengurangan pecahan yang bersiklus

Melalui penggunnaan alat peraga teropong pecahan maka prestasi belajar siswa materi penjumlahan dan pengurangan pecahan akan meningkat


(61)

E. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatkan prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa kelas IV SDN Warangan 1.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan secara kolaboratif oleh peneliti dan guru di kelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat (Wijaya Kusumah, 2011: 9). Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru kelas IV di SDN Warangan I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang. Tindakan dalam penelitian ini berupa penggunaan alat peraga teropong pecahan dengan tujuan meningkatkan prestasi belajar konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas IV SDN Warangan I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.

B. SettingPenelitian

Settingpeneltian tindakan kelas (PTK) ini meliputi: tempat penelitian, subjek penelitian, dan waktu penelitian. Adapunsettingpenelitian tersebut adalah

sebagai berikut: 1. Tempat Penelitian

Tempat yang dipilih untuk penelitian ini adalah kelas IV SDN Warangan I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang tahun ajaran 2015/2016.


(63)

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN Warangan I dengan jumlah siswa 15 orang yang terdiri dari 4 siswa perempuan dan 11 siswa laki-laki. Alasan peneliti memilih siswa kelas IV SDN Warangan I sebagai subjeek penelitian adalah karena masalah yang diangkat peneliti benar-benar dialami oleh siswa kelas IV SDN Warangan I. Hal tersebut diketahui oleh peneliti dari wawancara terhadap guru yang diperkuat dengan pengamatan peneliti terhadap hasil ulangan harian. Peneliti bersama guru sepakat untuk mengatasi masalah tersebut.

3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah meningkatkan prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pada pecahan.

4. Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan pada bulan Mei pada semester II tahun ajaran 2015/2016. Jika hasil dalam siklus pertama yang didapatkan belum sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian, maka penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus kedua. Namun jika hasil yang didapatkan pada siklus pertama diperoleh hasil yang sesuai indikator keberhasilan penelitian, tidak perlu lagi melanjutkan ke siklus kedua. Untuk jadwal penelitian, peneliti menyesuaikan dengan jadwal kelas IV SDN Warangan I.


(64)

C. Desain Penelitian

Kemmis & Mc. Taggart (Sujati, 2000:23) mengembangkan modelnya berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh Lewin, dengan disertai beberapa perubahan. Dalam perencanaan Kemmis & Mc. Taggart menggunakan siklus sistem spiral, yaitu rencana, tindakan, observasi dan refleksi.

1. Rencana : Rencana tindakan apa yang akan dilakukan peneliti untuk memperbaiki, meningkatkan proses dan hasil belajar di kelas.

2. Tindakan : Apa yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya memperbaiki dan meningkatkan kondisi pembelajaran yang ada sehingga kondisi yang diharapkan dapat tercapai.

3. Observasi : Peneliti mengamati hasil atau dampak dari tindakannya.

4. Refleksi : Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas dampak dari tindakannya dengan menggunakan berbagai kriteria. Berdasarkan hasil refleksi tersebut peneliti melakukan modifikasi terhadap rencana tindakan berikutnya.

Keempat langkah tersebut dapat digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 13. Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis & Mc. Taggart (Sujati)

Keterangan:

Siklus I : 1. Perencanaan I

2. Tindakan dan Observasi I 3. Refleksi I

Siklus II : 4. Perencanaan II

5. Tindakan dan Observasi II 6. Refleksi II


(65)

D. Perencanaan dan Pelaksanaan Tindakan Penelitian

Peneliti dalam penelitian tindakan ini bekerjasama dengan guru kelas IV dimana peneliti bertindak sebagai pelaksana pembelajaran sedangkan guru kelas melakukan pengamatan terhadap tindakan berupa penggunaan alat peraga teropong pecahan dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Tahapan-tahapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan(Planning)

Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan sebagai berikut.

1) Peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang materi yang akan diajarkan yang kemudian dikonsultasikan kepada guru kelas IV SDN Warangan I. RPP ini berguna sebagai pedoman guru pada dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. 2) Peneliti menyiapkan lembar observasi.

3) Peneliti menyiapkan alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran yaitu teropong pecahan.

4) Peneliti menyusun soal post-test yang kemudian dikonsultasikan kepada guru kelas IV SDN Warangan I. Soal post-test diberikan pada akhir setiap siklus.


