Sudut Pandang Unsur Intrinsik Prosa

Heri, warung bakmi godog, dan terakhir lampu neon Thahaja Foto yang berkelap-kelip. Untuk terakhir kalinya. 32 Penulis tidak menceritakan bagaimana peristiwa eksekusi terhadap Hananto Prawiro, namun melalui sudut pandang Hananto sebagai orang pertama pelaku utama ini dapat diketahui bagaimana penangkapan dan penculikan gencar diberlakukan pasca pemberontakan PKI di tahun 1965. Bahkan, banyak orang yang diburu hingga harus menyamar dan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mengamankan diri, salah satunya seperti yang dialami oleh Hananto Prawiro yang terus berpindah tempat. d. Vivienne Deveraux sebagai orang pertama pelaku utama Sudut pandang Vivienne Deveraux sebagai orang pertama pelaku utama lebih banyak digunakan untuk menggambarkan Vivienne Deveraux dalam memandang dan menilai apa yang terjadi pada suaminya, Dimas Suryo, yakni terkait keberadaan Dimas di Prancis dan kisah cintanya yang tidak tuntas karena Dimas, sebagaimana yang dipandang oleh Vivienne, hanya mencintai Surti. Pada saat itulah aku tahu: aku tak pernah dan tak akan bisa memiliki Dimas sepenuhnya. Saat itu pula aku tahu mengapa dia selalu ingin pulang ke tempat yang begitu dia cintai. Di pojok hatinya, dia selalu memiliki Surti dengan segala kenangannya. Yang kemudian dia abadikan di dalam toples itu. 33 e. Segara Alam sebagai orang pertama pelaku utama Sudut pandang Segara Alam sebagai orang pertama pelaku utama digunakan untuk menggambarkan cara pandang Alam dalam menyikapi persoalan hidup keluarganya. Sepanjang hidupnya yang dipenuhi dengan ketidakadilan dan teror diceritakannya dengan penuh dendam dan kebencian terhadap pemerintah. Namun demikian, dendam dan kebencian tersebut membuahkan hasil yang positif yakni pembentukan pribadinya yang kuat dan berusaha mencari kebenaran, kritis, dan produktif. Salah satunya dengan pendirian lembaga swadaya masyarakat. 32 Ibid., h. 5. 33 Ibid., h. 216. Saat kuliah, aku bertekad untuk melihat sejarah dengan lebih jernih daripada sekadar menajdi „anak Bapak‟. Literatur yang tersedia sangat terbatas. Sejarah resmi sudah jelas hanya satu pihak. Aku juga tak ingin hanya melihat segalanya dari sisi defensif. Dari perbincangan informal dengan sejarawan yang diam-diam mengakui ada kepentingan Orde Baru untuk mengukuhkan kekuasaan, persoalannya ada pada konflik di kalangan elite. Namun, aku tak tahu apakah posisi Bapak dan kawan- kawannya itu cukup tinggi untuk mengetahui langkah-langkah kedua pihak. Segala yang gelap tentang 30 September masih harus digali, apa yang sesungguhnya terjadi. 34 f. Orang ketiga serba tahu Sudut pandang orang ketiga serba tahu digunakan untuk menceritakan peristiwa yang dialami tokoh-tokoh dalam novel baik secara fisik, perasaan, maupun pemikiran tokoh-tokoh tersebut. Pencerita tidak mengambil peran sebagaimana yang dapat ditemukan pada sudut pandang orang pertama pelaku utama dalam novel ini. Pencerita berada di luar cerita dan mengetahui segala hal yang terjadi. Mereka semua terdiam. Baik Aji, Retno, maupun Andini sudah tahu bahwa sejak empat tahun terakhir Rama bekerja sebagai salah satu akuntan terpercaya di BUMN yang bergerak di bidang konstruksi. Mereka juga mahfum bahwa bila Rama bisa lolos litsus masuk BUMN, itu berarti dia pasti tak menggunakan nama Suryo dan berbohong tentang latar belakangnya. Aji tahu betul untuk masuk ke dalam sebuah perusahaan milik negara harus melalui birokrasi yang luar biasa yang memastikan calon pegawainya betul- betul bebas dari „kekotoran‟ hubungan darah dengan tahanan politik atau eksil politik. 35 Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel Pulang memiliki sudut pandang campuran yang digunakan untuk memperkuat penarasian yang dialami oleh tokoh-tokohnya.

