Deskripsi Lembaga Yayasan Annisa Swasti

68 Pada Tahun 1997, Yasanti secara intensmulai menggalang solidaritas buruh gendong perempuan dan pekerja perempuan di Yogyakarta, melalui serangkaian kegiatan-kegiatan pendampingannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan terhadap mereka pada intinya adalah pengorganisasian dengan berbagai kegiatan, yakni meliputi penguatan ekonomi, menggalang kesatuan, pelayanan kesehatan, kesadaran gender, serta penyadaran hak akan politik, sosial, budaya. Kegiatan-kegiatan itu ada berbagai macam dengan masing-masing memilki ketentuan yang jelas seperti peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, keagamaan, penyadaran akan-akan hak buruh termasuk bagaimana mewujudkan keadilan gender di tingkat domestik, kelompok dan komunitas buruh gendong secara luas berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. b Visi dan Misi Yayasan Annisa Swasti 1 Visi Lembaga Yayasan Annisa Swasti Terwujudnya kehidupan bermasyarakat yang demokratis, bebas dari ketidakadilan gender, dan mempunyai kesempatan dan kemampuan dibidang agama, politik, ekonomi, sosial dan budaya 2 Misi Lembaga Yayasan Annisa Swasti Mendorong usaha-usaha mewujudkan kehidupan berorganisasi buruh yang independen dan demokratis serta menumbuhkan kesadaran kritis komunitas buruh khususnya buruh gendong perempuan melalui pengorganisasian, pendidikan, dan advokasi. 69 Pengorganisasian ini bertujuan agar para kelompok dampingannya mampu memecahkan persoalan sendiri. Bentuk pengorganisasian berupa diadakannya pelatihan yang sifatnya kemndirian. Adapun pendidikan ini dapat diwujudkan melalui pembelajaran tentang baca tulis, dan baca Al-Qur’an. c Struktur Organisasi Yayasan Annisa Swasti Dalam masalah kepengurusan, Yasanti telah mengalami empat kali bentuk perubahan kepemimpinanstruktur organisasi. Bentuk pertama, terdiri dari badan pendiri sekaligus sebagai pengurus dan pelaksana harian. Bentuk kedua pendiri sebagai badan pengurus dan ada pelaksana harian ditambah beberapa staf. Bentuk ketiga yaitu badan pengurus harian dan ditambah divisi-divisi beserta stafnya. Sedangkan bentuk ke empat yaitu tidak ada penguruspendiri yang terlibat langsung dalam pelaksana harian. Dengan mekanisme pergantian 3 tahun sekali dan dapat dipilih 2 kali. Struktur organisasi Yasanti terdiri dari dua badan yaitu: badan pengurus dan pengurus harian. Badan pengurus merupakan jajaran para pendiri Yasanti yang terdiri dari 6 orang. Keanggotaan mereka bersifat pasif dan turut dalam kegiatan harian. Pengurus harian adalah para pengelola Yasanti yang secara penuh dalam seluruh kegiatan Yasanti. Struktur pengurus harian terdiri dari direktur eksekutif yang dibantu oleh staf-stafnya yang duduk dalam divisi-divisi.Berikut adalah kegiatan yang dilakukan dari masing-masing divisi: 70 1. Divisi Penguatan Kelompok Basis Merupakan divisi yang melakukan pengorganiasian dan penguatan dikomunitas dampingan, mengingat kelompok dampingan Yasanti memiliki karakteristik sendiri-sendiri maka hal itu juga menjadi pertimbangan dalam melakukan kegiatan pendampingan. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah: a. Pada buruh sektor industri 1 Pendampingan kelompok 2 Pendidikan dan pelattihan perburuhan pengorganisasian penyadaran gender, advokasi, kepemimpinan, kesehatan dan keselamatan kerja 3 Diskusi reguler 4 Kelompok UB Usaha bersama 5 Jaringan b. Pada buruh gendong di Yogyakarta 1 Pendampingan kelompok 2 Pendidikan dan pelatihan pengeorganisasian, penyadaran gender, advokasi, kepemimpinan, kewirausahaan, kesehatan reproduksi 3 Pendidikan bebas buta huruf 4 Diskusi reguler 5 Kelompok UB Usaha bersama 6 Jaringan 71 Divisi ini merupakan program utama Yasanti. Dua divisi lainnya mendukung program utama tersebut. 