Surat Perintah Sebelas Maret
Pengawasan terhadap Bekas Tahanan dan Bekas Narapidana G30SPKI, para Bekas Tahanan dan Bekas Narapidana G30SPKI mendapat perlakuan yang
sangat diskriminatif. karena peraturan ini, maka diskriminasi ini tak hanya tertuju pada mantan tahanan politik tragedi 1965 tetapi juga anak cucu mereka. Seperti
yang diungkapkan Leila S. Chudori melalui kutipan novel Pulang: Tentu saja bukan eksil politik jika tidak ada gangguan sehari-hari.
Paspor dicabut, berpindah negara, berpindah kota, berubah pekerjaan, berubah keluarga...segalanya terjadi tanpa rencana. Semua terjadi sembari
kami terengah-engah berburu identitas seperti ruh yang mengejar-ngejar tubuhnya sendiri. Gangguan, atau Mas Nug lebih suka menyebutnya
„tantangan‟, yang kami hadapai datang bertubi-tubi. Karena itu, setelah keberhasilan malam pembukaan ini membutuhkan antagonis.
72
Peraturan yang ditetapkan kepada para eks-tapol, mereka terkena tekanan mental yang luar biasa dengan adanya momok „bersih lingkungan‟, mereka
sampai harus membuat surat keterangan tidak terlibat G30SPKI. Mereka membuat surat keterangan tersebut agar dapat mengurangi beban mental, agar
mereka lebih diterima oleh masyarakat pada masa itu. Bahkan untuk sekolah, menjadi PNS, atau bekerja di instansi-instansi pemerintah pada masa tersebut
wajib di screening secara mendetail oleh intelejen demi terlaksananya „bersih diri‟
dan „bersih lingkungan‟. Dengan adanya Instruksi Mendagri No. 321981 tentang Pembinaan dan
Pengawasan terhadap Bekas Tahanan dan Bekas Narapidana G30SPKI. Pada masa Orde Baru, banyak dari istri dan anak-anak yang terlantar, atau yang dijauhi
oleh sanak-saudaranya sendiri. Adik dan kakak atau mertua, yang segan mendekati mereka, karena takut kalau
dicap “tidak bersih lingkungan”. Dapat dilihat pada kutipan novel di bawah ini, bagaimana Leila S. Chudori
menggambarkan dengan jelas dan tegas ketegangan yang terjadi pada masa tersebut:
“Kasian loo, di KTP mereka harus diletakkan tanda ET. Terus, Mas Warman dan Mas Muryanto kalau menulis di media sekarang
menggunakan nama samaran. Lha tapi kami semua tahuu kalau Sinar Mentari itu ya nama samaran Warman; kalau Gregorius M ya itu Mas
72
Leila, op. cit., h. 120.
Muuuur. Bikin nama samaran kok mudah ditebak. Gimana sih. Terus itu lo, anak-anaknya sekarang ikut-ikut kerja di media. Pake nama samaran
juga. Rupanya sedang jadi model menggunakan nama samaran. Ya bapak, ya anak, semuanya samar-
menyamar.” Dia terkikik begitu lama dan panjang hingga aku teringat adegan Bima menyobek mulut Sangkuni
dalam Bharatayudha. h. 125 Perlakuan para diplomat KBRI pun selalu tak ramah terhadap para eks
tahanan politik. Dikarenkana adanya instruksi tersebut pada masa Orde Baru tentang ke
bijakan “Bersih Diri” dan “Bersih Lingkungan”.