PERILAKU SOSIAL BURUH GENDONG PEREMPUAN (ENDONG-ENDONG) DI PASAR GIWANGAN YOGYAKARTA(STUDI DI YAYASAN ANNISA SWASTI).

(1)

P Diaj un guna PROGRAM JURUS FA UNIV ukan kepada Universita ntuk Memenu Memperole NIM

M STUDI PE SAN PEND

AKULTAS VERSITAS N

SEPT

SKRIPSI a Fakultas Il as Negeri Yo uhi Sebagian eh Gelar Sarj

Oleh Septiani M 091022410

ENDIDIKA IDIKAN LU S ILMU PEN NEGERI Y TEMBER 2 mu Pendidik ogyakarta n Persyaratan jana Pendidi 014

AN LUAR S UAR SEKO NDIDIKAN YOGYAKAR 2013 kan n ikan EKOLAH OLAH N RTA


(2)

(3)

(4)

(5)

demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu” (QS. Al Baqarah : 45)

™ “Ruang terbesar di dunia ini adalah ruang untuk perbaikan diri. Persoalan-persoalan hidup dimaksudkan untuk menjadikan kita lebih baik dan dewasa, bukan tambah terpuruk” (Val J. Peter)


(6)

Atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT, Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Nusa, Bangsa dan Agama.

2. Almamater Tercinta, Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pendidikan di masa yang akan datang.

3. Kedua orang tua, Bapak dan Ibu tercinta karena doa dan kasih sayangnya yang selalu tercurah tak henti-hentinya untukku.


(7)

Oleh Septiani NIM 09102241014

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) perilaku sosial buruh gendong di pasar Giwangan Yogyakarta, (2) dampak apa saja yang ditimbulkan adanya perilaku sosial endong-endong di pasar Giwangan Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah buruh gendong, pedagang pasar Giwangan. Informan adalah pengurus yasanti, Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah reduksi data, display data, dan pengambilan kesimpulan. Trianggulasi yang digunakan untuk menjelaskan keabsahan data dengan menggunakan sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perilaku sosial endong-endong di pasar Giwangan terdapat 2 macam perilaku yang ditampilkan yaitu (a) perilaku operan; cara menggendong dan mencari barang dagangan dari pelanggan maupun konsumen, cepat, cekatan, kerjasama, hati-hati, rapi tidak milih-milih barang dagangan, membiasakan diri untuk selalu minum jamu jawa, kompak, terjadi konflik, persaingan, akomodasi melalui arbitration dan asimilasi (b) perilaku alami; sikap ramah-tamah, emosional, toleransi dan solidaritas antar sesama endong-endong yang tinggi, saling menjaga perasaan, guyub, tolong menolong dan endong-endong tetap mempunyai keterikatan sosial yang dilakukan di dusunnya. Bagi endong-endong pelajo selalu membiasakan diri untuk membawakan oleh-oleh untuk keluarganya. (2) dampak perilaku sosial (a) dampak ekonomi endong-endong dengan pelayanan yang memuaskan akan mendapatkan banyak konsumen sehingga pendapatannya bertambah (b) dampak sosial, tercipta hubungan sosial yang harmonis, damai, selaras, (c) dampak religius, sikap yang dipegang teguh endong-endong dalam pengalaman keagamaan adalah perilaku jujur dan menerima upah dengan rasa ikhlas (d) dampak fisik, pekerjaan endong-endong sering kali membawa dampak pada kesehatan tubuh.


(8)

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai syarat diajukan dalam rangka menyelasikan Studi Strata I untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan. Penulisan laporan ini tidak lepas dari pihak-pihak yang telah membantu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan dengan lancar.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, yang telah memberikan kelancaran dalam pembuatan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Sujarwo, M. Pd. selaku dosen pembimbing I dan kepada Ibu Widyaningsih, M. Si. selaku dosen pembimbing II, yang telah berkenan membimbing penulis dari awal sampai akhir skripsi ini.

4. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal proses dalam penelitian ini.

5. Seluruh Pengelola Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) Yogyakarta atas ijin dan bantuan untuk penelitian.

6. Sahabat-sahabat terbaikku Rina, Tri, Meitha, Jumi, Woro, Astri, Risa dan Okta senyuman kalian adalah yang terindah yang selalu memberiku semangat. 7. Teman-teman Prodi Pendidikan Luar Sekolah, khususnya Angkatan 2009,

yang telah banyak memberikan dukungan, kritik serta motivasi sejak masa awal perkuliahan hingga akhir masa studi perkuliahan, dan

8. Semua pihak yang telah ikut serta membantu proses penyusunan skripsi ini yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(9)

saran dan kritik dari berbagai pihak untuk bahan perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan dan bagi para pembaca umumnya.

Yogyakarta, 19 Juli 2013 Penulis

     


(10)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A.

LatarBelakang ... 1

B.

IdentifikasiMasalah ... 12

C.

PembatasanMasalah ... 12

D.

RumusanMasalah ... 13

E.

TujuanPenelitian ... 13


(11)

1.

TinjauanMengenaiPerilakuSosial ... 15

a.

PengertianPerilaku ... 15

b.

Proses TerjadinyaPerilaku ... 16

c.

DeterminanPerilaku ... 16

d.

BentukPerilaku ... 17

e.

PengertianPerilakuSosial ... 18

f.

BentukdanJenisPerilakuSosial ... 21

g.

FaktorPembentukPerilakuSosial ... 25

2.

TinjauanMengenai Proses Sosial ... 27

a.

PolaAsosiatif ... 28

b.

PolaDisosiatif ... 30

3.

TinjauanMengenaiInteraksiSosial ... 34

a.

PengertianInteraksiSosial ... 34

b.

SyaratTerjadinyaInteraksiSosial ... 36

c.

Pola-polaInteraksiSosial... 36

d.

Proses InteraksiSosial ... 39

4.

TinjauanMengenaiBuruhGendongPerempuan ... 39

a.

PengertianBuruhGendong ... 39

b.

AktivitasBuruhGendong ... 40

5.

TinjauanMengenaiYasanti ... 43

a.

GambaranUmunYasanti ... 43

b.

PeranYasantidalamPendampinganBuruhGendong ... 45

B.

KerangkaPikir ... 45


(12)

B.

SubjekPenelitian... 51

C.

Setting, Lama danWaktu Penelitian ... 53

1.

Setting Penelitian ... 53

2.

WaktuPenelitian ... 54

D.

MetodePengumpulan Data ... 55

1.

Pengamatan ... 55

2.

Wawancara ... 57

3.

Dokumentasi ... 58

E.

InstrumenPengumpulan Data ... 59

F.

TeknikAnalisis Data ... 60

1.

Reduksi Data ... 61

2.

Penyajian Data ... 61

3.

PenarikanKesimpulan ... 61

G.

Keabsahan Data/Triangulasi ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

GambaranUmumLokasiPenelitian ... 64

1.

DeskripsiPasarGiwangan Yogyakarta... 64

2.

DeskripsiLembagaYasanti ... 65

a.

SejarahBerdirinyaYasanti ... 65

b.

VisidanMisiLembagaYasanti ... 68

c.

StrukturOrganisasiYasanti ... 69

d.

SumberPendanaan ... 73

e.

FasilitasdanSaranaPenunjang ... 73

f.

Wilayah Kerja ... 74

3.

ProfilBuruhGendong ... 76


(13)

b)

Komunikasi ... 101

3.

InteraksiSosialBuruhGendong di PasarGiwangan Yogyakarta ... 102

a)

PolaAsosiatif ... 104

b)

PolaDisosiatif ... 111

4.

Dampak Perilaku SosialBuruhGendong (Endong-Endong) ... 115

C.

Pembahasan ... 119

1.

Perilaku Sosial Buruh Gendong di Pasar Giwangan Yogyakarta ... 119

2.

Proses Sosial Buruh Gendong di Pasar Giwangan Yogyakarta ... 124

a)

Kontak Sosial ... 124

b)

Komunikasi ... 125

3.

Interaksi Sosial Buruh Gendong di Pasar Giwangan Yogyakarta ... 125

a)

Pola Asosiatif ... 126

b)

Pola Disosiatif ... 129

4.

Dampak Perilaku Sosial Buruh Gendong di Pasar Giwangan Yogyakarta . 131

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Simpulan ... 136

B.

Saran... 137

DAFTAR PUSTAKA ... 139


(14)

1.

Tabel 1. LatarBelakangPendidikanBuruhGendong ... 7

2.

Tabel 2. UsiaBuruhGendong... 42

3.

Tabel 3. TeknikPengumpulan Data ... 59

4.

Tabel 4. PendapatanPerhari ... 82

5.

Tabel 5 Lama KerjaPerhari ... 82


(15)

1.

Gambar 1.Komponen SistemNilaiBudaya ... 24

2.

Gambar 2. BaganKerangkaPikir ... 48

3.

Gambar 3. Komponendalamanalisis data (interactive model) ... 60


(16)

1.

Lampiran 1. PedomanObservasi ... 143

2.

Lampiran 2. PedomanWawancara ... 144

3.

Lampiran 3. HasilObservasi ... 149

4.

Lampiran 4. HasilDokumentasi ... 152

5.

Lampiran 5. CatatanWawancara ... 153

6.

Lampiran 6. CatatanLapangan ... 176

7.

