Deskripsi Lembaga Yayasan Annisa Swasti
68 Pada Tahun 1997, Yasanti secara intensmulai menggalang
solidaritas buruh gendong perempuan dan pekerja perempuan di Yogyakarta, melalui serangkaian kegiatan-kegiatan pendampingannya.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan terhadap mereka pada intinya adalah pengorganisasian dengan berbagai kegiatan, yakni meliputi penguatan
ekonomi, menggalang kesatuan, pelayanan kesehatan, kesadaran gender, serta penyadaran hak akan politik, sosial, budaya. Kegiatan-kegiatan itu
ada berbagai macam dengan masing-masing memilki ketentuan yang jelas seperti peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, keagamaan,
penyadaran akan-akan hak buruh termasuk bagaimana mewujudkan keadilan gender di tingkat domestik, kelompok dan komunitas buruh
gendong secara luas berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.
b Visi dan Misi Yayasan Annisa Swasti
1 Visi Lembaga Yayasan Annisa Swasti
Terwujudnya kehidupan bermasyarakat yang demokratis, bebas dari ketidakadilan gender, dan mempunyai kesempatan dan
kemampuan dibidang agama, politik, ekonomi, sosial dan budaya
2 Misi Lembaga Yayasan Annisa Swasti
Mendorong usaha-usaha mewujudkan kehidupan berorganisasi buruh yang independen dan demokratis serta menumbuhkan
kesadaran kritis komunitas buruh khususnya buruh gendong
perempuan melalui pengorganisasian, pendidikan, dan advokasi.
69 Pengorganisasian ini bertujuan agar para kelompok
dampingannya mampu memecahkan persoalan sendiri. Bentuk pengorganisasian berupa diadakannya pelatihan yang sifatnya
kemndirian. Adapun pendidikan ini dapat diwujudkan melalui pembelajaran tentang baca tulis, dan baca Al-Qur’an.
c Struktur Organisasi Yayasan Annisa Swasti
Dalam masalah kepengurusan, Yasanti telah mengalami empat kali bentuk perubahan kepemimpinanstruktur organisasi. Bentuk
pertama, terdiri dari badan pendiri sekaligus sebagai pengurus dan pelaksana harian. Bentuk kedua pendiri sebagai badan pengurus dan
ada pelaksana harian ditambah beberapa staf. Bentuk ketiga yaitu badan pengurus harian dan ditambah divisi-divisi beserta stafnya.
Sedangkan bentuk ke empat yaitu tidak ada penguruspendiri yang terlibat langsung dalam pelaksana harian. Dengan mekanisme
pergantian 3 tahun sekali dan dapat dipilih 2 kali. Struktur organisasi Yasanti terdiri dari dua badan yaitu: badan
pengurus dan pengurus harian. Badan pengurus merupakan jajaran para pendiri Yasanti yang terdiri dari 6 orang. Keanggotaan mereka
bersifat pasif dan turut dalam kegiatan harian. Pengurus harian adalah para pengelola Yasanti yang secara penuh dalam seluruh kegiatan
Yasanti. Struktur pengurus harian terdiri dari direktur eksekutif yang dibantu oleh staf-stafnya yang duduk dalam divisi-divisi.Berikut
adalah kegiatan yang dilakukan dari masing-masing divisi:
70 1.
Divisi Penguatan Kelompok Basis
Merupakan divisi yang melakukan pengorganiasian dan penguatan dikomunitas dampingan, mengingat kelompok dampingan
Yasanti memiliki karakteristik sendiri-sendiri maka hal itu juga menjadi pertimbangan dalam melakukan kegiatan pendampingan.
Kegiatan-kegiatan tersebut adalah: a.
