Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

4 sebaliknya, tanggungjawab laki-laki dalam mengurus rumah tangga sangat kecil. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa tugas-tugas kerumahtanggaan dan pengasuhan anak adalah tugas perempuan, walaupun mereka bekerja. Perempuan kurang bisa mengembangkan diri karena adanya pembagian tugas tersebut. Peran ganda laki-laki kurang bisa diharapkan karena adanya ideologi tentang pembagian tugas secara seksual tersebut. Pembicaraan tentang pekerja perempuan dengan sendirinya akan diletakkan dalam konteks pembangunan ekonomi yang bersifat diskriminatif. Strategi yang digunakan dalam konteks pembangunan ekonomi tersebut mengakibatkan kehidupan perempuan menjadi serba tertinggal. Irwan Abdullah, 2003: 253-254. Tenaga kerja wanita merupakan satu pekerja berjenis kelamin wanita yang ikut berperan serta dalam pembangunan baik tingkat nasional maupun ditingkat daerah, oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana tercantum dalam pasal 4 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menetapkan bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah: a memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; c memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan d meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Menurut pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 menyatakan: “bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a keselamatan dan kesehatan kerja; b moral dan 5 kesusilaan; dan c perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”.Perlindungan hukum sebagaimana termasuk diatas disesuaikan dengan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan kerja ini sama banyak jumlahnya, baik yang bersifat normatif maupun merupakan hak dasar dari pekerja. Buruh gendong perempuan atau biasa disebut endong-endong adalah perempuan yang bekerja dalam bidang penjualan jasa angkutan dagangan yakni berupa sayuran dan buah-buahan di pasar Giwangan Yogyakarta. Mereka memberikan jasanya kepada siapa saja yang menginginkan barang dari satu tempat ke tempat yang lainya. Amin Muftiyanah, dkk, 2003:10. Di pasar ini banyak dijumpai buruh gendong perempuan yang kuantitasnya setiap tahun meningkat, jika dibandingkan dengan Pasar Legi Kota Gede, Pasar Kranggan di Kota Yogyakarta, Pasar Gamping Sleman. Adapun asal daerah buruh gendong yang terdapat di Pasar Giwangan berasal dari Kulonprogo, Bantul, Gunung Kidul, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri dan bahkan ada yang berasal dari Klaten. Buruh gendong yang rumahnya jauh mereka lebih memilih mondok kos untuk mengirit biaya transport, dengan tinggal di rumah kos sekitar Pasar Giwangan. Sedangkan yang rumahnya dekat, biasa disebut dengan pelajo, pelajo yang jauh mempunyai beberapa alasan antara lain, mereka masih mempunyai anak-anak yang masih kecil, masih mempunyai tanggungan orang tua yang sudah renta rumah harus diurus, suami yang sakit- sakitan dan mengurus sawah. Selain itu berdasarkan hasil observasi sementara ada 6 beberapa alasan dari mereka yang memilih tinggal di Pasar karena mereka merasa lebih bisa menghemat biaya bahkan tidak mengeluarkan biaya. Latar belakang dari kehidupan buruh gendong kebanyakan dari keluarga yang kurang mampu. Pekerjaannya sebelum menjadi buruh gendong adalah petani dan buruh tani. Sebagian besar suami buruh gendong bekerja sebagai petani lahan kering dan sangat minimnya penghasilan sehingga ini semua yang membuatnya harus bisa mencari penghasilan lain yaitu bekerja sebagai buruh gendong bertujuan untuk mendapatkan tambahan biaya hidup dan menjadi tulang punggung untuk menghidupi keluarganya.Keadaan yang seperti itu menjadikan buruh gendong endong-endong perempuan-perempuan yang mandiri. Faktor- faktor tersebut mendorong buruh gendong dengan modal tenaga dan tanpa keahlian, endong-endong menjual jasa yang dimilikinya. Pamuji, 