Lampiran 7. FotoKegiatanBuruhGendong ... 190


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta mencatat jumlah pencari kerja di Kota Yogyakarta pada tahun 2011 tercatat sebanyak 8.372 jiwa yang terdiri dari 3.216 laki-laki dan 5.156 perempuan. Jumlah tenaga kerja yang ditempatkan tercatat sebanyak 8.372 jiwa, yang terdiri dari 4.433 orang laki-laki dan 39.39 orang perempuan. (BPS Kota Yogyakarta, 2012: 30-43).

Data-data di atas menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama merupakan tenaga kerja yang potensial, aktif berpartisipasi dalam dunia kerja. Kaum perempuan tidak lagi hanya menjadi seorang ibu rumah tangga (sektor domestik), tetapi juga memiliki kemampuan sebagai perempuan yang lebih terlibat di luar rumah (sektor publik). Pembangunan melahirkan kemajuan bagi kaum perempuan yang ditandai oleh keterlibatan mereka yang semakin besar dalam berbagai aspek kehidupan. Didorong oleh semakin mendesaknya kebutuhan hidup, maka partisipasi perempuan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi semakin menjadi suatu keharusan.

Namun yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa umumnya perempuan bekerja pada bidang yang merupakan pekerjaan yang feminin atau pekerjaan yang berkaitan dengan nalurinya dalam peran sebagai ibu rumah tangga atau mitra pembantu laki-laki, misalnya guru, perawat, pelayan restoran, penjaga toko (pramuniaga), pembantu rumah tangga, buruh pabrik, juru masak, operator


(18)

telepon, tellerbank, dan sejenisnya yang tidak benyak memerlukan keterampilan fisik dan tidak benyak menyita waktu dalam seharinya. Jadi, dapat kita lihat bahwa keterlibatan perempuan pada pekerjaan-pekerjaan seperti diatas sesungguhnya memperlihatkan adanya perluasan ketimpangan gender. Dimana dalam kehidupan nyata dapat kita amati dimana kedudukan kaum perempuan sering dilihat sebagai sesuatu yang lebih rendah dibandingkan dengan kaum laki-laki. Padahal bekerja merupakan hal yang mendasar dalam memperoleh penghidupan yang layak sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Pasal 88) yang menegaskan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, disamping kesetaraan gender merupakan salah satu hak azasi manusia yakni laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam memperoleh penghidupan yang layak tersebut. Dan keterlibatan ekonomi perempuan cenderung dilihat sebagai prasyarat bagi perkembangan ekonomi yang kapitalistik sehingga kepentingan perempuan itu sendiri kurang diperhatikan.

Keikutsertaan kaum perempuan untuk bekerja sama dengan kaum laki-laki menimbulkan adanya peran ganda perempuan, di mana perempuan di satu pihak dituntut peran sertanya dalam pembangunan dan memberikan sumbangannya kepada masyarakat secara nyata, di lain pihak perempuan dituntut pula untuk menjalankan tugas utamanya di dalam rumah tangga dengan sebaik-baiknya. Keadaan seperti ini dapat terjadi karena adanya suatu paham yang membedakan status laki-laki dan perempuan yaitu gender ideology. Ideologi gender ini telah membentuk mental masyarakat untuk merekayasa perilaku dan sikap laki-laki dan


(19)

perempuan menurut kategori tertentu terhadap masing–masing jenis kelamin. Beban ganda bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Meningkatnya tingkat partisipasi perempuan dalam pembangunan khususnya di dunia publik dapat dilihat dalam dua hal. Pertama dari sudut jumlah perempuan yang terlibat memang menunujukkan perkembangan yang signifikan. Kedua jumlah bidang/jenis pekerjaan yang dapat dimasuki oleh perempuan kemudian juga bertambah banyak. Dan keterlibatan itu memang merupakan sesuatu yang di inginkan oleh kaum perempuan. Namun, peningkatan keterlibatan itu terjadi pada sektor-sektor sekunder bahkan pada sektor yang berupah rendah.

Dalam masyarakat terdapat ideologi gender yang membeda-bedakan laki-laki dan perempuan bukan hanya berdasarkan jenis kelamin, tapi juga berdasar peranan masing-masing jenis kelamin. Menurut Susi Eja Yuarsi (2003: 244) mengungkapkan bahwa hampir dalam segala hal, perempuan ditempatkan sebagai “subordinat”, sedangkan laki-laki adalah “superior”. Struktur sosial masyarakat yang membagi-bagi tugas antara laki-laki dan perempuan seringkali merugikan perempuan. Perempuan diharapkan bisa mengurus dan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga, walaupun mereka bekerja di luar rumah tangga,


(20)

sebaliknya, tanggungjawab laki-laki dalam mengurus rumah tangga sangat kecil. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa tugas-tugas kerumahtanggaan dan pengasuhan anak adalah tugas perempuan, walaupun mereka bekerja. Perempuan kurang bisa mengembangkan diri karena adanya pembagian tugas tersebut. Peran ganda laki-laki kurang bisa diharapkan karena adanya ideologi tentang pembagian tugas secara seksual tersebut.

Pembicaraan tentang pekerja perempuan dengan sendirinya akan diletakkan dalam konteks pembangunan ekonomi yang bersifat diskriminatif. Strategi yang digunakan dalam konteks pembangunan ekonomi tersebut mengakibatkan kehidupan perempuan menjadi serba tertinggal. (Irwan Abdullah, 2003: 253-254). Tenaga kerja wanita merupakan satu pekerja berjenis kelamin wanita yang ikut berperan serta dalam pembangunan baik tingkat nasional maupun ditingkat daerah, oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana tercantum dalam pasal 4 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menetapkan bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah: a) memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b) mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; c) memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan d) meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Menurut pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 menyatakan: “bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a) keselamatan dan kesehatan kerja; b) moral dan


(21)

kesusilaan; dan c) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”.Perlindungan hukum sebagaimana termasuk diatas disesuaikan dengan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan kerja ini sama banyak jumlahnya, baik yang bersifat normatif maupun merupakan hak dasar dari pekerja.

Buruh gendong perempuan atau biasa disebut endong-endong adalah perempuan yang bekerja dalam bidang penjualan jasa angkutan dagangan yakni berupa sayuran dan buah-buahan di pasar Giwangan Yogyakarta. Mereka memberikan jasanya kepada siapa saja yang menginginkan barang dari satu tempat ke tempat yang lainya. (Amin Muftiyanah, dkk, 2003:10). Di pasar ini banyak dijumpai buruh gendong perempuan yang kuantitasnya setiap tahun meningkat, jika dibandingkan dengan Pasar Legi (Kota Gede), Pasar Kranggan di Kota Yogyakarta, Pasar Gamping (Sleman).

Adapun asal daerah buruh gendong yang terdapat di Pasar Giwangan berasal dari Kulonprogo, Bantul, Gunung Kidul, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri dan bahkan ada yang berasal dari Klaten. Buruh gendong yang rumahnya jauh mereka lebih memilih mondok (kos) untuk mengirit biaya transport, dengan tinggal di rumah kos sekitar Pasar Giwangan. Sedangkan yang rumahnya dekat, biasa disebut dengan pelajo, pelajo yang jauh mempunyai beberapa alasan antara lain, mereka masih mempunyai anak-anak yang masih kecil, masih mempunyai tanggungan orang tua yang sudah renta (rumah harus diurus), suami yang sakit-sakitan dan mengurus sawah. Selain itu berdasarkan hasil observasi sementara ada


(22)

beberapa alasan dari mereka yang memilih tinggal di Pasar karena mereka merasa lebih bisa menghemat biaya bahkan tidak mengeluarkan biaya.

Latar belakang dari kehidupan buruh gendong kebanyakan dari keluarga yang kurang mampu. Pekerjaannya sebelum menjadi buruh gendong adalah petani dan buruh tani. Sebagian besar suami buruh gendong bekerja sebagai petani lahan kering dan sangat minimnya penghasilan sehingga ini semua yang membuatnya harus bisa mencari penghasilan lain yaitu bekerja sebagai buruh gendong bertujuan untuk mendapatkan tambahan biaya hidup dan menjadi tulang punggung untuk menghidupi keluarganya.Keadaan yang seperti itu menjadikan buruh gendong (endong-endong) perempuan-perempuan yang mandiri. Faktor-faktor tersebut mendorong buruh gendong dengan modal tenaga dan tanpa keahlian, endong-endong menjual jasa yang dimilikinya. (Pamuji, 2003:6). Memang itu menjadi ironis, jika dilakukan oleh perempuan karena pekerjaan menggendong barang yang berbobot antara 40 kg sampai 100 kg mempunyai resiko yanga tidak ringan. Pernah terjadi seorang buruh gendong perempuan sedang hamil dan harus kehilangan janinnya karena membawa beban yang terlalu berat.