(66)

b. Pelaksanaan Tindakan (Action)

Tindakan dalam penelitian tindakan kelas adalah guru sebagai peneliti yang dilakukan secara sadar dan terkendali dan yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana. Selama melaksanakan tindakan, guru mengacu pada program yang telah dipersiapkan dan disepakati bersama dengan teman sejawat. Peneliti yang akan mengubah atau melaksanakan perbaikan atas metode tindakan kelas, perlu ada alasan yang mendasar dan ada kesepakatan bersama. Untuk itu, situasi kelas ataupun faktor lain yang dapat mempengaruhi penyimpangan kegiatan di kelas harus dihindari sehingga perubahan yang muncul benar-benar diakibatkan adanya tindakan yang sengaja dilakukan untuk perbaikan, bukan karena faktor lain.

Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kelemahan dalam pelaksanaan tindakan, persiapan, dan perencanaan perlu dilakukan secara maksimal.

c. Observasi

Observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh mana efek tindakan telah mencapai sasaran. Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatakan prestasi belajar siswa


(67)

terhadap materi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Observasi dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu guru SDN Warangan I dengan menggunakan lembar observasi terhadap pelaksanaan tindakan. d. Refleksi

Refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi secara kritis pada siswa, suasana kelas, dan guru (Suharsimi Arikunto, dkk, 2015: 229). Refleksi bertujuan untuk menemukan kemungkinan penyebab terjadinya kekurangan-kekurangan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan. Apabila ditemukan cara atau strateginya maka diperlukan rencana untuk melaksanakan tindakan atau siklus berikutnya. Siklus ini merupakan perbaikan dari siklus sebelumnya, tahapan dari setiap siklus perlu disusun rencana yang matang dengan memperhatikan hasil refleksi dari siklus sebelumnya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. (Sugiyono, 2011: 308). Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(68)

1. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 220). Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Beberapa hal yang diamati terhadap pelaksanaan tindakan misalnya tingkah laku siswa pada waktu belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasi, dan penggunaan alat peraga pada waktu mengajar dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan pada materi konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa kelas IV SDN Warangan I.

2. Tes

Suharsimi Arikunto (2006: 150) menyatakan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya mudah dan hasilnya lebih baik, sehingga


(69)

data mudah diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:

1. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk pengamatan guna memperoleh data-data tentang kegiatan guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan alat peraga teropong pecahan. Lembar observasi disediakan oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Adapun kisi-kisi instrumen lembar observasi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi

No Aspek Jumlah Butir Nomor Butir

1 Persiapan 8 1,2,3,4,5,6

2 Pelaksanaan 7 7,8,9,10,11,12,13,14,15

Total Butir 15

Berdasarkan Tabel 1, kisi-kisi lembar observasi terdiri atas 2 aspek yaitu aspek persiapan dan pelaksanaan. Terdiri atas 15 butir, aspek persiapan pada nomor butir 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 dan aspek pelaksanaan pada nomor butir 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, dan 15,

2. Soal tes

Tes digunakan sebagai alat untuk memperoleh data hasil belajar konsep penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Tes disediakan oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing yang diberikan pada akhir


(70)

pertemuan setiap siklus. Tes ini berbentuk soal essay yang dikerjakan oleh siswa secara individu. Kisi-kisi instrumen soal terdapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Kisi-kisi Soal Post Test Siklus I

Kompetensi Dasar Materi Indikator Butir Soal 6.3 Menjumlahkan

Pecahhan PenjumlahanPecahan 6.3.1 Menjumlahkandua pecahan biasa berpenyebut sama

1, 2, 9, 10 6.3.2 Menjumlahkan

dua pecahan biasa berpenyebut tidak sama

3, 4, 11, 12

6.4 Mengurangkan

Pecahan PenguranganPecahan 6.4.1 Mengurangkandua pecahan biasa berpenyebut sama

5, 6, 13, 14 6.4.2 Mengurangkan

dua pecahan biasa berpenyebut berbeda

7, 8, 15, 16

Berdasarkan tabel 2, kisi-kisi instrumen terdiri atas empat indikator masing-masing berisi empat butir soal. Indikator satu untuk soal nomor 1, 2, 9, 10, indikator dua untuk soal nomor 3, 4, 11, 12, indikator tiga untuk soal nomor 5, 6, 13, 14, dan indikator empat untuk soal nomor 7, 8, 15, 16. Soal evaluasi tersebut akan diberikan kepada siswa setiap akhir pertemuan.