1. Divisi Pendidikan dan Pengajian Kegiatan divisi pendidikan dan kajian ini merupakan dua fungsi yang internal dan eksternal. Fungsi internal yang dimaksud adalah kegiatan pendidikan, kajian dan pelatihan yang dilakukan sebagai upaya pengembang kualitas staf dan kelompok dampingan Yasanti. Adapun kegiatan membuat penerbitan, pengumpulan informasi, analisis, dan pengkajian tentang perburuhan, gender, dan perempuan. Fungsi eksternalnya adalah untuk pembentukan opini publik. Aadapun kegiatan yang dilakukan adalah dengan mengadakan forum-forum kajian yang terbuka untuk umum sepeti diskusi, seminar dan lain-lainnya. 2. Divisi Penguatan Jaringan Divisi ini bertugas menguatkan jaringan baik itu berupa kerjasama maupun yang lainnya lembaga-lembaga yang punya kepentingan dan tujuan yang sama maupun lembaga-lembaga lainnya yang pedui dalam masalah pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan. 3. Divisi Kampanye dan Dokumentasi Divisi ini membidangi kegiatan-kegiatan seperti penerbitan, dokumentasi dan perpustakaan. Divisi ini tidak secara langsung 72 melakukan hubungan dengan kelompok dampingan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan juga berhubungan dengan kegiatan dampingan. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Penerbitan Penerbitan yang dilakukan oleh Yasanti merupakan penerbitan yang bersifat sebagai media internal. Artinya bahwa penerbitan-penerbitan ini tidak dimaksudkan untuk dipublikasikan secara umum dan komersil. Penerbitan dibuat untuk dua tujuan yaitu: pertama, untuk kepenttingan opini publik dan yang kedua, untuk kepentingan kelompok ddampingan.Penerbitan yang berbentuk buku merupakan hasil dari beberapa peneliti yang pernah dilakukan Yasanti dan disebarluaskan kepada masyarakat umum. b. Dokumentasi dan Perpustakaan Kegiatan dokumentasi terbagi menjadi dua kategori yaitu, pembuatan dokumen serta pengelolaan dokumen yang termasuk di dalamnya perpustakaan. Pembuatan dokumen antara lain, pembuatan dokumentasi berupa photo, rekaman proses, photoslide dan pengelolaan e-mail. Sedangkan pengelolaan dokumen meliputi, pendataan, penyimpanan, dan peminjaman pustaka. 73 c. Divisi Administrasi dan Kesekretariatan Divisi ini menangani urusan administrasi yang menunjang seluruh kegiatan di Yasanti meliputi pengelolaan keuangan, kesekretariatan yang lebih bersifat internal. d Sumber Pendanaan Untuk menunjang dan memeperlancar semua program dan kegiatan-kegiatan dalam suatu lembaga selalu membutuhkan dana, demikian pula halnya dengan Yasantiyang senantiasa membutuhkan dana untuk berbagai kegiatan. Adapun dana yang diperoleh berasal dari lembaga lain dan individudonatur yang tidak mengikat dan mempunyai kepentingan serta tujuan yang sama baik lokal, nasional, maupun internasional. e Fasilitas dan Sarana Penunjang Untuk menunjang dan memperlancar kerja, terlaksananya program maupun tercapainya tujuan, Yasanti memiliki sarana dan prasarana, yaitu: gedung atau kantor Yasanti terletakdi Kuncen Tegal Sari WB I 270 Wirobrajan, Yogyakarta 55253, Indonesia. Telepon: + 62-2274-558545, email: yasantiyogya.wasantara.net.id. Kantor ini terdiri dari beberapa ruangan yaitu: ruang tamu, ruang tengah biasanya untuk rapat, diskusi, dan sebagainya, ruang direktur dan divisi-divisi beserta stafnya, ruang perpustakaan, ruang dapur dan ruang kamar mandi. Adapun sarana penunjang yang dimilki dalam kantor tersebut adalah: Televisi, Pesawat telepon, Komputer, 74 meja belajar, meja