6. Gaya Penceritaan

Gaya penceritaan Leila S. Chudori untuk menyampaikan gagasannya dalam novel Pulang menggunakan media bahasa yang indah. Gaya penceritaan 34 Ibid., h. 297. 35 Ibid., h. 341. tersebut di antaranya terdiri dari penggunaan gaya bahasa sebagaimana berikut ini: a. Personifikasi Malam sudah turun, tanpa gerutu dan tanpa siasat. 36 Seperti jala hitam yang yang mengepung kota. 37 Jika lagu “Anggrek Moelai Timboel” itu menembus seluruh Paris yang tengah bersemi, maka kami semua teringat setangkai anggrek bernama Rukmini. 38 “Ini bisa berjodoh dengan bawang putih, cabai merah, dan terasi. Tapi apakah ini,” aku mengambil sepotong ikan salmon fillet, “cocok dengan terasi? Saya ragu, saya belum mencobanya. Yang jelas mereka belum saling mengenal dan belum saling berdekatan atau saling bergairah.” 39 Dari jendela Metro, aku melihat Paris di musim semi yang murung. 40 Negara kelahiran ayahmu sedang bergolak. 41 Semakin aku dewasa, semakin banyak pula ceritera tentang tanah air yang jauh itu, yang dalam film-film dokumenter memiliki laut biru dan pohon kelapa yang memanggil-manggil. 42 b. Hiperbola Aku melirik tanpa memuntahkan seluruh pertanyaanku. 43 Musim panas yang luar biasa gerah dan berhasil mengelupas kulit; musim gugur yang menyebarkan segala serbuk yang membuat kami bersin-bersin; musim dingin yang menggerogit tulang Melayu 36 Ibid., h. 1. 37 Ibid., h. 1. 38 Ibid., h. 51. 39 Ibid., h. 115. 40 Ibid., h. 131. 41 Ibid., h. 134. 42 Ibid., h. 144. 43 Ibid., h. 43. kami yang manja; atau musim semi yang kami anggap seperti remaja pancaroba: kadang dingin berangin, kadang hangat. 44 c. Perumpamaan Berita itu seperti bunyi denging nyamuk di senja hari di Solo. 45 Bola matanya yang berwarna biru itu seperti batu cincin pirus Maman. 46 d. Metafora Tikus di depanku ini bukan hanya gemar mencelakakan sahabat sendiri seperti Hananto, tetapi dia memang orang oportunis yang tak layak dianggap ada. 47 e. Sarkasme Lalu, kenapa? Bukankah semua negara berkembang selalu saja bergolak karena situasi sosial dan politik yang tak stabil? Negara- negara Amerika Latin, Afrika, dan sebagian Asia ada saja yang memiliki pemimpin diktator yang korup dan militeristik. 48 f. Repetisi “Tak inginkah kau menjenguk kembali asal mula dirimu? Tak inginkah kau mengetahui apa yang membawa ayahmu dan kawan- kawannya terbang ke sini, ke sebuah negara yang nyaris tak memiliki hubungan historis dengan Indonesia?” 49

B. Nilai Sejarah dalam Novel Pulang karya Leila S. Chudori

1. Indonesia Periode 1965—1966

Peristiwa 1965-1966 merupakan suatu peristiwa tragedi kemanusiaan yang menjadi lembaran sejarah hitam bangsa Indonesia. Peristiwa tersebut terjadi sebagai akibat dari adanya kebijakan negara pada waktu itu untuk melakukan 44 Ibid., h. 91. 45 Ibid., h. 50. 46 Ibid., h. 133. 47 Ibid., h. 125. 48 Ibid., h. 134. 49 Ibid., h. 134. penumpasan terhadap para anggota dan pengikut Partai Komunis Indonesia PKI yang dianggap telah melakukan tindakan perlawanan terhadap negara. Peristiwa 30 September 1965 yang lebih dikenal dengan G30S-PKI pada masa Orde Baru adalah masa kelam sejarah Indonesia. Politik Indonesia pada masa itu sangat kompleks. Menjelang tragedi September, konflik Partai Komunis Indonesia dan partai politik lain memanas. PKI, yang merasa di atas angin, menekan penduduk yang tidak sealiran. Ketika keadaan berbalik, luapan pembalasan pembalasan tak terkendali. Pembunuhan direstui oleh sesepuh masyarakat dan tokoh agama. Masa 1965-1966 tentu tak bisa dinilai dengan norma dan nilai-nilai masa kini. Membaca sejarah kelam Indonesia pada masa itu hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan konteks sosial-politik-ekonomi pada masa itu pula. 50

a. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia

... Jangankan mendengar nama Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka. Jangan pula menyebut peristiwa berdarah 30 September 1965, ... 51 Dalam kutipan novel tersebut disinggung peristiwa Gerakan 30 September, peristiwa tersebut adalah permulaan dari sejarah gelap bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih terjadi perdebatan panjang terkait kisah sesungguhnya peristiwa tersebut. Menjelang Peristiwa pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965, berbagai isu telah berkembang di masyarakat, yang mengindikasikan akan terjadinya peristiwa politik yang besar. Di Surat Kabar Bintang Timur, para seniman Lekra juga telah ikut mengindikasikan akan adanya peristiwa besar. 52 Selain itu, dalam Lentera, Surat Kabar Bintang Timur juga dimuat sebuah naskah berjudul Tahun 1965 Tahun Pembabatan Total, yang ditulis oleh 50 Kurniawan, dkk., Pengakuan Algojo 1965 Investigasi Tempo Perihal Pembantaian 1965, Jakarta: PT Tempo Inti Media, 2014, h. 4. 51 Leila, op. cit., h. 15. 52 Sulastomo, Hari-Hari yang Panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru Sebuah Memoar, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2008, h. 97.