Untuk masalah pendidikan, sebagian besar berpendidikan rendah bahkan ada yang tidak pernah sekolah. Ini tentunya akan berpengaruh pada kondisi ekonominya. Meskipun ada dari beberapa endong-endong yang dapat dikatakan masuk golongan menengah, namun itupun hanya sebagian kecil saja, hal ini dapat disebabkan karena latar belakang dari kehidupannya. Adapun tabel latar belakang pendidikan buruh gendong adalah sebagai berikut:


(23)

Tabel 1 Latar Belakang Pendidikan Buruh Gendong

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 Tidak Pernah Sekolah 55 orang 50%

2 Tidak Tamat SD 34 orang 34,56%

3 Tamat SD 18 orang 12,73%

4 Tamat SMP 3 orang 2,72%

Total 110 orang 100%

Sumber: Dokumentasi Yasanti

Berdasarkan tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan para buruh gendong (endong-endong) adalah tamatan Sekolah Dasar (SD), dan sisanya tidak mengenyam bangku pendidikan. Tingkat pendidikan para buruh gendong yang masih rendah ini menyebabkan endong-endong hanya dapat bekerja di sektor informal dan pekerjaan alternatif terakhir adalah sebagai buruh gendong (endong-endong) barang dagangan berupa sayuran dan buah-buahan di Pasar Giwangan Yogyakarta yang mana pekerjaan tersebut tidak membutuhkan keahlian atau ketrampilan yang spesifik.

Disisi lain dalam proses pendampingan kelompok buruh gendong yang dilakukan oleh Yayasan Annisa Swasti melalui kegiatan-kegiatan pendidikan non formal belum mampu menyerap endong-endong yang ada di Pasar Giwangan Yogyakarta.


(24)

Para buruh gendong ini dengan gaji yang sangat rendah tetap saja hidup pas-pasan,tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya dan keluarganya secara layak. Minimnya fasilitas yang diberikan, belum lagi adanya perlakuan yang tidak adil dari pihak majikan dan para pengguna jasa gendong yang harus mereka terima sebagai imbalan dari profesi ini. Disamping itu mereka juga harus menghadapi respon dari masyarakat sekitar yang kadang juga cenderung menyudutkan para buruh gendong perempuan ini.Sementara para buruh gendong itu sendiri kadang tidak sadar dengan keadaan tersebut. Jam kerja yang panjang, ketidakjelasan spesifik kerja, dan tidak hanya itu, adanya pandangan-pandangan negatif dari masyarakat umum semakin menambah daftar panjang permasalahan mereka, baik dalam masalah sosial dan ekonomi sehingga kemungkinan besar para buruh gendong perempuan ini dapat mengalami eksploitasi.

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang selalu bergantung kepada orang lain untuk melakukan segala aktivitasnya. Manusia merupakan makhluk monodualitas, dimana manusia sebagai makhluk hidup yang mempunyai kesadaran sendiri untuk beraktivitas dengan dunianya serta kesadaran untuk hidup dalam sebuah komunitas. Sebagai makhluk hidup manusia mempunyai kebutuhan, yang menurut Abraham Maslow yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan prestasi dan prestice, serta kebutuhan untuk melaksanakan diri sendiri. Setiap individu mempunyai potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat terbatas, sehingga individu harus meminta bantuan kepada individu lain yang


(25)

sama-sama hidup di lingkungan sekitarnya. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari manusia mengadakan dengan orang per orang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antar orang per orang dengan kelompok manusia. Interaksi sosial tersebut menurut Soerjono Soekanto (2010: 55) merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Manusia dalam hidupnya mempunyai tugas dan fungsi tertentu. Di pandang dari segi sosial, manusia saling bergaul, hormat-menghormati dan bantu membantu demi kesejahteraan bersama. Kunci utama bagi kelangsungan kehidupan masyarakat dan kesejahteraan bersama tersebut adalah adanya interaksi. Interaksi disini meliputi interaksi antar individu yang satu dengan individu lainnya, antara dengan kelompok, kelompok dengan individu, maupun antara kelompok dengan kelompok. Apabila interaksi dalam suatu masyarakat macet, maka kehidupan masyarakat tersebut tidak dapat berjalan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa interaksi merupakan kunci dari semua kehidupan.

Interaksi sosial selain terjadi di lingkungan masyarakat, juga terjadi dalam lingkungan pasar. Dalam kehidupan orang Jawa keberadaan pasar sangatlah erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Bagi mereka keberadaan pasar sangatlah membantu untuk pemenuhan kebutuhan mereka serta berinteraksi satu dengan yang lainnya. Pasar merupakan media pertemuan sosial yang dapat digunakan untuk saling tukar menukar informasi, karena pengunjung pasar cukup bervariasi dan berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Pasar Giwangan Yogyakarta ini tidak jauh berbeda dengan pasar-pasar pada umumnya, yaitu


(26)

sebagai pusat kegiatan ekonomi yang merupakan arena pertemuan antar pedagang, buruh gendong dan pembeli dari berbagai elemen masyarakat yang ada di daerah itu walaupun secara kebetulan berhubungan karena adanya kepentingan ekonomi.Pola hubungan ini bisa berjalan karena adanya proses komunikasi antara pedagang dengan buruh gendong dan pembeli (pengguna jasa) dimana terdapat orang yang mengenal maupun tidak saling mengenal antara penjual, buruh gendong, pembeli (pengguna jasa) dan masyarakat sekitar.

Pola interaksi bisa terjadi dan berjalan baik karena dipengaruhi oleh terjadinya teknik berhubungan satu dengan yang lainnya. Melalui interaksi sosial tersebut, terbentuklah hubungan saling mempengaruhi dimana di dalam proses tersebut akan selalu berbentuk suatu sistem perilaku. Masalah perilaku manusia adalah kompleks karena berkaitan dengan berbagai macam kepentingan yang sebagian berada di luar diri manusia sebagai produk dari hubungan sosial. Pola perilaku sosial dipengaruh oleh karakteristik dan kualitas lingkungan, dan sebaliknya pola perilaku sosial juga mempengaruhi karakteristik dan kualitas lingkungan. (Sunyoto Usman, 2004:227)

Dalam pasar terjadi interaksi antara pedagang dengan buruh gendong, buruh gendong dengan buruh gendong, buruh gendong dengan pengguna jasanya. Perlu diketahui bahwa buruh gendong di pasar berasal dari berbagai lapisan masyarakat.Para buruh gendong melakukan interaksi sosial baik antar sesama buruh gendong, antar pedagang maupun kelompok yang mempunyai kepentingan seragam yaitu memenuhi kebutuhan hidup, tidak hanya bersifat ekonomis akan tetapi lebih mengarah pada status endong-endong dalam masyarakat, artinya


(27)

kebutuhan itu juga menyangkut kebutuhan sosial, budaya dan politik. Buruh gendong juga berinteraksi dengan pengguna jasa dan dengan keberadaan pengguna jasa memungkinkan buruh gendong memperoleh penghasilan. Dalam interaksi sosial para buruh gendong yang berada di Pasar Giwangan Yogyakarta dapat berupa kerjasama maupun persaingan.

Para buruh gendong (endong-endong)hampir bekerja selama 24 jam di pasar sehingga ini juga membawa dampak bagi kegiatan sosialnya dalam masyarakat. Hal ini mengakibatkan waktu yang mereka miliki dalam seharinya lebih banyak dihabiskan di tempat kerjanya daripada waktu berada di rumah dan ditengah lingkungan masyarakat. Perempuan yang bekerja disibukkan oleh kegiatan kerjanya selain kegiatan domestiknya, sehinggga waktu untuk kegiatan sosial dan berinteraksi dalam masyarakat maupun antar sesama buruh gendong semakin sedikit.

Berdasarkan berbagai permasalahan yang dipaparkan di atas maka peneliti menganggap penting melakukan penelitian dengan judul Perilaku Sosial Buruh Gendong Perempuan (endong-endong) di Pasar Giwangan Yogyakarta (Studi di Yayasan Annisa Swasti Yogyakarta).


(28)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat di paparkan beberapapermasalahan sebagai berikut :

1. Penghasilan suami dalam keluarga tidak cukup memenuhi kebutuhan, maka diperlukan partisipasi perempuan untuk menambah income keluarga.

2. Adanya keterbatasan waktu dan beban kerja yang berat sehingga

menyebabkan buruh gendong (endong-endong) kurang mampu untuk berinteraksi baik dilingkungan pasar maupun masyarakat.

3. Sebagian besar buruh gendong memiliki tingkat pendidikan yang rendah, hal ini menyebabkan mereka bekerja di sektor informal dengan upah atau pendapatan yang relatif kecil.

4. Interaksi yang terjadi baik antar sesama buruh gendong, buruh gendong dengan pengguna jasa (pedagang) menimbulkan konflik.

5. Karena adanya pembagian wilayah kerja antar endong-endong sehingga menyebabkan hubungan dalam interaksi dengan sesama endong-endong yang lainnya sangat terbatas.

C. Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu meluas dan penelitian akan lebih terfokus sehingga pada penelitian akan diperoleh suatu kesimpulan yang terarah pada aspek yang akan diteliti, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti yaitu pada perilaku sosialburuh gendong perempuan (endong-endong) di Pasar Giwangan Yogyakarta (studi di Yayasan Annisa Swasti Yogyakarta)


(29)

D. Rumusan Masalah

Mengacu pada pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana perilaku sosial buruh gendong yang terdapat di pasar Giwangan Yogyakarta ?

2. Apa saja dampak yang timbul dari perilaku sosial buruh gendong di pasar Giwangan Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Perilaku sosial buruh gendong yang terdapat di Pasar Giwangan Yogyakarta. 2. Dampak yang timbul dari perilaku sosial buruh gendong di pasar Giwangan

Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini daharapkan akan memberikan manfaat kepada semua pihak. Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi bagi penelitian sejenis dan memberikan informasi ilmiah terhadap kajian-kajian tentang perempuan bagi jurusan pendidikan luar sekolah khususnya dalam mata kuliah pemberdayaan perempuan.