Pada buruh sektor industri
1 Pendampingan kelompok
2 Pendidikan dan pelattihan perburuhan pengorganisasian
penyadaran gender, advokasi, kepemimpinan, kesehatan dan
keselamatan kerja
3 Diskusi reguler
4 Kelompok UB Usaha bersama
5 Jaringan
b. Pada buruh gendong di Yogyakarta
1 Pendampingan kelompok
2 Pendidikan dan pelatihan pengeorganisasian, penyadaran
gender, advokasi, kepemimpinan, kewirausahaan, kesehatan
reproduksi
3 Pendidikan bebas buta huruf
4 Diskusi reguler
5 Kelompok UB Usaha bersama
6 Jaringan
71 Divisi ini merupakan program utama Yasanti. Dua divisi lainnya
mendukung program utama tersebut.
1. Divisi Pendidikan dan Pengajian
Kegiatan divisi pendidikan dan kajian ini merupakan dua fungsi yang internal dan eksternal. Fungsi internal yang dimaksud
adalah kegiatan pendidikan, kajian dan pelatihan yang dilakukan sebagai upaya pengembang kualitas staf dan kelompok dampingan
Yasanti. Adapun kegiatan membuat penerbitan, pengumpulan informasi, analisis, dan pengkajian tentang perburuhan, gender, dan
perempuan. Fungsi eksternalnya adalah untuk pembentukan opini publik.
Aadapun kegiatan yang dilakukan adalah dengan mengadakan forum-forum kajian yang terbuka untuk umum sepeti diskusi,
seminar dan lain-lainnya. 2.
Divisi Penguatan Jaringan
Divisi ini bertugas menguatkan jaringan baik itu berupa kerjasama maupun yang lainnya lembaga-lembaga yang punya
kepentingan dan tujuan yang sama maupun lembaga-lembaga lainnya yang pedui dalam masalah pemberdayaan masyarakat
khususnya perempuan.
3. Divisi Kampanye dan Dokumentasi
Divisi ini membidangi kegiatan-kegiatan seperti penerbitan, dokumentasi dan perpustakaan. Divisi ini tidak secara langsung
72 melakukan hubungan dengan kelompok dampingan, akan tetapi
kegiatan yang dilakukan juga berhubungan dengan kegiatan dampingan. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Penerbitan
Penerbitan yang dilakukan oleh Yasanti merupakan penerbitan yang bersifat sebagai media internal. Artinya bahwa
penerbitan-penerbitan ini tidak dimaksudkan untuk dipublikasikan secara umum dan komersil. Penerbitan dibuat untuk dua tujuan
yaitu: pertama, untuk kepenttingan opini publik dan yang kedua, untuk kepentingan kelompok ddampingan.Penerbitan yang
berbentuk buku merupakan hasil dari beberapa peneliti yang pernah
dilakukan Yasanti dan disebarluaskan kepada masyarakat umum.
b. Dokumentasi dan Perpustakaan
Kegiatan dokumentasi terbagi menjadi dua kategori yaitu, pembuatan dokumen serta pengelolaan dokumen yang termasuk di
dalamnya perpustakaan. Pembuatan dokumen antara lain, pembuatan dokumentasi berupa photo, rekaman proses, photoslide dan
pengelolaan e-mail. Sedangkan pengelolaan dokumen meliputi, pendataan, penyimpanan, dan peminjaman pustaka.
73 c.
Divisi Administrasi dan Kesekretariatan
Divisi ini menangani urusan administrasi yang menunjang seluruh kegiatan di Yasanti meliputi pengelolaan keuangan,
kesekretariatan yang lebih bersifat internal.
d Sumber Pendanaan
Untuk menunjang dan memeperlancar semua program dan kegiatan-kegiatan dalam suatu lembaga selalu membutuhkan dana,
demikian pula halnya dengan Yasantiyang senantiasa membutuhkan dana untuk berbagai kegiatan. Adapun dana yang diperoleh berasal dari
lembaga lain dan individudonatur yang tidak mengikat dan mempunyai kepentingan serta tujuan yang sama baik lokal, nasional, maupun
internasional.