2003:6. Memang itu menjadi ironis, jika dilakukan oleh perempuan karena pekerjaan menggendong barang yang berbobot antara 40 kg sampai 100 kg mempunyai resiko yanga tidak ringan. Pernah terjadi seorang buruh gendong perempuan sedang hamil dan harus kehilangan janinnya karena membawa beban yang terlalu berat. Untuk masalah pendidikan, sebagian besar berpendidikan rendah bahkan ada yang tidak pernah sekolah. Ini tentunya akan berpengaruh pada kondisi ekonominya. Meskipun ada dari beberapa endong-endong yang dapat dikatakan masuk golongan menengah, namun itupun hanya sebagian kecil saja, hal ini dapat disebabkan karena latar belakang dari kehidupannya. Adapun tabel latar belakang pendidikan buruh gendong adalah sebagai berikut: 7 Tabel 1 Latar Belakang Pendidikan Buruh Gendong No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase 1 Tidak Pernah Sekolah 55 orang 50 2 Tidak Tamat SD 34 orang 34,56 3 Tamat SD 18 orang 12,73 4 Tamat SMP 3 orang 2,72 Total 110 orang 100 Sumber: Dokumentasi Yasanti Berdasarkan tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan para buruh gendong endong-endong adalah tamatan Sekolah Dasar SD, dan sisanya tidak mengenyam bangku pendidikan. Tingkat pendidikan para buruh gendong yang masih rendah ini menyebabkan endong- endong hanya dapat bekerja di sektor informal dan pekerjaan alternatif terakhir adalah sebagai buruh gendong endong-endong barang dagangan berupa sayuran dan buah-buahan di Pasar Giwangan Yogyakarta yang mana pekerjaan tersebut tidak membutuhkan keahlian atau ketrampilan yang spesifik. Disisi lain dalam proses pendampingan kelompok buruh gendong yang dilakukan oleh Yayasan Annisa Swasti melalui kegiatan-kegiatan pendidikan non formal belum mampu menyerap endong-endong yang ada di Pasar Giwangan Yogyakarta. 8 Para buruh gendong ini dengan gaji yang sangat rendah tetap saja hidup pas-pasan,tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya dan keluarganya secara layak. Minimnya fasilitas yang diberikan, belum lagi adanya perlakuan yang tidak adil dari pihak majikan dan para pengguna jasa gendong yang harus mereka terima sebagai imbalan dari profesi ini. Disamping itu mereka juga harus menghadapi respon dari masyarakat sekitar yang kadang juga cenderung menyudutkan para buruh gendong perempuan ini.Sementara para buruh gendong itu sendiri kadang tidak sadar dengan keadaan tersebut. Jam kerja yang panjang, ketidakjelasan spesifik kerja, dan tidak hanya itu, adanya pandangan-pandangan negatif dari masyarakat umum semakin menambah daftar panjang permasalahan mereka, baik dalam masalah sosial dan ekonomi sehingga kemungkinan besar para buruh gendong perempuan ini dapat mengalami eksploitasi. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang selalu bergantung kepada orang lain untuk melakukan segala aktivitasnya. Manusia merupakan makhluk monodualitas, dimana manusia sebagai makhluk hidup yang mempunyai kesadaran sendiri untuk beraktivitas dengan dunianya serta kesadaran untuk hidup dalam sebuah komunitas. Sebagai makhluk hidup manusia mempunyai kebutuhan, yang menurut Abraham Maslow yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan prestasi dan prestice, serta kebutuhan untuk melaksanakan diri sendiri. Setiap individu mempunyai potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat terbatas, sehingga individu harus meminta bantuan kepada individu lain yang 9 sama-sama hidup di lingkungan sekitarnya. Untuk menjalani kehidupan sehari- hari manusia mengadakan dengan orang per orang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antar orang per orang dengan kelompok manusia. Interaksi sosial tersebut menurut Soerjono Soekanto 2010: 55 merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Manusia dalam hidupnya mempunyai tugas dan fungsi tertentu. Di pandang dari segi sosial, manusia saling bergaul, hormat-menghormati dan bantu membantu demi kesejahteraan