(30)

2. Secara Praktis

a. Bagi buruh gendong, penelitian diharapkan dapat menggambarkan situasi atau keadaan pasar sebagai tempat mereka dalam beraktivitas mencari nafkah.

b. Dapat digunakan sebagai bahan referensi atau kajian untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

c. Untuk Pemerintah agar dapat lebih memperhatikan masalah kesempatan kerja bagi perempuan guna meningkatkan peran sertanya dalam pembangunan dan perlu dipersiapkan secara sistematis peningkatan kualitas tenaga kerja perempuan dan perlindungannya dalam suatu produk hukum. Dan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan publik dan peraturan mengenai kondisi pasar.

d. Untuk Yasanti dapat memberikan informasi dalam pemberdayaan

perempuan dalam menentukan kebijakan untuk peningkatan produktivitas perempuan.

   


(31)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Mengenai Perilaku Sosial a. Pengertian Perilaku

Perilaku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diinterpretasikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Leonard F. Polhaupessy dalam sebuah buku yang berjudul perilaku manusia menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda dan mengendarai motor atau mobil. (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:114)

Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, menulis, membaca dan sebagainya. Jadi yang dimasud perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktifitas manusia yang diamati langsung maupun tidak langsung.


(32)

b. Proses Terjadinya Perilaku

Rogers (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:122) mengungkapkan bahwa sebelum orang berperilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1) awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

2) interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

3) evaluation, orang menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

bagi dirinya

4) trial, orang telah mencoba perilaku baru

5) adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

c. Determinan Perilaku

Determinan perilaku merupakan faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus (Soekidjo Notoatmodjo, 2007:139). Determinan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya; tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebaginya

2) Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi faktor yang paling dominan yang mewarnai perilaku seseorang.


(33)

d. Bentuk Perilaku

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007:114) dilihat dari bentuk respon terhadap rangsangan dari luar (stimulus), maka perilaku dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).

Perilaku pada hakikatnya adalah sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan merupakan tindakan manusia yang sangat mendasar, sehingga yang dimaksud dengan perilaku sosial adalah suatu perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain dan merupakan tindakan manusia dengan tingkat lebih tinggi karena mempunyai makna sosial dan konteks sosial. Perilaku sosial diarahkan pada orang lain dan dirancang untuk menimbulkan tanggapan yang mana hal ini membutuhkan suatu proses komunikasi. Sosiologi perilaku mencurahkan perhatiannya pada hubungan antara efek perilaku aktor pada lingkungan dan dampaknya pada perilaku aktor selanjutnya. (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008:448).


(34)

e. Pengertian Perilaku Sosial

Manusia sebagai makhluk individu dan sosial akan menampilkan tingkah laku tertentu, akan terjadi peristiwa pengaruh mempengaruhi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Hasil dari peristiwa saling mempengaruhi tersebut maka timbulah perilaku sosial tertentu yang akan mewarnai pola interaksi tingkah laku setiap individu. Perilaku sosial individu akan ditampilkan apabila berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini individu akan mengembangkan pola respon tertentu yang sifatnya cenderung konsisten dan stabil sehingga dapat ditampilkan dalam situasi sosial yang berbeda-beda.

Perubahan perilaku sosial masyarakat sangat dipengaruhi oleh perkembangan jaman dan juga faktor ekonomi pelaku. Saat ini dijaman demokrasi yang sangat gencar, menimbulkan perubahan-perubahan besar, misal, setiap warga negara bebas untuk menyampaikan pendapat di muka umum dengan berbagai cara, di era sebelum reformasi, dimana demokrasi yang saat itu dibungkam dengan kekuatan kekuasaan, maka tidak dapat dengan bebas untuk melakukan penyampaian pendapat. Perubahan perilaku tersebut terwujud atas dorongan dari interaksi masyarakat yang sangat kuat untuk menginginkan adanya perubahan. Interaksi yang sangat kuat antar masyarakat dan lembaga-lembaga sosial pada waktu itu mencapai puncaknya dan melahirkan demokrasi yang sampai saat ini ada.

Menurut George Ritzer (2011: 71-72) dalam bukunya sosiologi ilmu pengetahuan berparadigma ganda menyatakan bahwa perilaku sosial adalah


(35)

tingkahlaku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam lingkungan menimbulkan perubahan terhadap tingkahlaku. Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim dalam Didin Budiman: 2011). Sebagai bukti bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain.

Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerja sama, ada orang yang melakukannya dengan tekun, sabar dan selalu mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadinya. Sementara di pihak lain, ada orang yang bermalas-malasan, tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri.

Teori Sosiologi Perilaku sangat dekat dengan behaviorisme psikologi. Teori ini menitikberatkan pada hubungan antar perilaku manusia dengan tingkah laku lingkungannya dan menekankan pada peranan imbalan yang mendorong perilaku yyang diharapkan. Konsepnya adalah adanya reinforcement, yaitu imbalan atau ganjaran. Imbalan tersebut dapat mendorong (memperkuat) perilaku, sedangkan ongkos mengurangi kecenderungan dilakukannya suatu perilaku. Skinner merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang tterhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses


(36)

adanya stimulus organisme, kemudian organisme tersebut merespon, maka Teori Skinner disebut teori “S – O – R” atau Stimulus – Organisme – Respon. Reward atau reinforcement stimuli merupakan sesuatu yang meningkatkan probabilitas timbulnya respon. Menurut Skinner reinforcement ada dua yaitu:

1) Reinforcement positif yaitu reinforcement apabila diperoleh akan

meningkatkan probabilitas respons.

2) Reinforcement negatif yaitu sesuatu apabila ditiadakan dalam suatu situasi akan meningkatkan probabilitas respons.

Perilaku merupakan rangkaian perilaku-perilaku yang lebih kecil atau lebih sederhana. Skinner (dalam Bimo Walgito, 2007:71) mengemukakan bahwa perilaku dapat dibedakan menjadi perilaku yang alami (innate behavior) dan perilaku operan (operant behavior). Perilaku yang alami adalah perilaku yang dibawa sejak lahir, yang berupa refleks dan insting, sedangkan perilaku operan adalah perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Perilaku operan merupakan perilaku yang dibentuk, dipelajari dan dapat dikendalikan, oleh karena itu dapat berubah melalui proses belajar.

Perilaku sosial berkembang melalui interaksi dengan lingkungan. Lingkungan akan turut membentuk perilaku seseorang. Lewin mengemukakan formulasi mengenai perilaku dengan bentuk B=F (E - O) dengan pengertian B = behavior, F = function, E = environment, dan O = organism, formulasi tersebut mengandung pengertian bahwa perilaku


(37)

(behavior) merupakan fungsi atau bergantung kepada lingkungan (environment) dan individu (organism) yang saling berinteraksi. (Zulkifli Sidiq, 2012).

Dengan demikian dapat diketahui bahwa perilaku sosial adalah perilaku atau tingkahlaku yang diperlihatkan oleh individu di dalam berinteraksi dengan orang lain dan perilaku bergantung pada faktor lingkungan. Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat.

f. Bentuk dan Jenis Perilaku Sosial

Bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula ditunjukkan oleh sikap sosialnya. Sikap menurut Menurut Allport dalam Sarlito W. Sarwono (2009: 81), sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang, bersama dengan pengalaman individual masing-masing, mengarahkan dan menentukan respons terhadap berbagai objek dan situasi. Sedangkan menurut L.L Thurstone dalam Abu Ahmadi (2002: 163) adalah sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi disini meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan sebagainya.


(38)

Sikap manusia bukan sesuatu yang melekat sejak ia lahir, tetapi diperoleh melalui proses pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan hidupnya. Sikap dibentuk melalui proses belajar sosial, yaitu proses dimana individu memperoleh informasi, tingkah laku, atau sikap baru dari orang lain. Sikap dibentuk melalui empat macam pembelajaran (Sarlito W. Sarwono & Eko A. Meinarno, (2009: 84-86) yaitu 1) pengkondisian klasik, 2) pengkondisian instrumental, 3) belajar melalui pengamatan, 4) perbandingan sosial.

Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya: ekonomi, politik, agama, dan sebagainya. Didalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap antara individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Dan sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia terhadap obyek tertentu atau suatu obyek. Menurut Herbert Blumer, manusia mengetahui sesuatu, menilai sesuatu, memberi makna dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu. (Margaret M Poloma, 2004:261) . Dengan demikian seseorang itu tidak hanya berinteraksi dengan orang lain, tetapi juga dengan dirinya sendiri.

Jadi dari beberapa pendapat para ahli mengenai definisi sikap dapat disimpulkan bahwa sikap adalah predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama,


(39)

dan komposisinya hampir selalu kompleks. Sedangkan sikap sosial adalah sikap yang dinyatakan oleh seorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya (Abu Ahmadi, 2002: 166).

Suatu sikap merupakan kecondongan yang bersal dari dalam diri si individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu, terhadap suatu objek berupa manusia, hewan atau benda, akibat pendirian dan perasaannya terhadap objek tersebut. Suatu sikap terhadap objek itu, bisa juga dipengaruhi oleh unsur-unsur nilai budaya, artinya pendirian dan perasaan orang terhadap suatu pekerjaan, terhadap manusia lain, terhadap hewan atau benda yang dihadapinya itu bisa ditentukan oleh cara pandangan umum dalam masyarakatnya menilai objek-objek tadi.