e Fasilitas dan Sarana Penunjang
Untuk menunjang dan memperlancar kerja, terlaksananya program maupun tercapainya tujuan, Yasanti memiliki sarana dan
prasarana, yaitu: gedung atau kantor Yasanti terletakdi Kuncen Tegal Sari WB I 270 Wirobrajan, Yogyakarta 55253, Indonesia. Telepon: +
62-2274-558545, email: yasantiyogya.wasantara.net.id. Kantor ini terdiri dari beberapa ruangan yaitu: ruang tamu,
ruang tengah biasanya untuk rapat, diskusi, dan sebagainya, ruang direktur dan divisi-divisi beserta stafnya, ruang perpustakaan, ruang
dapur dan ruang kamar mandi. Adapun sarana penunjang yang dimilki dalam kantor tersebut adalah: Televisi, Pesawat telepon, Komputer,
74 meja belajar, meja tamu, almari, perpustakaan, almari kantor, koleksi
kurang lebih 3000 judul buku dalam berbagai bentuk seperti buku teks, laporan penelitian, skripsi, tesis, kumpulan makalah, kumpulan hasil-
hasil seminar, novel. Dimana koleksi-koleksi ini meliputi subyek- subyek genderfeminismeperempuan, perubahan, sosial, politik,
ekonomi, kesehatanlingkungan, statistik, BPS, hasil-hasil penelitian, pendidikan agama, hukum dan komputer serta koleksi lain serta koleksi
lain seperti CD maupun kaset video. f
Wilayah Kerja
Wilayah kerja Yasanti adalah Jawa Tengah tepatnya di kawasan industri Ungaran dan daerah Istimewa Yogyakarta. Didaerah Ungaran
Yasanti mendampingi para buruh industri, sedangkan di Yogyakarta Yasanti mendampingi buruh gendong perempuan dan pekerja karyawan
toko perempuan di kawasanMalioboro. Dalam melaksanakan programnya Yasanti menggunakan siklus
umum pengembangan masyarakat, yaitu perencanaan planning, pelaksanaan action, refleksi reflection, evaluasi evaluation dan
kembali ke planning lagi.
75 Gambar 4. Siklus Umum Pengembangan Masyarakat
Dalam penyusunan program, Yasanti biasanya melakukan survey atau penelitian dasar, agar program yang disusun cocok dan
sesuai dengan kebutuhan buruh yang di dampingi. Sedangkan perencanaan kelompok dampingan buruh gendong dilaksanakan
bersama-sama antara Yasanti dan buruh gendong tersebut, sehingga petugas lapangan Yasanti dan para buruh gendong perempuan enak
untuk menerapkan perencanaan yang talah disusun bersama serta antara Yasasnti dan buruh gendong mempunyai kedudukan yang sama tidak
ada dominan dan minoritas, superioritas dan inferioritas yang ada bentuk kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama. Dalam proses
pendampingan aktifitas yang dilakukan oleh pendamping sifatnya berkelanjutan, mendidik tetapi tidak menggurui serta memberikan
dukungan agar kelompok dampingan menjadi mandiri dan mampu memecahkan masalah sendiri. Namun, petugas lapangan Yasanti selalu
mengadakan refleksi terhadap apa saja yang telah dilakukan. Refleksi ini sebagai bahan dalam menyusun evaluasi keseluruhan program, yang
Survei
Perencanaan Penerapan
Refleksi Evaluasi
76 akhirnya membuat perencanaan kembali yang sesuai dengan kebutuhan
buruh gendong perempuan dan pekerja perempuan. Di lain sisi dalam proses pendampingan yang dilakukan Yasanti
untuk buruh gendong Pasar Giwangan Yogyakarta dibutuhkan strategi yang baik yaitu, adanya proses identifikasi masalah, adanya
pendamping, adanya kelompok pendamping KD, adanya pendekatan dan need assesment NA, kejasama yang baik, terjadinya transfer
informasi dan wawasan, hubungan kesetaraan serta bertujuan mencapai kemandirian kelompok dampingan.