bersama. Kunci utama bagi kelangsungan kehidupan masyarakat dan kesejahteraan bersama tersebut adalah adanya interaksi. Interaksi disini meliputi interaksi antar individu yang satu dengan individu lainnya, antara dengan kelompok, kelompok dengan individu, maupun antara kelompok dengan kelompok. Apabila interaksi dalam suatu masyarakat macet, maka kehidupan masyarakat tersebut tidak dapat berjalan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa interaksi merupakan kunci dari semua kehidupan. Interaksi sosial selain terjadi di lingkungan masyarakat, juga terjadi dalam lingkungan pasar. Dalam kehidupan orang Jawa keberadaan pasar sangatlah erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Bagi mereka keberadaan pasar sangatlah membantu untuk pemenuhan kebutuhan mereka serta berinteraksi satu dengan yang lainnya. Pasar merupakan media pertemuan sosial yang dapat digunakan untuk saling tukar menukar informasi, karena pengunjung pasar cukup bervariasi dan berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Pasar Giwangan Yogyakarta ini tidak jauh berbeda dengan pasar-pasar pada umumnya, yaitu 10 sebagai pusat kegiatan ekonomi yang merupakan arena pertemuan antar pedagang, buruh gendong dan pembeli dari berbagai elemen masyarakat yang ada di daerah itu walaupun secara kebetulan berhubungan karena adanya kepentingan ekonomi.Pola hubungan ini bisa berjalan karena adanya proses komunikasi antara pedagang dengan buruh gendong dan pembeli pengguna jasa dimana terdapat orang yang mengenal maupun tidak saling mengenal antara penjual, buruh gendong, pembeli pengguna jasa dan masyarakat sekitar. Pola interaksi bisa terjadi dan berjalan baik karena dipengaruhi oleh terjadinya teknik berhubungan satu dengan yang lainnya. Melalui interaksi sosial tersebut, terbentuklah hubungan saling mempengaruhi dimana di dalam proses tersebut akan selalu berbentuk suatu sistem perilaku. Masalah perilaku manusia adalah kompleks karena berkaitan dengan berbagai macam kepentingan yang sebagian berada di luar diri manusia sebagai produk dari hubungan sosial. Pola perilaku sosial dipengaruh oleh karakteristik dan kualitas lingkungan, dan sebaliknya pola perilaku sosial juga mempengaruhi karakteristik dan kualitas lingkungan. Sunyoto Usman, 2004:227 Dalam pasar terjadi interaksi antara pedagang dengan buruh gendong, buruh gendong dengan buruh gendong, buruh gendong dengan pengguna jasanya. Perlu diketahui bahwa buruh gendong di pasar berasal dari berbagai lapisan masyarakat.Para buruh gendong melakukan interaksi sosial baik antar sesama buruh gendong, antar pedagang maupun kelompok yang mempunyai kepentingan seragam yaitu memenuhi kebutuhan hidup, tidak hanya bersifat ekonomis akan tetapi lebih mengarah pada status endong-endong dalam masyarakat, artinya 11 kebutuhan itu juga menyangkut kebutuhan sosial, budaya dan politik. Buruh gendong juga berinteraksi dengan pengguna jasa dan dengan keberadaan pengguna jasa memungkinkan buruh gendong memperoleh penghasilan. Dalam interaksi sosial para buruh gendong yang berada di Pasar Giwangan Yogyakarta dapat berupa kerjasama maupun persaingan. Para buruh gendong endong-endonghampir bekerja selama 24 jam di pasar sehingga ini juga membawa dampak bagi kegiatan sosialnya dalam masyarakat. Hal ini mengakibatkan waktu yang mereka miliki dalam seharinya lebih banyak dihabiskan di tempat kerjanya daripada waktu berada di rumah dan ditengah lingkungan masyarakat. Perempuan yang bekerja disibukkan oleh kegiatan kerjanya selain kegiatan domestiknya, sehinggga waktu untuk kegiatan sosial dan berinteraksi dalam masyarakat maupun antar sesama buruh gendong semakin sedikit. Berdasarkan berbagai permasalahan yang dipaparkan di atas maka peneliti menganggap penting melakukan penelitian dengan judul Perilaku Sosial Buruh Gendong Perempuan endong-endong di Pasar Giwangan Yogyakarta Studi di Yayasan Annisa Swasti Yogyakarta. 12