tamu, almari, perpustakaan, almari kantor, koleksi kurang lebih 3000 judul buku dalam berbagai bentuk seperti buku teks, laporan penelitian, skripsi, tesis, kumpulan makalah, kumpulan hasil- hasil seminar, novel. Dimana koleksi-koleksi ini meliputi subyek- subyek genderfeminismeperempuan, perubahan, sosial, politik, ekonomi, kesehatanlingkungan, statistik, BPS, hasil-hasil penelitian, pendidikan agama, hukum dan komputer serta koleksi lain serta koleksi lain seperti CD maupun kaset video. f Wilayah Kerja Wilayah kerja Yasanti adalah Jawa Tengah tepatnya di kawasan industri Ungaran dan daerah Istimewa Yogyakarta. Didaerah Ungaran Yasanti mendampingi para buruh industri, sedangkan di Yogyakarta Yasanti mendampingi buruh gendong perempuan dan pekerja karyawan toko perempuan di kawasanMalioboro. Dalam melaksanakan programnya Yasanti menggunakan siklus umum pengembangan masyarakat, yaitu perencanaan planning, pelaksanaan action, refleksi reflection, evaluasi evaluation dan kembali ke planning lagi. 75 Gambar 4. Siklus Umum Pengembangan Masyarakat Dalam penyusunan program, Yasanti biasanya melakukan survey atau penelitian dasar, agar program yang disusun cocok dan sesuai dengan kebutuhan buruh yang di dampingi. Sedangkan perencanaan kelompok dampingan buruh gendong dilaksanakan bersama-sama antara Yasanti dan buruh gendong tersebut, sehingga petugas lapangan Yasanti dan para buruh gendong perempuan enak untuk menerapkan perencanaan yang talah disusun bersama serta antara Yasasnti dan buruh gendong mempunyai kedudukan yang sama tidak ada dominan dan minoritas, superioritas dan inferioritas yang ada bentuk kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama. Dalam proses pendampingan aktifitas yang dilakukan oleh pendamping sifatnya berkelanjutan, mendidik tetapi tidak menggurui serta memberikan dukungan agar kelompok dampingan menjadi mandiri dan mampu memecahkan masalah sendiri. Namun, petugas lapangan Yasanti selalu mengadakan refleksi terhadap apa saja yang telah dilakukan. Refleksi ini sebagai bahan dalam menyusun evaluasi keseluruhan program, yang Survei Perencanaan Penerapan Refleksi Evaluasi 76 akhirnya membuat perencanaan kembali yang sesuai dengan kebutuhan buruh gendong perempuan dan pekerja perempuan. Di lain sisi dalam proses pendampingan yang dilakukan Yasanti untuk buruh gendong Pasar Giwangan Yogyakarta dibutuhkan strategi yang baik yaitu, adanya proses identifikasi masalah, adanya pendamping, adanya kelompok pendamping KD, adanya pendekatan dan need assesment NA, kejasama yang baik, terjadinya transfer informasi dan wawasan, hubungan kesetaraan serta bertujuan mencapai kemandirian kelompok dampingan. 3.Profil Buruh Gendong Buruh gendong perempuan atau biasa disebut sebagai endong- endong adalah perempuan penjual jasa angkat barang dengan cara menggendong di Pasar Giwangan Yogyakarta. Barang dagangan yang biasa mereka gendong adalah berbagai macam buah-buahan dan sayur- mayur karena pasar ini merupakan pasar induk khusus buah dan sayur. Adapun asal daerah buruh gendong yang terdapat di pasar Giwangan Yogyakarta berasal dari Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, Boyolali, Sukoharjo, dan bahkan ada yang berasal dari Klaten. Buruh gendong yang rumanya jauh mereka lebih memilih mondok kos untuk mengirit biaya transport, dengan tinggal di rumah kos sekitar pasar Giwangan atau ada juga yang tidur di pasar Giwangan. Keterangan tesebut diperkuat oleh ungkapan buruh gendong seperti yang di ungkapkan oleh ibu “TMR” selaku buruh gendong yang berasal 77 dari Gunung Kidul mengungkapkan alasan mengapa memilih untuk mondok