G. Teknik Analisis Data

Bogdan (dalam Sugiyono, 2011: 334) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain


(71)

Miles dan Huberman (Sujati, 2000: 52) salah satu cara yang dapat dianjurkan untuk diikuti dalam menganalisis data kualitatif adalah mengikuti tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data dan mengambil kesimpulan atau verifikasi. Data penelitian kuantitatif dianalisis secara deskripsi dengan penyajian tabel dan persentase. Data dalam bentuk persentase dideskripsikan dan diambil kesimpulan tentang masing-masing komponen dan indikator berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Penentuan kriteria ini mengacu pada rumus yang dikembangkan oleh Saifuddin Azwar (2010:163). Rentang skor untuk masing-masing kategori dihitung sebagaimana rumus pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Kriteria Penilaian

Keterangan :

M = Mean (Rata-rata) Ideal = x Skor Maksimum S = Standar Deviasi / Simpangan Baku = x M X = Skor Siswa

1. Analisis data observasi

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan

No Rentang Skor Kategori

1 X > (M + 1,5 S) Sangat Baik

2 ( M + 0,5 S ) < X≤ ( M + 1,5 S ) Baik 3 ( M - 0,5 S ) < X≤ ( M + 0,5 S ) Cukup 4 ( M - 1,5 S ) < X≤ ( M - 0,5 S ) Kurang

5 X≤ ( M - 1,5 S ) Sangat Kurang

2 1

3 1


(72)

berpedoman pada lembar observasi aktivitas/ kegiatan guru dan siswa dalam menggunakan alat peraga teropong pecahan. Lembar observasi untuk mengamati penggunaan alat peraga teropong pecahan terdiri dari 15 butir dengan menggunakan skala Likert dan rentang skor adalah 1 – 4. Berarti skor ideal terendah = 1 x 15 = 15 dan skor ideal tertinggi = 4 x 15 = 60. Sehingga Mean Ideal (M) = x Skor Maksimum = x 60 = 30, Standar Deviasi Ideal = x M = x 30 = 10. Mengacu pada kriteria penilaian tabel 4 di atas, maka batasan kategori untuk lembar observasi penggunaan alat peraga teropong pecahan disusun sebagaimana tabel berikut ini:

Tabel 4. Kriteria Penilaian Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penggunaan Alat Peraga Teropong Pecahan

No Rentang Skor Kategori

1 X ˃ 45 Sangat Baik

2 35 < X ≤ 45 Baik

3 25 < X ≤ 35 Cukup

4 15 < X ≤ 25 Kurang

5 X ≤ 15 Sangat Kurang

2. Analisis Tes Hasil Belajar

Tes yang digunakan adalah berupa soal pilihan isian singkat dan essay

yang terdiri dari 10 soal. Perhitungan skor diperoleh dari:

Jumlah soal yang dijawab benar

Skor = x 100

Jumlah soal seluruhnya

2 1

2 1

3 1

3 1


(73)

Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas diperoleh, skor ideal terendah = 0 dan skor ideal tertinggi (Skor Maksimum) = 100. Sehingga Mean Ideal (M) = x Skor Maksimum = x 100 = 50, dan Standar Deviasi Ideal = x M = x 50 = 16,67. Mengacu pada kriteria penilaian pada tabel 3 di atas, maka batasan kategori prestasi belajar siswa disusun sebagaimana tabel di bawah ini:

Tabel 5. Kriteria Penilaian Tes Prestasi Belajar Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan

No Rentang Skor Kategori

1 X ˃ 75,00 Sangat Baik

2 58,34 ˂ X ≤ 75,00 Baik

3 41,66 ˂ X ≤ 58,34 Cukup

4 25,00 ˂ X ≤ 41,66 Kurang

5 X ≤ 25,00 Sangat Kurang

Prestasi belajar siswa pada akhir setiap siklus dihitung nilai rata-ratanya. Hasil tes pada akhir siklus I dibandingkan dengan hasil tes pada siklus II. Apabila mengalami kenaikan maka diasumsikan dengan menggunakan bantuan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

2 1

2 1 3

1

3 1


(74)

H. Kriteria Keberhasilan

Keberhasilan penelitian pada Penelitian Tindakan Kelas ditandai dengan adanya perubahan yang lebih baik secara proses maupun peningkatan hasil belajar yang dapat dilihat dari peningkatan nilai di setiap siklus dan telah mencapai semua indikator keberhasilan. Terkait dengan itu, peneliti menentukan indikator keberhasilan dalam penelitian yaitu:

1. Secara kualitatif untuk memberikan makna terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran ditandai dengan: adanya peningkatan aspek aktivitas guru dan siswa dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan di setiap pertemuan dan minimal telah mencapai kategoriBaik.