3.Profil Buruh Gendong
Buruh gendong perempuan atau biasa disebut sebagai endong- endong adalah perempuan penjual jasa angkat barang dengan cara
menggendong di Pasar Giwangan Yogyakarta. Barang dagangan yang biasa mereka gendong adalah berbagai macam buah-buahan dan sayur-
mayur karena pasar ini merupakan pasar induk khusus buah dan sayur. Adapun asal daerah buruh gendong yang terdapat di pasar
Giwangan Yogyakarta berasal dari Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, Boyolali, Sukoharjo, dan bahkan ada yang berasal dari Klaten.
Buruh gendong yang rumanya jauh mereka lebih memilih mondok kos untuk mengirit biaya transport, dengan tinggal di rumah kos
sekitar pasar Giwangan atau ada juga yang tidur di pasar Giwangan. Keterangan tesebut diperkuat oleh ungkapan buruh gendong seperti
yang di ungkapkan oleh ibu “TMR” selaku buruh gendong yang berasal
77 dari Gunung Kidul mengungkapkan alasan mengapa memilih untuk
mondok kos adalah : “Saya disini ngekos di Pasar mbak karena rumah saya jauh
kalau bolak-balik pulang kan rugi di perjalanan dan rugi biaya jadi untuk menghemat biaya transport pulang saya mondok
bareng teman-teman” TMR, 100413 Hal serupa juga di ungkapkan oleh ibu “SMR” selaku buruh
gendong yang berasal dari Gunung Kidul yang mengungkapkan alasan mengapa memilih untuk tinggal di pasar adalah :
“Kalau tinggal di pasar kan gak bayar mbak jadi gak keluar ongkos nanti kalau setiap hari pulang uang hasil gendong cuman
habis buat ongkos perjalanan. Kalau nginep di pasar kan lumayan bisa sedikit ngirit mbak.” SMR, 170413
Yang rumahnya dekat, biasa disebut pelajo, pelajo adalah mereka yang berangkat dari rumah ke tempat kerjanya setiap hari.
Pelajo yang jauh mempunyai beberapa alasan untuk setiap hari pulang. Seperti yang di ungkapkan ibu “SDH” sebagai berikut :
“ Pendhak dinten kulo wangsul ten ndalem mbak, masalahe kulo onten tanggungan wonten ndalem ngurus bojo kulo, kan bojo
kulo sakit stroke pun mboten saget nopo-nopo Setiap hari saya pulang ke rumah mbak, masalahnya saya
punya tanggungan di rumah mengurus suami yang sakit stroke dan sudah tidak bisa apa-apa” SDH, 100413
Hal serupa juga di ungkapkan oleh ibu “JMN” alasan memilih untuk pulang setiap hari adalah :
“kalau saya setiap hari pulang mbak, karena saya masih punya cucu yang masih sekolah tinggalnya di rumah saya, ngurus
rumah dan membantu mbah kakung mengurus sawah mbak” JMN, 150413
78 Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa ada
beberapa alasan endong-endong memilih untuk tidak tinggal di pasar karena mereka masih mempunyai anak-anak yang masih kecil, masih
mempuyai tanggungan suami yang sudah sakit lama, rumah yang harus diurus, dan mengurus sawah. Dan ada beberapa alasan dari mereka
yang memilih tinggal di pasar karena mereka lebih bisa menghemat biaya bahkan tidak mengeluarkan biaya.