kos adalah : “Saya disini ngekos di Pasar mbak karena rumah saya jauh kalau bolak-balik pulang kan rugi di perjalanan dan rugi biaya jadi untuk menghemat biaya transport pulang saya mondok bareng teman-teman” TMR, 100413 Hal serupa juga di ungkapkan oleh ibu “SMR” selaku buruh gendong yang berasal dari Gunung Kidul yang mengungkapkan alasan mengapa memilih untuk tinggal di pasar adalah : “Kalau tinggal di pasar kan gak bayar mbak jadi gak keluar ongkos nanti kalau setiap hari pulang uang hasil gendong cuman habis buat ongkos perjalanan. Kalau nginep di pasar kan lumayan bisa sedikit ngirit mbak.” SMR, 170413 Yang rumahnya dekat, biasa disebut pelajo, pelajo adalah mereka yang berangkat dari rumah ke tempat kerjanya setiap hari. Pelajo yang jauh mempunyai beberapa alasan untuk setiap hari pulang. Seperti yang di ungkapkan ibu “SDH” sebagai berikut : “ Pendhak dinten kulo wangsul ten ndalem mbak, masalahe kulo onten tanggungan wonten ndalem ngurus bojo kulo, kan bojo kulo sakit stroke pun mboten saget nopo-nopo Setiap hari saya pulang ke rumah mbak, masalahnya saya punya tanggungan di rumah mengurus suami yang sakit stroke dan sudah tidak bisa apa-apa” SDH, 100413 Hal serupa juga di ungkapkan oleh ibu “JMN” alasan memilih untuk pulang setiap hari adalah : “kalau saya setiap hari pulang mbak, karena saya masih punya cucu yang masih sekolah tinggalnya di rumah saya, ngurus rumah dan membantu mbah kakung mengurus sawah mbak” JMN, 150413 78 Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa alasan endong-endong memilih untuk tidak tinggal di pasar karena mereka masih mempunyai anak-anak yang masih kecil, masih mempuyai tanggungan suami yang sudah sakit lama, rumah yang harus diurus, dan mengurus sawah. Dan ada beberapa alasan dari mereka yang memilih tinggal di pasar karena mereka lebih bisa menghemat biaya bahkan tidak mengeluarkan biaya. Sekitar pukul 13.00 siang para buruh gendong perempuan sudah berdatangan di Pasar Giwangan Yogyakarta, mereka lantas berganti pakaian serta melampirkan jarit pada bahunya sebagai pelengkap pakaian kerja mereka. Selain menggunakan jarit, kemudian mereka juga mengambil srumbung miliknya di suatu tempat di pangkalannyadi pasar, serta dilengkapi pula dengan sebuah bakul yang bergaris tengah sekitar 60 cm. Mereka berpenampilan bersahaja bahkan sangat lusuh, yaitu mengenakan kaos dan jarit tanpa make-up dan asesoris. Namun diantara endong-endong ada yang hanya cukup menggunakan jarit lurik, karena barang yang dibawa milik pemasok biasanya ada yang hanya berupa “karung bagor” atau “kranjang” sehingga tidak perlu menggunakan “srumbung”. Dalam melakukan aktifitasnya para buruh gendong perempuan ada yang bekerja sendiri ada juga uang berkelompok kalau untuk yang di buah. Masing-masing kelompok jumlahnya tidak menentu, ada yang tujuh orang, sembilan orang bahkan ada yang lebih dari sepuluh orang. 79 Untuk yang kerjanya berkelompok biasanya di bagian ngeses atau mengklasifikasikan jenis buah dan di bongkar muat barang. Usia bagi buruh gendong nampaknya bukan menjadi halangan untuk tetap bekerja serta menghasilkan uang. Walaupun sudah tua mereka akan tetap menggendong di Pasar. Sebagian besar buruh gendong yang aktif berumur antara 40-60 tahun, selebihnya berumur 20-40 tahun dan umur 61-73 tahun. Umur 31-40 tahun ternyata menjadi usia produktif bagi endong-endong karena menurut mereka pada sekitar usia tersebut mereka mampu menggendong barang yang relatif berat. Kenyataan ini mengambarkan bahwa pada umunya endong-endong termasuk umur menengah prime age dalam angkatan kerja, yakni berumur antara 25-49 tahun. Hal