Interaksi Sosial Buruh Gendong di Pasar Giwangan Yogyakarta
128 Bentuk akomodasi yang dilakukan adalah dengan cara arbitration,
yaitu dilakukan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak. Penyelesainnya yaitu dengan cara para buruh gendong ini dikumpulkan di
shelter milik Yasanti yang berada di sebelah timur pasar Giwangan untuk dicarikan solusi atau jalan keluar dengan dibantu oleh pengurus dari Yasanti.
3 Asimilasi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terlihat bahwa para endong-endong dan para pedagang di pasar Giwangan Yogyakarta untuk
dapat mengurangi atau menghindari pertentangan yang terjadi di antara endong-endong dan pedagang karena mereka juga menyadari bahwa mereka
adalah teman seprofesi yang sama-sama bekerja menjadi buruh gendong untuk mencari nafkah di Pasar Giwangan Yogyakarta. Dan dalam
hubungannya dengan pedagang endong-endong berusaha untuk menghindari karena mereka mengganggap bahwa hubungan dengan pedagang bersifat
buruh dan juragan. Hal ini ditandai dengan seringnya mereka yang mengungkapkan bahwa mereka bekerja pada pedagang dan yang memberi
pekerjaan gendongan dari pedagang. Selain itu mereka juga menyadari berasal dari desa yang sama dan masih mempunyai hubungan kekerabatan
sehingga tidak perlu untuk saling menonjolkan, ingin menang sendiri diantara endong-endong yang lain.
Proses asimilasi sebagai hasil tindak lanjut dari proses akomodasi para endong-endong dan para pedagang di pasar Giwangan Yogyakarta sudah
berjalan dengan sangat baik dengan mengurangi pertentangan yang terjadi
129 diantara mereka. Pola interaksi sosial yang berdasarkan pada kedekatan
emosional yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak untuk saling menjaga keharmonisan dan keselarasan dalam hubungan sosial yang telah
dibangun bersama. b.
Pola Disosiatif Proses disosiatif merupakan bentuk interaksi sosial yang cenderung
menimbulkan konflik. Soerjono Soekanto, 2010:81. Adapun bentuk interaksi sosial disosiatif yang terjadi dalam kehidupan sosial endong-endong
di Pasar Giwangan Yogyakarta yaitu berupa persaingan dan konflik. 1
Persaingan Persaingan merupakan bentuk interaksi sosial yang bersifat disosiatif,
yaitu suatu perjuangan melawan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, para
endong-endong di Pasar Giwangan Yogyakarta melakukan persaingan. Persaingan terjadi antar sesama endong-endong lainnya. Para endong-endong
di pasar buah dan sayur Giwangan Yogyakarta bertemu dan berinteraksi setiap hari. Karena pada dasarnya pasar adalah tempat orang bersaing.
Persaingan yang terjadi adalah persaingan untuk mendapatkan barang gendongan. Dengan meningkatnya jumlah endong-endong di pasar Giwangan
Yogyakarta banyak endong-endong baru yang masih muda dan fisiknya lebih kuat, persaingan semakin ketat, hingga sering terjadi perselisihan
karena berebutan barang gendongan. Jika ada endong-endong yang berhasil menarik pedagang untuk menggunakan jasanya, hal ini bisa menimbulkan
130 sikap iri dari para endong-endong lainnya yang belum mendapatkan
gendongan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu “SMR” sebagai berikut :
“bentuk persaingan yang terjadi di pasar adalah saingan mendapatkan barang gendongan. Saya sendiri sering jengkel karena kadang barang
yang harusnya saya gendong sudah direbut sama endong-endong yang lain mbak” SMR, 170413
Selain endong-endong bersaing dengan sesama endong-endong, tak jarang mereka juga harus bersaing dengan para manol. Manol adalah sebutan
untuk buruh gendong laki-laki yang ada di pasar Giwangan Yogyakarta. Ada kecenderungan barang-barang yang dikemas dengan dengan ukuran
besarberat, sehingga pedagang lebih banyak mengorderkan barang ke manol dari pada ke endong-endong sehingga menyebabkan kerugian karena
pendapatan mereka berkurang. 2
Konflik Berdasarkan hasil wawancara, konflik yang terjadi antar endong-
endong di pasar Giwangan Yogyakarta adalah konflik antara endong-endong dengan endong-endong di pasar Giwangan, antara endong-endong dengan
pedagang atau pengguna jasa gendongan di pasar Giwangan Yogyakarta. Konflik yang terjadi antar sesama buruh gendong di pasar Giwangan
Yogyakarta merupakan kelanjutan dari persaingan dalam perebutan barang gendongan. Konflik yang terjadi masih dalam taraf kecil, tidak sampai pada
konflik yang besar. Cara endong-endong yang berbeda-beda dalam menarik pedagang atau pembeli untuk menggunakan jasa gendongan sering
menimbulkan rasa iri kepada mereka yang sudah berhasil mendapatkan
131 barang gendongan. Rasa iri ini diungkapkan melalui adu mulut. Namun
endong-endong menganggap hal ini merupakan hal yang sudah biasa yang wajar terjadi di antara mereka karena sama-sama mencari nafkah. Selama adu
mulut dan menggendong barang dagangan itu selesai mereka menganggap masalah selesai, jadi konflik tersebut hanya bersifat sementara tidak
berkepanjangan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu “JMN” sebagai berikut :
“......Kalau konflik dengan teman gendong pernah mbak, ya kalau bertengkar cuman marah-marah adu mulut terus udah nanti ya akur
lagi mbak” JMN, 100413
Begitu juga dengan konflik yang terjadi dengan pengguna jasa, endong-endong sering mendapatkan cacian, marah dari pengguna jasa
gendongan. Namun hal itu juga tidak menimbulkan konflik yang besar karena mereka memandang bahwa pedagang merupakan juragan mereka yang
memberi pekerjaan atau gendongan. Dan kelanjutan dari konflik yang bersifat sementara itu tergantung juga pada individu masing-masing yang berkonflik.
Jika individu tersebut masih merasakan suasana konflik, berarti yang selanjutnya terjadi adalah konflik internal yaitu konflik yang terjadi pada diri
sendiri konflik pribadi