2. Secara kuantitatif terkait dengan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif ditandai dengan:

a. Hasil belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan ≥ 65 sebagai batas tuntas kompetensi (ketentuan sekolah) dicapai minimal 75 % dari keseluruhan siswa.

b. Indikator dalam penelitian ini juga ditetapkan: nilai rata-rata kelas ≥ 65 dan berada pada kategoriBaik.


(75)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Awal Siswa Pra Siklus

Kondisi awal yang dimaksud adalah gambaran tentang pemahaman

siswa kelas IV SDN Warangan I terhadap materi

penjumlahan dan pengurangan pada pecahan sebelum dilakukan tindakan. Data awal yang peneliti gunakan sebagai landasan perlu diadakannya penelitian di kelas tersebut adalah data hasil pre-test. Berdasarkan data

hasil pre-test yang dilaksanakan pada hari Senin, 23 Mei 2016 yang

dilaksanakan selama 70 menit, diketahui prestasi belajar siswa terhadap materi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan siswa kelas IV SDN Warangan I dijabarkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Data HasilPre-test Pada Tahap Pra Siklus

No Jumlah Siswa Persentase Nilai Rata-rata Kelas

Tuntas Belum

Tuntas Tuntas BelumTuntas

1 4 11 26,67% 73,33% 43,78

Rendahnya prestasi belajar siswa kelas IV SDN Warangan I terhadap materi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan juga dibuktikan berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas IV SDN Warangan I pada Senin, 2 Mei 2016, diketahui bahwa prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan masih rendah. Berdasarkan hasilpre-testdan hasil wawancara tersebut maka peneliti dan guru kelas


(76)

IV SDN Warangan I sepakat melakukan perbaikan dengan cara melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap materi penjumlahan dan pengurangan pecahan menggunakan alat peraga teropong pecahan.

2. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan pada Siklus I a. Perencanaan Tindakan

Tahap pertama dalam penelitian tindakan kelas ini adalah perencanaan. Setelah peneliti melakukan observasi ke sekolah dan mengetahui prestasi belajar siswa kelas IV SDN Warangan I rendah, peneliti bekerja sama dengan guru kelas IV SDN Warangan I untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penyebab terjadinya permasalahan pada materi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan telah teridentifikasi dengan baik oleh peneliti dan guru. Permasalahan rendahnya prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pecahan disebabkan karena masih banyak guru yang belum menggunakan media pembelajaran Matematika dalam mengajarkan materi kepada siswa ketika pembelajaran Matematika berlangsung, sehingga banyak

siswa yang merasa kesulitan dalam menjumlahkan dan

mengurangkan pecahan. Melihat kondisi siswa dan permasalahan yang ada di kelas, peneliti bersama guru merancang pelaksanaan pemecahan masalah materi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Peneliti bersama guru memutuskan untuk menggunakan alat peraga teropong pecahan yang diharapkan mampu meningkatkan


(77)

prestasi belajar penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Adapun perancanaan tindakan yang dilakukan antara lain:

1) Peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang materi yang akan diajarkan yang kemudian dikonsultasikan kepada guru kelas IV SDN Warangan I. RPP ini berguna sebagai pedoman guru pada dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

2) Peneliti menyusun Lembar Kerja Siswa yang kemudian dikonsultasikan kepada guru kelas IV SDN Warangan I.

3) Peneliti menyiapkan lembar observasi.

4) Peneliti menyiapkan alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran yaitu teropong pecahan.

5) Peneliti menyusun soal post-testyang kemudian dikonsultasikan kepada guru kelas IV SDN Warangan I. Soal post-test diberikan pada akhir setiap siklus.

b. Pelaksanaan Tindakan

1) Tindakan Siklus I pertemuan I

Siklus I pertemuan I dilaksanakan pada hari Senin, 30 Mei 2016 pukul 07.00-08.10 WIB. Dalam pelaksanaan tindakan tersebut, siswa mempelajari materi tentang penjumlahan pada pecahan berpenyebut sama dan penjumlahan berpenyebut tidak sama. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan. Adapun deskripsi dari langkah-langkah


(78)

pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan I adalah sebagai berikut:

a) Kegiatan Awal (10 menit)

Pada kegiatan awal pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan I, guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dan mengajak siswa berdoa dilanjutkan dengan mempresensi kehadiran siswa dengan memanggil nama siswa satu per satu. Kemudian guru menyampaikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa ‘Anak-anak siapa di antara kalian yang sering diminta tolong oleh Ibu untuk berbelanja di warung?” “Saya Bu,” Jawab ana-anak. “Coba anak-anak sebutkan biasanya diminta ibu untuk membeli apa?” “Gula, terigu, kerupuk, tempe, dan lain-lain’. “Biasanya ibu menyuruh untuk membeli gula atau terigu seberapa anak-anak?” “setengah kilogram, seperempat kilogram, satu kilogram, (sangat bervariasi jawaban anak-anak.” “Iyaa, ada setengah, seperempat, tiga perempat itu disebut dengan bilangan pecahan. Dalam matematika, pecahan itu dapat dijumlahkan dan dapat dikurangkan. Pada hari ini kita akan belajar tentang penjumlahan pecahan.”