ini logis karena puncak-puncak kekuatan fisik manusia berada pada umur menengah, dan sesudahnya kekuatan fisik manusia akan menurun. Endong-endong merupakan pekerjaan yang mengandalkan kekuatan fisik. Sedangkan beban yang diangkat rata-rata 80-100 kg, dalam sehari mereka bisa menggendong barang 5-6 kali mengangkat barang mondar-mandir. Berdasarkan data yang diperoleh, mereka yang berusia 40-60 tahunpun masih merasa produktif dalam artian masih kuat menggendong dan menghasilkan uang. Seperti penuturan ibu “JMN” salah seorang buruh gendong : “Umur saya sudah sekitar 58 tahun dan saya masih kuat menggendong barang dengan bobot 100 kg kadang lebih mbak” JMN, 150413 80 Dilihat dari segi masalah pendidikan, sebagian besar berpendidikan rendah bahkan ada yang tidak pernah sekolah. Ini tentunya akan berpengaruh pada kondisi ekonomi mereka. Meskipun ada dari mereka yang dapat dikatakan masuk golongan menengah, namun itupun hanya sebagian kecil saja, hal ini dapat disebabkan karena latar belakang dari kehidupan mereka. Hasil wawancara menunjukkan bahwa profesi sebagai buruh gendong sebenarnya bukan pilihan mereka. Tetapi karena keadaan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan sehingga tidak adanya keahlian dan ketrampilan yang dimiliki, daerah asal mereka merupakan daerah minus yang tidak dapat menjanjikan hasil pertanian yang cukup dan tertarik melihat saudaranya atau bahkan tetangganya yang bekerja gendong sukses. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibu “JMN” saat di wawancarai di Pasar Giwangan Yogyakarta sebagai berikut: “Dulunya saya kerjanya serabutan mbak, jadi apapun saya kerjakan, kerja batik, jadi buruh cuci pakaian juga pernah. Ya karena dulu saya melihat tetangga saya yang kerja buruh gendong kok kayaknya enak tiap hari bisa mendapatkan uang, terus saya juga kepengen kerja buruh gendong mbak. Kalo kerja batik sama buruh cuci upahnya gak cukup buat mencukupi kebutuhan hidup mbak. Dulu kan saya juga gak sekolah mbak jadi gak punya ketrampilan apa-apa.” JMN, 150413 Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu “SMR” sebagai berikut: “Dulunya saya kerjanya mencari daun jati mbak buat dijual di pasar buat bungkus tempe. Tapi dari hasil jualan daun itu kan gak cukup buat nyukupin kebutuhan to mbak terus saya kepengin tetangga saya yang kerjanya gendong, kok kayaknya enak bisa dapat duit banyak. Terus saya nyoba ikut-ikutan tetangga saya itu mbak ikut dia kerja di pasar gendong. Punya tegalan tapi kan tanahnya tandus mbak sukar ditanami. Dan gak 81 punya ijazah sekolah jadi kerjanya ya gendong saja yang ga perlu pakai ijazah” SMR, 170413 Berdasarkan keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar daerah asal endong-endong adalah daerah minus yang tidak menjanjikan hasil pertanian yang cukup, sementara mereka tidak memiliki keahlian serta ketrampilan untuk mendapatkan nafkah hidup, maka pekerjaan sebagai buruh gendong akhirnya menjadi satu-satunya pilihan yang menurut mereka tepat serta memberi harapan. Dan sebagian besar berpendidikan rendah. Itulah merupakan salah satu faktor yang menentukan buruh gendong untuk bekerja di sektor informal, dan pekerjaan menggendong inilah yang memang mampu menampung mereka, lebih-lebih bagi mereka yang berpendidikan rendah atau sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan. Maka dari itu pekerjaan sebagai buruh gendong menjadi pekerjaan pokok, ini berlaku juga bagi mereka yang daerah asalnya tidak mempunyai lahan pertanian untuk dijadikan sebagai pekerjaan sampingan, artinya mereka bekerja sebagai buruh gendong hanya pada waktu-waktu tertentu dikala