Adapun sistem nilai budaya menurut F.R Kluckhon berpangkal pada lima masalah pokok dalam kehidupan manusia yang bersifat universal dan yang berada dalam semua kebudayaan dimanapun saja di dunia. Kelima masalah pokok itu adalah:

1) masalah mengenai hakikat dan sifat manusia 2) masalah mengenai hakikat dari karya manusia

3) masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu

4) masalah mengenai haikat dari hubungan manusia dengan alam

sekitarnya

5) masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya. (Sajogyo & Pudjiwati Sajogyo, 1996: 11)

Dipandang dari sudut apa yang terurai di atas maka baik nilai budaya maupun sikap bisa mempengaruhi tindakan manusia baik secara langsung maupun melalui pola-pola cara berpikir. Sungguhpun demikian, sebagai suatu sistem tata kelakuan yang abstrak, dalam kenyataan suatu sistem nilai


(40)

budaya itu terperinci lagi kedalam apa yang disebut norma-norma dan norma-norma inilah yang merupakan tata kelakuan dan pedoman yang sesungguhnya untuk sebagian besar tindakan-tindakan manusia dalam masyarakat. Bentuk yang nyata dari norma-norma itu bermacam-macam; ada yang berbentuk undang-undang, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, aturan-aturan adat, aturan-aturan sopan-santun pergaulan dan sebagainya, masing-masing dengan fungsi–fungsinya sendiri guna mengatur kehidupan kemasyarakatan.

norma-norma sikap

pola-pola cara berpikir

pola-pola tindakan

perilaku sosial Gambar 1. Sistem Nilai Budaya

Menurut Didin Budiman (2011) perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola respon antar pribadi, yaitu kecenderungan perilaku peran antara lain memliki sifat, 1) sifat pemberani dan pengecut secara sosial, 2) sifat berkuasa dan sifat patuh, 3) sifat inisiatif secara sosial dan pasif, 4) sifat mandiri dan tergantung. Perilaku sosial yang ditampilkan merupakan

Sistem nilai budaya


(41)

cerminan dari perlakuan dan pembentukan lingkungan disekitarnya, dan perilaku yang ditampilkan oleh setiap individu dalam hubungan sosialnya adalah 1) dapat diteriman atau ditolak oleh orang lain, 2) suka bergaul dan tidak suka bergaul, 3) simpatik atau tidak simpatik, 4) sifat ramah dan tidak ramah. Sedangkan dari seggi kecenderungan perilaku ekspresif individu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut 1) suka bersaing (tidak kooperatif) dan kerjasama, 2) sifat agresif dan tidak agresif, 3) sifat kalem atau tenang, 4) sifat suka pamer atau menonjolkan diri.

Melihat pendapat tersebut nyata bahwa berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat teramati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Seperti dalam kehidupan berkelompok, kecenderungan perilaku sosial seseorang yang menjadi anggota kelompok akan akan terlihat jelas diantara anggota kelompok yang lainnya.

Berdasarkan deskripsi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku sosial individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik lingkungan keluarga, lingkungan tempat kerja, dan masyarakat. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan individu secara positif, maka seseorang akan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang. Namun sebaliknya apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan yang kasar dari keluarga, lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat yang tidak baik, maka perilaku sosial individu cenderung menampilkan perilaku yang menyimpang.


(42)

Begitu pula halnya yang terjadi pada buruh gendong (endong-endong). Perilaku sosial yang ditampilkan merupakan cerminan dari perlakuan dan pembentukan lingkungan di sekitarnya. Dalam arti bahwa perilaku sosial yang ditampilkan oleh buruh gendong (endong-endong) dipengaruhi oleh lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di dalam keluarga, tempat kerja, dan masyarakat.

g. Faktor-Faktor Pembentuk Perilaku Sosial

Menurut Baron dan Byrne (dalam Didin Budiman: 2011) berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang dapat membentuk perilaku sosial seseorang, yaitu :

1) Perilaku dan karakteristik orang lain

Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun, ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang berkarakter sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu.

2) Proses kognitif

Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya.

3) Faktor lingkungan

Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang.


(43)

4) Tatar Budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin akan terasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda.

2. Tinjauan Mengenai Proses Sosial

Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang sudah ada. (Soerjono Soekanto, 2010: 54)

Proses sosial menurut J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto (2011: 55) adalah setiap interaksi sosial yang berlangsung dalam suatu jangka waktu, sedemikian rupa hingga menunjukkan pola-pola pengulangan hubungan perilaku dalam kehidupan masyarakat.

Melihat pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses sosial adalah proses hubungan timbal balik antar manusia yang berlangsung dalam suatu jangka waktu hingga menunujukkan pola-pola pengulangan hubungan perilaku didalam kehidupan masyarakat.

Secara garis besar, proses sosial bisa dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu proses sosial yang asosiatif, dan proses sosial yang disosiatif.


(44)

a. Pola Asosiatif

1) Kerja Sama (Cooperation)

Kerja sama merupakan suatu usaha bersama antara orang-perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-group) dan kelompok lainnya (out-group). Ada lima bentuk kerja sama, yaitu :

a) kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong b) bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran

barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih

c) kooptasi (cooptation), yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan. d) koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau

lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama.

e) Join Ventura, kerja sama dalam pengusahaan proyek tertentu. 2) Akomodasi (Accomodation)

Akomodasi merupakan suatu proses dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mulanya bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu :


(45)

a) untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham.

b) mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara

waktu/temporer.

c) untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan.

d) mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah

Akomodasi sebagai proses sosial dapat berlangsung dalam beberapa bentuk. Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) coercion (pemaksaan), adalah suatu bentuk akomodasi yang

prosesnya dilakukan oleh karena adanya paksaan.

b) compromise (kompromi) adalah suatu bentuk akomodasi dimana

pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada

c) arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai kompromi

dengan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak.

d) mediation menggunakan pihak ketiga yang netral

e) concilliation adalah usaha untuk mempertemukan

keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya persetujuan bersama.


(46)

f) toleration merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.

g) stalemate merupakan akomodasi dimana pihak-pihak yang

bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.

h) adjudication yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di

pengadilan.

3) Asimilasi (Assimilation)

Asimilasi merupakan suatu proses peleburan kebudayaan sehingga masing-masing pihak merasakan adanya kebudayaan tunggal sebagai milik bersama. Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya asimilasi antara lain :

a) toleransi

b) kesempatan-kesempatan yang seimbang dalam bidang ekonomi c) sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya

d) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat\ e) persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan

f) perkawinan campuran (amalgamation) g) adanya musuh bersama dari luar b. Pola Disosiatif

Proses-proses sosial yang disosiatif akan diuraikan secara berturut-turut, yakni:


(47)

1) Persaingan (Competition)

Persaingan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan ada dua tipe, yaitu yang bersifat pribadi dan yang tidak bersifat pribadi. Sedangkan bentuk-bentuk persaingan ekonomi, persaingan kebudayaan, persaingan untuk mencapai suatu kedudukan dan peranan tertentu dalam masyarakat, dan persaingan karena perbedaan ras.

Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a) menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif

b) sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan, serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian tersalurkan dengan sebaik-baiknya c) sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial untuk

mendudukkan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya

d) sebagai alat penyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya akan menghasilkan pembagian kerja yang efektif.

Suatu persaingan akan menghasilkan perubahan kepribadian seseorang, kemajuan, solidaritas kelompok dan disorganisasi.


(48)

2) Kontravensi

Kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan golongan tertentu. Pada hakikatnya kontravensi berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenal diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan.

3) Pertentangan (Pertikaian atau Conflict)

Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Penyebabnya adalah perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial. Pertentangan yang menyangkut suatu tujuan nilai atau kepentigan bersifat positif, sepanjang tidak berlawanan dengan pola-pola hubungan sosial di dalam struktur sosial tertentu. Pertentangan mempunyai beberapa bentuk, yaitu:

a) pertentangan pribadi b) pertentangan rasial

c) pertentangan antara kelas-kelas sosial d) pertentangan politik

e) pertentangan yang bersifat internasional

Teori konflik melihat bahwa masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mangalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan. Konflik juga


(49)

diperlukan agar terjadi perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekuilibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan.

Tak perlu diragukan lagi, proses sosial yang namanya konflik itu adalah suatu proses yang bersifat disosiatif. Namun demikian, sekalipun sering berlangsung dengan keras dan tajam, proses-proses konflik itu sering pula mempunyai akibat-akibat yang positif bagi masyarakat. Positif tidaknya akibat konflik-konfik memang tergantung dari persoalan yang dipertentangkan, dan tergantung pula dari struktur sosial yang menjadi ajang berlangsungnya konflik. (J.Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, 2011: 60)

Salah satu akibat positif yang lain dari suatu konflik itu adalah bertambahnya solidaritas intern dan rasa in-group suatu kelompok. Apabila terjadi pertentangan antara kelompok-kelompok, solidaritas antar-anggota di dalam masing-masing kelompok itu akan meningkat sekali. Konflik-konflik antar kelompok pun memudahkan perubahan dan perubahan kepribadian individu. Apabila terjadi pertentangan antara dua kelompok yang berlainan, individu-individu akan mudah mengubah kepribadiannya untuk mengidentifikasi dirinya secara penuh dengan kelompoknya. Tak terbatahkan, konflik juga menerbitkan akibat-akibat yang negatif. Dalam konflik-konflik fisik, seperti peperangan , korban- korban akan berjatuhan harta benda akan hancur-luluh. (J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, 2011: 69-70).


