Hal kedua, apa yang akhirnya kau petik dari I.N.D.O.N.E.S.I.A, Lintang? Apa yang kau temui dalam waktu lebih dari sebulan di Jakarta
tak cukup menjelaskan seluruh faktor yang membentuk sebuah Indonesia. Tugas akhirmu telah menjelaskan sebagian kecil, sebagian suara dari
Indonesia. Meski „kecil‟, Ayah yakin itu menjadi besar dan vokal karena dokumentermu adalah sebuah suara yang lain, the voices from the other
side, yang selama 32 tahun tak boleh bersuara. Sesudah pemakaman Ayah nanti, cobalah pikirkan apakah setelah wisuda, kau akan kembali ke
Jakarta atau menetap di Paris. Aku tak akan memaksakan pilihanmu. Paris dan Jakarta adalah rumahmu yang kini punya arti tersendiri bagimu. Di
mana pun kamu memilih, kamu akan dekat dengan sebagian dari dirimu. Maman di Paris dan Ayah di Karet, Jakarta. ... . Lintang, kau menghidupi
hidupku. Dan kalau pun aku sudah mati, kau tetap hidup di dalam diriku.
23
4. Latar
a. Latar Tempat
Jakarta Latar dalam novel Pulang ini salah satunya yakni di kota Jakarta di era 60-
an, saat pemerintah gencar-gencarnya memusnahkan semua yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan PKI. Selain itu, Jakarta di era 90-an saat situasi
politik di bawah kekuasaan Orde Baru berada di puncak keruntuhan menjadi latar penting lainnya dalam novel Pulang:
Malam telah turun. Tanpa gerutu dan tanpa siasat. Aku mengikuti mereka menghampiri dua buah mobil yang diparkir di depan Thahaja
Foto: Nissan Patrol dan Toyota kanvas. Lettu Mukidjo, pemilik gigi emas, mempersilakan aku menumpang jip Toyota kanvas. Aku membayangkan
wajah Surti, Kenanga, Bulan, dan Alam. Dan entah mengapa, dari sleuruh kawan-kawanku, hanya wajah Dimas Suryo yang terus-menerus
mengikutiku. Ketika mesin mobil dinyalakan, aku menebarkan pandangan ke seluruh malam di Jalan Sabang: gerobak kue putu Soehardi, sate Pak
Heri, warung bakmi godog, dan terakhir lampu neon Thahaja Foto yang berkelap-kelip. Untuk terakhir kalinya.
24
Paris Kota Paris menjadi latar lainnya dalam novel Pulang. Dimas bersama
teman-teman pelariannya menjadikan Paris sebagai rumah kedua untuk
23
Ibid., h. 447.
24
Ibid., h. 5.
melanjutkan hidup. Di Paris ini sendiri, Dimas menikah dengan Vivienne Devaraux dan memiliki seorang putri bernama Lintang Utara. Awal kedatangan
Dimas ke Paris bertepatan dengan peristiwa gerakan mahasiswa dan buruh di sana untuk menggulingkan pemerintahan De Gaulle. Bertahun-tahun kemudian, Paris
pula lah yang menjadi saksi bagaimana kerinduan Dimas begitu mendalam terhadap tanah airnya, Indonesia. Seperti yang telah dipaparkan dalam novel
Pulang karya Leila S. Chudori: Sungguh ganjil. Seharusnya malam itu para tentara menjeratku di
Jakarta. Tetapi sekarang aku di sini, di tengah ribuan mahasiswa Prancis yang bergelora. Di tengah jeritan mereka, aku mencium bau parit Jakarta
bercampur aroma cengkih kretek dna kepulan kopi hitam. Kilatan sinar di mata mahasiswa Prancis ini mengingatkan kawan-kawan di Jakarta.
Kilatan mata dan semangat yang berbuih. Suara garang yang penuh tuntutan untuk masyarakat yang lebih adil meski kelak sebagian dari
mahasiswa idealis itu akan menjadi bagian dari kekuasaan.
25
b. Latar Waktu
1968 Dalam bab “Paris, Mei 1968” menggunakan latar belakang Gerakan Mei
1968 Prancis, yaitu serangkaian gerakan mahasiswa dari berbagai universitas di Paris-di antaranya Universitas Sorbonne dan University of Paris di Nanterre.
Setelah beberapa bulan kemudian suasana di Paris 1968 digambarkan melalui Dimas dalam novel Pulang:
Selama beberapa bulan kemudian, Vivienne dan aku berlagak seperti para flaneur yang berjalan-jalan karena ingin menikmati langkah
kaki dan kota Paris. Revolusi Mei 1968 tiba-tiba seperti tak lagi bersisa...