menunggu masa panen atau menanam saja. Masalah pendapatan buruh gendong sangat bervariatif tergantung wilayah kerjakawasan kerja, jam kerja dan kekuatandaya gendong. Berikut tabel mengenai pendapatan perhari dan lama kerja : 82 Tabel 4. Pendapatan Perhari No Besaran Jumlah Persentase 1 0- Rp. 5000,- 3 orang 2,73 2 Rp.6000-Rp. 10.000,- 44 orang 40,00 3 Rp. 11.000,-Rp.20.000,- 42 orang 38,18 4 Rp.21.000,- lebih 21 orang 19,9 Total 110 orang 100 Sumber : Dokumen Yasanti Dari hasil penghasilan tabel di atas, beberapa buruh gendong mendapatkan bahwa penghasilan tersebut sudah dikurangi dengan biaya transportasi, makan, dan membeli oleh-oleh untuk keluarga. Buruh gendong yang berpenghasilan rata-rata Rp.6000,- sampai Rp. 10.000,- perhari, rata-rata penhasilan mereka perbulan Rp.212..500,-. Sedangkan yang berpenghasilan Rp. 11.000,- Rp 20.000,- maka dalam sebulannya sebesar Rp.375.000,- Tabel 5. Lama Kerja Perhari No Lama Kerja Jumlah Persentase 1 0-5 jam 2 orang 1,82 2 6-10 jam 70 orang 63,64 3 11-15 jam 29 orang 26,36 4 16-20 jam 9 orang 8,18 Total 110 orang 100 Sumber: Dokumen Yasanti 83 Dari penghasilan tabel diatas, buruh gendong yang sehat dan kekuatan gendong besar maksimal 110 kg dengan jam kerja 11-15 jam akan relatif lebih besar penghasilannya dibandingkan mereka yang bekerja kurang dari 5 jam, apalagi yang kekuatan gendong relatif kecil misal 40-50 kg.

B. Data Hasil Penelitian

1. Perilaku Sosial Buruh Gendong di Pasar Giwangan Yogyakarta

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Manusia dalam memenuhi kebutuhan pribadi tidak dapat melakukan sendiri, melainkan harus memerlukan bantuan dari orang lain. Pada perkembangan manusia, interaksi sosial diantara manusia dapat merealisasikan kehidupannya secara individual. Hal ini dikarenakan jika tidak ada hubungan timbal balik dari interaksi sosial maka manusia tidak dapat merealisasikan kemampuannya sebagai individu yang utuh. Kemampuan-kemampuan itu pada dasarnya dapat diketahui dari perilaku kesehariannya. Pada saat bersosialisasi maka yang ditunjukkan adalah perilaku sosial. Keadaan sosial mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan perilaku setiap individu dimana terdapat hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya. Keadaan sosial merupakan penyebab terjadinya suatu interaksi sosial.Perilaku sosial adalah perilaku atau tingkahlaku yang diperlihatkan oleh individu di dalam berinteraksi dengan orang lain dan perilaku bergantung pada faktor lingkungan. 84 Perilaku sosial endong-endong di pasar Giwangan Yogyakarta berhubungan dengan reaksi dan tanggapan pengguna jasa yang berbeda-beda terhadap orang lain. Reaksi tersebut terjadi di dalam keadaan sosial yang tercipta karena adanya aktivitas ekonomi antara endong-endong dengan pengguna jasa yakni penjualan jasa barang gendongan. Ada ikatan ketergantungan diantara endong-endong dengan pengguna jasa. Aktivitas ekonomi berlangsung dalam suasana saling mendukung dan kerjasama. Selain berhubungan dengan pengguna jasa, endong-endong di pasar Giwangan Yogyakarta juga berhubungan dengan sesama buruh endong- endong yang lainnya. Reaksi yang terjadi di dalam keadaan sosial yang tercipta karena adanya rasa senasib dan berasal dari wilayah asal yang sama bahkan adanya hubungan kekerabatan. Berdasarkan hasil penelitian, perilaku sosial endong-endong di pasar Giwangan Yogyakarta tampak pada perilakunya sebagai berikut : a. Perilaku sosial endong-endongterhadap konsumen di Pasar Giwangan Yogyakarta Perilaku sosial endong-endong di pasar Giwangan Yogyakarta ketika bekerja terlihat dalam aktivitasnya mencari barang