b) Kegiatan Inti (50 menit)

Siswa memperhatikan penjelasan guru yang sedang memberi contoh cara menjumlahkan pecahan berpenyebut sama


(79)

dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan. Contoh pertama adalah cara menjumlahkan pecahan

Cara memperagakan soal tersebut menggunakan alat peraga teropong pecahan langkah-langkahnya adalah:

- Memasang lingkaran pecahan dua perlima yang berwarna coklat pada tiang penyangga

- Kemudian memasang lingkaran pecahan satu perlima yang berwarna coklat di atasnya dan mengatur sehingga garis penyekat kedua pecahan berhimpit dan warnanya tersambung.

- Tampak tiga bagian yang berwarna coklat yang memeragakan pecahan

5

3 sehinngga

Setelah itu, guru memberikan contoh cara menjumlahkan pecahan berpenyebut berbeda menggunakan alat peraga teropong

pecahan. Contoh kedua yaitu menjumlahkan pecahan ....

6 1 3 2

Cara memperagakan soal tersebut menggunakan alat peraga teropong pecahan langkah-langkahnya adalah:

5 3 5 1 5 2

.... 5 1 5 2


(80)

6 1

- Memasang lingkaran pecahan dua pertiga yang berwarna hijau

pada tiang penyangga

- Kemudian memasang lingkaran pecahan di atasnya dan

mengatur sehingga garis pembagi kedua pecahan berimpit dan warna kedua pecahan tersambung.

- Karena hasilnya belum jelas (garis pembaginya belum terlihat

jelas), maka dipasang lingkaran pecahan yang tidak berwarna untuk melihat pembagiannya yang sama. Guru mencoba memasang lingkaran perempatan, perenaman atau perdelapanan.

- Tampak lima bagian yang berwarna yang memeragakan pecahan

6

5 , sehingga

6 5 6 1 3 2

Guru memandu siswa untuk membentuk kelompok kecil, satu kelas dibagi menjadi 4 kelompok, jadi masing-masing kelompok terdiri dari 3-4 siswa. Perwakilan siswa dalam satu kelompok maju ke depan kelas untuk mengambil alat peraga untuk kelompoknya dan mengambil Lembar Kerja Siswa. Siswa bersama kelompoknya mulai mengerjakan soal pada Lembar Kerja siswa dan memperagakannya setiap soal dengan menggunakan alat peraga


(81)

teropong pecahan secara bergantian dalam satu kelompok agar mendapatkan jawaban yang tepat.

Guru mengecek ketepatan peragaan yang dilakukan siswa dalam kelompoknya. Setelah itu, setiap kelompok diminta untuk mendemonstrasikan peragaan tentang penjumlahan pada pecahan tersebut di depan kelas. Setiap kelompok memperagakan satu soal beserta jawabannya. Siswa yang lain diminta untuk menanggapi apa yang disampaikan temannya, kemudian kelompok lain juga melakukan hal yang sama yaitu mendemonstrasikan peragaan setelah kelompok sebelumnya telah selesai melakukan peragaan.

c) Kegiatan Akhir (10 menit)

Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan materi yang telah dipelajari kemudian memberikan motivasi kepada siswa. Guru menutup pembelajaran dengan mengucap salam.

2) Tindakan siklus I pertemuan II

Tindakan siklus I pertemuan II dilaksanakan pada hari Selasa, 31 Mei 2016 pukul 07.00-08.10 WIB. Pada pertemuan ini, materi yang diajarkan adalah pengurangan pada pecahan berpenyebut sama, dan pengurangan pecahan yang berpenyebut berbeda. Deskripsi langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran siklus I pertemuan II adalahsebagai berikut:


(1)

(2)

(3)

(4)

164


(5)

165

Lampiran 10. Dokumentasi Pembelajaran Selama Penelitian DOKUMENTASI

Siswa mengerjakan soal pretest yang telah disediakan oleh peneliti

Peneliti membagikan alat peraga teropong pecahan dan menjelaskan cara penggunaannya

Siswa berkelompok mengerjakan LKS dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan


(6)

166

Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas

Siswa mengerjakan soal post test secara individu