Novel Nilai sejarah dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

4. Latar

Latar dalam Kamus Istilah Sastra diartikan sebagai waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra atau drama. 23 Aminuddin memberi batasan latar dalam karya fiksi berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. 24 Latar cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam latar ini adalah, tempat atau ruang, waktu. 25 Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai fiksionalitas yang secara samar diperlihatkan penokohan dan alur. Jika permasalahan drama sudah diketahui melalui alur atau penokohan, maka latar dan ruang memperjelas suasana, tempat, serta waktu peristiwa itu berlaku. Latar dan ruang di dalam drama memperjelas pembaca untuk mengidentifikasikan permasalahan drama. 26 5. Gaya Penceritaan Menurut Aminuddin, gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. 27 6. Titik Pandang Sudut Pandang Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, temapt, waktu dengan gayanya sendiri. 28 Titik pandang oleh Aminuddin diartikan sebagai cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. 29 Harry Shaw menyatakan titik pandang terdiri atas 1 sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam 23 Zaidan, op. cit., h. 118. 24 Aminudin, op. cit., h. 149. 25 Atar Semi, op. cit., h. 46. 26 Hasanuddin, op. cit., h. 94. 27 Siswanto, op. cit., h. 159. 28 Siswanto, op. cit. h. 151. 29 Siswanto, op. cit. h. 152. waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita, 2 sudut pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah dalam cerita, dan 3 sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang dipilih pengarang dalam membawa cerita; sebagai orang pertama, kedua, atau ketiga. 30

D. Pendekatan Mimetik

Pendekatan mimetik merupakan suatu pendekatan yang setelah menyelidiki karya sastra sebagai sesuatu yang otonom, masih merasa perlu dihubung-hubungkan hasil temuan itu dengan realita objektif. Betapapun sebuah karya sastra sebagai otonom tetap masih mempunyai hubungan dengan sumbernya, dan sampai sejauh mana hubungan tersebut perlu diselidiki lebih lanjut. Otonomi sastra tidak berarti menghambat pencaharian hubungan data imajinatif dengan data normatif dan data praktis dalam masyarakat yang menghidupkan dan menyuburkan karya satra tersebut. 31 Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas. 32 Jadi, pendekatan mimetik adalah kritik yang membahas dan menilai karya sastra dihubungkan dengan realita atau kenyataan. Dalam kritik ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan. Karya sastra dianggap refleksi, tiruan, ataupun cermin dari realitas. Menurut Abrams, pendekatan mimetik atau mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling primitif. Akar sejarahnya terkandung dalam pandangan Plato dan Aristoteles. Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni berada dibawah kenyataan. Pandangan ini ditolak oleh Aristoteles dengan argumentasi bahwa karya satra seni berusaha menyucikan jiwa 30 Siswanto, op. cit. h. 152. 31 Hasanuddin, op. cit., h. 108. 32 Siswanto, op. cit., h. 188.