gendongan dari pelanggan dan pembeli lepas pelanggan ini kadang-kadang saja ke pasar. Endong- endong harus aktif dalam menawarkan jasa, mengejar kendaraan yang membawa dagangan, bahkan harus berdesak-desakan memperebutkan barang gendongan. Secara umum keberadaan pelanggan sudah membuat seorang endong-endong merasa aman terlebih dulu dari sisi penghasilan. Bagi 85 endong-endong yang tidak mempunyai pelanggan, mereka harus ekstra menawarkan jasa untuk mencari barang gendongan, karena endong-endong yang tidak memiliki pelanggan akan sangat tergantung pada sepi ramainya pasar. Maka keadaan pasar harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Jawaban beragam untuk hal ini, tetapi nampak terdapat perbedaan antara endong-endong yang mempunyai pelanggan dengan yang tidak mempunyai pelanggan. Endong-endong yang mempunyai pelanggan dengan yang tidak mempunyai pelanggan, kerjanya lebih mobil cekatan, kuat dan cepat. Sedangkan endong-endong yang tidak mempunyai pelanggan justru lebih tenang, lebih banyak menunggu dan lebih santi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu “JMN” selaku buruh gendong yang sudah mempunyai pelanggan tetap sebagai berikut: “Saya kan sudah mempunyai pelanggan tetap mbak, jadi rasanya tenang. Jadi saya kerjanya ya harus lebih cekatan, kuat dan cepat. Beda dengan teman-teman yang lain yang gak punya pelanggan mereka kerjanya lebih santai.” JMN, 150413 Hal serupa juga didukung oleh pernyataan Ibu “TMR” sebagai berikut: “Alhamdulillah mbak saya di sini sudah punya pelanggan, jadi saya kerjanya ya harus ramah, cekatan, cepat, dan hati-hati dalam gendong. Kalau teman-teman yang gak punya pelanggan ya mereka lebih banyak menunggu dan lebih santai kerjanya mbak” TMR, 170413 Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa endong- endong yang pelayanannya memuaskan seperti kerja cepat, cekatan, hati-hati dan rapi akan mendapatkan lebih banyak pelanggan. Pelayanan yang 86 memuaskan terhadap konsumen merupakan salah satu modal untuk mendapatkan lebih banyak pelanggan terhadap pelanggan. Para endong-endong dalam memberikan pelayanan terhadap pelanggan maupun konsumen mempunyai kiat-kiat tersendiri. Antara lain ramah, aktif mencari, menawarkan dan meminta barang gendongan kepada para pedagang atau pembeli lepas konsumen. Hal ini seperti penuturan Ibu “SMR” sebagai berikut: “kiat dalam memberikan pelayanan kepada konsumen ya kita harus ramah, murah senyum, aktif mencari, menawarkan dan meminta barang gendongan sama pedagang, hati-hati mbak” SMR, 170413 Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu “JMN” adapun kiat-kiat yang dilakukan agar mendapatkan banyak pelanggan adalah sebagai berikut: “Sebenarnya caranya mudah mbak, kalau saya harus ramah, murah senyum dengan konsumen, harus cepat, cekatan, jujur, hati-hati dan tidak pilih-pilih barang gendongan dan mau dibayar berapapun” JMN, 150413 Hal lain juga diungkapkan oleh ibu “SNH” selaku pedagang di pasar Giwangan Yogyakarta sebagai berikut: “Saya menjadi pedagang kan sudah lama mbak, jadi untuk membantu membawakan barang dagangan saya selalu menggunakan jasa gendong yang tetap mbak. Ya karena sudah kenal lama jadi saya sudah percaya sama mbok gendong “JMN” orangnya juga ramah, cekatan, cepat, bertanggungjawab, jujur, sangat hati-hati dan gak suka milih-milih barang gendongan mbak.” SNH, 200413 Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar endong-endong telah mengetahui cara-cara pelayanan yang telah dilakukan untuk menarik konsumen maupun pelanggan. Adapun kiat-kiat yang dilakukannya adalah endong-endong harus bersikap ramah, murah senyum,