26
1998 Dalam latar waktu yang selanjutnya ialah pada pada tahun 1998, di
Jakarta, pada saat itu para mahasiswa, buruh, dan masyarakat miskin kota bersatu padu menuntut agar presiden soeharto turun dari jabatannya. Karena telah terjadi
krisis ekonomi, politik, dan kepercayaan terhadap pak harto untuk memimpin
25
Ibid., h. 11.
26
Ibid., h. 15.
kembali Indonesia. Seperti yang digambarkan oleh Leila pada kutipan di bawah ini:
Salemba pasti sudah penuh sesak dengan lautan manusia dan spanduk yang menyelimuti Jakarta Pusat. Saat ini spanduk itu masih
mempersoalkan isu ekonomi: menolak kenaikan harga, kenaikan harga listrik, bahan bakar minyak. Kami mendengar bahwa pemerintah percaya
diri untuk menaikan harga BBM meski situasi sedang sangat parah. Pasti dia menyangka tahun 1998 sama dengan tahun 1967 dan 1968, ketika dia
baru saja berkuasa dan menaikan harga BBM.
27
5. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan penulis dalam novel Pulang ini adalah sudut pandang campuran. Sudut pandang campuran tersebut terbagi sesuai
pembagian bab berdasarkan tokoh utama sebagai pelaku utama antara lain pada bab Hananto Prawiro, Dimas Suryo, Vivienne Deveraux, Lintang Utara, dan
Segara Alam. Selain sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama, novel ini juga menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.
a. Dimas sebagai orang pertama pelaku utama
Sudut pandang Dimas banyak dipakai oleh penulis untuk menyampaikan kisahan dalam novel Pulang. Hal ini dapat dilihat dari dominasi penceritaan
Dimas Suryo di dalam novel Pulang. Dimas menggambarkan keberadaannya di Prancis hanyalah sebuah persinggahan. Dia berupaya keras untuk kembali ke
Indonesia, meskipun sebagian besar teman-temannya telah menganggap Prancis sebagai rumah kedua. Dimas tidak mampu untuk menjadikan Prancis sebagai
rumah keduanya karena dia merasa dirinya tidak pantas mendapat perlakukan kejam dari pemerintah Indonesia dan menjadi orang yang terasing dari negerinya
sendiri. Dimas hanyalah seorang korban dari kecurigaan pemerintah Indonesia terhadap oknum-oknum PKI.
27
Ibid., h. 299.
Aku menepis Mas Nug dan Vivienne yang mencoba menenangkanku. Aku harus pulang. Aku harus pulang Aku mencoba
mencari tiket. Tiket apa saja. pesawat, kapal laut. Apa saja yang penting aku pulang. ... Malam itu, Mas Nug menyampaikan selembar telegram.
“Jangan pulang koma situasi belum cukup aman titik doakan ibu tenang koma kami tahlil terus titik”
28
Adanya sudut pandang Dimas sebagai orang pertama pelaku utama ini juga banyak digunakan untuk menyampaikan kondisi eks tahanan politik yang
berada di luar negeri. Kerinduan Dimas terhadap Indonesia serta perjuangan kerasnya untuk bisa hidup di Prancis manakala dia juga harus berjuang keras
untuk bisa pulang ke Indonesia. “Seharusnya sekalian menghirup kopi luwak.” Tiba-tiba saja aku
menyebut nama yang berbahaya itu. Merindukan sesuatu yang eksotis di tengah Eropa dalam keadaan miskin, sama saja dengan mengoyak hati.
Indonesia dan segala yang berhubungan dengannya seharusnya kututup dan aku kubur meski untuk sementara
—agar aku bisa meneruskan hidup.
29
Sekali lagi, apa lagi yang harus kukeluhkan jika aku dikelilingi keluarga yang sangat mencintaiku? Mengapa aku tetap merasa ada
sepotong diriku yang masih tertinggal di tanah air?
30
b. Lintang Utara sebagai orang pertama pelaku utama
Sudut pandang Lintang Utara sebagai orang pertama pelaku utama digunakan untuk menegaskan posisinya sebagai seorang anak eks tahanan politik.
Lintang yang tak pernah menginjakkan kaki di Indonesia hanya dapat mengenal Indonesia melalui sisi ayahnya yang seorang eks tahanan politik dan penuh
misteri. Hal ini membuatnya kebingungan untuk menentukan identitas dirinya sendiri.
Di dalam tubuhku ini mengalir sebersit darah yang tak kukenal, bernama Indonesia, yang ikut bergabung dengan percikan darah lain
bernama Prancis.
28
Ibid., h. 83.
29
Ibid., h. 28.
30
Ibid., h. 87.