(50)

Konflik akan berakhir dalam berbagai kemungkinan. Apabila kekuatan masing-masing pihak bertentangan ternyata berimbang, maka kemungkinan besar akan terjadi usaha akomodasi oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, apabila kekuatan yang tengah bentrok itu tidak berimbang, maka akan terjadi penguasaan (dominasi) oleh salah satu pihak yang kuat terhadap lawannya.

3. Tinjauan Mengenai Interaksi Sosial a. Pengertian Interaksi Sosial

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial yang dapat dinamakan proses sosial karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial.

Menurut Soerjono Soekanto (2010: 55), interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Sedangkan J. Dwi Nawoko & Bagong Suyanto (2011: 20) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah syarat utama bagi terjadinya aktivitas sosial dan hadirnya kenyataan sosial. Menurut Roucek dan Warren, interaksi sosial adalah satu proses melalui tindak balas tiap-tiap kelompok berturut-turut menjadi unsur penggerak bagi tindak balas dari kelompok yang lain. Ia adalah suatu proses timbal balik, dengan mana satu kelompok dipengaruhi


(51)

tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan berbuat demikian ia mempengaruhi tingkah laku orang lain. (Abdulsyani, 2007: 153).

Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara individu dengan golongan didalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya dan didalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya (Abu Ahmadi, 2004: 100). Interaksi sosial ialah hubungan antara inividu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling tibal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. (Bimo Walgito, 1991: 65).

Interaksi sosial merupakan titik tolak dalam semua kegiatan sosial. Tanpa adanya interaksi sosial, tidak akan mungkin terjadi kehidupan bersama. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan dasar proses sosial pada bentuk hubungan sosial yang dinamis. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang dinamis antar individu atau kelompok manusia yang didahului oleh adanya komunikasi sehingga terjadi adanya suatu perubahan tingkah laku pada individu.


(52)

b. Syarat Interaksi Sosial

Dalam proses sosial, baru dapat dikatakan terjadi interaksi sosial apabila telah memenuhi dua syarat (Soerjono Soekanto, 2010: 58-61) yaitu:

1) Adanya Kontak Sosial

Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya menyentuh. Jadi, secara harfiah artinya adalah bersama-sama menyentuh. Sebagai gejala sosial itu tidak berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain.

2) Adanya Komunikasi

Arti penting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak badan atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan adanya komunikasi sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau perorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.

c. Pola Interaksi Sosial

Menurut Ritzer, interaksi sosial terjadi dan berlangsung melalui penafsiran dan pemahaman tindakan masing-masing baik antar individu


(53)

maupun antar kelompok. (Karel J. Veeger, 1997: 32). Interaksi sosial terjadi apabila dalam masyarakat terjadi kontak sosial (sosial contact) dan komunikasi. Interaksi terjadi apabila dua orang atau kelompok saling bertemu atau pertemuan antara individu dengan kelompok dimana komunikasi terjadi diantara kedua belah pihak. (Yayuk Yulianti, 2003: 31).

Soerjono Soekanto (2010: 64) mengatakan bahwa kontak sosial dan komunikasi merupakan syarat mutlak dalam proses interaksi sosial, sehingga tanpa kedua unsur tersebut maka sangatlah mustahil interaksi sosial dapat terjadi. Komunikasi sangat menentukan terjadinya kerjasama antara orang per orang, atau antar kelompok-kelompok manusia.

Dari pemikiran diatas dapat diketahui apabila ada pembatasan kontak sosial salah satu pihak, maka akan terjadi persoalan yang muncul dari hubungan yang tidak harmonis ini. Teori interaksionisme simbolik yang termasuk dalam paradigma definisi sosial, memusatkan perhatiannya terutama pada dampak dari makna dan simbol terhadap tindakan dan interaksi manusia. Simbol dan arti memberikan ciri-ciri khusus pada tindakan sosial manusia (yang melibatkan aktor tunggal) dan pada interaksi sosial manusia (yang melibatkan dua orang aktor atau lebih yang terlibat dalam tindakan sosial timbal-balik). Tindakan sosial adalah tindakan dimana individu bertindak dengan orang lain dalam pikiran, dengan kata lain dalam melakukan tindakan, seorang aktor mencoba menaksirkan pengaruhnya terhadap aktor lain yang terlibat. Meski mereka terlibat dalam perilaku tanpa pikir, perilaku berdasarkan kebiasaan, namun


(54)

manusia mempunyai kapasitas untuk terlibat dalam tindakan sosial. Dalam proses interaksi sosial, manusia secara simbolik mengomunikasikan arti terhadap orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan simbol komunikasi itu dan menorientasikan tindakan balasan mereka berdasarkan penafsiran mereka, dengan kata lain dalam interakssi sosial, para aktor terlibat dalam proses saling mempengaruhi. (George Ritzer-Douglas Goodman, 2007: 294).

Jadi dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses dimana adanya stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan atau respon yang terjadi sesudahnya, ditandai oleh proses interpretasi oleh si aktor. Jelas proses intepretasi ini adalah proses berfikir yang merupakan kemampuan yang khas yang dimiliki manusia. Proses interpretasi yang menjadi penengah antara stimulus dan respon menempati posisi kunci dalam teori interaksionis simbolik.

Untuk itu dalam suatu interaksi harus memenuhi dua syarat yaitu adanya komunikasi dan kontak sosial (Social Contact). Kontak sosial tersebut ada yang bersifat positif atau negatif. Sifat positif mengarah pada suatu kerjasama, sifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. Komunikasi mempunyai arti penting bagi seseorang dalam memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampikan oleh orang


(55)

tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Menurut Kimbal Young, interaksi sosial dapat berlangsung antara (Kimbal Young dalam Abu Ahmadi, 2004: 112)

1) perorangan dengan kelompok atau kelompok dengan orang-perorangan

2) kelompok dengan kelompok 3) orang-perorangan

d. Proses Interaksi Sosial

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor, antara lain (Soejono Soekanto, 2010: 57-58) 1) imitasi, 2) sugesti, 3) identifikasi, 4) simpati.

Hal-hal tersebut di atas merupakan faktor-faktor minimal yang menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak dengan sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung.

4. Tinjauan Mengenai Buruh Gendong Perempuan di Pasar Giwangan a. Pengertian Buruh Gendong (endong-endong)

Dalam UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat sedangkan


(56)

pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Berbeda dengan penjual jasa angkat barang secara mikul yang biasanya dilakukan laki-laki dan disebut manol, endong-endong adalah sebutan bagi kaum perempuan penjual jasa angkat barang secara menggendong di Pasar Induk Buah dan Sayur Giwangan Yogyakarta. Kedua-duanya sama penjual jasa angkat barang yakni berupa buah-buahan dan sayur-sayuran, dan yang membedakan mereka kecuali jenis kelamin adalah penampilan, peralatan dan cara angkatnya. Sedangkan Pasar Giwangan adalah salah satu Pasar induk buah dan sayur yang berada di Yogyakarta.

Dengan demikian dapat diperoleh pengertian buruh gendong adalah buruh gendong perempuan atau biasa disebut endong-endong yang bekerja dalam penjualan jasa angkut dagangan , barang dagangan yang dibawa adalah sayuran dan buah-buahan dan tempatnya di pasar Giwangan Yogyakarta.

b. Aktivitas Buruh Gendong

Sekitar pukul satu siang para buruh gendong perempuan sudah berdatangan di Pasar Giwangan Yogyakarta, mereka lantas berganti pakaian serta melampirkan jarit pada bahunya sebagai pelengkap pakaian kerja mereka. Selain menggunakan jarit, mereka juga menggunakan srumbung, serta dilengkapi pula dengan sebuah bakul yang bergaris tengah sekitar 60 cm.


(57)

Adapun asal darah buruh gendong yang terdapat di Pasar Giwangan Yogyakarta berasal dari Kulonprogo, Bantul, Gunung Kidul, Boyolali, Sukoharjo dan bahkan ada yang berasal dari Klaten. Buruh Gendong yang rumahnya jauh mereka lebih memilih mondok (kos) untuk mengirit biaya transport, dengan tinggal di rumah kos sekitar Pasar yang terletak di sebelah utara Pasar Giwangan. Sedangkan yang rumahnya dekat, biasa disebut dengan pelajo. Pelajo adalah mereka yang berangkat dari rumah ke tempat bekerjanya setiap hari. Pelajo yang jauh mempunyai beberapa alasan antara lain, mereka masih mempunyai anak-anak yang masih kecil, masih mempunyai tanggungan orang tua yang sudah renta (rumah yang harus diurus), mengurus sawah. Dan ada beberapa alasan dari mereka yang memilih tinggal di Pasar karena mereka merasa lebih bisa menghemat biaya bahkan tidak mengeluarkan biaya.

Dalam melakukan aktivitasnya para buruh gendong perempuan ada yang bekerja sendiri, berkelompok dan ada yang bekerja dengan pedagang (juragan). Untuk yang bekerja dalam kelompok, masing-masing kelompok jumlahnya tidak menentu, ada tujuh orang, sembilan orang bahkan ada yang lebih dari sepuluh orang.

Usia bagi buruh gendong nampaknya bukan menjadi halangan untuk tetap bekerja serta menghasilkan uang. Walaupun sudah tua mereka akan tetap menggendong di Pasar.