Sekitar pukul 13.00 siang para buruh gendong perempuan sudah berdatangan di Pasar Giwangan Yogyakarta, mereka lantas berganti
pakaian serta melampirkan jarit pada bahunya sebagai pelengkap pakaian kerja mereka. Selain menggunakan jarit, kemudian mereka
juga mengambil srumbung miliknya di suatu tempat di pangkalannyadi pasar, serta dilengkapi pula dengan sebuah bakul yang bergaris tengah
sekitar 60 cm. Mereka berpenampilan bersahaja bahkan sangat lusuh, yaitu mengenakan kaos dan jarit tanpa make-up dan asesoris. Namun
diantara endong-endong ada yang hanya cukup menggunakan jarit lurik, karena barang yang dibawa milik pemasok biasanya ada yang
hanya berupa “karung bagor” atau “kranjang” sehingga tidak perlu menggunakan “srumbung”.
Dalam melakukan aktifitasnya para buruh gendong perempuan ada yang bekerja sendiri ada juga uang berkelompok kalau untuk yang
di buah. Masing-masing kelompok jumlahnya tidak menentu, ada yang tujuh orang, sembilan orang bahkan ada yang lebih dari sepuluh orang.
79 Untuk yang kerjanya berkelompok biasanya di bagian ngeses atau
mengklasifikasikan jenis buah dan di bongkar muat barang. Usia bagi buruh gendong nampaknya bukan menjadi halangan
untuk tetap bekerja serta menghasilkan uang. Walaupun sudah tua mereka akan tetap menggendong di Pasar. Sebagian besar buruh
gendong yang aktif berumur antara 40-60 tahun, selebihnya berumur 20-40 tahun dan umur 61-73 tahun. Umur 31-40 tahun ternyata menjadi
usia produktif bagi endong-endong karena menurut mereka pada sekitar usia tersebut mereka mampu menggendong barang yang relatif berat.
Kenyataan ini mengambarkan bahwa pada umunya endong-endong termasuk umur menengah prime age dalam angkatan kerja, yakni
berumur antara 25-49 tahun. Hal ini logis karena puncak-puncak kekuatan fisik manusia berada pada umur menengah, dan sesudahnya
kekuatan fisik manusia akan menurun. Endong-endong merupakan pekerjaan yang mengandalkan kekuatan fisik. Sedangkan beban yang
diangkat rata-rata 80-100 kg, dalam sehari mereka bisa menggendong barang 5-6 kali mengangkat barang mondar-mandir. Berdasarkan data
yang diperoleh, mereka yang berusia 40-60 tahunpun masih merasa produktif dalam artian masih kuat menggendong dan menghasilkan
uang. Seperti penuturan ibu “JMN” salah seorang buruh gendong : “Umur saya sudah sekitar 58 tahun dan saya masih kuat
menggendong barang dengan bobot 100 kg kadang lebih mbak” JMN, 150413
80 Dilihat dari segi masalah pendidikan, sebagian besar
berpendidikan rendah bahkan ada yang tidak pernah sekolah. Ini tentunya akan berpengaruh pada kondisi ekonomi mereka. Meskipun
ada dari mereka yang dapat dikatakan masuk golongan menengah, namun itupun hanya sebagian kecil saja, hal ini dapat disebabkan
karena latar belakang dari kehidupan mereka. Hasil wawancara menunjukkan bahwa profesi sebagai buruh
gendong sebenarnya bukan pilihan mereka. Tetapi karena keadaan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan sehingga tidak adanya keahlian
dan ketrampilan yang dimiliki, daerah asal mereka merupakan daerah minus yang tidak dapat menjanjikan hasil pertanian yang cukup dan
tertarik melihat saudaranya atau bahkan tetangganya yang bekerja gendong sukses. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibu “JMN”
saat di wawancarai di Pasar Giwangan Yogyakarta sebagai berikut: “Dulunya saya kerjanya serabutan mbak, jadi apapun saya