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat di paparkan beberapapermasalahan sebagai berikut : 1. Penghasilan suami dalam keluarga tidak cukup memenuhi kebutuhan, maka diperlukan partisipasi perempuan untuk menambah income keluarga. 2. Adanya keterbatasan waktu dan beban kerja yang berat sehingga menyebabkan buruh gendong endong-endong kurang mampu untuk berinteraksi baik dilingkungan pasar maupun masyarakat. 3. Sebagian besar buruh gendong memiliki tingkat pendidikan yang rendah, hal ini menyebabkan mereka bekerja di sektor informal dengan upah atau pendapatan yang relatif kecil. 4. Interaksi yang terjadi baik antar sesama buruh gendong, buruh gendong dengan pengguna jasa pedagang menimbulkan konflik. 5. Karena adanya pembagian wilayah kerja antar endong-endong sehingga menyebabkan hubungan dalam interaksi dengan sesama endong-endong yang lainnya sangat terbatas.

C. Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu meluas dan penelitian akan lebih terfokus sehingga pada penelitian akan diperoleh suatu kesimpulan yang terarah pada aspek yang akan diteliti, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti yaitu pada perilaku sosialburuh gendong perempuan endong-endong di Pasar Giwangan Yogyakarta studi di Yayasan Annisa Swasti Yogyakarta 13

D. Rumusan Masalah

Mengacu pada pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana perilaku sosial buruh gendong yang terdapat di pasar Giwangan Yogyakarta ? 2. Apa saja dampak yang timbul dari perilaku sosial buruh gendong di pasar Giwangan Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Perilaku sosial buruh gendong yang terdapat di Pasar Giwangan Yogyakarta. 2. Dampak yang timbul dari perilaku sosial buruh gendong di pasar Giwangan Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini daharapkan akan memberikan manfaat kepada semua pihak. Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi bagi penelitian sejenis dan memberikan informasi ilmiah terhadap kajian-kajian tentang perempuan bagi jurusan pendidikan luar sekolah khususnya dalam mata kuliah pemberdayaan perempuan. 14 2. Secara Praktis a. Bagi buruh gendong, penelitian diharapkan dapat menggambarkan situasi atau keadaan pasar sebagai tempat mereka dalam beraktivitas mencari nafkah. b. Dapat digunakan sebagai bahan referensi atau kajian untuk pengembangan penelitian selanjutnya. c. Untuk Pemerintah agar dapat lebih memperhatikan masalah kesempatan kerja bagi perempuan guna meningkatkan peran sertanya dalam pembangunan dan perlu dipersiapkan secara sistematis peningkatan kualitas tenaga kerja perempuan dan perlindungannya dalam suatu produk hukum. Dan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan publik dan peraturan mengenai kondisi pasar. d. Untuk Yasanti dapat memberikan informasi dalam pemberdayaan perempuan dalam menentukan kebijakan untuk peningkatan produktivitas perempuan. 15

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Mengenai Perilaku Sosial

a. Pengertian Perilaku

Perilaku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diinterpretasikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Leonard F. Polhaupessy dalam sebuah buku yang berjudul perilaku manusia menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda dan mengendarai motor atau mobil. Soekidjo Notoatmodjo, 2003:114 Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, menulis, membaca dan sebagainya. Jadi yang dimasud perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktifitas manusia yang diamati langsung maupun tidak langsung.