(58)

Tabel 2 Buruh Gendong Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah Persentase

1 20-40 Tahun 55 orang 50%

2 41-60 Tahun 32 orang 34,58%

3 61-73 Tahun 20 orang 12,7%

4 73 Tahun ke atas 3 orang 2,72%

Total 110 orang 100%

Sumber : Dokumentasi Yasanti

Sebagian besar buruh gendong yang aktif berumur 40-60 tahun, selebihnya berumur 20-40 tahun dan umur 61-73 tahun. Sedangkan beban yang diangkat rata-rata 80-100 kg, dalam sehari mereka bisa menggendong barang 5 sampai 6 kali.

Bila diklasifikasikan sesuai dengan aktivitas perempuan dalam seharinya, perempuan memiliki lima macam golongan kegiatan yaitu : (1) Kegiatan sehari-hari berkaitan dengan rumah tangga; (2) kegiatan mencari nafkah pada industri rumah tangga; (3) kegiatan mencari nafkah pada kesempatan lain; (4) kegiatan sosial dan masyarakat; (5) kegiatan individual dan istirahat. (Irwan Abdullah, 2003 : 231 ).

Banyaknya peran yang ditanggung oleh ibu / istri yang bekerja dengan sendirinya akan menimbulkan berbagai dampak peranan ganda. Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif). Dampak negatif adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat yang negatif sedangkan dampak positif adalah


(59)

pengaruh kuat yang mendatangkan akibat yang positif (KBBI, 2005: 234). Dengan demikian dampak peran ganda pekerja perempuan merupakan akibat yang ditimbulkan dari peranan ganda yang dimiliki perempuan baik itu positif ataupun negatif terhadap interaksi sosialnya baik di lingkungan pekerjaan dan lingkungan masyarakat.

Kegiatan atau aktivitas buruh gendong selain bekerja sebagai buruh gendong di Pasar Giwangan Yogyakarta mereka juga mengikuti kegiatan paguyuban yang di selenggarakan oleh lembaga Yasanti di Pasar. Kegiatan paguyuban ini dinamakan paguyuban “Sayuk Rukun”. Adapun kegiatan yang ini dilaksanakan setiap satu bulan sekali, dalam kegiatan ini pihak lembaga Yasanti menyelipkan berbagai kegiatan dengan mengadakan pelatihan kepemimpinan, pelatihan organisasi, kegiatan arisan dan simpan pinjam, pemeriksaan gratis, pembagian sembako, penyadaran tentang kesehatan reproduksi, pemberdayaan hak, partisipasi politik.

5. Tinjauan Mengenai Yayasan Annisa Swasti a. Gambaran umum Yasanti

Yayasan Annisa Swasti (YASANTI) merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berada di Yogyakarta yang konsentrasi terhadap permasalahan gender atau organisasi yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap persoalan-persoalan perempuan khususnya para pekerja buruh perempuan dan karyawan toko perempuan. (Amin Muftiyanah, 2011:30).


(60)

Yasanti adalah salah satu LSM yang merupakan suatu alternative yang dapat menjebatani persoalan-persoalan perempuan yang memiliki kepedulian untuk mengatasi ketimpangan hak-hak perempuan khususnya hak-hak buruh perempuan. Secara spesifik Yasanti menangani persoalan-persoalan buruh atau pekerja perempuan baik itu dari segi ekonomi, sosial, politik dan gender. Tahun 1997 Yasanti memulai menggalang solidaritas buruh dan pekerja perempuan di daerah Yogyakarta melalui berbagai kegiatan pendampingan dan pemberdayaan. Sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) banyak agenda-agenda yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan perempuan khususnya buruh atau pekerja perempuan. Persoalan-persoalan yang dialami buruh atau pekerja menjadi fokus perhatian YASANTI, yang mana persoalan-persoalan perempuan yang digarap oleh YASANTI adalah juga bagian dari persoalan-persoalan sosial yang berkembang dimasyarakat (khususnya lembaga ini adalah dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang menyangkut bidang pengorganisasian dengan berbagai kegiatan yang meliputi: penguatan ekonomi, menggalang kesatuan, pelayanan kesehatan, kesadaran gender serta penguatan hak politik, sosial dan budaya. Aktivitas tersebut dimaksudkan untuk membina dan memberdayakan buruh gendong dalam menghadapi hidup dan kehidupan. Pendidikan dan pelatihan-pelatihan gender merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan lembaga ini dalam rangka membina perempuan yang berkualitas.


(61)

b. Peran YASANTI dalam Kegiatan Pendampingan Bagi Buruh Gendong

Untuk menjalankan perannya Yasanti melakukan strategi demi tercapainya perubahan dalam komunitas buruh gendong. Adapun peran Yasanti dalam kegiatan pendampingan bagi buruh gendong adalah sebagai berikut:

1) Bekerja sama dengan PKBI (Perhimpunan Keluarga Berencana

Indonesia) guna melaksanakan pemeriksaan kesehatan reproduksi gratis.

2) Melakukan kegiatan yang bersifat sosial keagamaan. Seperti sensitifitas gender, paguyuban, pemerikasaan kesehatan gratis yang dilaksanakan setiap 1 bulan sekali, partisipasi politik, bakti sosial yang berupa pembagian sembako yang bekerja sama dengan Pamella Swalayan, pengajian, memberikan pendidikan keaksaraan untuk buruh gendong, mengadakan kegiatan simpan pinjam guna membantu meningkatkan perekonomian buruh gendong.

3) Melakukan perundingan dengan buruh gendong mengenai posisi tawar agar buruh gendong mampu dan berani dalam meminta upah yang sesuai dengan kerja keras mereka.

4) Melakukan pendampingan kesadaran untuk berwirausaha bagi buruh gendong.

5) Pendampingan kelompok. 6) Pendidikan bebas buta huruf.


(62)

7) Menumbuhkan sensitifitas gender (kesadaran gender). 8) Menumbuhkan kesadaran untuk menggunakan hak pilih.

9) Meningkatkan Religiusitas dalam diri buruh gendong yaitu dengan mengadakan kegiatan membaca dan menulis iqra.

B. Kerangka Berpikir

Pembangunan melahirkan kemajuan bagi kaum perempuan yang ditandai adanya peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia kerja. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran peran perempuan dari sektor domestik menuju sektor publik yaitu dari yang awalnya hanya menjadi ibu rumah tangga, sekarang ini bergeser menjadi seorang pekerja perempuan pada industri jasa angkut yaitu menjadi buruh gendong (endong-endong) di Pasar Giwangan Yogyakarta. Partisispasi perempuan dalam pembangunan yang telah menjadi ideologi yang cukup kuat untuk mendorong perempuan melakukan hal-hal yang baru.

Berbeda dengan penjual jasa angkat barang secara mikul yang biasanya dilakukan laki-laki dan disebut manol, endong-endong adalah sebutan bagi kaum perempuan penjual jasa angkat barang secara menggendong di Pasar Induk Buah dan Sayur Giwangan Yogyakarta. Kedua-duanya sama penjual jasa angkat barang yakni berupa buah-buahan dan sayur-sayuran, dan yang membedakan mereka kecuali jenis kelamin adalah penampilan, peralatan dan cara angkatnya. Sedangkan Pasar Giwangan adalah salah satu Pasar induk buah dan sayur yang berada di Yogyakarta. Buruh gendong adalah buruh gendong perempuan atau biasa disebut endong-endong yang bekerja dalam penjualan jasa angkut dagangan,


(63)

barang dagangan yang dibawa adalah sayuran dan buah-buahan dan tempatnya di pasar Giwangan Yogyakarta.

Keterlibatan perempuan dalam dunia kerja tidak dapat mengubah peranan perempuan dalam rumah tangga yaitu sebagai ibu dan seorang istri. Hal ini lah yang membawa dampak terhadap perilaku sosial dalam berinteraksi dengan lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat. Hubungannya dengan masyarakat, buruh gendong yang dalam kesehariannya bekerja serta hidup di Pasar relatif tidak memiliki waktu yang leluasa. Karena sebagian besar mereka menghabiskan waktu untuk bekerja mencari pendapatan guna membantu meringankan beban keluarga. Dan mereka memanfaatkan waktu luangnya diluar waktu kerja untuk beristirahat.

Dari keterbatasan waktu inilah yang menyebabkan keterlibatan sosial dan interaksi sosial mereka tidak begitu menonjol dalam hubungannya baik dengan sesama pekerja buruh gendong, lingkungan Pasar dan dalam sebuah masyarakat dimana mereka tinggal. Berdasarkan uraian kerangka berfikir di atas, maka bagan kerangka berpikir untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :


(64)

Gambar 2. Kerangka Berpikir

Buruh Gendong

Buruh Gendong Sebagai Perempuan Ibu Rumah Tangga

Perempuan Pekerja Industri Jasa Gendong

Kehidupan Sosial

Perilaku Sosial

Interaksi Sosial

Lingkungan Pekerjaan (Sesama Buruh Gendong & majikan)

Lingkungan Masyarakat

Dampak Yang Ditimbulkan Dari Perilaku Sosial Buruh


(65)

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pada kajian pustaka dan kerangka berfikir di atas, dapat dinyatakan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana perilaku sosial buruh gendong di pasar Giwangan Yogyakarta? a. Bagaimana proses sosial buruh gendong di pasar Giwangan Yogyakarta?

b. Bagaimana pola interaksi buruh gendong di pasar Giwangan

Yogyakarta?