kerjakan, kerja batik, jadi buruh cuci pakaian juga pernah. Ya karena dulu saya melihat tetangga saya yang kerja buruh
gendong kok kayaknya enak tiap hari bisa mendapatkan uang, terus saya juga kepengen kerja buruh gendong mbak. Kalo kerja
batik sama buruh cuci upahnya gak cukup buat mencukupi kebutuhan hidup mbak. Dulu kan saya juga gak sekolah mbak
jadi gak punya ketrampilan apa-apa.” JMN, 150413
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu “SMR” sebagai berikut: “Dulunya saya kerjanya mencari daun jati mbak buat dijual di
pasar buat bungkus tempe. Tapi dari hasil jualan daun itu kan gak cukup buat nyukupin kebutuhan to mbak terus saya
kepengin tetangga saya yang kerjanya gendong, kok kayaknya enak bisa dapat duit banyak. Terus saya nyoba ikut-ikutan
tetangga saya itu mbak ikut dia kerja di pasar gendong. Punya tegalan tapi kan tanahnya tandus mbak sukar ditanami. Dan gak
81 punya ijazah sekolah jadi kerjanya ya gendong saja yang ga
perlu pakai ijazah” SMR, 170413 Berdasarkan keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
sebagian besar daerah asal endong-endong adalah daerah minus yang tidak menjanjikan hasil pertanian yang cukup, sementara mereka tidak
memiliki keahlian serta ketrampilan untuk mendapatkan nafkah hidup, maka pekerjaan sebagai buruh gendong akhirnya menjadi satu-satunya
pilihan yang menurut mereka tepat serta memberi harapan. Dan sebagian besar berpendidikan rendah. Itulah merupakan salah satu
faktor yang menentukan buruh gendong untuk bekerja di sektor informal, dan pekerjaan menggendong inilah yang memang mampu
menampung mereka, lebih-lebih bagi mereka yang berpendidikan rendah atau sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan. Maka
dari itu pekerjaan sebagai buruh gendong menjadi pekerjaan pokok, ini berlaku juga bagi mereka yang daerah asalnya tidak mempunyai lahan
pertanian untuk dijadikan sebagai pekerjaan sampingan, artinya mereka bekerja sebagai buruh gendong hanya pada waktu-waktu tertentu dikala
menunggu masa panen atau menanam saja. Masalah pendapatan buruh gendong sangat bervariatif
tergantung wilayah kerjakawasan kerja, jam kerja dan kekuatandaya gendong. Berikut tabel mengenai pendapatan perhari dan lama kerja :
82 Tabel 4. Pendapatan Perhari
No Besaran Jumlah
Persentase 1 0-
Rp. 5000,- 3 orang
2,73 2
Rp.6000-Rp. 10.000,- 44 orang
40,00 3
Rp. 11.000,-Rp.20.000,- 42 orang
38,18 4
Rp.21.000,- lebih 21 orang
19,9 Total 110
orang 100
Sumber : Dokumen Yasanti Dari hasil penghasilan tabel di atas, beberapa buruh gendong
mendapatkan bahwa penghasilan tersebut sudah dikurangi dengan biaya transportasi, makan, dan membeli oleh-oleh untuk keluarga. Buruh
gendong yang berpenghasilan rata-rata Rp.6000,- sampai Rp. 10.000,- perhari, rata-rata penhasilan mereka perbulan Rp.212..500,-. Sedangkan
yang berpenghasilan Rp. 11.000,- Rp 20.000,- maka dalam sebulannya sebesar Rp.375.000,-
Tabel 5. Lama Kerja Perhari No Lama
Kerja Jumlah
Persentase 1
0-5 jam 2 orang
1,82 2
6-10 jam 70 orang
63,64 3
11-15 jam 29 orang
26,36 4
16-20 jam 9 orang
8,18 Total
110 orang 100
Sumber: Dokumen Yasanti
83 Dari penghasilan tabel diatas, buruh gendong yang sehat dan
kekuatan gendong besar maksimal 110 kg dengan jam kerja 11-15 jam akan relatif lebih besar penghasilannya dibandingkan mereka yang
bekerja kurang dari 5 jam, apalagi yang kekuatan gendong relatif kecil misal 40-50 kg.