2. Apa saja dampak yang ditimbulkan oleh adanya perilaku sosial buruh gendong di pasar Giwangan Yogyakarta?


(66)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2011:4) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.

Untuk mendeskripsikan secara mendalam tentang perilaku sosial buruh gendong perempuan (endong-endong) di Pasar Giwangan Yogyakarta (studi di Yayasan Annisa Swasti Yogyakarta), peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini akan menghasilkan data yang berupa kata-kata baik lisan maupun tertulis, berupa gambar dan bukan angka-angka. Dengan pendekatan ini diharapkan temuan-temuan empiris dapat di deskripsikan secara lebih rinci, lebih jelas dan lebih akurat, terutama berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sebagai upaya mendeskripsikan mengenai bagaimana perilaku sosial pekerja buruh gendong perempuan (endong-endong) di Pasar Giwangan Yogyakarta (studi di Yayasan Annisa Swasti Yogyakarta).


(67)

B. Subjek Penelitian

Menurut Lofland dan Lofland dalam Lexy J. Moleong (2011 : 157) mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data utama merupakan kata-kata dan tindakan orang-orang yang menjadi subyek penelitian yang selanjutnya diamati atau diwawancarai.

Subjek dari penelitian ini adalah pekerja buruh gendong perempuan (endong-endong) pada sektor jasa angkut di Pasar Induk Buah dan Sayur Giwangan Yogyakarta yang berstatus sebagai ibu rumah tangga. Selain itu juga ada informan pelengkap yaitu pengurus lembaga Yayasan Annisa Swasti, pengguna jasa angkut dan pemilik usaha buah dan sayur di Pasar Giwangan Yogyakarta. Pemilihan subjek penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2012:124) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Jumlah subjek penelitian ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan. Pemilihan subjek ini dimaksudkan untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber sehingga data yang diperoleh dapat diakui kebenarannya.

Subjek penelitian dalam penelitian ini sebanyak 6 orang, yang terdiri dari 4 orang pekerja buruh gendong perempuan (endong-endong), sedangkan informan pelengkap untuk keperluan informasi yaitu sebanyak 2 orang, 1 orang dari juragan atau pemilik usaha buah dan sayur di Pasar Giwangan Yogyakarta, 1 orang dari pengurus Yayasan Annisa Swasti


(68)

Pertimbangan penarikan subjek penelitian adalah sebagai berikut :

1. Buruh gendong yang bekerja memiliki keluarga yang utuh yaitu suami dan anak-anak, sehingga perempuan memiliki peran ganda, sebagai pekerja dan juga sebagai ibu rumah tangga.

2. Lama bekerjanya

Buruh gendong yang sudah lama bekerja, berarti telah lama pula merasakan beban peran ganda dan telah lama pula dalam berinteraksi dengan lingkungan pasar. Sehingga peneliti dapat mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang dampak dari peran ganda dan bagaimana buruh gendong dalam melakukan interaksinya baik dengan sesama buruh gendong lainnya, masyarakat dan lingkungan pasar.

3. Tingkat pendidikan

Buruh gendong yang bekerja mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda yaitu ada yang drop out SD, tamat SD, tamat SLTP dan bahkan ada yang sama sekali tidak merasakan bangku sekolah, sehingga dari bermacam-macam latar belakang tingkat pendidikan maka peneliti dapat mengetahui bagaimana interaksi sosial buruh gendong yang berbeda-beda. 4. Dari segi umur dari buruh gendong

Buruh gendong yang bekerja mempunyai umur yang berbeda-beda yaitu ada yang berusia produktif dan ada pula yang sudah tidak produktif. Sehingga peneliti dapat mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang bagaimana perilaku sosial buruh gendong di Pasar Giwangan Yogyakarta dan


(69)

mengetahui dampak apa saja yang timbul dari perilaku sosial buruh gendong di Pasar Giwangan Yogyakarta.

5. Domisili para buruh gendong yaitu buruh gendong yang ngelajo dan buruh gendong yang mondok atau tinggal di pasar.Buruh gendong yang bekerja mayoritas berasal dari daerah-daerah yang berbeda-beda, ada yang menempuh perjalanan pulang pergi atau tidak tinggal di kos dan di Pasar. Namun ada juga pekerja yang memilih untuk tinggal di kos dan di Pasar. 6. Buruh gendong yang dalam bekerjanya ikut dengan juragan.

Buruh gendong yang bekerja sebagian ada yang bekerja dengan ikut bersama pedagang buah atau sayur di Pasar (juragan) dan ada pula buruh gendong yang bekerja sendiri atau mandiri dalam mencari gendongan.

C. Setting, Waktu dan Lama Penelitian 1. Setting Penelitian

Setting penelitian ini dilakukan di Pasar induk buah dan sayur Giwangan Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan saat buruh gendong di lingkungan tempat bekerja, di lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat. Alasan peneliti memilih setting penelitian tersebut karena :

a. Pasar induk buah dan sayur Pasar Giwangan merupakan salah satu pusat pasar sayur dan buah yang banyak melibatkan pekerja buruh gendong perempuan sebagai pekerja untuk jasa angkut-angkut barang dagangan. b. Sebagian pekerja buruh gendong (endong-endong) perempuan adalah ibu


(70)

c. Sebagian besar pekerja buruh gendong perempuan yang bekerja adalah anggota dari “paguyuban Sayuk Rukun” yang di dampingi oleh Yayasan Annisa Swasti sehingga akan memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian saat perempuan bekerja, di lingkungan keluarga dan di masyarakat.

d. Keterbukaan dan keramahan pengurus Yayasan Annisa Swasti, pemilik usaha buah dan sayur di Pasar Giwangan Yogyakarta, pekerja buruh gendong perempuan (endong-endong), dan masyarakat sekitarnya sehingga memungkinkan lancarnya dalam memperoleh informasi atau data yang berkaitan dengan penelitian.

2. Waktu dan Lama Penelitian

Waktu penelitian untuk mengumpulkan data dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2013. Dalam penelitian ini peneliti berinteraksi langsung dengan subjek penelitian dengan tujuan peneliti dapat memperoleh data secara akurat. Proses tersebut dijalani agar peneliti dapat berbaur secara akrab dengan subjek penelitian. Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan di Pasar Giwangan Yogyakarta

Adapun tahap-tahap yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah : a. Tahap pengumpulan data awal yaitu melakukan observasi awal untuk

mengetahui suasana tempat, kegiatan yang berlangsung dalam pekerjaan jasa angkut buruh gendong perempuan, kondisi pekerja buruh gendong perempuan dan masyarakat sekitar lingkungan kerja.


(71)

b. Tahap penyusunan proposal. Dalam tahap ini dilakukan penyusunan proposal dari data-data yang telah dikumpulkan melalui tahap penyusunan data awal.

c. Tahap perijinan. Pada tahap ini dilakukan pengurusan ijin untuk penelitian di Pasar induk buah dan sayur Giwangan Yogyakarta.

d. Tahap pengumpulan data dan analisis data. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan terhadap data-data yang sudah di dapat pada saat penelitian dilaksanakan dan dilakukan analisis data dengan teknik analisis data kualitatif. Tahapan dalam menganalisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

e. Tahap penyusunan laporan. Tahapan ini dilakukan untuk menyusun seluruh data dari hasil penelitian yang didapat dan selanjutnya disusun sebagai laporan pelaksanaan penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah segala sesuatu yang menyangkut bagaimana cara atau dengan apa data dapat dikumpulkan. Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik yaitu: pengamatan (observasi), wawancara, dan dokumentasi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut

1. Pengamatan (observasi)

Dalam Sugiyono (2012: 310) Nasution menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui


(72)

observasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kelakuan manusia seperti yang terjadi dalam kenyataan. Dengan observasi dapat kita peroleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial, yang sukar diperoleh dengan metode lain. (Nasution, 2002:106) Teknik ini digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang tidak diungkapkan oleh informan dalam wawancara. Data informasi yang diperoleh melalui pengamatan selanjutnya dituangkan dalam tulisan.

Pengamatan dapat dilakukan secara partisipatif dan nonpartisipatif. Dalam pengamatan partisipatif (parcipatory observation) pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung, pengamat ikut sebagai peserta rapat atau peserta pelatihan. Dalam pengamatan nonpartisipatif (nonparticipatory observation) pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut dalam kegiatan (Nana Syaodih, 201: 220).

Dalam penelitian ini menggunakan observasi non partisipatif. Artinya bahwa peneliti bukan merupakan bagian dari kelompok yang ditelitinya dan peneliti hanya datang di tempat kegiatan orang yang diamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Objek yang diamati adalah tempat tinggal, lingkungan Pasar Giwangan, aktivitas pekerja buruh gendong perempuan saat bekerja, saat dalam keluarga ataupun aktivitasnya dalam masyarakat. Melalui pengamatan secara langsung maka peneliti dapat melihat dan mengamati secara langsung tentang aktivitas perilaku sosial pekerja buruh gendong perempuan yang dilakukan di rumah dalam menjalankan perannya di lingkungan tempat tinggal,


(1)

   

Foto 9

Foto

9. Buruh Ge

10. Buruh G

194  endong Meng

Gendong di T

ggendong K

Tempat Mang Kobis


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)